Semalam Arman dan Manda menginap di hotel. Arman sengaja tidak pulang ke rumah karena ingin menghabiskan waktu berdua bersama Manda lebih lama.
Pagi itu, Manda duduk di tepi ranjang sambil memperhatikan Arman yang sedang merapikan diri.Dalam pikirannya saat ini sedang mencari cara untuk memberitahu Arman soal masalahnya dengan Bram.Manda tidak bercerita soal Bram pada Arman kemarin. Dia merasa gak enak hati jika harus merusak momen kebahagiaan mereka.Melihat Manda yang sedang memperhatikannya, Arman tersenyum padanya. Manda membalasnya dengan tersenyum tipis.Arman merasa heran dengan sikap aneh Manda. Perlahan Arman mendekatinya, lalu duduk di samping Manda."Manda, kamu sakit?" tanya Arman sambil memegang tangan Manda."Gak, Mas,""Dari kemarin Mas perhatikan kamu sering melamun. Sedang memikirkan apa?""Gak ada, Mas," sanggah Manda dengan gugup."Kamu sedih karena kita harus pulang ke rum"Jadi bagaimana, Nda? Apa reaksi Arman?" Ayu menyusul Manda ke ruang kerjanya."Manda ... belum cerita, Yu," jawab Manda sambil meletakkan tasnya di atas meja."Kok bisa kamu belum cerita, Nda?" ujar Ayu kecewa."Masalahnya kemarin itu Mas Arman terlihat bahagia. Manda belum pernah melihat Mas Arman sebahagia itu sebelumnya. Manda gak tega kalau harus merusak suasana hatinya,""Terus kapan kamu mau bilang? Jangan menundanya lagi, Nda. Posisimu sekarang ini sedang bahaya," desak Ayu."Hari ini Manda akan ceritakan semuanya pada Mas Arman,"***Sementara itu di ruang kerjanya, Arman sedang fokus membaca beberapa laporan perusahaan.Kemudian sekretarisnya ijin masuk ke dalam ruangannya."Pak Arman, ada kiriman paket buat Bapak," dia memberikan amplop coklat besar pada Arman."Dari siapa?" Arman menerimanya."Kurang tahu, Pak. Tidak ada nama pengirimnya,""Makasih, Bel,"
Daniel baru saja sampai di depan rumah Bram. Dia memarkirkan mobilnya di belakang mobil Arman.Suasana lingkungan perumahan tempat tinggal Bram terlihat sepi saat itu.Daniel berjalan masuk ke halaman depan rumah Bram.Dia segera mempercepat langkahnya ketika mendengar suara teriakan Arman dari dalam rumah.Daniel berhenti sejenak di ruang tengah rumah Bram. Dia terkejut melihat Arman yang sedang menduduki Bram seraya meni*ju wajah Bram berkali-kali."Arman!" Daniel segera menghentikannya.Dia memeluk adik bungsunya itu dari belakang, dan menjauhkannya dari Bram."Arman, hentikan!" perintahnya."Lepaskan aku, Kak! Biar ku hab*si ba*inga ini!!" berontak Arman.Bram berusaha duduk sambil menahan rasa sakit akibat serangan Arman."Berhenti, Arman!! Ini bukan caranya menyelesaikan masalah!!!" seru Daniel.Dengan segenap tenaga, Daniel menarik Arman keluar dari rumah Bram.Suasana
Ting, tong. Suara bel pintu berbunyi. Tak berapa lama, pintu rumahpun dibuka.Sarah berdiri di balik pintu. Dia tertawa geli melihat beberapa luka di wajah Bram."Habis bertarung dimana, Pak," ledek Sarah."Ngapain ke sini?" tanya Bram dengan nada malas."Hei, jangan gitu dong sama rekan kerja. Aku datang ke sini mau lihat keadaanmu," ucap Sarah basa-basi sambil nyelenong masuk ke rumah Bram.Sarah berjalan menuju ke ruang tengah sambil diikuti oleh Bram dari belakang."Apa di sini kalian berkelahi? Seingatku sewaktu terakhir aku ke sini, di ruangan ini ada meja kaca. Apa jangan-jangan pecah ya?" tebak Sarah dengan nada sinis."Ternyata suamiku itu kuat juga ya. Wajahmu sampai babak belur dibuatnya," Sarah kembali tertawa."Kalau kamu ke sini cuma buat meledekku, sebaiknya pulang saja," ujar Bram kesal."Jangan ngambek dong. Aku cuma bercanda kok. Aku benar-benar khawatir lho," ucap Sarah yang terdengar
Keesokan harinya di rumah Ayu."Nda, sarapan yuk,"Ayu duduk di tepi ranjang, tempat Manda sedang tidur membelakanginya."Manda gak lapar, Yu," jawab lirih Manda."Jangan gitu dong, Nda. Ntar kamu sakit," Ayu menepuk pelan bahu Manda.Manda tidak menjawab."Aku sudah meminta semua karyawan untuk libur hari ini. Aku juga gak tega ninggalin kamu sendirian seperti ini," ucap sedih Ayu."Maaf sudah merepotkanmu, Yu,""Iissh, siapa yang direpotkan? Kamu tuh kayak bicara sama orang lain aja,"Perlahan Manda beranjak bangun."Manda mau cari kontrakan aja, Yu,""Ngapain cari kontrakan. Tinggal di sini aja," pinta Ayu."Manda gak enak sama Mas Joko kalau tinggal kelamaan di sini,""Mas Joko gak keberatan kok. Santai aja,"Manda menggelengkan kepala."Temani Manda cari kontrakan, ya?" ajak Manda.Ayu menghela nafas."Kamu tuh keras kepala kal
Ayu bergegas membuka pintu kamar dengan kencang."Nda, a-ada Pak Hendra!" ucap Ayu antusias."Papa?" Manda terkejut."Ayo, cepat keluar," Ayu menggandeng tangan Manda dan mengiringnya keluar kamar.Papa Hendra sedang duduk di ruang tamu ditemani suami Ayu."Papa," sapa pelan Manda."Halo, Manda," sapa Papa sembari tersenyum.Manda menghampiri Papa Hendra, lalu mencium punggung tangannya."Apa kabar?" tanya Papa."Baik, Pa," jawab Manda dengan menundukkan kepalanya."Pak Hendra, mau minum apa? Teh atau kopi, Pak?" Ayu menawarkan."Teh saja, Yu,""Iya, Pak. Sebentar ya," lalu Ayu mengajak suaminya untuk membantu di dapur."Papa pulang kapan?" tanya Manda dengan gugup."Kemarin Papa pulang,""Oohh,"Manda terus menundukkan kepalanya. Dia tidak berani menatap mata papa mertuanya. Manda merasa malu karena masalah yang terjadi akibat keb*dohannya.
"Papa, kenapa mengundang perempuan desa ini kemari?!" protes Mama Andien sembari mendekati suaminya."Manda masih bagian dari keluarga kita. Kenapa Papa gak boleh membawanya pulang?""Pulang? Apa maksudnya? Mama sudah mengusirnya," tuding Mama Andien ke Manda."Manda akan tinggal di rumah ini. Dia masih istri Arman, jadi Manda punya hak untuk tinggal di sini," tegas Papa Hendra."Papa gak adil. Dulu Papa mengusir Arman karena dia menikahi Sarah. Kenapa Mama gak boleh mengusir Manda yang sudah mengkhianati Arman?!""Masalahnya berbeda,""Apanya yang beda?! Papa anggap Arman bersalah karena menyakiti perasaan Manda. Dan sekarang Manda yang menyakitinya, Papa gak anggap itu sebagai masalah?!" Mama Andien gak terima dengan sikap suaminya.Manda hanya diam berdiri di samping Papa Hendra sambil menundukkan kepalanya."Mama benar, Pa. Papa gak adil. Papa pilih kasih. Arman itu anak kandung Papa, sedangkan Manda hanya o
"Hai, Man. Maaf terlambat. Biasalah terjebak macet," ujar Windy, yang baru saja datang ke coffee shop untuk menemui Arman."Iya, gak apa-apa. Duduklah," Arman beranjak diri menyambut Windy."Makasih,"Seorang pelayan coffee shop menghampiri mereka. Dia menanyakan pesanan Windy."Ice cappucino aja, Mba," jawab Windy."Baik, Mba. Mas mau nambah lagi minumnya?""Gak Mba. Cukup. Makasih," jawab sopan Arman."Baik, ditunggu sebentar ya, Mba," pamit pelayan itu."Apa kabar, Man? Lama kita gak ketemu,""Baik," jawab singkat Arman sembari tersenyum tipis."Ada apa mengajakku janjian di sini?""Kamu sudah tahu soal masalahku dengan Manda, kan?""Ooh. Itu. Iya, aku tahu," sahut Windy dengan canggung."Manda cerita sama Kak Daniel, katanya kamu ada di rumah Bram malam itu. Apa itu benar?" selidik Arman."Iya, benar. Malam itu aku memang ke sana karena undangan Bram untu
"Rasanya capek dikucilkan di rumah, Yu. Mereka semua membenci Manda, terutama Mas Arman. Hanya Papa yang bersikap baik pada Manda," keluh Manda yang berbaring lesu di sofa ruang kerjanya di Bakery."Kamu belum berbaikan dengan Arman?" Ayu duduk di seberang Manda."Gimana mau baikan? Mas Arman terus menghindar. Tiap kali Manda mendekatinya, Mas Arman semakin menjauh. Dia mengabaikan Manda. Bahkan seolah Mas Arman gak menganggap Manda ada," gerutu Manda dengan mata berkaca-kaca sedih."Yang sabar ya, Nda. Mungkin butuh waktu buat Arman untuk memaafkanmu," hibur Ayu."Manda tahu, Yu. Manda coba bersabar. Tapi ini sudah hari ketiga sejak Manda kembali ke rumah Papa. Dan sikap Mas Arman masih sama. Apa sebaiknya Manda keluar saja dari rumah itu? Jadi Mas Arman gak terganggu oleh Manda,""Hei, kenapa keluar? Kamu mau nyerah,""Bukan ingin nyerah. Hanya saja Manda berpikir, kalau Manda masih tinggal di rumah itu, Mas Arman dan Mama akan