“Iya! Kalau kamu bilang demi kebaikan berarti memang demi kebaikan,” sahut Reza sambil tertawa.Sonia mendengus dan tidak berbicara lagi. Setelah hening beberapa saat, dia menoleh ke arah Reza dan bertanya, “Kamu lapar, nggak?”Mereka berdua tidak ada yang makan malam.“Memangnya ada sesuatu yang bisa dimakan?” tanya Reza.Sonia berpikir sesaat dan berkata, “Aku masak mie instan saja, itu yang paling cepat.”“Ok!” jawab Reza sambil tersenyum tipis.“Tunggu sebentar!” Setelah itu dia berbalik dan masuk ke dalam dapur. Reza mengambil sebatang rokok dan menghidupkannya lagi. Dia bersandar di tiang balkon sambil mengisap rokoknya dengan perlahan hingga memenuhi paru-parunya.Sebersit perasaan ingin tertawa menghampirinya ketika teringat ekspresi Sonia yang tersedak oleh asap rokok tadi. Dia menoleh ke belakang dan melihat lampu dapur yang masih hidup. Punggung milik Sonia tampak mondar mandir di dapur.Reza berdiri di tengah kegelapan dan memandangi cahaya lampu serta asap kompor yang meng
“Kamu takut?” taya Sonia menoleh ke samping.“Tentu saja nggak,” jawab Reza dengan raut serius.“Kalau gitu berarti nggak ada arti cocok atau nggak cocok. Sebenarnya film horor bisa bantu menghilangkan insomnia. Aku selalu tidur pulas setelah selesai nonton horror,” balas Sonia sambil duduk bersila di atas sofa. Tangannya meraih sebungkus makanan ringan dan mulai menikmatinya.Setelah berlalu selama sepuluh menit, Reza bangkit dan berkata, “Tiba-tiba aku ngantuk. Aku tidur dulu, kamu nonton sendiri saja.”Sonia tersadar dari film yang tengah dia tonton dan terbahak sambil berkata, “Tebakan aku benar, kan? Film horor bisa bantu masalah insomnia kamu!”Reza berdiri di tengah kegelapan dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak tanpa memedulikan perempuan itu. Dia berbalik dan masuk ke dalam kamarnya. Sonia yang melihat jarum jam sudah menunjukkan angka tiga bergegas kembali ke kamar juga dan menyikat gigi kemudian berbaring di ranjang.Tidak butuh waktu lama bagi dia untuk terlelap hingga m
Setelah selesai kuliah, Sonia kembali ke Imperial Garden dan langsung menghubungi Juno. Dia bertanya, “Kak, di studio ada orang yang namanya Bobby?”Awalnya studio tersebut merupakan hasil jerih payah bersama dirinya dan Juno. Akan tetapi karena selanjutnya dia mau kuliah, Sonia menyerahkan semua urusan studio pada Juno. Dia juga jarang sekali pergi ke sana, sehingga dia tidak akan tahu jika kedatangan orang baru di Studio.Juno memanggil petugas administrasi dan bertanya sebentar. Setelah itu dia baru menjawab Sonia, “Nggak ada orang yang bernama Bobby.”“Ok, aku tahu,” jawab Sonia.Juno bertanya dengan suara tenang, “Akhir-akhir ini sibuk sekali? Kapan ada waktu buat jenguk guru?”Sonia sibuk menyendokkan mie di mangkuknya dan berkata, “Aku ada pekerjaan paruh waktu di akhir pekan. Sebentar lagi sudah mau libur, nanti baru pergi.”“Ok.”Setelah sambungan telepon terputus, Sonia menghubungi Ferdi dan memberi tahu dia, “Nggak ada yang bernama Bobby di Arkava.”Ferdi dengan marah berser
Ibunya Cindy akhirnya luluh dan menganggukkan kepala sambil berkata, “Ok, tunggu sebentar. Mama kirimkan uang ke rekening kamu dulu.”Ferdi panik dan berseru, “Kalian bodoh, ya?! Jelas-jelas tahu si Bobby itu pembohong, tapi masih saja kasih uang ke dia!”“Siapa yang pembohong?” tanya Cindy lagi sambil mencubit wajah adiknya itu dan lanjut berkata lagi, “Sepertinya Kakak Sonia kamu itu yang pembohong!”“Dia bukan pembohong! Tapi yang pasti Kakak bodoh!” teriak Ferdi dengan suara lantang.“Ferdi, kamu nggak boleh berbicara seperti itu dengan Kakakmu!” ujar Hani dengan wajah tegas.Melihat bahwa kakak dan ibunya tidak percaya dengan apa yang dia ucapkan membuat Ferdi marah hingga matanya mulai berkaca-kaca. Lelaki itu berkata, “Biarkan saja kalian dibohongi oleh dia. Cepat lambat pasti kalian akan menyesal!”Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Ferdi turun dari kursinya dan berlari ke naik ke kamarnya. Hani hanya menggelengkan kepala sambil bergumam, “Anak ini benar-benar kekanakan seka
Dia meminta uang lagi pada Hani dan memberikannya pada Bobby. Setelah Bobby mengatakan bahwa wakil CEO-nya tidak tertarik dengan uang tersebut, lelaki itu meminta Cindy untuk mengeluarkan lagi biaya lebih agar masalah ini beres.Cindy tahu kalau ibunya sudah sedikit ragu dan juga curiga sehingga dia tidak ingin meminta uang lagi pada Hani. Dia memutuskan untuk mencuri giok warisan keluarganya dan memberikannya pada Bobby.Lelaki itu sedang mengejar seorang perempuan yang bernama Yerin sehingga dia memberikan giok tersebut pada perempuan itu. Kebetulan sekali teman Cindy dan Yerin merupakan sepupuan, mereka bertemu di koridor secara kebetulan. Pandangan Cindy terpaku pada kalung giok yang melingkar di leher perempuan itu.Ketika dia mendengar bahwa kalung tersebut pemberian Bobby, Cindy langsung tahu bahwa dirinya telah dibohongi. Kemarahan dan kesedihannya bercampur menjadi satu dan meminta temannya untuk memukul Yerin. Menurut kabar dari orang-orang, kepala Yerin bocor karena ulah Cin
Hani menceritakan apa yang terjadi sambil terisak dan meminta bantuan pada Celine agar bisa bantu berbicara pada Reza untuk meminta Jason mengampuni Cindy.“Baik, tunggu Pak Reza ada waktu pasti akan aku sampaikan,” ujar Celine dengan suara pelan.“Tolong Celine. Cindy sekarang masih dikurung di kantor polisi. Dia nggak pernah mengalami hal seperti ini, Tante yakin sekarang dia pasti sangat ketakutan sekali. Kamu harus segera membantu adikmu!”“Aku tahu. Aku masih harus rapat dulu, sudah dulu, ya,” ujar Celine dengan nada jengah dan tidak sabar.Masih ada yang mau Hani sampaikan tetapi terhenti karena sambungan telepon sudah terputus.“Apa kata Celine?” tanya Harun.“Celine bilang dia bakalan coba bicara dengan Reza,” jawab Hani.“Bagus kalau begitu,” sahut Harun dengan perasaan sedikit tenang.Namun Hani masih khawatir, tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain menunggu saja. Sedangkan Celine kembali masuk dalam ruang rapat yang tadi sempat terpotong. Satu jam kemudian, rapat mere
Kedua bola mata Reza tetap dalam keadaan dingin dan berkata, “Ok, saya akan bilang sama Jason waktu ketemu dengan dia.”Celine tidak berani meminta lelaki itu untuk menghubungi Jason secepatnya. Sudah lebih dari cukup jika lelaki itu bersedia membantunya. Dengan cepat perempuan itu menyunggingkan seulas senyum dan berkata dengan lembut,“Terima kasih banyak, Pak Reza. Silakan lanjutkan kesibukan Bapak, saya keluar dulu.”Reza hanya mengangguk dan lanjut membaca dokumen di tangannya. Begitu Celine keluar dari ruangan CEO, dia langsung menghubungi Hani dan memberi tahu bahwa dirinya sudah bicara pada Reza dan lelaki itu juga sudah bilang bersedia membantu Cindy.Hani terdengar sangat girang dan antusias. Dia mengucapkan terima kasih secara terus menerus pada Celine. “Celine, kamu yang bisa diandalkan. Terima kasih banyak sekali. Asalkan Cindy bisa bebas dengan selamat, Tante dan Om kamu akan ingat jasamu selamanya.”“Semuanya satu keluarga, nggak perlu begitu sungkan. Sudah, aku masih ma
Sonia memang sedikit iba dengan Ferdi. Dia berpikir sebentar dan bertanya balik, “Kamu bisa bantu?”Reza mengangkat wajahnya dan menatap perempuan itu sambil berkata, “Bukan masalah besar. Kalau kamu mau membantunya, nanti aku telepon Jason.”Pandangan mereka berdua bertemu. Dengan cepat Sonia berusaha menghindar dari mata lelaki itu dan dengan suara lembut berkata, “Kalau gitu maaf sudah merepotkanmu, terima kasih.”Reza meliriknya tanpa berkata apa pun dan melanjutkan makannya lagi. Setelah selesai makan, Sonia pulang ke rumah. Tidak lupa pelayan menyerahkan kotak makan pada perempuan itu dan menitipkan pesan,“Kalau ingin makan mie, bisa juga tambahkan sedikit mie ke dalam kuah dan masak sekitar tiga sampai lima menit.”Wajah Sonia sedikit memerah ketika mendengar kalimat tersebut. Sepertinya seluruh orang di rumah Herdian mengetahui perihal dia tidak bisa memasak mie. Perempuan itu hanya tersenyum lembut sambil mengucapkan terima kasih dan pergi membawa pulang tempat makan tersebut
Saat Theresia pergi, Morgan telah memberinya uang yang cukup banyak untuk melewati sisa hidupnya. Kenapa Theresia mesti bekerja dengan susah payah lagi?“Emm!”Theresia mengangguk. “Setelah tiba di Kota Jembara, aku berencana untuk tinggal di sini, tapi aku tidak ingin jadi pengangguran. Aku merasa aku seharusnya melakukan sesuatu. Kemudian, aku pun mendirikan sebuah perusahaan humas. Jujur saja, maksud awalku adalah perusahaan humas memiliki banyak sumber informasi. Aku pikir mungkin bisa membantumu. Aku juga nggak menyangka ternyata hasilnya cukup baik.”Morgan mengangguk.Pelayan datang untuk mengantar makanan. Mereka berdua menghentikan obrolan, lalu menyantap makanan dengan tenang.Setelah makan beberapa saat, Theresia mengangkat kepalanya dan bertanya, “Apa kamu datang ke Kota Jembara karena masalah Sonia?”“Iya!” Morgan mengangguk. “Sementara ini aku tinggal di rumah Pak Aska.”Theresia pun mengerti. Dia berkata dengan tersenyum, “Aku lihat di internet, sekarang semua opini berpi
Mereka berdua naik ke restoran lantai dua. Sonia mengirim pesan kepada Ranty.[ Kita sudah sampai! ]Ranty segera membalas pesan.[ Theresia sudah menunggu selama sepuluh menit. Suruh Tuan Morgan ke meja nomor enam! ][ Oke! ]Sonia menoleh untuk melihat Morgan. “Aku ke toilet dulu. Kamu tunggu aku di meja nomor enam. Aku akan segera kembali.”“Emm!” Morgan juga tidak merasa curiga. Dia pun berjalan ke meja makan nomor enam.Restoran di dalam opera house ini penuh dengan hawa seni. Jendela tinggi dipadukan dengan lukisan dinding dan lampu kristal kuno. Ada beberapa tamu sedang mengobrol santai. Hawa romantis dan klasik muncul di mana-mana.Morgan tahu wanita ini berada di kota ini. Hanya saja, saat bertemu, Morgan tetap merasa syok!Theresia juga terbengong. Dia spontan berdiri. Raut wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi hormat. “Tuan Morgan!”Wanita Itu mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan riasan tipis di wajahnya. Alisnya indah bagai lukisan di kejauhan. Matanya bening
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. “Cuaca sudah cerah?”“Iya, sudah cerah!” Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. “Apa suasana hatimu sudah membaik?”Sonia meregangkan tubuhnya. “Suasana hatiku selalu baik!”Kemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?”“Kamu pergi bersamaku!” Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.“Nggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.” Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. “Sekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.”“Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!”“Oke!”Reza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. “Jadi, jangan harap untuk meninggalkanku!”Sonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Aku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!”Suara Reza terdengar serak. “Sayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?”“Peduli!”“Sekarang aku sangat panik!”Sonia memeluknya. “Aku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?”“Tapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!” Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.“Sonia!” Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. “Kematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.”Sonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.“Aku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m
Saat makan malam, Rose sudah kelihatan bersemangat saat turun ke lantai bawah. Ketika melihat Juno, dia pun memberi salam dengan terkejut, “Juno, kapan kamu pulangnya?”Juno tidak ingin menghiraukan Rose. Dia hanya melirik Rose sekilas, lalu membalikkan tubuhnya berjalan ke ruang makan.“Kenapa malah nggak hiraukan aku?” Rose mengejarnya. “Apa hanya karena aku nggak tunggu kamu, lebih dulu kembali dari Kota Kibau saja? Aku merindukan Sonia!”Langkah kaki Juno semakin cepat lagi. Dia masih saja tidak berbicara.“Kenapa, sih!” Rose mengejar, lalu mengadang di hadapan Juno. Dia memutar bola matanya dan bertanya, “Jangan-jangan kamu marah karena aku tidur di ranjangmu?”Bola mata di balik kacamata Juno kelihatan dingin dan datar. “Aku takut kamu tular flumu ke aku, boleh, ‘kan?”“Aku malah mau tularin ke kamu!” Rose membelalakinya. “Biar kita sama-sama sakit. Namanya juga senasib sepenanggungan!”Juno menatap Rose, lalu mengangkat tangannya untuk memegang kening Rose. “Apa kamu masih demam?
Tenggorokan Juno bergerak. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Rose.Rose malah langsung membukanya lagi. “Panas! Panas sekali!”Juno kembali menarik selimut, lalu menahan Rose tidak mengizinkannya untuk bergerak. Keningnya sendiri juga ikut berkeringat.Biasanya orang yang demam akan merasa kedinginan. Kenapa Rose malah berbeda?Juno mencari pakaian Rose, lalu memasukkannya ke dalam selimut. Dia meraba-raba mulai memakaikan pakaian di tubuh Rose. Meskipun hendak memanggil pelayan, Rose juga mesti duluan mengenakan pakaiannya. Jika tidak, bagaimana pemikiran orang lain ketika melihat Rose tidak mengenakan apa-apa di dalam kamarnya?Mungkin karena merasa gugup dan tidak pernah membantu orang lain untuk mengenakan pakaian dalam, Juno pun meneliti beberapa saat baru berhasil mengenakannya. Di antaranya, tentu saja tersentuh bagian yang tidak seharusnya tersentuh. Juno memaksakan dirinya untuk menganggap Rose sebagai anak kecil yang baru datang ke rumah Aska saja.Pada akhirnya, Juno m
Saat menjelang malam, Juno baru tiba di rumah Aska.Penerbangan ke Kota Jembara dibatalkan. Dia pun menaiki pesawat terbang duluan ke Kota Samuderang. Kemudian, dia mengendarai mobil ke rumah dari Kota Samuderang. Dia kelihatan sangat buru-buru, entah siapa yang ingin dia temui?Setelah menempuh perjalanan seharian, Juno berencana kembali ke kamar untuk membasuh tubuhnya terlebih dahulu, baru pergi menemui Aska dan Jemmy.Saat melewati belakang taman, Juno pun bertemu dengan Morgan.Juno yang kelihatan letih itu menunjukkan raut hormatnya. “Kak Morgan!”“Kata Kakek Aska, kamu tidak sempat pulang hari ini. Aku tidak menyangka kamu akan pulang hari ini!” Di tengah dinginnya salju, wajah Morgan kelihatan semakin tampan. “Sudah menyusahkanmu!”Juno tersenyum datar. “Kami sudah mengerahkan seluruh kemampuan kami untuk mengumpulkan barang bukti. Semuanya berjalan lancar, tidak tergolong susah.”Kemudian, Juno bertanya, “Bagaimana kondisi Sonia?”“Dia hanya mengalami sedikit luka, kondisinya b
Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kalau ada cowok dengan persyaratan sebagus itu, kenapa kamu menyisakannya untukku?”Ranty berkata dengan menghela napas. “Karena aku sudah masuk ke dalam jebakan Matias. Kalau nggak, aku pasti akan mengejarnya!”Theresia tersenyum. “Sudahlah, belakangan ini aku benar-benar lagi sibuk. Nggak ada waktu buat pacaran!”“Sejak kapan kamu punya waktu? Jangan cari alasan. Aku saja nggak pernah lihat kamu pacaran. Sebagai teman, aku merasa sudah seharusnya kamu mempertimbangkannya!”Theresia terdiam. Tiba-tiba dia kepikiran dengan malam meninggalkan Hondura. Pria itu memberitahunya untuk mencari orang yang kamu sukai dan hidup dengan baik.Waktu itu, Theresia benar-benar berjanji padanya. Dia memang merasa sudah seharusnya berpamitan dengan masa lalu, lalu memulai hidup barunya.Ketika menyadari Theresia tidak berbicara, Ranty berkata dengan tersenyum, “Hanya ketemuan saja. Kalian juga bukan mesti bersama setelah bertemu. Kamu bisa anggap jadi sebuah pen