“Ini anaknya pak Arsenio?”Andhira mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh Papih. Amanda tersenyum dan menyalimi Papih yang baru saja pulang kerja. Papih mengusap puncak kepala Amanda, dan tersenyum.“Papih gak pernah ketemu emangnya?” tanya Andhira menatap Papih, dijawab dengan gelengan kepala dari Papih.“Papih cuma tau pak Arsenio punya anak aja, tapi gak pernah dibawa kalau lagi ada acara,” jelas Papih, diangguki oleh Andhira.“Aku males, Om. Padahl sering diajak sama Papih, gimana ya, Om? Aku itu kaum rebahan, jadi kalau gak penting buat aku, gak mau ikut,” timpal Amanda, Papih menyamakann tinggi badannya dengan Amanda.“Gapapa. Anak om juga gak pernah mau kalau om ajak buat dateng ke acara perusahaan,” ucap Papih, membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya.Andhira hanya bergeming, tidak mengelak, karena papihnya itu memang mengatakan yang sebenernya. Dirinya hanya memperhatikan interaksi antara Amanda dengan papihnya, bersyukur karena Amanda diterima baik o
“Tante, aku mau nanya. Tapi jangan marah atau kesinggung yaa.”Andhira menaikkan sebelah alisnya, menatap Amanda yang tidur di sisi kirinya. Sedangkan Amanda menatapnya dengan tatapan polos.“Apa?”“Tante pernah dikenalin sama banyak perempuan gak? Kaya papih aku gitu,” tanya Amanda tanpa ragu, Andhira menggeleng dengan cepat.“Gak. Papih aku itu masih sayang sama mamih aku. Jadi, papih aku kalau dideketin banyak perempuan, gak mau. Bener-bener ngejaga jarak, jadinya aku masih sering ketemu mamih aku,” jawab Andhira, dirinya tidak bermaksud untuk menyinggung.Amanda bergumam, “Enak yaa masih bisa ketemu mamihnya tante.”“Gak enak. Aku selalu berantem sama mamih aku, bahkan aku sering banget kesel sama papih aku. Papih aku ini masuknya bucin banget sama mamih aku, jadi dia ngebiarin mamih aku ngejar apa yang dia mau kejar, nanti kalau udah cape, dan mau balik lagi, pasti diteriima.”Amanda menatap Andhira yang tersenyum manis, “Kalau kaya gitu, kenapa papih sama mamihnya tante itu pis
“Tumben banget udah dateng, biasanya juga setengah jam sebelum kelas dimulai baru dateng.”Andhira menoleh, dan menatap Darwis yang baru saja menempati kursi kosong di sisi kanannya. Sedangkan Darwis meneliti Andhira yang bergumam.“Sekalian nganter Amanda, jadinya kalau aku balik, bakalan buang-buang waktu, yaudah deh langsung aja ke sini,” jelas Andhira. Darwis menaikkan sebelah alisnya, menatap dalam-dalam Andhira, dan menyentuh kening sahabatnya.“Kamu seriusan nganter Amanda? Emangnya Amanda gak bareng sama Papih kamu?”Andhira menggeleng, “Gak. Papih aku aja udah telat tadi, kalau Amanda bareng sama Papih, bakalan lebih telat. Beda sama aku yang ada waktu luang. Tadinya Papih emang nawarin sih, langsung aku tolak.”Darwis mengangguk mengerti, “Terus, papihnya Amanda kapan balik?”“Lusa sih seharusnya, tapi gak tau deh ya. Kalaupun mundur, aku dikasih kunci rumahnya kok.”“Oh iya? Kamu gak kesepian?” tanya Darwis dengan senyum menggoda, tetapi dirinya mendapatkan lirikan dari And
“MAMIH.”Andhira menoleh, dan mendapati Amanda yang berlari menghampirinya yang sedang duduk di kursi taman sekolah Amanda. Andhira tersenyum manis, dan merentangkan kedua tangannya. Keduanya saling berpelukan, tidak luput dari beberapa pasang mata.“Loh ini kakak kamu? Tapi kok manggilnya Mamih?” tanya seorang laki-laki seusia dengan Amanda. Pertanyaannya membuat Andhira dan Amanda merenggangkan pelukan.Andhira bangkit, dan memberi salam sopan kepada ibu dari anak. Dirinya mengulurkan tangan, “Saya Andhira, Bu. Mamih dari Amanda.”Wanita setengah baya itu menerima uluran tangan Andhira, “Mamahnya Angga. Saya baru tau, kalau mamihnya Amanda itu masih muda.”Andhira mengangguk dan tersenyum kepada Ibu Angga, “Duluan ya, Bu,” pamitnya, dirinya tersenyum kepada Angga yang memperhatikan Amanda.“Kamu ngapain sih ngeliatin aku?” tanya Amanda, dirinya menggenggam tangan Andhira erat. Ibu Angga terkekeh memperhatikan putranya, lalu pamit, tetapi Angga memberontak dan menoleh.“AMANDA, KAMU
“Kamu abis ribut sama geng motor?”Papih terkejut saat mendengar cerita dari Amanda, bayangkan saja, putrinya ini hampir menjadi korban. Sedangkan Andhira mendesis, menatap Amanda yang menaikkan sebelah alisnya. Amanda yang membuat Papih ikut cemas.“Aku gak ribut. Jadi gini ceritanya yaa, papih harus percaya sama aku. Aku itu tadi mau beli ice cream, terus aku kan peka ya orangnya, jadi dari kejauhan itu aku liat dua orang ini, cuma mereka, bukan geng motor dong,” ujar Andhira, sedangkan Papih dan Amanda hanya mendengar.“Aku ngeliat mereka ini bawa senjata tajam, aku dalam bahaya dong, makanya aku suruh Amanda buat masuk ke dalam, terus aku tendang aja motor mereka sampe mereka jatuh,” lanjut Andhira dengan santai, dan mendapati Papih yang berdecak lidah.“Kamu itu perempuan yaa, Andhira. Gak perlu ngajuin nyawa ke mereka,” ucap Papih dengan kesal, dirinya menatap tajam putrinya.Amanda mengangguk, “Padahal yaa, tadi itu bisa pergi aja, beli ice cream di tempat lain.”Andhira menat
“Eh ada mamihnya Amanda, gak kerja, Jeng?”Andhira yang sedang fokus membalas pesan dari Arsenio pun menoleh, dan segera bangkit. Dirinya menunduk, dan tersenyum manis, “Eh iya, Bu.”Ibu Angga mempersilahkan Andhira untuk kembali duduk, dan dirinya mengisi kekosongan di sisi kanan Andhira. Dia menatap Andhira, “Mbak Maya kemana, Jeng? Biasanya kan mbak Maya yang ngungguin Amanda.”“Oh itu, suaminya lagi sakit, Bu. Jadi, mbak Maya ngerawat suaminya, dan saya yang menggantikan perannya.”Ibu Angga mengangguk mengerti, “Papihnya Amanda juga kemana ya, Jeng? Ke luar kota?” tanyanya, diangguki oleh Andhira.“Iya, Bu. Nanti sore baru pulang,” jawab Andhira sopan, dan tersenyum kepada Ibu Angga. Ini pertama kalinya berkomunikasi dengan Ibu-ibu. Biasanya, dia berkomunikasi dengan Bapak-bapak, rekan kerja dari Papih.“Ohh. Maaf nih yaa, kamu ini umurnya berapa?” tanya Ibu Angga, membuat Andhira bergeming.Andhira memikirkan jawaban apa yang harus dia berikan, jika mengatakan dirinya berusia 2
“Lohh kok mas Arsen udah pulang?”Andhira menaikkan sebelah alisnya menatap Arsenio yang berdiri dihadapannya saat ini. Sedangkan Arsenio memeriksa kondisi Andhira, memastikan tidak terluka sedikitpun. Andhira benar-benar bingung dengan tingkah kekasihnya itu.“Kamu mulai sekarang harus hati-hati,” ujar Arsenio memberikan peringatan kepada Andhira, tanpa menjawab pertanyaan dari Andhira.“Apasihh? Mas Arsen aneh banget. Lagian kok jam segini udah nyampe? Harusnya kan nanti malem baru sampai.”Arsenio tersenyum manis, “Kangen sama kamu, jadinya aku percepat.”“Ada yang mas Arsen sembunyiin dari aku? Mas Arsen main sama perempuan yang mana?” tanya Andhira berkacak pinggung, menaikkan dagunya menantang. Arsenio yang gemas menyentil bibir Andhira, membuat sang empu mengerucutkan bibir. Arsenio berkata, “Boneka dari aku, kamu taruh dimana? Awas aja ya kalau kamu simpen di gudang.”Andhira mendelik, “Gak yaa, aku taruh di kamar. Tapi dipakai tidur sama Amanda, karena bonekanya gede.”Arsen
“Ren, ada apa? Kok ngos-ngosan kaya gitu.”Reno menarik Andhira untuk ke taman belakang, dan Andhira hanya mengikut. Selama perjalanan dari parkiran ke taman belakang, tidak ada yang bersuara sama sekali. Raut wajah Reno seperti menahan emosi, membuat Andhira mengunci mulutnya.“Pak Arsen ini beneran single, kan?” tanya Reno penuh penekanan setelah tiba di taman belakang kampus, dan memasttikan hanya ada dirinya dan Andhira.Andhira menaikkan sebelah alisnya, “Iya. Dia udah cerai sama mantan istrinya itu tujuh tahun yang lalu, terus dia juga gak pacar sebelum sama aku. Kenapa sih?”“Ada gosip kalau kamu ini pelakor,” jawab Reno, menatap Andhira dalam-dalam. Berbeda dengan respon yang diberikan Andhira.Andhira memicingkan mata, “Aku? Pelakor? Anjayy. Gak lah, ada gila-gilanya kalau aku jadi pelakor. Ganggu hubungan orang aja gak ada niat, apalagi nerobos masuk lebih dalam?”“Bentar,” ucap Reno mengeluarkan ponselnya, dan mengotak-ngatik sebentar, setelahnya diberikan kepada Andhira.