Share

Suara Hati Mas Pamuji

Author: Betti Cahaya
last update Last Updated: 2025-03-13 21:17:37

"Ya Alloh!"

Cairan bening dan kuning bercampur dengan butiran beras tercecer di lantai, aku mematung cukup lama melihat bahan makanan itu gagal menjadi penyambung hidupku dan anak-anak. Netraku kembali memanas dan basah, aku lelah, kesal, jengkel, dan marah.

Kenapa ibu mertuaku tidak seperti ibu-ibu pada umumnya?

Kenapa dia begitu tega?

Kali ini ibu benar-benar keterlaluan, bukan lagi bermain mulut tapi sudah mulai bermain tangan. Aku sedikit menyesal karena telah melibatkan Bude Rum.

Kukumpulkan beras yang masih bisa kuselamatkan, kutahan isak agar tidak terlihat oleh anak-anak yang sedang asik menonton tv. Tidak lebih dari setengah liter yang bisa kuselamatkan. Kuambil ponsel keluaran lama yang kupunya, kuambil gambar sebagai bukti bahwa ibu sudah melampaui batas, akan kutunjukan nanti pada mas Pamuji.

Kumasak beras yang telah kucuci bersih sebelumnya, kupetik beberapa lembar sayur bayam di halaman untuk kujadikan teman makan nasi Bagas dan Tika. Aku bersyukur masih ada makanan yang bisa masuk dan mengganjal perut anak-anak, meski mereka tidak pernah mengeluh apapun yang kusajikan, tapi aku tahu dalam hatinya mereka memendam keinginan, terutama Bagas yang sudah mulai besar.

Menjelang maghrib Mas Pamuji pulang, anak-anak menyambutnya dengan riang. Wajahnya lelah, namun dia tetap tersenyum. Kusajikan teh tawar sembari menunggu Mas Pamuji mandi dan sholat.

"Mas, tadi ibu kesini," ucapku ketika Mas Pamuji keluar dari kamar.

"Apa ibu minta uang lagi?" tanya Mas Pamuji seraya menghampiriku dan meraih tehnya.

"Enggak, ibu melalukan hal yang lebih parah," ucapku.

"Apa yang ibu lakukan?" tanya Mas Pamuji dengan nada suara yang sedikit naik.

Kuserahkan ponsel milikku, Mas Pamuji meraih dan menatap layarnya dengan penuh tanda tanya.

"Apa ini, Sekar?"

"Ibu datang dan langsung marah-marah, sepertinya Bude Rum sudah menegurnya, kebetulan selembar uang terakhir di dompetku sudah kubelikan beras dan telur untuk Bagas dan Tika, tapi ... saat ibu pulang bungkusan itu di tepis ibu sampai jatuh berantakan," kisahku sambil menahan sesak.

"Astagfirullohaladzim," ucap Mas Pamuji, matanya memejam dan giginya terdengar gemeletak menahan amarah.

"Aku lelah, Mas! Sudah kubilang ibu nggak bisa ditegur, bukannya baik malah tambah buruk, itulah alasan aku memilih mundur dari pada berusaha tapi sia-sia, ibumu selain serakah juga keras kepala," ucapku meluapkan sesak.

"Maaf, Mas. Aku nggak bisa lagi menemukan alasan kenapa aku harus hormat pada ibumu, selama ini aku mengalah dan diam agar kita tetap damai, tapi ibumu semakin keterlaluan, Mas," pungkasku mulai sesenggukan, aku telah di ujung emosi, marah dan kecewa bercampur menjadi satu.

Andai bisa, aku ingin sekali masuk ke dalam otak dan hati ibu mertuaku. Aku penasaran apa yang ada di dalamnya, kenapa jalan pikiran dan hatinya begitu lain dari pada yang lain.

Apa sebabnya?

Apa yang salah?

Kenapa ibu tidak bersikap selayaknya seorang ibu dan seorang nenek?

Kenyataannya kita harus menerima bahwa tidak semua orang itu baik, terlepas dari apapun predikatnya, termasuk seorang ibu.

"Terus apa kalian udah makan?" tanya Mas Pamuji khawatir.

"Udah, Mas."

"Cepat suruh anak-anak tidur, nanti kita ke rumah ibu," perintah Mas Pamuji.

"Mas, apa Mas bisa bikin ibu sadar bahwa perbuatannya salah?"

"Kalau enggak lebih baik nggak usah kesana, percuma, Mas! Nanti malah ribut, malu sama tetangga," ucapku pesimis.

"Percaya padaku, Sekar. Aku nggak mungkin menyerah dan melepaskan kalian begitu saja," ucap Mas Pamuji berusaha meyakinkanku.

"Bertahun-tahun ibu membenciku karena kita miskin dan terbelit utang, jadi ... waktu ibu kembali perhatian dan menyukaiku, aku begitu senang, maafkan aku sekar! Aku sudah egois, hanya karena aku rindu dengan kasih sayang ibu, aku telah buta, demi membuat ibu tetap menyayangi dan mendoakanku, aku mengabaikan tanggung jawabku pada kalian," ucap Mas Pamuji.

Aku terkejut, pengakuan Mas Pamuji membuatku iba. Selama ini suamiku selalu terlihat tegar, aku tidak menyangka hatinya serapuh ini. Aku melihatnya yang tertunduk dengan tidak tega. Walaupun dia sudah beranak dua, dia tetaplah seorang anak yang rindu akan kasih sayang ibunya.

Aku meringis merasakan hati yang perih. Sebagai anak perempuan aku lebih dekat dengan bapakku ketika beliau masih ada, dan Mas Anjar lebih dekat dengan ibuku. Ketika bapak meninggal, Mas Anjar terlihat lebih tegar, tapi saat ibu yang pergi, Mas Anjar benar-benar tumbang, tubuh besarnya pingsan berulang kali. Aku bisa membayangkan bagaimana hancur dan kecewanya Mas Pamuji.

Aku menyesali keputusanku yang hendak meninggalkan Mas Pamuji, tentu saja pisah akan menyelamatku dan anak-anak, tapi akan semakin menenggelamkan Mas Pamuji dalam kesedihannya.

Bukankah aku istrinya?

Seharusnya aku tetap menjadi tempat dia pulang dan membagi kasih sayang, bukan malah meninggalkannya.

"Mas ... kamu ingin aku bagaimana?" tanyaku.

"Maksud kamu apa?" tanya Mas Pamuji tidak mengerti.

"Aku bisa saja pergi dengan damai, dan membiarkan ibu menikmati semua gajimu, tapi ... rasanya nggak adil bagimu, Mas, mengingat kasih sayang ibumu begitu bersyarat. Pilihan kedua aku bisa melawan, mempertahankan hak-hakku dan anak-anak, tapi pasti akan terjadi kegaduhan," jelasku.

"Seperti katamu sebelumnya Sekar, kamu nggak mungkin memintaku memilihmu atau ibu, seburuk apapun sikap dan sifatnya dia tetap ibuku, aku ingin jalan tengah Sekar, tetap berdiri diantara kalian."

"Jadi maksudmu apa, Mas?" Kini aku yang tidak mengerti dengan jawaban Mas Pamuji.

"Seperti keputusanku kemarin, aku hanya akan memberikan ibu jatah sesuai kemampuanku, aku akan tegas, aku nggak peduli nominal yang kuberikan cukup atau enggak untuk membeli sebuah doa dan kasih sayang dari ibu. Aku akan memenuhi kewajibanku padamu dan anak-anak, tentu saja sesuai kemampuanku, aku harap pembagian ini cukup di matamu sebagai bentuk tanggung jawab," ucap Mas Pamuji panjang.

"Bagaimana menurutmu? Sudah adil?" tanya Mas Pamuji.

"Sudah. Aku hanya berharap kenyatannya nanti akan sesuai dengan ucapanmu, Mas. Aku nggak mau kecewa lagi," jawabku.

Aku tidak mau menaruh harapan terlalu tinggi, mengingat betapa keras kepalanya ibu, dia pasti akan memaksa dan menggunakan berbagai cara agar Mas Pamuji memenuhi keinginannya. Tinggal kita lihat bisakah Mas Pamuji tegas dan tetap pada pendiriannya.

"Baiklah, sekarang tidurkan anak-anak, nanti kita ke rumah ibu," perintah mas Pamuji lagi.

Setelah beberapa menit hanya Tika yang tertidur, sementara Bagas tidak keberatan ditinggal. Aku dan Mas Pamuji pun pergi ke rumah ibu yang letaknya hanya berbeda gang dengan rumah kami, rumah yang Mas Pamuji beli setelah menikahiku dengan berutang pada bank.

Sesampainya di depan rumah ibu Mas Pamuji segera mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Dari dalam terdengar ibu menjawab salam dan juga langkahnya yang mendekat untuk membuka pintu.

"Oh kamu, Ji? Kenapa? Pasti Sekar mengadu?" sambutnya sinis.

.

.

.

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Mendebat Ibu

    "Oh kamu, Ji? Kenapa? Pasti Sekar mengadu?" sambut ibu sinis.Belum juga kami masuk ibu sudah mencecar kami. Ibu kembali terang-terangan bersikap kasar seperti dulu, biasanya ibu akan bersikap baik jika ada Mas Pamuji dan bersikap sinis bila Mas Pamuji tidak ada."Aku mau bicara sama Ibu," ucap Mas Pamuji, nada bicaranya masih terkontrol nampaknya nada sambutan ibu barusan tidak menjadi masalah bagi Mas Pamuji."Sekar pasti mengadu yang jelek tentang ibu, pasti dia ngelarang-ngelarang kamu ngasih uang ke ibu, ya sudah mulai sekarang jangan kasih-kasih uang ke ibu, biar istrimu tahu rasa nanti, karena mengambil yang bukan haknya, makanlah semua harta anakku sampai kau puas," ucap ibu, kedua tangannya terlipat di depan dada.Hatiku memanas mendengar setiap kalimat-kalimatnya, ingin sekali kukembalikan semua kata-kata itu padanya."Bu, Sekar nggak kaya gitu, memang kami hidup kekurangan selama ini, semua karena aku ingin membahagiakan Ibu, membayar 5 tahun sebelumnya dimana aku nggak mam

    Last Updated : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Kenyataan Yang Lucu

    Keesokan paginya kami sarapan dengan masing-masing satu telur mata sapi, biasanya satu telur dibagi dua untuk Bagas dan Tika, atau kutambah dengan tepung biar jadi besar dan cukup untuk kami berempat. Aku ingin sedikit menghibur diri perihal telur dan beras kemarin.Ditemani secangkir kopi lengkap dengan gula untuk Mas Pamuji yang hendak berangkat kerja, serta segelas teh manis, tentunya untukku.Apa ini sudah bisa disebut hidup layak?Aku sangat senang dan mulai bersemangat kembali untuk meneruskan hidup sebagai istri Mas Pamuji.Suara derap kaki terdengar mendekati pintu depan rumah kami, benar saja suara ketukan mengikutinya kemudian. Aku bergegas membuka pintu, penasaran siapa yang bertamu sepagi ini dan mengetuk tanpa salam."Ibu?"Ibu berdiri di depan pintu dengan kepayahan membawa dua kardus dan sebuah kantong plastik besar."Apa ini, Bu?""Ibu mau balikin barang-barang yang ibu beli pake uang Pamuji," jawab ibu dengan nafas sedikit ngos-ngosan."Tapi kenapa, Bu? Buat apa?" tan

    Last Updated : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Nasehat Bude Rum

    Setelah Bagas masuk ke kelas, kuajak Tika ke rumah Bude Rum. Kutenteng sebungkus kue serabi hangat yang kubeli di jalan menuju ke sekolah Bagas tadi.Sesekali kugendong Tika agar kita lebih cepat sampai, karena nanti aku harus kembali menjemput Bagas pulang sekolah.Sebuah rumah besar bercat putih dengan dua lantai, halaman yang luas ditanami pohon mangga dan rambutan membuat suasana menjadi asri dan teduh. Juga berbagai bunga yang mempercantik suasana.Di garasi terparkir mobil keluaran lama, meski Bude dan Pakde orang berada namun mereka tidak serta merta hidup boros. Mereka akan merawat barang yang mereka punya dan baru akan membeli lagi ketika barang tersebut sudah tidak bisa digunakan.Bude memiliki dua orang putra dan satu orang putri, namun sayang putra pertamanya sudah meninggal saat remaja karena sebuah kecelakaan.Bude Rum dulunya seorang bidan, beliau berhenti ketika pakde sukses dengan bisnisnya dan fokus mengurus keluarga. Sebenarnya keluarga Bude Rum, ibu mertuaku, dan L

    Last Updated : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Drama Ibu

    "Dimana kamu, Sekar? Aku harus bikin perhitungan sama kamu!" teriak Nurma dari seberang sana tanpa peduli salamku."Di sekolah Bagas," jawabku singkat."Aku tunggu kamu di rumah Ibu, aku mau ngomong penting!" ucapnya lagi kasar."Aku sibuk Nur, aku belum nyuci sama beres-beres rumah," tolakku."Oh kamu takut ya ketemu Ibu?" tebaknya salah."Sejak kapan Ibu jadi menakutkan?" tanyaku sekenanya."Oh, berani kamu ya, Sekar!""Sudahlah Nur, aku bilang cucianku banyak di rumah, aku sibuk, aku nyuci sambil jongkok kucek-kucek di kamar mandi, nggak kaya kamu atau Ibu yang tinggal muterin mesin cuci, jadi nggak bisa ditinggal-tinggal."Tanpa menunggu jawaban kutekan tombol matikan, malas sekali meladeni Nurma. Sudah kuduga Ibu akan mengadu pada anak-anak perempuannya. Walau umurku dan Nurma sama tapi aku adalah istri kakaknya, seharusnya dia memanggilku mbak, tapi dia selalu bersikap seenaknya.Nurma dan Rima bersikap hampir sama dengan ibu mertuaku, mungkin itu yang dinamakan buah jatuh tidak

    Last Updated : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Jatah Ibu Mertuaku

    Aku ingat seminggu setelah menikah Mas Pamuji memboyongku ke rumahnya, rumah ibu mertuaku. Saat itu Nurma terus saja mencari masalah hingga kami sering bertengkar, dan dulu ibu mertuaku masih baik, atau mungkin tepatnya masih pura-pura baik. Karena pada akhirnya aku memergoki mereka sedang menggunjingku.Mas Pamuji yang kasian padaku akhirnya nekat mengambil pinjaman ke bank untuk membeli rumah. Kebetulan ada rumah yang sedang di jual tidak jauh dari rumah ibu.Keputusan Mas Pamuji waktu itu ditentang oleh ibunya mengingat selama ini Mas Pamuji yang menanggung kebutuhan rumah ini. Ibu terus menggunjingku karena masalah rumah, tapi sepertinya beliau belum berani berterus terang mengucapkan kalimat-kalimat sadisnya di depanku.Awal-awal kami memiliki cicilan bank ibu masih menuntut jatahnya, lama kelamaan Mas Pamuji berterus terang kalau dia tidak bisa lagi memberi pada ibu.Sejak saat itu ibu yang selalu bersikap manis pada Mas Pamuji mulai berkata kasar dan mengucap kata durhaka denga

    Last Updated : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Rumah Sakit

    Baru kali ini aku diam saja ketika Nurma membentakku, keadaan membuatku menahan diri untuk tidak membalas. Mobil melaju meninggalkanku bersama kerumunan tetangga yang berkumpul dan ingin tahu.Mereka bertanya, aku saja tidak tahu, lebih baik aku pulang. Mas Pamuji pergi tanpa membawa ponsel atau pun dompetnya.Aku pun menemani Bagas dan Tika tidur dengan hati yang resah. Aku mengkhawatirkan Mas Pamuji yang baru pulang kerja dan belum sempat makan.Malam pun berlalu, saat subuh Bude Rum menelpon mengabariku tentang keadaan ibu. Ibu mengalami gejala stroke, kaki kanannya mati rasa sampai ke pinggang. Ibu dirawat di rumah sakit kota, dan Bude Rum mengajakku untuk kesana.Aku lemas dan tertunduk lesu, baru saja rumah tanggaku akan bahagia, tapi cobaan baru datang menyapa.Ibu sehat saja, gaji Mas Pamuji lebih banyak kesana, apa lagi nanti jika ibu stroke. Pembagian gaji yang Mas Pamuji katakan semalam sepertinya akan kembali gagal.Aku sedih ibu sakit, tapi aku merasa lebih sedih karena b

    Last Updated : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Luka Hati Mas Pamuji

    "Ibu mau makan dan minum obat tapi ada syaratnya," ucap ibu, dan perasaanku mulai tidak enak."Apa, Bu?" tanya Mas Pamuji dengan sabar."Ibu mau kamu ceraiin Sekar!" ucap ibu.Aku dan Mas Pamuji terdiam seketika, kami saling pandang, sementara Nurma tersenyum sinis ke arahku."Ibu ... jangan aneh-aneh," ucap Mas Pamuji."Ibu serius, semua terserah kamu mau pilih ibu atau wanita itu!" ucap ibu lagi dengan tegas.Kedua alis Mas Pamuji bertaut, aku pun sama, kelakuan ibu semakin tidak masuk akal."Ibu ini yang melahirkan kamu, sudah seharusnya kamu berbakti dan nurut sama ibu, tapi wanita itu orang lain.""Gara-gara dia kamu udah nggak takut lagi jadi anak durhaka, kamu terus ngelawan sama ibu.""Keputusan ibu udah bulat, kalau kamu masih mau sama dia, nggak usah peduli lagi sama ibu," ucap ibu penuh ancaman klasik."Ibu memang ngelahirin aku, tapi Sekar juga udah ngelahirin anak-anakku.""Aku milih kalian berdua, aku akan adil, Bu. Selama ini aku sudah banyak dzolim ke Sekar dan anak-an

    Last Updated : 2025-03-27
  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Masa Lalu Yang Kelam

    "Tentang Bapak, tentang perlakuan Ibu yang amoral, apa aku boleh tahu?" tanyaku mencoba memberanikan diri untuk tahu.Mas Pamuji menunduk, membuang napas untuk mengosongkan dadanya yang berat."Nggak mau juga nggak papa, Mas. Tapi kalo Mas butuh temen cerita, jangan sungkan, ya. Aku baru tahu ternyata Mas banyak mendem masalah sendiri," ucapku mencoba membuat Mas Pamuji nyaman."Bapakku seorang pekerja kasar, dia ikut proyek jalan tol yang terkadang harus berpindah-pindah pulau," ucap Mas Pamuji mulai bercerita, diiringi deru suara bus dan klakson kendaraan yang saling melaju."Sebenernya uang yang bapak kirim waktu itu lebih dari cukup untuk kehidupan kami, tapi gaya hidup ibuku membuat semua terasa kurang dan kurang.""Ada aja barang yang ibu ambil dengan cara kredit, hingga lama kelamaan penghasilan Bapak nggak cukup untuk bayar semua tagihan-tagihan Ibu, sementara barang yang nggak berguna banyak teronggok di rumah.""Bukan satu dua orang yang udah negur Ibu waktu itu, tapi ... Ib

    Last Updated : 2025-03-27

Latest chapter

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Hinaan Ibu

    "Aku di-PHK, Kar," tuturnya."Hah? Di-PHK? Jangan bercanda, Mas," tegurku.Mas Pamuji tidak menjawab, dia melewatiku begitu saja dan merebahkan tubuhnya di sofa. Aku penasaran, tapi aku harus menata hatiku jika kabar ini bukan candaan dari Mas Pamuji.Kubuatkan secangkir teh dulu untuk Mas Pamuji seraya berpikir, dalam rangka apa perusahaan mengurangi karyawannya? Atau jangan-jangan Mas Pamuji membuat kesalahan?"Minum dulu, Mas," ucapku sambil meletakan secangkir teh itu di meja.Mas Pamuji bangkit dengan lesu kemudian menyeruput teh yang kubuat. Matanya tidak berani melihat ke arahku."Mas? Beneran di-PHK?" tanyaku coba memberanikan diri.Mas Pamuji hanya mengangguk pelan."Kenapa, Mas? Alasannya apa?" tanyaku tidak terima."Ada Manager yang nggak suka sama serikat pekerja, jadi ... dia memanipulasi data, membuat masalah seolah-olah anggota serikat yang buat," jelas Mas Pamuji."Jadi?""Ya jadi beberapa pengurus serikat disalahkan atas kerugian perusahaan karena masalah fiktif itu,

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Kabar Buruk Setelah Kabar Buruk

    "Tika ketabrak mobil, sekarang di rumah sakit! Kita kocar kacir nyariin kamu dari tadi!"Ibu berteriak, bukan suara keras ibu yang membuat kesadaranku berhamburan, tapi kabar yang ibu sampaikan membuatku panik.Aku diam, aku nge-blank. Aku berusaha mencerna kabar yang ibu bawa. Aku tidak peduli lagi pada kesengajaan ibu memakiku di depan umum."Heh! Sekar! Malah bengong anak di rumah sakit kamu malah diem nggak cepet tanggap!""Begini nih, mantu durhaka, sibuk nilai kekurangan mertuanya tapi lupa sama kewajiban sendiri!" maki ibu lagi.Sakit!Tapi kalimatnya berhasil membuat pikiranku yang syok kembali bekerja normal."Ditabrak dimana, Bu? Kok bisa? Mereka udah pulang tadi?" tanyaku bingung."Harusnya ibu yang nanya! Kamu itu ibu mereka bukan?!" hardik ibu."Rumah sakit mana, Bu?" tanyaku panik."Rumah sakit Permata keluarga, udah susul sana! Dari tadi dicariin juga!" teriak ibu kasar. Suaranya keras menggema kemana-mana, semua orang mendengar.Aku pantas menerimanya. Aku teledor. Sei

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Hari Pernikahan Ibu

    Hari ini rumah ibu sudah penuh dengan persiapan, hanya Nurma yang antusias dan penuh semangat. Aku akui, di usianya yang mendekati senja ibu masih terlihat cantik.Ya pastilah, dulu gaji Mas Pamuji banyak meresap ke kulitnya dari pada ke perut anak-anakku. Nurma sibuk merias ibu, entah apa yang mereka berdua bincangkan dengan semangat.Mas Pamuji enggan hadir dengan memilih lembur, sementara Rima tidak diijinkan pergi oleh suaminya. Pakde dan Bude Rum turut hadir sebagai yang dituakan, sementara Bulek Tri dan keluarganya tidak hadir, kabarnya mereka tidak akur."Eh, jangan dimakan, belum mulai udah mau ngabis-ngabisin aja anakmu!" tegur Nurma padaku ketika Bagas dan Tika mengambil kue di nampan, padahal jelas-jelas itu sisa dari kue yang sudah tertata rapi di piring."Mamah ... Bagas cuma ngambil satu," rengek Bagas padaku sementara Tika tetap memakan kue di tangannya tanpa peduli pada teguran Nurma."Makan aja, Gas, kalau kurang ambil lagi masih banyak kok," ucapku pada Bagas."Hih,

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Aku Bukan Anak Haram

    "Arum ... pulang duluan aja, ibu masih ada urusan," ucap Bude pada Mbak Arum yang menunggu di teras, nampaknya dia tidak tertarik sama sekali dengan drama keluarga kami."Tapi udah malem, Bu! Dan Ibu belum bener-bener sembuh," tolak Mbak Arum sedikit protektif pada ibunya."Sebentar aja, nanti pulangnya biar dianter Pamuji," ucap Bude bersikeras. Mbak Arum mengikuti arahan Bude Rum dengan berat hati, dia naik dan memutar sepeda motornya."Maafin aku ya Mbak Arum, tadi aku bingung ... panik, jadi aku telpon Bude, dan terpaksa harus ngerepotin Bude lagi," bisikku pada Mbak Arum sebelum dia pergi, jujur aku merasa bersalah dan tidak enak hati."Nggak papa, Kar. Tolong dijaga aja jangan kebanyakan pikiran budenya," ucap Mbak Arum sebelum memacu motornya menjauh."Bude mau ngomong sama kalian."Akhirnya kami pulang ke rumah setelah Pak Wandi diusir oleh Bude Rum. Sesampainya di rumah kusuguhkan teh hangat karena di rumah ibu, Bude tidak minum apa pun, sementara perdebatan tadi telah mengur

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Aku Ingin Bahagia

    Mas Pamuji berhenti dan melangkahkan kakinya dengan cepat hendak masuk ke sana."Mas?" Percuma panggilanku tidak dihiraukan.Aku lari sebisaku, akhirnya tangan Mas Pamuji berhasil kuraih dan kupegang erat."Mas!" seruku lagi sambil menarik lengannya, aku mulai panik."Ada anak-anak!" sentakku keras.Mas Pamuji tersadar, dia menatapku ragu, antara menegur ibunya atau melindungi kepolosan anak-anaknya."Aku nggak mau anak-anakku terkena pengaruh buruk!" seruku lagi.Aku juga tidak mau berurusan lagi dengan ibu. Aku tidak ingin Mas Pamuji terluka. Aku tidak ingin anak-anakku melihat sejarah buruk neneknya, apa jadinya bila peristiwa ini terekam sampai mereka dewasa dan mengerti betapa bobroknya semua ini?Aku ingin bahagia!Tanpa ibu!Apa bisa?!Kutatap mata Mas Pamuji penuh arti."Apa kita bisa pura-pura nggak tahu aja, Mas?" ucapku dengan bergetar."Aku capek!" ungkapku.Aku lelah dengan cobaan ini, semua sisi hidupku seperti dihajar oleh ibu tanpa ampun. Ekonomi, mental, kesehatan, ka

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Pengakuan Ibu

    Sesampainya di depan rumah ibu, terlihat pintu sedikit terbuka, tampak sebuah sepeda motor besar terparkir di depannya, sepasang sandal lelaki juga bertengger manis di teras ibu.Jangan-jangan!Dengan jantung berdegup kencang kuberanikan diri mendekat dan membuka pintu agar semakin melebar."Assalamualaikum, Bu!" seruku.Ibu dan Pak Wandi kompak menengok ke arahku, mereka terkejut begitu pun aku. Pasangan kakek dan nenek yang tidak halal, sedang duduk saling menyuapi makanan dengan mesra. Aku geli melihatnya."Ada apa, Kar?" tanya ibu kasar.Dia tetap bersikap wajar seolah apa yang sedang mereka lakukan adalah hal biasa.Ibu meletakan garpu bekas mangga kembali ke piring dan berjalan ke arahku dengan raut wajah, bangga? Ya ampun."Ada apa? Ditanya malah plenga-plengo begitu!" ucap ibu membuyarkan pikiranku.Kutarik lengan ibu ke teras menghindari tatapan Pak Wandi yang nakal. Aku jijik."Jadi gosip itu bener, Bu?" tanyaku sedikit berbisik."Gosip? Gosip apa?" tanya ibu berlagak."I-ib

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Kita Hadapi Bersama

    "Sekalinya murahan tetaplah murahan si Susi itu! Wanita gatal! Kamu pun anak hasil dia melo*te!" teriak Bu Lasmi lagi."Bu! Cukup!" bentakku."Tapi bener, Kar! Si Susi emang murahan," seru Bu Lasmi lagi."Kalau Bu Lasmi pikir memaki ibu di depan kami bisa bikin Bu Lasmi puas, Bu Lasmi salah! Apa bedanya Bu Lasmi sama ibu mertuaku?" Aku tidak terima dia mengungkit masa lalu ibu tentang kelahiran Mas Pamuji.Bu Lasmi menunduk dan kembali tergugu, aku prihatin pada sakit hatinya, aku paham dia hancur. Tapi aku juga tidak bisa membiarkan Bu Lasmi menghancurkan Mas Pamuji. Reflek kupeluk Bu Lasmi yang mulai melunglai lemas, membiarkannya kembali menangis meluapkan sakit hatinya.Mas Pamuji duduk terdiam, sesekali dia melirik ke arah kami."Tidur aja, Mas. Biar aku nemenin Bu Lasmi dulu," usulku pada Mas Pamuji, aku takut akan lebih banyak kalimat menyakitkan keluar dari bibir Bu Lasmi.Dengan berat Mas Pamuji meninggalkan kami berdua, memberikan ruang yang lebih luas agar Bu Lasmi bisa mel

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Anak Hasil Mel*nte 😭

    "Tapi ... mantannya Mas Pamuji cantik, kan?!" seru Nurma padaku."Cantik sih, tapi dia cantik dan sukses buat balas dendam! Apa kamu nggak sadar?!" ucapku marah.Nurma terlihat semakin kesal padaku, ibu pun sama tapi sepertinya dia mencoba menahannya."Sudah, Kar, ayo kita pulang!" ajak Mas Pamuji.Aku menuruti ajakan Mas Pamuji, meladeni Nurma bisa-bisa membuatku ikut kehilangan akal sehat. Terlihat Nurma kembali sibuk mengagumi uang di depannya sementara ibu menatap tidak rela."Kamu kenapa diem aja, Kar?" tanya Mas Pamuji setibanya di rumah."Aku kesel, Mas! Mala emang cantik, kan?" tanyaku memojokkan Mas Pamuji."Eh, enggak ... cantikan kamu Sekar," jawab Mas Pamuji tergagap, sepertinya Mas Pamuji tahu pertanyaan seperti ini akan salah apapun jawabannya."Mas ... jangan bohong, siapapun juga tahu kalo Mala itu cantik, aku mah apa atuh, bedak aja barengan sama Tika sama Bagas, lipstik harga 15 ribu belinya bisa dua tahun sekali, sabun mu--""Hust, sudahlah, Kar, nanti kalo kita pun

  • Jatah Bulanan Ibu Mertuaku   Balas Dendam Mala

    "Coba dulu Mbak Mala jadi iparku!" ucap Nurma.Seketika darahku mendidih, Nurma benar-benar menguji kesabaranku. Mungkin saja saat ini wajahku semerah tomat."Heh, nggak boleh gitu kamu, Nur!" tegur ibu pada Nurma.Aku terkejut, jelas sangat terkejut.Apa ibu sedang membelaku? Nampaknya ibu benar-benar mengibarkan bendera putih sekarang."Bercanda, Bu!" kilah Nurma."Pamali ngomong gitu, Nur, lagian kalo aku dulu jadi sama masmu, mungkin aku nggak di titik ini sekarang," ucap Mala sambil tersenyum."Jadi Mbak Mala ini mantannya Mas Pamuji?" tanyaku pura-pura tidak tahu."Bisa dibilang begitu, Mbak Sekar, tapi dulu kami nggak direstui," jawab Mala tanpa ragu.Aku melirik pada Mas Pamuji dan ibu."Tapi jangan salah paham, aku nggak maksud apa-apa, aku emang pengen beli sesuatu buat si mbokku, kebetulan liat postingannya Nurma jadi aku beli," lanjut Mala, dan aku meragukannya."Oh ... kenapa nggak direstui?" tanyaku penasaran, susah sekali menyembunyikan rasa cemburu, apalagi Mala sangat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status