Shaka cemberut. Dia kecewa Sekar berpikiran sedangkal itu tentang dia. "Kalau aku ngambek, kamu bakal bujuk aku, kan?"
"Hah?" Sekar mengernyitkan dahi.Shaka menghembuskan nafas. Dia menatap Sekar yang kebingungan. Pacarnya benar-benar polos. Shaka kemudian terkekeh dan mengusap puncak kepala gadis itu."Kamu udah nuduh aku cowok yang gak suka ceweknya makan banyak. Kamu juga udah nuduh aku pacar munafik, Kar~"Sekar melotot. Dia menggelengkan kepalanya."Aku selalu menuhin loker kamu sama segala macam makanan. Tiap ke perpus aku juga nyelundupin makanan supaya kamu bisa makan sambil baca novel kesayangan kamu. Bahkan saku seragam aku selalu ada lolipop yang aku sediain buat kamu. Buat apa aku lakuin itu semua kalau aku gak suka, Kar~" Ucap Shaka pura-pura tersakiti. Padahal dalam hati dia sedang menahan diri untuk tidak tertawa karena melihat wajah Sekar yang sedang merasa bersalah yang sangat menggemaskan."S-Shaka, aku minta"Hey, lo gak papa?" Pemuda itu melambaikan tangannya di depan wajah Sekar.Sekar berdehem dan menggeleng-gelengkan kepalanya. 'Lo udah punya pacar. Lo udah punya pacar.' "Thanks ya, lo udah nyelametin gue lagi." Sekar menatap cowok itu malu-malu. "Dulu lo juga, kan, yang udah bantu gue pas di perpus."Meskipun masih gantengan Shaka, tapi cowok di depannya ini juga sangat tampan. Dia hanya kalah karena bukan pacarnya Sekar. Coba saja- eh, Sekar langsung menggelengkan kepalanya. Apa yang barusan dipikirkannya. "Lo beneran gak papa, kan? Atau kepala lo pusing?" Cowok itu bertanya. Suaranya begitu lembut menyapa. Sekar meleleh lagi. "Iya, eh enggak!" Sekar memukul kepalanya.'Haduh ganteng banget. Sekar jadi gak fokus.'"Beneran gak papa?" Cowok itu menatapnya.Sekar berdehem sebelum menjawab. "Gue gak papa. Thanks, ya."Cowok itu tersenyum. "Gue antar ke depan. Evelyn dan temennya kemungkinan udah pulan
Zaki Bebas DakiGue sama Kayden ke tempat lo yaSekar melotot begitu membuka pesan baru dari Zaki. Tangannya buru-buru mengetikkan balasan.Sekar CantikJangan. Sekar sebentar lagi jalan kok.Zaki Bebas DakiYaudah gue sama anak-anak nunggu. Jangan lama-lama. Jangan gak jadi dateng lagi kayak kemaren.Sekar merasa bersalah setelah membaca pesan dari Zaki.Riuh tepuk tangan penonton mengalihkan perhatian Sekar. Tim Shaka sedang bersalaman dengan tim lawan. Sepertinya pertandingan telah berakhir. Shaka diusung teman timnya ke pinggir lapangan dengan gembira. Para supporter dari sekolah mereka terus menyorakkan nama Shaka. "Selamat, ya. Tim kamu menang!" Sekar mengucapkan selamat pada Shaka saat sudah berada di depannya."Semua ini karena kamu. Coba aja gak ada kamu, aku gak akan bisa sesemangat tadi. Makasih, ya." Shaka mengacak gemas rambut Sekar. Rasanya sangat bahagia sekarang.***"Kar,"
"Jangan digalakin. Keliatannya dia udah capek banget." Zaki menepuk bahu Kayden. Kayden menatap sebal Zaki. Siapa juga yang ingin memarahi Sekar. Dia hanya menghawatirkan gadis itu. "Pergi lo!""Diusir dari rumah sendiri, bjir." Zaki bersungut-sungut keluar dari rumah. Kayden terkekeh melihatnya.°°°Sekar mondar-mandir di dalam kamar Zaki sambil menggigit kuku jarinya. Sesekali dia melihat jam yang tergantung di dinding kamar."Dah jam sepuluh lewat. Semoga bang Kay sama bang Jaki udah ke rumah depan." Sekar memejamkan matanya dan memutar knop pintu pelan-pelan."A-abang," Sekar menelan ludah melihat Kayden yang duduk menghadap langsung ke kamar Zaki. Mata tajam Kayden menatapnya intens."B-bang Jaki mana?" Tanya Sekar. Tangannya memuntir ujung kaos yang dikenakannya."Udah balik ke rumah depan. Sini," Kayden melambaikan tangannya. Dengan patuh Sekar duduk di sampingnya."Malam-malam kok keramas?" Kay
"Eh?" Sekar tersadar dari lamunannya. Dia langsung kaget melihat wajah Shaka sudah ada di depannya. Jarak mereka begitu dekat. Sekar juga baru sadar dia sedang duduk bersisian dengan Shaka."Ck." Shaka mendengus sebal melihat Sekar yang seperti tidak merasa bersalah sama sekali.Sekar menatap Shaka semakin bingung. Perkataan apa yang dimaksud Shaka. Jangan-jangan dia mengatakan sesuatu yang buruk saat melamun tadi. Atau jangan-jangan Shaka sudah tau bahwa dia sudah menebak rencana jahat Shaka. Sekar meneguk ludahnya kasar. Apa dia kabur sekarang saja.Shaka menatap Sekar dengan sebal. Dia sekali lagi menghembuskan nafas dengan kasar."G-gue punya salah apa lagi?" Sekar memberanikan diri bertanya. Setidaknya kalau Shaka ingin membun-uhnya, dia harus tau kesalahannya dengan jelas terlebih dahulu. Shaka menatap horor Sekar.Sekar yang melihat respon Shaka seperti itu membuatnya semakin bingung. Sumpah Sekar lebih memilih langsung d
"Namanya Kay, jadi bang Kay." Sekar nyengir menunjukkan barisan giginya yang rapi. Shaka terkekeh, "abang kamu pasti sayang banget sama kamu. Kamu sampai diizinin manggil begitu.""Itu panggilan aku buat abang dari kecil." Sekar mengangguk. "Sebenarnya aku udah berenti panggil Bang Kay semenjak smp karena baru sadar panggilannya gak sopan. Tapi kata bang Kay gak papa. Abang suka. Katanya itu panggilan sayang dari aku.""Terus panggilan sayang buat aku apa?" Shaka mengerlingkan matanya. Sekar tersipu dan segera membuang muka.Shaka terkekeh gemas. "Terus gimana, abang kamu gak hukum kamu, kan?" tanya Shaka lagi.Sekar menggeleng. Kayden memang tidak memarahinya, tapi Kayden jadi lebih pendiam kemarin. Kayden juga jadi lebih sering menanyainya sedang ada di mana."Kapan kamu ngenalin aku sama abang kamu?" tanya Shaka. Dia menggoyang goyangkan tangan Sekar yang sedang digenggamnya. "Nanti aja, ya. Aku belum bisa kalau sek
"Iya. Abang seneng deh. Bunda sekarang udah gak histeris lagi tiap liat abang. Kemaren juga bunda gak nolak pas abang mau salim.""Kita harus sering-sering jengukin bunda ya, bang. Sekar yakin bunda bakal sembuh dan bisa kumpul sama bang Kay lagi suatu hari nanti." Sekar tersenyum tulus."Gue selalu meyakini itu, Kar. Thanks, ya. Gue gatau gimana kalo gak ada lo." Kayden mengusap puncak kepala gadis itu.Jika bukan karena Sekar, tidak mungkin dia bisa berdekatan dengan bunda seperti sekarang. Sekar lah yang dengan sabar selalu membantu bunda untuk mengingat Kayden lagi. Sekar selalu membahas Kayden tiap bertemu Farah hingga Farah terbiasa mendengar namanya. "Bunda abang juga bunda Sekar. Sekar juga kepengen banget bunda sembuh. Tapi bang, Sekar takut....""Takut bunda sadar kalo lo bukan Putri?"Sekar mengangguk. Memang itu yang ditakutkannya selama ini. Dia takut bunda akan membencinya karena mengaku-ngaku sebagai anak bungsu m
Kayden menyentil kening Sekar dengan sebal. Dia merampas ponsel Sekar dan segera menghapus foto yang baru dikirim Shaka itu."Abang jang-" Sekar melotot melihat gambar surga itu sudah hilang tanpa jejak. "Bang Kay jahat!""Heh bocil belum boleh liat foto gak senonoh." Kayden menepuk kepala Sekar gemas."Apanya yang gak senonoh, orang foto normal, kok." Sekar mengerucutkan bibirnya."Apanya yang normal. Air liur lo tuh udah mau netes."Sekar refleks mengusap sudut bibir membuat Kayden melotot kesal. "Sekaarrr."***Shaka menarik tangan Sekar ke tengah lapangan. Langkah kaki Shaka yang panjang membuat Sekar terseok-seok mengikutinya. Dia sedang membaca novel di perpustakaan saat tiba-tiba saja Shaka menghampirinya. Para murid yang penasaran mengikuti Shaka dan Sekar hingga ke tengah lapangan. Shaka mendorong Sekar ke tengah lapangan. Sebelum Sekar sempat menanyakan ada apa, Shaka melemparkan beberapa lembar foto
Dia memukul-mukul bekas cincin di jari itu. Air matanya lagi-lagi menetes. "Gue benci. Gue benci." Mau tidak mau wajah Shaka muncul lagi di benaknya."Bang Kay~ Sekar mau pindah aja." Sekar mengusap kasar air matanya.°°°Sekar menatap gedung sekolahnya dengan helaan nafas berat. Dia memasuki area parkir khusus sepeda motor. Matanya langsung tertuju pada motor besar berwarna merah milik Shaka. Tangan Sekar refleks ingin mengarahkan motornya untuk parkir di samping motor Shaka."Astaghfirullah," Sekar menggelengkan kepala dan segera mencari tempat lain."Sekar."Sekar berbalik dan tatapannya bertemu dengan Bella. "Kar~" panggil Bella lagi. Suaranya bergetar. Dia meraih tangan Sekar tapi Sekar segera menepisnya.Sekar tak sengaja melihat seseorang bersembunyi di balik tembok. Sekar kemudian mundur menjauhi Bella. "Mau apa lagi? Belum puas lo sama kakak lo bohongin gue!"Bella ingin meraih tangan Sekar lagi tapi Sekar berjalan mundur."Kar, gue gak maksud mau bohongin lo. Gu-"Sekar meng
Dimas terkekeh dan menyingkirkan telunjuk Dewo yang menunjuk ke arahnya. "Jangan bilang kau juga tidak tau bahwa Sekar ke Paris dua bulan yang lalu." Mata Dewo berkilat kaget sekilas. Setelahnya dia berusaha terlihat normal. Tapi Dimas menyadari reaksi awalnya. Pria itu tersenyum sinis. Dia membuka galeri di ponselnya dengan menunjukkan rekaman singkat seorang gadis yang nampak mengerucutkan bibirnya. "Ayah Dimas." Ucap gadis dalam video. Mata Kayden dan Gio berkilat mendengar suara itu. Dan mereka bisa membayangkan wajah masam Sekar yang melakukannya di bawah paksaan orang lain. Dimas menjauhkan ponselnya saat tangan Dewo ingin menjangkaunya. Dewo naik pitam melihatnya. "Kau tidak bisa memaksa anak gadis orang lain untuk memanggilmu ayah." "Kenapa tidak bisa! Lagipula dia terlihat senang-senang saja, tidak ada ketegangan. Asal kau tau saat itu dia sedang meminta ditraktir makan di restoran favoritnya, padahal sepanjang jalan dia sudah memalakku untuk membayar semua street food
"Kar~" Suara Kayden parau. Dia langsung memeluk Sekar erat-erat. Gio ikut memeluk kedua orang itu. "Lo harus secepatnya ingat gue, Kar. Gue sama Gio nunggu lo. Kita selalu nunggu lo." Kayden menepuk-nepuk pucuk kepala Sekar. Dia tidak peduli lagi meski pandangannya sudah kabur karena air mata. Gio ikut mengusap bahu Sekar. "Lo harus sehat-sehat di sana. Harus pinter jaga diri. Gak ada gue sama Kayden lagi yang bisa jagain lo." Gio mengusap air matanya. Sekar menatap dua orang itu yang sama sama menangis. Hati Sekar campur aduk. Matanya ikut panas dan akhirnya menjatuhkan bulir-bulir bening. "Cepat pulang. Abang-abang lo nunggu di sini." Kayden mengusap air mata di wajah Sekar dengan hati-hati. Dia lalu mengecup kening gadis itu. Juga dua kelopak matanya. "Gue selalu nunggu lo di sini. Baik-baik di sana, ya~" pintanya. Sekar mengangguk tanpa sadar. Hatiny
"Karena abang pencopet." Sekar menampakkan raut kagetnya. Petra mengusap lagi air matanya. "Karena bang Pepet udah mencopet hati Sekar." Petra berusaha tersenyum. Sekar ikut tersenyum. "Bang Pepet lucu." Petra menganggukkan kepalanya. Tangisnya semakin hebat. "Kalo aku kamu ingat? Pokoknya harus ingat." Sean maju. Belum apa-apa matanya sudah berembun. "Bang Sean, kan?" Sekar tersenyum. "Gak pakai abang. Kamu biasanya manggil aku Sean aja. Gak ada abangnya." Sean mengusap air matanya. Sekar mengernyit. "Bang Sean kan seumuran bang Kayden? Kenapa Sekar gak panggil abang kayak yang lain?" Sekar menoleh pada Kayden yang dari tadi hanya diam. Mata pemuda itu paling sembab. "Bang Kayden," panggil Sekar karena Kayden hanya diam saja. "Kita semua bahkan gatau k
"Besok saya ingin membawa Sekar pulang berobat di Paris." "Om?" Shaka membeku. Dia takut salah mendengar sebelumnya. "Shaka gak salah denger, kan, om? Om gak mungkin mau bawa Sekar ke Paris, kan?" Keheningan di seberang sana sudah menjawab pertanyaan Shaka. Pemuda itu tanpa sadar mundur selangkah. Dia memegangi tembok di sebelahnya. "Om, Shaka yakin Sekar masih bisa disembuhkan di Indonesia. Shaka akan cari rumah sakit yang lebih baik lagi. Dokter yang lebih hebat lagi. Sekar tidak harus dibawa ke Paris, om. Lagipula Sekar baru siuman, om." Louis menghela nafas berat. "Shaka, dengarkan saya. Saya melakukan ini demi kebaikan Sekar. Saya tau pengobatan di Indonesia juga baik. Banyak rumah sakit maju dan dokter yang ahli di bidangnya. Tapi ini sudah dua minggu sejak Sekar siuman. Kesehatannya tidak memiliki banyak kemajuan." Shaka terdiam. Dia ingin menyangkal kata-kata Louis tapi tidak ada suara yang terucap. Dia juga terbayang saat Sekar merintih kesakitan merasakan semua luka
"Kagak ada nanti. Gue gak izinin lo nemuin Sekar sampai kapan pun!" Kayden memotong ucapan John. Kakinya kembali hendak menerjang ke depan. "Kay! Kay!" John berdiri di depan Kayden untuk menghalangi. Dia memegangi bahu Kayden dan memaksa pemuda itu untuk memasuki ruang rawat Sekar bersamanya. Gio memandang pintu ruang rawat Sekar yang sudah tertutup dari dalam. Pemuda itu lalu berjalan mendekati Bagas. Matanya menatap dari pucuk kepala hingga ujung kaki Bagas. Sudah berapa tahun mereka tidak bertemu. Jika bukan karena suara Bagas yang tidak berubah, Gio tidak akan mengenali wajah di balik cambang tebal itu. "Lo sebaiknya pulang, bang. Kayden gak akan ngizinin lo liat Sekar buat sekarang. Cowok itu keras kepala." "Gue tau semua ini terjadi karena gue. Gue nyesel, Yo." "Lo ninggalin banyak masalah buat kita semua di Indo, bang." Gio tersenyum miris. "Gue dan yang lain gak pernah berenti nyari lo selama ini, tapi semuanya sia-sia. Lo gak bisa ditemuin di manapun. Lo emang niat ba
Oda mengangguk. "Saya juga tidak berniat melepaskan bajin-gan itu begitu saja dan menyerahkannya ke polisi. Masalahnya Shaka sudah menyerang tempat persembunyian mereka sendirian dan hampir membakar seluruh bagian rumah itu dan telah menarik perhatian warga sekitar. Orang-orangku juga mengatakan Daniel beserta anak buahnya sudah tidak terlihat di sana. Mereka pasti sudah kabur duluan saat mengetahui Sekar tertabrak. Sekarang polisi sudah terlanjur tau." "Masalah itu biar nanti Kayden yang ke kantor polisi. Kita pasti bisa nemuin Daniel, bang. Sean sama yang lain udah turun nyari mereka. Beberapa geng motor lain yang deket sama Fonza juga ikut turun tangan." "Gue juga udah nyuruh Jovi sama anak-anak buat ikut nyari keberadaan Daniel, Kay." Gio yang sedari awal diam juga ikut bersuara. Kayden memperhatikan wajah Gio yang sembab dan mengangguk. "Thanks." Katanya pelan. "Tapi saya sangsi keberadaan orang itu mudah ditemukan.
"Woy jangan kabur!"Kedua gadis itu sontak menoleh ke belakang dan melihat belasan orang mengejar mereka dari jarak agak jauh.Sekar melotot ngeri. Dia mengepalkan tangannya dan mempercepat larinya. "Kabur, Len!" Gadis itu menoleh pada Evelyn. "Lo masih sanggup, gak? Atau gue gendong aja?"Evelyn menggeleng tegas. Gadis itu menggigit bagian dalam bibirnya. Keringatnya sebesar biji jagung setiap dia menggerakkan kakinya.Sekar mengencangkan kepalan tangannya. Daniel. Awas saja. Besok dia luluh lantakkan orang itu bersama pengikutnya."Argh!" Evelyn berteriak saat tubuhnya terhuyung ke depan dan lututnya segera bergesekan dengan aspal jalanan. Dia merasakan kulitnya terkelupas dan terasa panas membakar. "Ilen!" Sekar yang sudah berjarak jauh di depannya segera menoleh mendengar teriakan Evelyn. Matanya melotot panik dan segera berlari hendak menghampiri Evelyn."Jangan." Evelyn menggelengkan kepala. Matanya berembun. "Jan
"Lo beneran bego." Sekar menaikkan sudut bibirnya melihat seseorang yang juga terborgol di seberangnya. Gadis itu meringkuk. Meski kondisi ruangan mereka disekap remang-remang tapi Sekar dapat melihat wajah gadis itu yang lebam-lebam. Terdapat bulatan besar berwarna kehitaman di mata kirinya. Entah siapa yang sudah melayangkan kepalan tangannya."Shh..." Gadis itu meringis saat membuka mulutnya."Mulut lo robek. Mending diem kata gue mah." Sekar terkekeh dan melanjutkan ucapannya. "Tapi gue penasaran, mata lo ditonjok siapa? Anjir GG banget pukulannya. Jangan bilang cowok lo si Brian?"Evelyn menggertakkan giginya. Matanya melirik tajam Sekar. "Berisik. Mending lo pingsan aja kayak tadi.""Gue bangun karena tiba-tiba lapar. Tau gak, pas lo nelpon tadi posisi gue lagi nunggu pesenan makanan gue. Demi nyelametin kakak yang akhirnya mau nerima gue makanya gue langsung ke sini jemput lo, taunya kena prank." Sekar terkekeh. Kebetulan perutnya keroncong
"Mau ke mana kamu, kak?" Shaka terlonjak kaget saat ruang tengah yang awalnya gelap menjadi terang benderang. Di belakangnya Ratna muncul dengan tangan bertengger di pinggang. "M-mama." Shaka menarik tangannya menyembunyikan sepatu yang ditentengnya di belakang tubuhnya. "Kamu mau ke mana lagi jam satu malam begini! Bentar lagi ujian, bukannya belajar di rumah." Mata Ratna tertuju pada tangan Shaka yang bersembunyi di belakang tubuhnya. "Kakak harus keluar, ma. Penting." Shaka memberikan tatapan memohon. "Udah larut malam, kak. Bahaya. Sekarang begal lagi marak. Lagian bisa tunggu besok pagi aja, kan." Ratna menatap gemas sekaligus kesal. "Mending balik ke kamarmu. Mama gak kasih izin kamu pergi sekarang. "Ma," Shaka menggelengkan kepalanya. "Kakak baru aja dapat kabar kalo Sekar diculik. Kakak mau bantu cari Sekar." "Lagi-lagi perempuan matre itu lagi?" Ratna menyugar rambutnya