Akira bersandar pada pintu kamar memegang dadanya, jantungnya berdegup lebih cepat. Ini gila! Batinnya. Bagaimana bisa ia membalas ciuman Samudra?
Tadi begitu Samudra melepas ciuman mereka yang terjadi cukup lama Akira langsung melesat lari menuju kamar. Dan untung Samudra tidak menghalanginya, membiarkan dirinya pergi begitu saja. Lihat! Akira bercermin, penampilannya sekarang sungguh berantakan. Bibirnya yang membengkak, kemeja Samudra yang dipakainya sangat kusut, lalu rambutnya yang berantakan. Bibirnya berkedut, Akira memegangnya. Bahkan ciuman Samudra masih terasa di bibirnya. Ini benar-benar menjijikkan, batinnya. Akira yang polos seketika berubah menjadi Akira yang nakal dan liar. Dan sekarang tidak ada lagi bibir sucinya, karena ciuman pertamanya sudah dicuri Samudra. Dengan langkah lunglai, Akira berjalan menuju kasur lalu merebahkan dirinya. Menatap langit-langit, matanya menerawang. Ia harus membatasi semuanya sekarang, sebelum terlambat. Ia hanya takut jika Samudra selalu melakukannya seperti itu, Akira jatuh terlalu dalam. Ya, Akira hanya takut mencintai atasannya itu. Ia sadar diri, jika memang tidak pantas bersanding dengan Samudra. Ia hanya gadis dari kalangan orang miskin, dan tidak secantik wanita-wanita yang dekat dengan Samudra. Justru membayangkan itu semua membuatnya minder. ***** Samudra tersenyum dalam diam. Penampilan Akira karena ulahnya tadi benar-benar membuat miliknya mengeras. Ingin rasanya Samudra langsung menggendong Akira membawanya ke kamar. Tapi Samudra tidak ingin terburu-buru, ia hanya ingin segera pindah ke apartemen dengan membawa Akira dan memonopoli gadis itu. Agar memudahkan semuanya. Hanya saja Samudra berpikir jika Akira masih polos, apakah dirinya akan merusak gadis itu dengan tingkah bejatnya? Persetan dengan itu, Samudra tidak peduli. Sudah cukup ia menahan semuanya selama ini. Dan kali ini mungkin waktu yang pas. Samudra merebahkan tubuhnya di atas kasur, matanya menatap langit-langit kamarnya menerawang. Kadang ia bertanya-tanya, siapa pria yang sudah baik kepada ayahnya? Karena Samudra ingin berterima kasih padanya, tapi sepertinya terima kasih saja tidak cukup. Lihat? Tanpa tanggung-tanggung pria misterius itu membantu ayahnya hingga menjadi orang kaya yang sukses. Menghembuskan napasnya, Samudra memilih memejamkan matanya. Besok pagi, ia harus menggantikan ayahnya untuk meeting karena pria tua itu berada di Manila. ***** Tak terasa matahari sudah menampakkan dirinya. Padahal Akira hanya tidur lima jam, dan itu sangat membuatnya kesal. Biasanya ia akan tidur tepat waktu dan bangun pukul empat. Membuka matanya perlahan, Akira duduk di pinggiran kasur. Membuat kakinya menggantung. Kemarin Samudra sempat menyuruhnya untuk membangunkan pria itu karena harus ada meeting yang akan diadakan pukul tujuh. Sedangkan sekarang, Akira melirik pada jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Itu berarti Samudra hanya memiliki waktu setengah jam. Akira merutuki dirinya sendiri, dengan langkah lebar Akira langsung berlari menuju kamar Samudra. Tanpa mengetuk Akira langsung menerobos masuk. Akira dapat melihat Samudra masih nyenyak dalam tidurnya dengan selimut yang masih menutupi tubuhnya. "Tuan, bangun," ujar Akira pelan sambil menepuk-nepuk pelan pipi Samudra. Biarlah kalian berpikir Akira lancang, karena ia sendiri tidak peduli. Samudra menggeliat, tangannya malah menarik tubuh Akira mendekat membuat napas mereka beradu. Akira diam, terkejut? Pasti. Berusaha menarik diri tapi Samudra malah mengeratkannya. "Tuan bangun, anda harus mendatangi meeting pagi ini," bisik Akira pas ke telinga Samudra. "Aku akan bangun. Tapi kamu harus memberiku morning kiss, Akira." Samudra yang masih memejamkan matanya. Akira berjengkit, sungguh Samudra mengatakannya dalam keadaan sadar? Akira benar-benar tak habis pikir. "Aku dalam keadaan sadar Akira, cepat lakukan atau aku akan tetap melanjutkan tidurku," ancam Samudra. Akira menggerutu, sebenarnya sih Akira masa bodo jika Samudra mau mendatangi meetingnya atau tidak. Tapi jika ia tidak melakukannya, Samudra pasti akan mengadu pada Samuel–––karena dirinya Samudra tidak mendatangi meeting pentingnya itu. Dan sudah dapat dipastikan Akira akan dipecat. "Harus aku menciummu?" tanya Akira tak yakin. Samudra mengangguk tanpa membuka matanya. Akira menghela napasnya, baiklah ia akan berusaha tidak gugup. "Di bagian mana?" Pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Akira membuatnya merutuki dirinya sendiri. Dalam hati Samudra tersenyum senang, lalu ia memajukan bibirnya memberi kode jika ia menginginkan ciuman di bibir. Akira membelakkan matanya, tapi yasudah lah toh ia juga sudah pernah melakukannya beberapa kali dengan Samudra. Memejamkan matanya Akira memajukan wajahnya hingga bibir mereka bersentuhan, hanya kecupan. Ketika Akira akan menarik wajahnya menjauh, Samudra justru menahan tengkuknya. Bukan Samudra namanya jika tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Menahan tengkuk Akira, Samudra mencoba membuka mulut Akira dan berakhir menggigit bibir bawah milik gadis itu. "Akh," pekik Akira ketika Samudra menggigit bibirnya. Samudra tetap melanjutkannya. "Balaslah, Akira," ujar Samudra di sela-sela ciumannya. Akira yang terlena membalas ciuman Samudra. Dan sekarang posisi Akira yang berada di bawah sedangkan Samudra yang berada di atas. Entah sejak kapan Samudra membaliknya. Tangan Akira mengalun indah pada leher Samudra. Lalu merambat meremas rambut pria itu. Pagi ini Samudra cukup senang. Dalam hati ia tersenyum penuh kemenangan. Ciuman Samudra turun ke leher Akira, memberikan kecupan-kecupan hingga meninggalkan tanda merah. Lalu sedikit bermain membuat tubuh gadis itu membusung ke depan. Akira mendesah tanpa disadari, "Ahhh." Sadar apa yang barusan keluar dari mulutnya kesadaran Akira kembali. Akira memegang kepala Samudra, menyuruh pria itu berhenti––membuat Samudra mendongak. Mata mereka bertemu. "Sam, kamu akan terlambat.'' Samudra mendengus, "Kamu mengganggu Akira!" Akira menghela napasnya, "Segeralah bersiap, aku akan membuat sarapan terlebih dulu,'' balas Akira langsung menyingkir dari kurungan Samudra. "Apa kamu akan keluar dengan seperti itu? Lihat penampilanmu benar-benar kacau Akira." Perkataan Samudra membuat langkahnya berhenti, ia menoleh ke arah belakang. "Lalu aku harus bagaimana? Ini semua juga karenamu," ujar Akira tak terima. Samudra terkekeh, melihat Akira yang marah dan kesal untuk pertama kali membuatnya tergelak. Pasalnya Akira tidak pantas untuk kesal karena wajahnya yang polos. "Kemarilah," titah Samudra. Akira menurut meskipun dalam hati bertanya-tanya. "Aku sudah membelikanmu pakaian ganti, pakailah!" ujar Samudra menunjuk atas nakas. Akira mengangguk, "Terima kasih." "Terima kasih saja tidak cukup," balas Samudra. Akira menaikkan sebelah alisnya bertanya, "Lalu?" Samudra memegang bibirnya. "Harus?" tanya Akira. Samudra mengangguk. Dengan cepat Akira mengecup sekilas bibir Samudra. Karena ia sudah tau Samudra akan mehannya seperti tadi. "cepat gantilah!" titah Samudra. "Iya, aku akan berganti di kamar." Samudra menggeleng tegas, "Di sini.'' "Di depanmu?" Samudra mengangguk. "Tidak mau!" tegas Akira. "Aku tidak akan tertarik padamu, cepatlah!" "Sungguh?" Samudra mengangguk, "Ya. Karena ukuran payudaramu terlalu kecil, jadi aku tidak tertarik." Sedikit sakit hati memang, ketika mendengar Samudra mengatai miliknya kecil. Dan pria itu tidak tertarik. Apakah miliknya sekecil itu hingga Samudra saja tidak tertarik padanya? Batinnya berteriak. "Baiklah jika anda tidak tertarik," ujar Akira dan langsung membuka kancing satu persatu. Kemeja putih yang melekat pada tubuhnya kini sudah tergeletak di bawah. Sekarang, Samudra dapat melihat bahwa gadis di depannya bertelanjang hanya menyisakan bra berwarna hitam yang berwarna senada dengan celana dalamnya, dan Akira memiliki tubuh yang sangat indah. Samudra menelan ludahnya. Akira seakan sengaja memakai baju yang diberinya dengan lambat, apa gadis itu berusaha menggodanya? Batinnya kesal. "Pakailah dengan cepat!" geram Samudra. Akira tersenyum miring, dalam hati ia ingin sekali menyumpah serapahi Samudra dan merutuki dirinya sendiri karena berani bertindak sejauh ini. Mungkin sekarang sandangan gadis polos tidak lagi berlaku padanya. Mungkin liar bisa jadi nama tengahnya.Seperginya Samudra, Akira segera bersiap-siap untuk pulang. Dan ia meninggalkan rumah dalam keadaan bersih. Samudra juga sudah berpesan jika ia tidak usah memasak makanan karena percuma Samuel tidak ada di rumah. Setelah memesan ojek online, Akira segera melangkahkan kakinya keluar rumah, tak lupa berpamitan pada pak Joko. Ojek Online yang dipesan Akira datang juga, dengan segera Akira menerima helm yang diberikan bapak-bapak yang akan mengantarkannya pulang. Sinar matahari begitu terik membakar kulit Akira yang putih. Untung saja Samudra membelikannya baju lengan panjang dengan celana jeans. Tapi perjalanan siang ini terasa cepat. Entahlah karena apa, yang Akira tau hatinya sedang senang. Ia jadi bertanya-tanya, apakah dirinya sudah jatuh hati pada Samudra karena perlakuan pria itu akhir-akhir ini? Akira menghela napasnya, mungkin ia harus membatasi diri dengan Samudra. Jika tidak ia harus menerima resiko, ya ia akan jatuh cinta pada pria itu. "Mbak sudah sampai," ujar bapak g
Hening. Samudra masih memangut bibir Akira, lama kelamaan gadis itu membalas dengan Samudra yang menuntunnya. Tangan Akira berada pada rambut Samudra, meremasnya. Sedangkan tangan kiri Samudra digunakan untuk menahan tubuhnya, lalu tangan kanannya bergerak tak tinggal diam. Dalam hati Samudra tersenyum miring, Akira yang polos sudah menjadi liar karenanya hanya dalam jangka waktu yang pendek. Tangan kanannya meremas pelan dua buah kenikmatan milik Akira dari luar, hingga suara desahan itu lolos dari bibir gadis itu. Merasa terkejut Akira diam, wajahnya memerah membuat Samudra melepaskan pungutannya. "Kamu sekarang benar-benar liar, Akira," ujar Samudra masih dengan posisinya. Akira yang merasa posisinya terlalu dekat membuatnya gugup. Samudra menatapnya intens. Bibir Akira yang membengkak lalu rambut panjang gadis itu yang berantakan benar-benar menambah kesan sexy. "Aku akan ke kamar," ujar Akira berusaha keluar dari kurungan Samudra. "Tidak boleh," jawab Samudra. Akira menghel
"Ayah, Akira akan bekerja. Akira pamit," ujar seorang gadis cantik mencium tangan pria tua yang terbaring lemah di atas ranjang. Dia—Anton, orang tua yang Akira punya satu-satunya.Pria tua itu mengangguk lemah. "Hati-hati ya, Nak. Jaga dirimu baik-baik, maafkan ayah karena sakit-sakitan ini."Akira menggeleng. "Tidak. Ini semua bukan salah Ayah. Ini memang sudah kewajiban Akira untuk mencari uang menggantikan Ayah. Dan Ayah istirahat saja di rumah."Akira lalu berbalik, berjalan melewati jalanan yang becek dan kumuh. Ya, Akira dan keluarganya tinggal di tempat yang begitu kumuh, rumah yang sempit. Tapi Akira bersyukur, ia masih memiliki tempat tinggal. Walau rumahnya entah bisa dikatakan layak atau tidak.Hidup seperti ini justru membuatnya selalu bersyukur dengan apa yang ia punya. Memiliki rumah kecil dengan keluarga yang menyayanginya. Akira tumbuh dewasa, tanpa seorang ibu. Ibunya itu pergi entah ke mana, karena bosan dengan kehidupannya yang miskin. Lalu meninggalkan ayahnya u
Mereka masih sama-sama terdiam. Mencerna apa yang terjadi beberapa detik yang lalu. Samudra merutuki dirinya. Bagaimana bisa ia sampai kelepasan, tetapi, bibir itu benar-benar terasa manis. Bahkan sekarang, Samudra menginginkannya lagi dan lagi. Seakan, bibir merah ranum itu adalah candunya. Begitu memabukkan.Menatap gadis di depannya yang terlihat ling-lung ditambah bibir yang sedikit membengkak karena ulahnya terlihat sangat sexy. ''Kamu bisa keluar.'' Suara dingin Samudra menyadarkan Akira. Terlihat gadis itu tergugup, menormalkannya kembali lalu undur diri.Anggap saja, itu kecelakaan kecil. Batin Samudra. Ah, tapi Samudra menyadari dirinya benar-benar pria brengsek karena telah memperawani bibir gadis itu.Persetan dengan itu, ia tidak peduli.*****Akira menghela napasnya. Ciuman pertamanya, dicuri oleh anak majikannya. Siapa lagi jika bukan Samudra?Bahkan ia diam, tidak melawan. Lalu pria itu dengan seenak jidatnya tidak meminta maaf. Malah biasa-biasa saja dengan tampang wa
Ciuman tak berlangsung lama karena Samudra langsung melepaskan pungutannya. Pria itu mendengus karena Akira hanya diam, tidak membalas ciumannya. Menarik diri, lalu bersandar pada kursi kemudi. “Ciuman terburuk yang pernah kulakukan,” gumam Samudra mendengus.Akira masih diam. Ia tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi, Samudra menciumnya. Dan ini yang kedua kalinya. Lalu tanpa rasa bersalah, pria itu diam tidak meminta maaf. Akira jadi bertanya-tanya, ada apa dengan mulutnya? Kenapa Samudra suka sekali menciumnya tanpa permisi. Tadi Samudra hanya bertanya, apakah dia kedinginan tapi Akira hanya diam tidak menjawab. Membuat tiba-tiba pria itu menciumnya, melumat bibirnya dalam. Ia hanya diam, tidak membalas. Karena dasarnya ia juga tidak mahir dalam hal seperti itu. Karena itu adalah kedua kalinya dengan orang yang sama.Lalu kaca mobil terketuk, membuat keheningan yang terjadi beberapa menit yang lalu tidak menjadi senyap. Samudra menoleh ke arah kanan, menaikkan sebelah alisny
"Ceritakan pada Ayah, bagaimana bisa kamu baru pulang pagi ini?" tanya Anton.Selepas menidurkan Ara, Akira segera menemui ayahnya. Gadis itu menghela napas. Cerita mengalir lancar begitu saja dari mulut Akira. Semua diceritakan tanpa ada kebohongan."Bagaimana keadaan Samudra sekarang?""Dia tidak kenapa-napa. Lukanya juga tidak terlalu parah."Anton bernapas lega. "Syukurlah.""Apa perampok itu juga melukaimu?"Akira menggeleng. "Tidak. Karena waktu itu yang keluar hanya Samudra, Akira menunggu di dalam mobil."Selesai bercerita kepada Anton perihal kejadian yang dialaminya bersama Samudra, Akira memutuskan untuk masak. Dan Akira sangat bersyukur, hari ini Samuel memberinya ijin untuk tidak berangkat. "Mbak mau ke mana?" tanya Aji yang sedang membuat layang-layang.Akira yang sudah siap dengan pakaiannya tak lupa kardigan berwarna hitam melekat pada tubuhnya. "Mbak mau ke pasar. Aji mau ikut?" tawar Akira. Aji langsung berdiri, tersenyum mengangguk. "Mau!"Akira terkekeh. "Yaudah
Akira menghela napasnya lelah, setelah menerima telpon dari Samudra, Akira terduduk memijat pelipisnya. Akira benar-benar lelah sekarang, sungguh. Samudra menyuruhnya untuk datang ke rumah nanti siang, Akira sempat menolak tapi Samudra dan sifat keras kepalanya benar-benar membuatnya jengkel. Bagaimana tidak? Samudra bahkan menekankan kata bahwa pria itu tidak menerima penolakan dan itu artinya Akira memang harus datang. "Ayah, nanti siang Akira harus ke rumah pak Samuel.''Anton yang sedang berbaring menatap anaknya. "Bukannya Pak Samuel memberimu cuti sehari?""Ya, tapi anaknya yang keras kepala memaksa Akira datang," jawabnya merengek. Anton terkekeh."Yasudah datanglah."Akira mengangguk lesu sebelum berbalik untuk mencari Ara."Araaa," teriak Akira memanggil nama adiknya.Ara yang sedang berada di luar rumah bermain masak-masakan bersuara. "Iya mbak Ilaaa?!""Oh di sini rupanya," kekeh Akira yang sudah menemukan Ara.Akira berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan Ara. "Nanti m
Selama perjalanan pulang, keduanya diam tidak ada yang membuka suara. Akira menatap jendela mobil, memperlihatkan jalanan yang mulai sepi karena sudah larut malam. Bintang dan bulan yang biasanya nampak, kini tidak terlihat. Lama-kelamaan kaca jendela mobil mulai basah, hujan mulai turun rintik-rintik. "Sebaiknya, kamu menginap di rumah. Karena sudah larut malam, Akira," ujar Samudra memecah keheningan. Akira mengangguk, untung Akira sudah berpesan pada Aji untuk menjaga Ara. Akira lalu mengusap bahunya karena dingin. Gaunnya yang terlalu terbuka membuatnya harus menahan hawa dingin yang menusuk hingga tulang. Sedangkan Samudra yang tau, karena tidak sengaja melirik ke arah Akira yang sedang mengusap-usap lengannya menjadi tidak tega. Dengan gagah, Samudra melepas jasnya ketika lampu merah. Lalu memakaikannya pada Akira, membuat gadis itu sedikit terkejut. "Eh." "Pakai, kamu terlihat kedinginan." Akira tersenyum hangat. "Terima kasih." Hujan deras menemani keheningan keduanya
Hening. Samudra masih memangut bibir Akira, lama kelamaan gadis itu membalas dengan Samudra yang menuntunnya. Tangan Akira berada pada rambut Samudra, meremasnya. Sedangkan tangan kiri Samudra digunakan untuk menahan tubuhnya, lalu tangan kanannya bergerak tak tinggal diam. Dalam hati Samudra tersenyum miring, Akira yang polos sudah menjadi liar karenanya hanya dalam jangka waktu yang pendek. Tangan kanannya meremas pelan dua buah kenikmatan milik Akira dari luar, hingga suara desahan itu lolos dari bibir gadis itu. Merasa terkejut Akira diam, wajahnya memerah membuat Samudra melepaskan pungutannya. "Kamu sekarang benar-benar liar, Akira," ujar Samudra masih dengan posisinya. Akira yang merasa posisinya terlalu dekat membuatnya gugup. Samudra menatapnya intens. Bibir Akira yang membengkak lalu rambut panjang gadis itu yang berantakan benar-benar menambah kesan sexy. "Aku akan ke kamar," ujar Akira berusaha keluar dari kurungan Samudra. "Tidak boleh," jawab Samudra. Akira menghel
Seperginya Samudra, Akira segera bersiap-siap untuk pulang. Dan ia meninggalkan rumah dalam keadaan bersih. Samudra juga sudah berpesan jika ia tidak usah memasak makanan karena percuma Samuel tidak ada di rumah. Setelah memesan ojek online, Akira segera melangkahkan kakinya keluar rumah, tak lupa berpamitan pada pak Joko. Ojek Online yang dipesan Akira datang juga, dengan segera Akira menerima helm yang diberikan bapak-bapak yang akan mengantarkannya pulang. Sinar matahari begitu terik membakar kulit Akira yang putih. Untung saja Samudra membelikannya baju lengan panjang dengan celana jeans. Tapi perjalanan siang ini terasa cepat. Entahlah karena apa, yang Akira tau hatinya sedang senang. Ia jadi bertanya-tanya, apakah dirinya sudah jatuh hati pada Samudra karena perlakuan pria itu akhir-akhir ini? Akira menghela napasnya, mungkin ia harus membatasi diri dengan Samudra. Jika tidak ia harus menerima resiko, ya ia akan jatuh cinta pada pria itu. "Mbak sudah sampai," ujar bapak g
Akira bersandar pada pintu kamar memegang dadanya, jantungnya berdegup lebih cepat. Ini gila! Batinnya. Bagaimana bisa ia membalas ciuman Samudra? Tadi begitu Samudra melepas ciuman mereka yang terjadi cukup lama Akira langsung melesat lari menuju kamar. Dan untung Samudra tidak menghalanginya, membiarkan dirinya pergi begitu saja. Lihat! Akira bercermin, penampilannya sekarang sungguh berantakan. Bibirnya yang membengkak, kemeja Samudra yang dipakainya sangat kusut, lalu rambutnya yang berantakan. Bibirnya berkedut, Akira memegangnya. Bahkan ciuman Samudra masih terasa di bibirnya. Ini benar-benar menjijikkan, batinnya. Akira yang polos seketika berubah menjadi Akira yang nakal dan liar. Dan sekarang tidak ada lagi bibir sucinya, karena ciuman pertamanya sudah dicuri Samudra. Dengan langkah lunglai, Akira berjalan menuju kasur lalu merebahkan dirinya. Menatap langit-langit, matanya menerawang. Ia harus membatasi semuanya sekarang, sebelum terlambat. Ia hanya takut jika Samudra
Selama perjalanan pulang, keduanya diam tidak ada yang membuka suara. Akira menatap jendela mobil, memperlihatkan jalanan yang mulai sepi karena sudah larut malam. Bintang dan bulan yang biasanya nampak, kini tidak terlihat. Lama-kelamaan kaca jendela mobil mulai basah, hujan mulai turun rintik-rintik. "Sebaiknya, kamu menginap di rumah. Karena sudah larut malam, Akira," ujar Samudra memecah keheningan. Akira mengangguk, untung Akira sudah berpesan pada Aji untuk menjaga Ara. Akira lalu mengusap bahunya karena dingin. Gaunnya yang terlalu terbuka membuatnya harus menahan hawa dingin yang menusuk hingga tulang. Sedangkan Samudra yang tau, karena tidak sengaja melirik ke arah Akira yang sedang mengusap-usap lengannya menjadi tidak tega. Dengan gagah, Samudra melepas jasnya ketika lampu merah. Lalu memakaikannya pada Akira, membuat gadis itu sedikit terkejut. "Eh." "Pakai, kamu terlihat kedinginan." Akira tersenyum hangat. "Terima kasih." Hujan deras menemani keheningan keduanya
Akira menghela napasnya lelah, setelah menerima telpon dari Samudra, Akira terduduk memijat pelipisnya. Akira benar-benar lelah sekarang, sungguh. Samudra menyuruhnya untuk datang ke rumah nanti siang, Akira sempat menolak tapi Samudra dan sifat keras kepalanya benar-benar membuatnya jengkel. Bagaimana tidak? Samudra bahkan menekankan kata bahwa pria itu tidak menerima penolakan dan itu artinya Akira memang harus datang. "Ayah, nanti siang Akira harus ke rumah pak Samuel.''Anton yang sedang berbaring menatap anaknya. "Bukannya Pak Samuel memberimu cuti sehari?""Ya, tapi anaknya yang keras kepala memaksa Akira datang," jawabnya merengek. Anton terkekeh."Yasudah datanglah."Akira mengangguk lesu sebelum berbalik untuk mencari Ara."Araaa," teriak Akira memanggil nama adiknya.Ara yang sedang berada di luar rumah bermain masak-masakan bersuara. "Iya mbak Ilaaa?!""Oh di sini rupanya," kekeh Akira yang sudah menemukan Ara.Akira berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan Ara. "Nanti m
"Ceritakan pada Ayah, bagaimana bisa kamu baru pulang pagi ini?" tanya Anton.Selepas menidurkan Ara, Akira segera menemui ayahnya. Gadis itu menghela napas. Cerita mengalir lancar begitu saja dari mulut Akira. Semua diceritakan tanpa ada kebohongan."Bagaimana keadaan Samudra sekarang?""Dia tidak kenapa-napa. Lukanya juga tidak terlalu parah."Anton bernapas lega. "Syukurlah.""Apa perampok itu juga melukaimu?"Akira menggeleng. "Tidak. Karena waktu itu yang keluar hanya Samudra, Akira menunggu di dalam mobil."Selesai bercerita kepada Anton perihal kejadian yang dialaminya bersama Samudra, Akira memutuskan untuk masak. Dan Akira sangat bersyukur, hari ini Samuel memberinya ijin untuk tidak berangkat. "Mbak mau ke mana?" tanya Aji yang sedang membuat layang-layang.Akira yang sudah siap dengan pakaiannya tak lupa kardigan berwarna hitam melekat pada tubuhnya. "Mbak mau ke pasar. Aji mau ikut?" tawar Akira. Aji langsung berdiri, tersenyum mengangguk. "Mau!"Akira terkekeh. "Yaudah
Ciuman tak berlangsung lama karena Samudra langsung melepaskan pungutannya. Pria itu mendengus karena Akira hanya diam, tidak membalas ciumannya. Menarik diri, lalu bersandar pada kursi kemudi. “Ciuman terburuk yang pernah kulakukan,” gumam Samudra mendengus.Akira masih diam. Ia tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi, Samudra menciumnya. Dan ini yang kedua kalinya. Lalu tanpa rasa bersalah, pria itu diam tidak meminta maaf. Akira jadi bertanya-tanya, ada apa dengan mulutnya? Kenapa Samudra suka sekali menciumnya tanpa permisi. Tadi Samudra hanya bertanya, apakah dia kedinginan tapi Akira hanya diam tidak menjawab. Membuat tiba-tiba pria itu menciumnya, melumat bibirnya dalam. Ia hanya diam, tidak membalas. Karena dasarnya ia juga tidak mahir dalam hal seperti itu. Karena itu adalah kedua kalinya dengan orang yang sama.Lalu kaca mobil terketuk, membuat keheningan yang terjadi beberapa menit yang lalu tidak menjadi senyap. Samudra menoleh ke arah kanan, menaikkan sebelah alisny
Mereka masih sama-sama terdiam. Mencerna apa yang terjadi beberapa detik yang lalu. Samudra merutuki dirinya. Bagaimana bisa ia sampai kelepasan, tetapi, bibir itu benar-benar terasa manis. Bahkan sekarang, Samudra menginginkannya lagi dan lagi. Seakan, bibir merah ranum itu adalah candunya. Begitu memabukkan.Menatap gadis di depannya yang terlihat ling-lung ditambah bibir yang sedikit membengkak karena ulahnya terlihat sangat sexy. ''Kamu bisa keluar.'' Suara dingin Samudra menyadarkan Akira. Terlihat gadis itu tergugup, menormalkannya kembali lalu undur diri.Anggap saja, itu kecelakaan kecil. Batin Samudra. Ah, tapi Samudra menyadari dirinya benar-benar pria brengsek karena telah memperawani bibir gadis itu.Persetan dengan itu, ia tidak peduli.*****Akira menghela napasnya. Ciuman pertamanya, dicuri oleh anak majikannya. Siapa lagi jika bukan Samudra?Bahkan ia diam, tidak melawan. Lalu pria itu dengan seenak jidatnya tidak meminta maaf. Malah biasa-biasa saja dengan tampang wa
"Ayah, Akira akan bekerja. Akira pamit," ujar seorang gadis cantik mencium tangan pria tua yang terbaring lemah di atas ranjang. Dia—Anton, orang tua yang Akira punya satu-satunya.Pria tua itu mengangguk lemah. "Hati-hati ya, Nak. Jaga dirimu baik-baik, maafkan ayah karena sakit-sakitan ini."Akira menggeleng. "Tidak. Ini semua bukan salah Ayah. Ini memang sudah kewajiban Akira untuk mencari uang menggantikan Ayah. Dan Ayah istirahat saja di rumah."Akira lalu berbalik, berjalan melewati jalanan yang becek dan kumuh. Ya, Akira dan keluarganya tinggal di tempat yang begitu kumuh, rumah yang sempit. Tapi Akira bersyukur, ia masih memiliki tempat tinggal. Walau rumahnya entah bisa dikatakan layak atau tidak.Hidup seperti ini justru membuatnya selalu bersyukur dengan apa yang ia punya. Memiliki rumah kecil dengan keluarga yang menyayanginya. Akira tumbuh dewasa, tanpa seorang ibu. Ibunya itu pergi entah ke mana, karena bosan dengan kehidupannya yang miskin. Lalu meninggalkan ayahnya u