“Selamat pagi, maaf yaa mengganggu waktu kalian.”Arsenio berdiri di tengah lapangan indoor, sesuai dengan permintaan dari Andhira. Dirinya harus klarifikasi berita yang sedang panas pada pagi hari ini. Selain itu, dia tidak suka jika Andhira disebut sebagai pelakor.“Kamu beneran ngelakuin ini, Dhir?” tanya Darwis yang berdiri di sisi kanan Andhira, berdiri di pinggir lapangan, dan memperhatikan Arsenio yang berdiri tegak di depann.Andhira menoleh, menaikkan sebelah alisnya, “Aku balikin deh ke kamu, kalau Caca dicap sebagai pelakor, kamu bakalan diem aja? Terus sih Caca gak bakal ngamuk ke kamu?”Darwis bergumam. Reno yang berdiri di sisi kiri Andhira itu bersidekap dada dan mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan oleh Andhira.“Apa yang dilakuin Andhira ini gak terlalu bikin malu lah yaa, soalnya pak Arsen ngelakuin itu dengan sepenuh hati, bukan paksaan,” timpal Reno, membuat Andhira menjentikkan jemari.“Benar. Biarin aja sih nenek kurang informasi lowongan kerja itu diem, m
“Gara-gara sih nenek kurang informasi lowongan kerja, informasi aku jadi pacarnya mas Arsen kesebar satu kampus. Bayangkann, ke fakultas lain, bukan cuma di Ilmu Komunikasi aja.”Andhira mengoceh, bersidekap dada, menatap lurus ke depan. Sedangkan Arsenio hanya tertawa pelan, dirinya sedang fokus menyetir.“Ya emang kenapa sihh kalau ketahuan?” tanya Arsenio, menoleh singkat dan kembali menatap jalan di depan sana.“Aku kan gak bisa deket-deket sama Reno. Aku pasti diawasi sama mereka, aku berbuat salah dikit aja, bisa lapor ke mas Arsen,” ucap Andhira lancar, lalu dirinya mengulum bibir, dan melirik Arsenio melalui ekor matanya.“Maksud kamu, kalau mereka gak tau, kamu bisa bebas deket-deket sama Reno? Karena gak ada yang ngelapor ke kamu?” tanya Arsenio dengan penuh penekanan, sedangkan Andhira bergumam.“Gak gitu maksud aku,” cicit Andhira, tidak berani menatap Arsenio.“Kamu salah, Andhira, Mau mereka tau atau gak, aku tetap tau kamu ngapain aja, terus sama siapa aja. Hape kamu ud
“Mas, duluan aja dehh. Aku lagi nyari makalah, kalau gak bawa hari ini, bisa dapet C. Biarin deh aku gak masuk di matakuliah pertama.”Arsenio menatap Andhira yang sedang panik. Bayangkan saja, dirinya baru saja datang dan disuruh pergi lagi?“Kamu yakin udah diprint?” tanya lembuat Arsenio kepada Andhira, dijawab dengan anggukann kepala.“Aku yakin kok udah diprint. Aku males lagi soalnya kalau mau ngeprint. Harus ini itu ke fotocopy,” gerutu Andhira. Jangan tanyakan betapa kesalnya Andhira saat ini, dirinya benar-benar kesal saat ini.“Kamu kirim aja datanya ke email aku, nanti aku print, terus aku jilid. Minta tolong sama Bayu sih sebenernya.”Andhira otomatis menggeleng, “Gak mauu. Aku gak mau ngerepotin kalian. Biar aku cari lagi, makanya mas Arsen duluan ajaa. Nanti aku bawa mobil sendiri.”Arsenio menggeleng, “Kamu buang-buang waktu. Tenang aja, aku kan gak sebodoh itu juga. Kalau aku gak bisa, aku kasih ke Bayu atau ke bawahan aku yang lagi gak banyak kerjaan.”“Mas,” panggil
“Tadi pas aku baru dateng, ada yang ngasih ini. Katanya buat Andhira.”Andhira menaikkan sebelah alisnya, menatap teman satu kelasnya yang datang membawa sebuah kotak dan diberikan kepadanya. Andhira hanya menerimanya dengan tatapan bingung, dan hanya menyimpan di meja.“Andhira di sini ada tiga, Sya. Kamu yakin ini buat aku?” tanya Andhira penuh penekanan, perempuan bernama Desya itu mengangguk yakin dan duduk di depan Andhira.“Kamu kira aku anak SD yang percaya gitu aja tanpa aku pastiin lebih lanjut?”Andhira menaikkan kedua bahunya, “Tapi … aku gak mau buka,” ucapnya, dan menoleh ke sisi kanannya, menatap Darwis yang sedang menatapnya, “Dar, kamu mau buka? Buka aja. Aku gak mau, takut. Kata pak Arsen, jangan terima barang dari orang yang gak dikenal.”Darwis menaikkan sebelah alisnya, “Kalau gitu, buang aja. Gak perlu dibuka.”Desya menatap Darwis dan Andhira silih berganti, “Yang ngasih ini bapak-bapak gitu sih, rapih emang, tapi pakaian sopir.”Pernyataan dari Desya membuat Dar
“Andhira.”Andhira menoleh, dirinya segera bangkit, dibantu oleh Darwis. Sedangkan Dokter memberikan satu gelas teh hangat, Andhira menerimanya dan tersenyum kepada Dokter.“Makasih, Dok.”Andhira menyeruput teh hangat yang diberikan oleh Dokter, sedangkan Darwis hanya bergeming memperhatikan Andhira yang masih linglung. Berbeda dengan Dokter yang menyentuh kening Andhira, memastikan suhu tubuh gadis itu sudah turun dan tidak sepanas saat tadi dibawa pertama pertama kali.“Kamu beneran belum makan tadi?” tanya Dokter lembut, diangguki oleh Andhira.Andhira terkekeh, “Iya, Dok. Lupa sarapan, karena udah panik duluan. Makalah yang harus saya kumpulkan siang nanti, tiba-tiba gak ada di rumah. Dokter bisa bayangin deh sepanik apa saya tadi pagi,” ocehnya, sedangkan Dokter hanya menggeleng kepala.“Lain kali, kamu gak boleh lupa buat sarapan,” ujar Dokter, diangguki oleh Andhira.“Tapi gak janji deh, Dok. Takut ada hal-hal gak terduga lainnya, apalagi saya ini panikan. Kalau udah panik,
“Pak Arsen kok ada di sini, sih? Bukannya hari ini full di kantor ya?”Andhira menatap bingung Arsenio yang tiba-tiba hadir di depan ruang kelasnya, sedangkan Arsenio menempatkan kedua tangan di sisi Andhira.“Beneran gak sarapan? Kenapa gak bilang ke saya?” tanya Arsenio khawatir, membuat Andhira mengerjapkan kedua matanya.“Gak mau bikin pak Arsen khawatir. Lagian, saya juga udah biasa aja sekarang. Balik lagi aja ke kantor, nanti di pak Arsen dipecat dari perusahaannya pak Arsen sendiri,” oceh Andhira, diakhiri terkekeh.Arsenio menyentil kening Andhira, dirinya tidak habis fikir dengan apa yang Andhira katakana baru saja. Dia berkata, “Oh gitu? Gak ada menghargai saya nih?”Andhira bersidekap dada, memicingkan mata, “Saya gak ada nyuruh pak Arsen buat ke sini deh. Pak Arsen sendiri loh yang tiba-tiba ada di sini. Bukan buat nemuin saya, kan?” tanyanya, menatap curiga Arsenio.“Kamu gak suka saya di sini? Takut ketahuan kalau kamu lagi selingkuh sama Reno?”Reno yang berdiri di
“Amanda udah beneran tidur kan, Mbak?”Mbak Maya mengangguk menjawab pertanyaan dari Arsenio. Sedangkan Andhira yang duduk di sisi kiri Arsenio, hanya terdiam memperhatikan Arsenio dan Mbak Maya silih berganti.“Ada apa emangnya?” tanya Mbak Maya, memfokuskan atensinya hanya kepada Arsenio, karena Papih dari Amanda itulah yang membuatnya harus menunda jam pulang kerjanya.Arsenio berdeham, “Gini, Mbak. Tadi pagi ada yang ngirim kotak gitu ke kampus, lebih tepatnya buat Andhira. Disini yang saya takutkan Amanda akan menjadi sasaran sih pengirim paket itu.”Mbak Maya menaikkan sebelah alis, “Hubungannya sama Amanda apa? Oh … atau sih pelakunya itu mantan istri pak Arsen?”Arsenio mengangguk, “Apalagi Amanda ini gak mau pisah sama Andhira, saya takut dia berbuat nekat. Saya gak mau mereka disakitin.”Mbak Maya benrgumam, “Jadi, harus diperkat lagi kan untuk Amanda dan Andhira?” tanyanya, diangguki oleh Arsenio.“Andhira kalau dikampus ada Darwis sama Reno, mereka jago beladiri. Untuk Ama
“RENO SIALAN!”Reno tertawa terbahak-bahak, dirinya baru saja menyimpan cicak mainan di meja Andhira, dan Andhira yang terkejut, langsung melempar, lalu berteriak.“Aku kira udah gak kaget kalau liat cicak,” ucap Reno, duduk di kursi sisi kanan Andhira, sedangkan di sisi kiri Andhira terdapat Darwis.Andhira mencibir, “Aku bilangin pacar aku yaa?”Reno menyanggah kepalanya dengan tangannya, menatap Andhira, “Mentang-mentang punya pacar, jadi ngadunya ke pacar yaa.”Andhira mengangguk, “Iyaa dong. Kalau aku ngadunya ke kamu, nanti kamu yang dicari sama pak Arsen. Pacar aku galak,” ucapnya, diakhiri dengan terkekeh.“Kamu juga galak ya, Andhira. Pak Arsen kalau galak, ya karena kesabarannya habis aja. Kalau masih ada stok kesabaran, cuma kasih peringatan tegas,” balas Reno tidak mau kalah, dirinya memang sengaja memancing Andhira.“Eh iya, by the way, sih Airina ini gimana kabarnya? Dikasih SP berapa? Dia dihujat satu grup atau gak?” tanya Andhira dengan penasaran kepada Reno yang hanya