Share

3. Kedua Kalinya

Ciuman tak berlangsung lama karena Samudra langsung melepaskan pungutannya. Pria itu mendengus karena Akira hanya diam, tidak membalas ciumannya. Menarik diri, lalu bersandar pada kursi kemudi. “Ciuman terburuk yang pernah kulakukan,” gumam Samudra mendengus.

Akira masih diam. Ia tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi, Samudra menciumnya. Dan ini yang kedua kalinya. Lalu tanpa rasa bersalah, pria itu diam tidak meminta maaf. Akira jadi bertanya-tanya, ada apa dengan mulutnya? Kenapa Samudra suka sekali menciumnya tanpa permisi. Tadi Samudra hanya bertanya, apakah dia kedinginan tapi Akira hanya diam tidak menjawab. Membuat tiba-tiba pria itu menciumnya, melumat bibirnya dalam. Ia hanya diam, tidak membalas. Karena dasarnya ia juga tidak mahir dalam hal seperti itu. Karena itu adalah kedua kalinya dengan orang yang sama.

Lalu kaca mobil terketuk, membuat keheningan yang terjadi beberapa menit yang lalu tidak menjadi senyap. Samudra menoleh ke arah kanan, menaikkan sebelah alisnya. Karena melihat seorang pria dengan pakaian hitam memegang payung berdiri di depan kaca mobil sebelah kanan. Samudra mengambil payung yang tadi dipakainya yang berada di belakang. Lalu tangannya kanannya membuka pintu.

Akira hanya diam memperhatikan kedua pria yang sedang berbicara di luar. Tapi tiba-tiba mendengar Samudra yang mengerang keras membuatnya segera keluar dari mobil, mengabaikan hujan yang mengguyur kota Semarang sore itu. Gadis itu dapat melihat Samudra memegangi belakang kepalanya yang sudah mengeluarkan darah. "Tuan!" teriak Akira berlari menghampiri Samudra yang sudah limbung.

Lalu orang yang tadi berbicara pada Samudra segera masuk ke dalam mobil Samudra, diikuti beberapa pria berpakaian hitam dari belakang. Dan ya! Mereka membawa kabur mobil milik Samudra. Meninggalkan keduanya.

"Anda baik-baik saja?" tanya Akira cemas.

Melihat Samudra yang hanya diam, Akira segera membopong tubuh majikannya itu membawanya pergi. Untung, ia dapat melihat bangunan kosong beberapa meter dari jaraknya berdiri.

"Akh," erang Samudra ketika Akira sedang memegang luka Samudra.

"Ah, maaf."

"Apa ini sakit?" tanya Akira.

Samudra mengangguk. "Mereka mengambil mobilku!" gerutunya.

"Bahkan ponselku, ah shit!" geram Samudra menyadari ponselnya berada di dalam mobil.

"Saya akan mengobati luka anda," ujar Akira.

"Tidak usah!" ketus Samudra membuat Akira mengurungkan niatnya.

*****

Entah sudah beberapa lama mereka terjebak di keadaan seperti ini. Pastinya Samudra ingin segera pulang. Bahkan saking lamanya, pakaian mereka yang basah terkena air hujan sudah kering sejak beberapa jam yang lalu.

Malam begitu pekat, hanya ada beberapa lampu dipinggir jalan. Membuat semuanya menjadi tamaram. Karena tempatnya yang berada jauh dari jalan raya membuat suasana sedikit lebih menyeramkan.

Suara jangkrik yang bersautan membuat suasana tidak menjadi hening.

Berulang-ulang kali, Akira mengusap-usap kedua lengannya karena kedinginan.

Lalu, tiba-tiba saja gadis itu bersin membuat Samudra yang sejak tadi diam menoleh.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya.

Akira mengangguk, tersenyum. "Apa anda mengantuk?"

"Sedikit," jawab Samudra singkat.

Dengan berani Skyla menarik kepala Samudra pelan, meletakkannya pada paha gadis itu. "Tidurlah."

Entah sihir dari mana, Samudra diam terpesona. Gadis ini benar-benar membuatnya kagum.

Mengangguk, Samudra mengikuti saran Akira. Mencoba untuk memejamkan mata. Karena matanya juga sudah tidak bisa diajak kompromi.

Ditemani dinginnya malam. Dengan cahaya yang tamaram, keduanya terlelap. Menikmati malam yang panjang.

*****

Suara burung yang berkicau, ditambah matahari yang mulai menampakkan diri membuat tidur kedua sejoli itu terusik.

Samudra menggeliat, merubah posisi tidurnya. Sedangkan Akira, gadis itu sudah membuka matanya. Kakinya terasa kram, karena sejak semalam Samudra masih anteng di posisinya, bahkan punggungnya terasa pegal seperti ingin remuk menyadari posisi tidurnya yang duduk.

Dari tempatnya sekarang, menuju ke bsb sangatlah jauh. Sedangkan jika meminta bantuan pun sangat susah melihat posisi mereka jauh dari jalan raya.

"Jam berapa sekarang?" tanya Samudra, pria itu menggeliat.

"Saya tidak tau," jawab Akira.

Samudra membuka matanya, lalu bangun dari tidurnya dan bersandar pada tembok. Kedua kakinya yang lurus ditekuk salah satu. Pria itu menghela napasnya.

"Sepertinya kita harus berjalan hingga jalan raya," celetuk Samudra setelah beberapa hening.

Akira mengangguk. "Sekarang?"

Samudra diam, pria itu berdiri lalu mengulurkan tangan kanannya membantu Akira. Gadis itu menyambutnya. "Terima kasih."

Merapikan baju dan roknya, lalu mereka jalan beriringan.

Selama perjalanan hanya ada keheningan. Senyap. Bahkan suara motor pun hanya beberapa yang berlalu lalang. Dan itupun jarang.

Lalu tiba-tiba Akira melihat ada warung kecil. "Sepertinya kita bisa meminta bantuan di warung itu," tunjuknya memberi tau Samudra.

Samudra mengikuti arah pandang Akira, lalu mempercepat langkahnya.

"Permisi," ujar Akira. "Boleh kita minta tolong, Bu?" ujarnya bertanya pada wanita paruh baya yang masih berkutat pada penggorengannya.

Ibu itu menoleh. "Minta bantuan apa, Nak?"

"Ibu punya ponsel?" tanya Akira.

Ibu yang tidak diketahui namanya itu mengangguk, lalu tangannya meraih ponsel butut berlayar kuning di atas etalase.

"Boleh saya telpon pakai ini, Bu?" tanya Akira sopan.

Ibu itu mengangguk, tersenyum ramah. "Boleh-boleh," jawabnya memberikan ponsel itu kepada Akira. "Syukurlah," gumamnya.

Gadis itu menerimanya, memberikannya pada Samudra. "Anda mengetahui nomor tuan Samuel?"

Samudra mengangguk, mengambil alih ponsel butut iu dari tangan Akira. Setelah selesai mengetikkan nomor pria itu menempelkan ponselnya di telinga. Sedikit menjauh dari Akira.

*****

"Mbak, kok baru pulang?" tanya Aji begitu melihat batang hidung kakaknya yang membuka pintu.

Akira mengangguk. "Ceritanya panjang," jawabnya menghela napas lalu menempatkan diri duduk di sofa.

"Mbak tau, Ara belum tidur dari semalam," ujar Aji membuat Akira menegakkan tubuhnya.

Memang seperti itu Ara. Tidak ada Akira, adik keduanya itu tidak akan bisa tidur.

"Di mana Ara sekarang?" tanya Akira dengan nada cemas. Gadis itu segera berdiri. "Di kamar, sama bapak," jawab Aji yang langsung diangguki Akira.

Akira langsung melesat masuk ke kamar Anton-ayahnya. Entah kenapa, Akira dan kedua adiknya memanggil Anton dengan sebutan berbeda. Tapi, itu tidak masalah.

"Kok baru pulang?" tanya Anton begitu Akira masuk.

Gadis itu tidak langsung menjawab, menempatkan diri duduk di pinggiran kasur dan langsung memeluk Ara yang sedang merengek karena Akira yang tidak pulang-pulang.

"Araaa," panggil Akira yang langsung membuat Ara mendongak memeluk gadis yang sejak semalam ditunggunya.

"Ara belum bobok? Sekarang bobok yuk," ujar Akira yang langsung diangguki Ara. "Nanti Akira ceritakan Yah, Akira mau tidurin Ara dulu," lanjutnya yang diangguki Anton.

*****

"Samudra kecopetan, Yah," ujar Samudra pada pria paruh baya yang menatapnya geli.

"Bagaimana bisa?"

Samudra mendengus, melihat ayahnya yang terkekeh. Bukannya sedih, pria tua itu malah senang anaknya kesusahan. "Bagaimana Samudra bisa melawan, jika mereka itu keroyokan."

"Untung saja kepala Samudra tidak bocor dan lukanya tidak terlalu parah," lanjutnya. "Apa Ayah tidak akan mencari mereka dan memasukkannya ke dalam penjara?" Jengkel Samudra.

"Tidak, untuk apa. Ayah mengikhlaskannya," ujar Samuel enteng.

Tadi begitu menelpon asisten ayahnya untuk menjemput. Samudra mengantar Akira terlebih dahulu lalu setelahnya pulang dan dihujani rentetan pertanyaan dari ayahnya.

"Terserah Ayah," ketus Samudra. "Samudra mau mandi.'' Lanjutnya sebelum pergi meninggalkan Samuel yang masih terbahak melihat wajah anaknya yang nelangsa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status