Beranda / Rumah Tangga / Jatah Bulanan Ibu Mertuaku / Apa Rumah Tanggaku Bisa Selamat?

Share

Apa Rumah Tanggaku Bisa Selamat?

Penulis: Betti Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-13 21:05:06

"Maafkan aku, Sekar!" ucap Mas Pamuji sesenggukan.

"Aku nggak bisa jadi suami yang baik, nggak bisa jadi ayah yang baik, nggak bisa bahagiain kamu ataupun anak-anak, aku membuat kalian hidup susah, maaf Sekar!"

'Sebenarnya kamu bisa, Mas, andai saja kamu adil dan nggak terlalu royal pada ibumu,' batinku.

Tentu saja aku tidak bisa mengucapkannya pada Mas Pamuji, selain untuk menjaga perasaannya juga karena tidak ingin memperpanjang perdebatan.

"Sudahlah, Mas, kita harus sama-sama menerima kenyataan. Mas bisa menjadi anak yang baik bagi ibu, dan aku bisa membahagiakan anak-anak."

Kulepas pelukan Mas Pamuji, entah kenapa aku tidak lagi menangis seperti tadi. Apakah ini tanda bahwa keputusanku sudah benar?

"Apa kedua hal itu nggak bisa berjalan beriringan?" tanya Mas Pamuji, dia mulai menyeka airmatanya.

"Andai saja bisa, aku pasti bahagia, Mas!" jawabku.

"Tapi aku nggak bisa pisah dari kamu dan anak-anak, Sekar! Baru membayangkan aja udah berat," ucapnya lagi.

"Mas bebas menemui mereka nantinya, kita akan bersikap seolah semua baik-baik aja," jawabku mantap.

"Sekar ...," rintihnya memelas padaku.

"Ini juga berat untukku, Mas. Aku berusaha bersikap baik dengan nggak menggaduhkan masalah ini, aku bisa saja marah-marah dan menuntut semua di depan ibu, tapi apa itu akan membuat ibu berubah? Aku rasa enggak, aku pendam dan terus memendam semua, Mas! Berusaha mencari jalan terbaik dan sedamai mungkin."

"Kenapa kamu begitu yakin akan bisa membahagiakan mereka Sekar? Kamu mau kerja apa?" tanya mas Pamuji.

"Apa saja, Mas. Aku yakin karena Alloh akan memindah rezeki Bagas dan Tika yang semula datang lewat tangan Mas ke tanganku," jawabku dengan yakin.

Sebenarnya aku mendapatkan tawaran pekerjaan dari Puji di sebuah pabrik garmen di dekat rumah Mas Anjar. Puji adalah sahabatku dari kecil, aku telah banyak berkeluh kesah padanya sehingga dia membantuku mencari pekerjaan untuk menyelesaikan masalahku.

Mas Pamuji diam tanpa bisa mendebat argumenku. Dia terlihat berpikir untuk bisa menahanku disini.

"Jadi, Mas mau nganterin kami atau enggak? Hari semakin sore nanti kita kehabisan bus."

Dengusan napas Mas Pamuji terdengar berat, kemudian dia berdiri dan meraih pintu lemari.

"Aku antar," ucapnya singkat.

"Mas ...," panggilku pada Mas Pamuji dan berhasil membuatnya berhenti membuka setengah pintu lemari.

"Talak aku sebelum aku pergi."

"Sekar!" pekik Mas Pamuji dan membuatku sedikit terkejut.

"Pikirkan lagi, aku memang membebaskan kamu pergi sekarang, tapi tidak untuk buru-buru ke arah sana!" Bila tadi Mas Pamuji terlihat sedih, sekarang dia terlihat marah.

"Dua tahun bukan waktu yang buru-buru, setiap hari aku semakin tercekik dengan gaya hidup ibumu yang tinggi, Mas harus segera menalakku agar putus ikatan kita di depan Alloh," ucapku sedih.

"Aku ingin mengambil rezekiku sendiri dan juga rezeki anak-anak dari tanganmu, Mas! Jika ikatan kita putus Alloh akan kembalikan jalan rezeki itu ke tanganku. Aku ingin hidup layak dengan anak-anak, aku mohon, Mas, andai Mas bisa pahami betapa menderitanya aku selama ini," lanjutku berusaha meyakinkan Mas Pamuji.

"Rezeki, maut, jodoh itu sudah diatur, Sekar!" ucap Mas Pamuji.

"Memang, Mas. Mungkin juga jodoh kita cuma sampai sini."

Mas Pamuji kembali mendengus kasar, dia berbalik dan meneruskan aktifitasnya.

"Tunggu aku di luar!" perintah Mas Pamuji tanpa memperdulikan permintaanku.

Aku pun segera keluar karena suara Bagas dan Tika mulai gaduh, mereka tidak sabar untuk pergi. Kesempatan untuk naik bus dan berjalan-jalan adalah hal yang langka bagi mereka, tentu saja mereka kegirangan saat kubilang akan pergi ke rumah pakdenya.

Kami menunggu di teras, dengan sebuah tas kecil dan dua kardus berisi pakaian kami. Sementara hanya ini yang bisa kubawa. Bagas dan Tika berceloteh riang sambil menunggu ayahnya.

Cukup lama sampai akhirnya Mas Pamuji keluar, Bagas dan Tika menghambur ke arahnya dan menarik tangannya untuk bergegas. Mereka hanya tahu kita akan naik bus, tanpa mereka tahu bahwa inilah titik dimana hidup mereka akan berubah.

Di saat kami sudah siap untuk pergi tiba-tiba Bude Rum datang, mungkin beliau hanya lewat namun melihat kami bersiap pergi beliau menghampiri kami.

"Mau kemana, Kar?" tanya Bude Rum.

"Bagas sama Tika mau ke rumah Pakde Anjar, Mbahde Rum," jawab Bagas.

"Kata mama kita akan nginep lama makanya mama bawa baju banyak," terang Bagas melihat bude Rum keheranan dengan bawaan kami.

"Oh iya, ada acara apa?" Bude melirikku dan Mas Pamuji.

"Mama mau kerja biar bisa beliin Bagas mobil remot," jawab Bagas lagi, anakku terlalu jujur dan polos.

"Ada apa, Sekar?" tanya Bude curiga.

"Kenapa, Ji?" Kini giliran Mas Pamuji.

"Kenapa Sekar harus kerja, bukannya gajimu sekarang lumayan, Ji?"

"Maaf Bude, ada hal yang nggak bisa aku jelaskan," ucapku pada bude Rum.

"Bagas sama Tika beli es cream dulu ya," ucap Bude Rum sambil mengulurkan selembar uang berwarna ungu pada Bagas.

Bagas kegirangan, dia mengajak Tika untuk ke warung. Bude Rum sepertinya curiga, aku hanya tidak ingin ada yang ikut campur, bagaimanapun juga kelakuan ibu mertuaku adalah hal yang tidak pantas dan cukup memalukan.

"Ayo ngobrol di dalam, barangkali kamu mau cerita sama bude, Sekar!" ajak Bude Rum mendahului langkah kami kembali ke rumah.

Aku dan Mas Pamuji saling pandang sambil mengikuti langkah bude. Sebagai menantu aku masih berbaik hati untuk tidak mengumbar dan cenderung menutupi kejelekan mertuaku. Bukan karena ibu tapi karena menghormati dan menjaga perasaan Mas Pamuji, bila memang harus berpisah aku berharap bisa pisah secara baik-baik.

Mas Pamuji kembali mengeluarkan kunci dari sakunya dan membuka pintu. Bude langsung duduk dengan nyaman, aku duduk di samping kanan dan Mas Pamuji duduk di samping kiri.

"Kalian kenapa?" tanya Bude Rum.

Aku dan Mas Pamuji saling diam, orang luar hanya tahu ibu sekarang sudah hidup lebih baik tanpa tahu apa yang harus kami alami demi memberikan semua permintaan ibu. Mungkin ini saatnya, Bude Rum harus tahu karena Bude bukanlah orang lain bagi kami, ibu mertuaku pun adalah adiknya.

"Jadi nggak ada yang mau jawab?" tanya Bude Rum lagi.

"Sekar mau pisah dari Mas Pamuji, Sekar nggak sanggup lagi melihat semua kelakuan ibu Mas Pamuji," ucapku lirih.

"Astaghfirullohaladzim, masalahnya apa?"

"Bagas dan Tika semakin sudah mulai besar, mulai butuh biaya yang enggak sedikit, tapi hampir semua gaji Mas Pamuji habis oleh ibu, jangankan untuk kebutuhan yang lain atau bahkan tabungan anak-anak, untuk makan aja kami sulit," tuturku.

"Maaf bude, Sekar bukannya sedang menjelek-jelekan ibu, atau nggak ikhlas karena ibu menghabiskan semua gaji Mas Pamuji, tapi kami juga butuh, Bude."

"Bude paham, Kar. Ibumu itu memang dari dulu seperti itu, demi dianggap mampu sering kali membeli barang secara kredit, pas tagihannya datang ya dia kelabakan, pasti datangnya ke bude. Bude bukannya perhitungan, tapi ... ibumu memang harus ditegur."

"Sekarang dia menyusahkan anak dan menantunya, padahal bude bukan sekali dua kali menasehatinya, menolongnya dari rentenir," ucap Bude berkisah.

Aku terkejut mendengar kenyataan lain tentang ibu mertuaku.

"Apa kamu diam saja, Ji, nggak negur kelakuan ibumu?"

"Mas Pamuji takut dianggap anak durhaka lagi Bude, dulu saat kami terbelit utang ibu sering mencela dan tidak segan-segan berucap bahwa kami durhaka," jawabku menyela.

Mas Pamuji hanya diam dan mengiyakan ucapanku.

"Berbakti memang nggak harus diukur dari harta, berilah ibumu semampunya saja, kasian Sekar dan anak-anakmu. Masalah ibumu menganggap kamu kurang berbakti pasrahkan aja sama Alloh, doakan dia agar hatinya melunak, agar dia berubah dan berhenti bergaul dengan orang-orang yang memaksanya harus terlihat kaya."

"Apa benar bisa begitu, Bude?" tanya Mas Pamuji, matanya berbinar seperti mendapat secercah harapan.

Apakah rumah tanggaku bisa selamat?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Seliter Beras Dan Sebutir Telur

    "Apa benar bisa begitu, Bude?" tanya Mas Pamuji, matanya berbinar seperti mendapat secercah harapan."Insha Alloh, Ji, semua tergantung niatmu. Berbakti bukan berarti harus menuruti semua yang ibumu minta, ada Sekar dan anak-anak yang harus kamu nafkahi, kamu juga berdosa kalau mengabaikan tanggung jawabmu pada mereka," terang Bude Rum dengan bijaksana."Bude benar, aku sudah banyak salah sama Sekar," ucap Mas Pamuji.Sebenarnya aku sudah kenyang dengan pengakuan salah dari Mas Pamuji, semua nggak berguna tanpa perbaikan atas sikap-sikapnya. Aku butuh ketegasan.Dari raut wajah Bude Rum, aku bisa menangkap bahwa sebelum menyusahkan kami, ibu telah terlebih dulu menyusahkan Bude."Kalian jangan gegabah dan gampang memutuskan untuk pisah, kalau kalian pisah tambah panjang aja kesalahan ibumu itu," ucap Bude."Batas kekuatan Sekar sudah menipis Bude, Sekar nggak sanggup melihat anak-anak terus kekurangan," ucapku penuh putus asa."Kalau Mas Pamuji nggak ngasih apa yg ibu minta, pasti ibu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Suara Hati Mas Pamuji

    "Ya Alloh!"Cairan bening dan kuning bercampur dengan butiran beras tercecer di lantai, aku mematung cukup lama melihat bahan makanan itu gagal menjadi penyambung hidupku dan anak-anak. Netraku kembali memanas dan basah, aku lelah, kesal, jengkel, dan marah.Kenapa ibu mertuaku tidak seperti ibu-ibu pada umumnya?Kenapa dia begitu tega?Kali ini ibu benar-benar keterlaluan, bukan lagi bermain mulut tapi sudah mulai bermain tangan. Aku sedikit menyesal karena telah melibatkan Bude Rum.Kukumpulkan beras yang masih bisa kuselamatkan, kutahan isak agar tidak terlihat oleh anak-anak yang sedang asik menonton tv. Tidak lebih dari setengah liter yang bisa kuselamatkan. Kuambil ponsel keluaran lama yang kupunya, kuambil gambar sebagai bukti bahwa ibu sudah melampaui batas, akan kutunjukan nanti pada mas Pamuji.Kumasak beras yang telah kucuci bersih sebelumnya, kupetik beberapa lembar sayur bayam di halaman untuk kujadikan teman makan nasi Bagas dan Tika. Aku bersyukur masih ada makanan yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Mendebat Ibu

    "Oh kamu, Ji? Kenapa? Pasti Sekar mengadu?" sambut ibu sinis.Belum juga kami masuk ibu sudah mencecar kami. Ibu kembali terang-terangan bersikap kasar seperti dulu, biasanya ibu akan bersikap baik jika ada Mas Pamuji dan bersikap sinis bila Mas Pamuji tidak ada."Aku mau bicara sama Ibu," ucap Mas Pamuji, nada bicaranya masih terkontrol nampaknya nada sambutan ibu barusan tidak menjadi masalah bagi Mas Pamuji."Sekar pasti mengadu yang jelek tentang ibu, pasti dia ngelarang-ngelarang kamu ngasih uang ke ibu, ya sudah mulai sekarang jangan kasih-kasih uang ke ibu, biar istrimu tahu rasa nanti, karena mengambil yang bukan haknya, makanlah semua harta anakku sampai kau puas," ucap ibu, kedua tangannya terlipat di depan dada.Hatiku memanas mendengar setiap kalimat-kalimatnya, ingin sekali kukembalikan semua kata-kata itu padanya."Bu, Sekar nggak kaya gitu, memang kami hidup kekurangan selama ini, semua karena aku ingin membahagiakan Ibu, membayar 5 tahun sebelumnya dimana aku nggak mam

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Kenyataan Yang Lucu

    Keesokan paginya kami sarapan dengan masing-masing satu telur mata sapi, biasanya satu telur dibagi dua untuk Bagas dan Tika, atau kutambah dengan tepung biar jadi besar dan cukup untuk kami berempat. Aku ingin sedikit menghibur diri perihal telur dan beras kemarin.Ditemani secangkir kopi lengkap dengan gula untuk Mas Pamuji yang hendak berangkat kerja, serta segelas teh manis, tentunya untukku.Apa ini sudah bisa disebut hidup layak?Aku sangat senang dan mulai bersemangat kembali untuk meneruskan hidup sebagai istri Mas Pamuji.Suara derap kaki terdengar mendekati pintu depan rumah kami, benar saja suara ketukan mengikutinya kemudian. Aku bergegas membuka pintu, penasaran siapa yang bertamu sepagi ini dan mengetuk tanpa salam."Ibu?"Ibu berdiri di depan pintu dengan kepayahan membawa dua kardus dan sebuah kantong plastik besar."Apa ini, Bu?""Ibu mau balikin barang-barang yang ibu beli pake uang Pamuji," jawab ibu dengan nafas sedikit ngos-ngosan."Tapi kenapa, Bu? Buat apa?" tan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Nasehat Bude Rum

    Setelah Bagas masuk ke kelas, kuajak Tika ke rumah Bude Rum. Kutenteng sebungkus kue serabi hangat yang kubeli di jalan menuju ke sekolah Bagas tadi.Sesekali kugendong Tika agar kita lebih cepat sampai, karena nanti aku harus kembali menjemput Bagas pulang sekolah.Sebuah rumah besar bercat putih dengan dua lantai, halaman yang luas ditanami pohon mangga dan rambutan membuat suasana menjadi asri dan teduh. Juga berbagai bunga yang mempercantik suasana.Di garasi terparkir mobil keluaran lama, meski Bude dan Pakde orang berada namun mereka tidak serta merta hidup boros. Mereka akan merawat barang yang mereka punya dan baru akan membeli lagi ketika barang tersebut sudah tidak bisa digunakan.Bude memiliki dua orang putra dan satu orang putri, namun sayang putra pertamanya sudah meninggal saat remaja karena sebuah kecelakaan.Bude Rum dulunya seorang bidan, beliau berhenti ketika pakde sukses dengan bisnisnya dan fokus mengurus keluarga. Sebenarnya keluarga Bude Rum, ibu mertuaku, dan L

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Drama Ibu

    "Dimana kamu, Sekar? Aku harus bikin perhitungan sama kamu!" teriak Nurma dari seberang sana tanpa peduli salamku."Di sekolah Bagas," jawabku singkat."Aku tunggu kamu di rumah Ibu, aku mau ngomong penting!" ucapnya lagi kasar."Aku sibuk Nur, aku belum nyuci sama beres-beres rumah," tolakku."Oh kamu takut ya ketemu Ibu?" tebaknya salah."Sejak kapan Ibu jadi menakutkan?" tanyaku sekenanya."Oh, berani kamu ya, Sekar!""Sudahlah Nur, aku bilang cucianku banyak di rumah, aku sibuk, aku nyuci sambil jongkok kucek-kucek di kamar mandi, nggak kaya kamu atau Ibu yang tinggal muterin mesin cuci, jadi nggak bisa ditinggal-tinggal."Tanpa menunggu jawaban kutekan tombol matikan, malas sekali meladeni Nurma. Sudah kuduga Ibu akan mengadu pada anak-anak perempuannya. Walau umurku dan Nurma sama tapi aku adalah istri kakaknya, seharusnya dia memanggilku mbak, tapi dia selalu bersikap seenaknya.Nurma dan Rima bersikap hampir sama dengan ibu mertuaku, mungkin itu yang dinamakan buah jatuh tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Jatah Ibu Mertuaku

    Aku ingat seminggu setelah menikah Mas Pamuji memboyongku ke rumahnya, rumah ibu mertuaku. Saat itu Nurma terus saja mencari masalah hingga kami sering bertengkar, dan dulu ibu mertuaku masih baik, atau mungkin tepatnya masih pura-pura baik. Karena pada akhirnya aku memergoki mereka sedang menggunjingku.Mas Pamuji yang kasian padaku akhirnya nekat mengambil pinjaman ke bank untuk membeli rumah. Kebetulan ada rumah yang sedang di jual tidak jauh dari rumah ibu.Keputusan Mas Pamuji waktu itu ditentang oleh ibunya mengingat selama ini Mas Pamuji yang menanggung kebutuhan rumah ini. Ibu terus menggunjingku karena masalah rumah, tapi sepertinya beliau belum berani berterus terang mengucapkan kalimat-kalimat sadisnya di depanku.Awal-awal kami memiliki cicilan bank ibu masih menuntut jatahnya, lama kelamaan Mas Pamuji berterus terang kalau dia tidak bisa lagi memberi pada ibu.Sejak saat itu ibu yang selalu bersikap manis pada Mas Pamuji mulai berkata kasar dan mengucap kata durhaka denga

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Rumah Sakit

    Baru kali ini aku diam saja ketika Nurma membentakku, keadaan membuatku menahan diri untuk tidak membalas. Mobil melaju meninggalkanku bersama kerumunan tetangga yang berkumpul dan ingin tahu.Mereka bertanya, aku saja tidak tahu, lebih baik aku pulang. Mas Pamuji pergi tanpa membawa ponsel atau pun dompetnya.Aku pun menemani Bagas dan Tika tidur dengan hati yang resah. Aku mengkhawatirkan Mas Pamuji yang baru pulang kerja dan belum sempat makan.Malam pun berlalu, saat subuh Bude Rum menelpon mengabariku tentang keadaan ibu. Ibu mengalami gejala stroke, kaki kanannya mati rasa sampai ke pinggang. Ibu dirawat di rumah sakit kota, dan Bude Rum mengajakku untuk kesana.Aku lemas dan tertunduk lesu, baru saja rumah tanggaku akan bahagia, tapi cobaan baru datang menyapa.Ibu sehat saja, gaji Mas Pamuji lebih banyak kesana, apa lagi nanti jika ibu stroke. Pembagian gaji yang Mas Pamuji katakan semalam sepertinya akan kembali gagal.Aku sedih ibu sakit, tapi aku merasa lebih sedih karena b

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27

Bab terbaru

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Ibu Sedang Menebus Dosa

    "Jangan-jangan ibu diguna-guna?" ucap Nurma menduga-duga.Mas Pamuji yang sedang kalut pun tersulut dengan praduga dari Nurma, padahal benda-benda di tangannya lebih mirip benda yang telah lama dirawat, mungkin saja benda itu milik ibu."Mas ... itu bukan benda buat guna-guna perasaan deh," ucapku berusaha mengoyahkan prasangka buruk Mas Pamuji pada siapapun."Kita coba aja, Kar, tanya ke Mbah Sanusi," tutur Mas Pamuji.Kami semua pergi ke rumah Mbah Sanusi, seseorang yang dituakan di kampung Mas Pamuji. Aku tidak tahu kalau Mbah Sanusi ternyata bisa mengetahui hal-hal gaib semacam ini.Mobil terparkir di halaman sebuah rumah yang sederhana, meskipun begitu suasana hangat dan sejuk menyatu menjadi satu di hunian yang nyaman. Terlihat sekali kalau Mbah Sanusi orang yang taat.Kami bertiga dipersilahkan masuk. Sambil menyesap rokok lintingannya Mbah Sanusi menanyai maksud kedatangan kami."Mbah udah denger tentang Susi, Ji," ucap Mbah Sanusi."Iya, Mbah guru, kalau kata dokter ibu depre

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Depresi Berat Dan Bungkusan Putih

    Setelah kepergian Rima, kami bersikap seolah tidak tahu apa-apa. Kami bergegas menyelesaikan urusan rumah dan kembali ke rumah kami yang baru secepatnya.Sedikit ada rasa yang mengganjal ketika kuturuti keinginan Mas Pamuji yang tidak mau mampir ke rumah ibu. Sejujurnya aku senang, hanya saja aku takut salah. Ya sudah, toh itu ibu Mas Pamuji, dan yang tidak mau datang anaknya sendiri, aku tidak ikut campur.Seminggu kemudian, ponselku dan Mas Pamuji terus berdering. Panggilan dari ibu dan juga Nurma, keduanya menanyakan keberadaan Rima. Sesuai perjanjian kami diam dan pura-pura tidak tahu. Keluarga Irfan berkali-kali datang ke rumah ibu, mereka masih menganggap ibu dan Nurma yang menyembunyikan Rima.Karena jarak kami jauh, sehingga memudahkanku dan Mas Pamuji untuk berbohong, kami akhirnya sibuk dan lupa pada masalah Rima meski ibu dan Nurma masih sering menghubungi kami dan menceritakan betapa kacaunya keadaan mereka.Ibu ... andai saja ibu tahu kepedihan Rima, pasti ibu akan berpi

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Karma

    Aku bergantian mandi dengan Mas Pamuji, setelahnya kami pergi makan di luar berdua saja."Mas ... kamu nggak mau mampir ke rumah Ibu?" tanyaku pada Mas Pamuji."Nggak usahlah," jawab Mas Pamuji apatis."Kita kelarin aja urusan kita di sini, terus kita pulang," lanjut Mas Pamuji.Aku senang mendengarnya, tidak munafik bukan?"Ehm, seenggaknya mampir ke tempat Bude," ucapku lagi."Iya, nanti mampir," jawab Mas Pamuji.Kami membeli martabak dan buah-buahan untuk Bude Rum. Kali ini kami juga membelikan jajanan untuk cucu Bude Rum di mini market."Assalamualaikum," sapaku. Terdengar jawaban dari dalam rumah besar milik Bude."Waalaikumsalam, eh kamu, Kar? Apa kabar?" jawab Mbak Arum menyalamiku."Baik Mbak.""Kamu keliatan ganteng sekarang, Ji," ucap Mbak Arum menyalami Mas Pamuji."Ganteng dari dulu perasaan," jawab Mas Pamuji sambil terkekeh."Pakde mana?" tanya Mas Pamuji."Di dalam, cari aja," ucap Mbak Arum, Mas Pamuji pun masuk ke dalam."Mana Bagas sama Tika?" tanya Mbak Arum."Ngga

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Jalan Kesuksesan

    "Harusnya kamu juga bersikap baik ke aku, atau ... jangan-jangan mereka juga udah ngebuang kamu sama Dani pas kalian susah begini?" tuturku menyindir, muka Nurma merah padam, dadanya naik turun tidak terima dengan ucapanku."Sekar!" seru Nurma."Jadi benar?" tanyaku mengulang.Tangan Nurma melayang ke wajahku dengan cepat, aku tidak punya waktu untuk menangkisnya, tapi aku masih sempat untuk menghindar."Nur!" bentak Mas Pamuji.Tangan Nurma hanya menabrak udara kosong. Tampaknya aku telah memasuki ranah sensitif pada diri Nurma. Ibu hanya bisa diam, sudah terlanjur malu."Kamu marah, Nur?""Enggak salah?""Kamu pun memperlakukan aku kaya gitu, enggak sadar atau emang sengaja?" tanyaku menahan kesal."Jangan ikut campur masalahku, Kar! Kalau nggak mau bantu ya sudah," seru Nurma, emosinya meninggi, dia benar-benar tersinggung."Bagus kalo gitu, kamu juga nggak usah ikut campur lagi, ngeliat saudara punya kok langsung panas, aku bisa baik kalau kamu baik, aku cuma menyesuaikan diri sam

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Culas Dan Sombong

    "Rumahnya nggak usah dijual, kalo kamu mau pindah ke kampungnya Sekar yang di kaki gunung itu, ya pindah aja, kasian adekmu nggak punya rumah, kasih aja ke Nurma," ucap ibu.Inti kalimat yang sukses membuat mataku membelalak."Apa?!" seruku tidak percaya."Nggak bisa gitu dong, Bu," protes Mas Pamuji, penolakannya yang terlalu halus membuatku semakin kesal."Kasian sedikit lah sama aku, Mas, utang Mas Dani banyak, omongan tetangga semakin hari semakin nggak enak karena aku malah numpang di rumah ibu, aku juga sering berantem sama Mas Dani," lanjut Nurma mengiba."Ya nggak bisa, Nur, Mas udah cukup mbantu kamu dengan nggak minta pertanggung jawaban apapun ke kamu tentang mobil yang rusak, tentang skors yang harus Mas dapet dari perusahaan, tentang pemindahan bagian dan lainnya," jelas Mas Pamuji."Bahkan kejadian itu juga nambah alasan perusahaan buat ngeluarin Mas dari pekerjaan," lanjut Mas Pamuji."Sudahlah, Ji, itu udah berlalu, sesama saudara itu saling tolong menolong, siapa yang

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Kok bisa?

    Aku mencoba memaafkan ibu meski dia tidak pernah meminta maaf, bukan karena aku baik, tapi karena aku harus sehat secara mental.Meskipun begitu adegan pelemparan uang di rumah bude masih belum bisa kulupakan. Aku tidak mengingatnya, aku justru berusaha keras melupakannya, tapi sulit rasanya, hampir di setiap mataku terpejam adegan itu kembali terbayang.Merasa terhina, rendah, dan dilecehkan. Aku tidak terima tapi tidak bisa melawan. Aku hanya bisa membayangkan jika aku bisa memutar kembali waktu, akan kutepis tangan ibu, atau paling tidak aku akan membela diri.Secara tidak sadar ucapan dan doa buruk ibu yang terus berulang telah mendoktrinku. Terekam di alam bawah sadar, membuat semua ucapan ibu seolah menjadi nyata.Aku sangat takut, cemas, dan insecure. Namun perlahan kucoba menggapai kembali kesadaranku, berkali-kali kuucapkan, ini bukan karma!Ini berkah, ini jawaban dari doa-doaku, ini jalan keluar dari masalah yang sudah membuatku muak, akhirnya aku bisa menjauh dari ibu, bah

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Bukan Musibah Tapi ....

    Hari itu juga kami pergi ke rumah Mas Anjar diantar oleh Pakde menggunakan mobilnya. Tentu saja aku sangat terbantu mengingat banyaknya barang bawaanku.Mentalku semakin lemah. Aku ingin pergi sejauh mungkin dari ibu, dari makiannya, dari sumpah serapahnya, dari doa-doa buruk yang tidak pantas keluar dari mulutnya."Banyak-banyak beristighfar, mohon ampun, nggak akan rugi orang yang berbanyak-banyak meminta ampun pada Alloh. Mungkin ibu mertuamu salah, mungkin juga kalian salah dalam menegurnya. Nggak ada yang tahu. Hanya Alloh yang berhak menghakimi keadaan kalian."Nasehat Pakde akan selalu kuingat.*Kedatangan kami disambut hangat oleh Mas Anjar dan Mba Fatma, kakak iparku. Meskipun mereka sedikit heran melihat barang bawaan kami yang banyak, karena aku membawa semua baju dan mainan anak-anak, tapi mereka mengerti dan tidak terburu-buru banyak bertanya.Rumah yang Mas Anjar tempati adalah rumah masa kecil kami dulu, tempat dimana kenangan orang tuaku masih ada. Aku merasa nyaman d

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Hinaan Ibu

    "Aku di-PHK, Kar," tuturnya."Hah? Di-PHK? Jangan bercanda, Mas," tegurku.Mas Pamuji tidak menjawab, dia melewatiku begitu saja dan merebahkan tubuhnya di sofa. Aku penasaran, tapi aku harus menata hatiku jika kabar ini bukan candaan dari Mas Pamuji.Kubuatkan secangkir teh dulu untuk Mas Pamuji seraya berpikir, dalam rangka apa perusahaan mengurangi karyawannya? Atau jangan-jangan Mas Pamuji membuat kesalahan?"Minum dulu, Mas," ucapku sambil meletakan secangkir teh itu di meja.Mas Pamuji bangkit dengan lesu kemudian menyeruput teh yang kubuat. Matanya tidak berani melihat ke arahku."Mas? Beneran di-PHK?" tanyaku coba memberanikan diri.Mas Pamuji hanya mengangguk pelan."Kenapa, Mas? Alasannya apa?" tanyaku tidak terima."Ada Manager yang nggak suka sama serikat pekerja, jadi ... dia memanipulasi data, membuat masalah seolah-olah anggota serikat yang buat," jelas Mas Pamuji."Jadi?""Ya jadi beberapa pengurus serikat disalahkan atas kerugian perusahaan karena masalah fiktif itu,

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Kabar Buruk Setelah Kabar Buruk

    "Tika ketabrak mobil, sekarang di rumah sakit! Kita kocar kacir nyariin kamu dari tadi!"Ibu berteriak, bukan suara keras ibu yang membuat kesadaranku berhamburan, tapi kabar yang ibu sampaikan membuatku panik.Aku diam, aku nge-blank. Aku berusaha mencerna kabar yang ibu bawa. Aku tidak peduli lagi pada kesengajaan ibu memakiku di depan umum."Heh! Sekar! Malah bengong anak di rumah sakit kamu malah diem nggak cepet tanggap!""Begini nih, mantu durhaka, sibuk nilai kekurangan mertuanya tapi lupa sama kewajiban sendiri!" maki ibu lagi.Sakit!Tapi kalimatnya berhasil membuat pikiranku yang syok kembali bekerja normal."Ditabrak dimana, Bu? Kok bisa? Mereka udah pulang tadi?" tanyaku bingung."Harusnya ibu yang nanya! Kamu itu ibu mereka bukan?!" hardik ibu."Rumah sakit mana, Bu?" tanyaku panik."Rumah sakit Permata keluarga, udah susul sana! Dari tadi dicariin juga!" teriak ibu kasar. Suaranya keras menggema kemana-mana, semua orang mendengar.Aku pantas menerimanya. Aku teledor. Sei

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status