"Saat menjalani pernikahan, rumah baru sesungguhnya adalah pasangan kita. Orang yang akan jadi tempat kita pulang, dan merebahkan lelah."***"Bagaimana menurut Mbak Ava? Sudah cukup atau belum? Apa ada yang perlu diganti?"Ava menggeleng. Tangannya meraba sofa putih gading yang terletak cantik di ruang keluarganya. Bukan rumah sebenarnya, tapi Padma akan menyebutnya sebagai penthouse. Penthouse seharga enam miliar.Theara, desainer interior penthouse baru Ava, dan Biru tersenyum. Ava mengamati tiap sudut. Memperhatikan segala aspek yang kira-kira terlewat. Gadis itu lalu menoleh pada Padma yang tak jauh darinya, dan sahabatnya itu membalas dengan memberi jempol dua."Saya rasa sudah cukup, Mbak Theara."Theara mengangguk, dan kemudian membereskan barangnya. Ia mengulurkan tangan seraya berterima kasih karena telah menggunakan jasanya. Pekerjaannya memang telah usai, dan semua yang ia lakukan cocok dengan permintaan Ava, dan Biru sebagai klien. Pasangan pengantin baru itu tinggal mene
"Jangan remehkan diamnya seseorang. Sebab bisa saja dalam kesunyiannya, dia telah bekerja lebih banyak dari orang lain."***"Seperti yang anda duga, Pak. Purwanto dibunuh oleh Pak Praba lewat anak buah Marco. Saya sudah menyuap orang tersebut, dan kita sudah mendapatkan pengakuannya."Djati mengernyit, tampak tak puas dengan laporan Bernardio. Ia lalu berpikir, namun belum menemukan satu pun rencana yang bisa benar-benar valid untuk memenjarakan Praba. Jika keluarga Purwanto setuju melakukan otopsi mungkin permasalahan ini akan selesai dengan mudah.Entah berapa banyak uang yang Praba keluarkan untuk menyenangkan mertua Purwanto. Perempuan tua itu benar-benar mata duitan. Kasihan sekali anak dan istri Purwanto yang menanggung duka, dan ketidakadilan atas keserakahan yang dilakukan perempuan gila itu."Mungkin Biru bisa membantu," gumam Djati dengan suara yang begitu pelan. Ia lalu mendongak, menatap Dio yang tengah sigap menerima perintah apa pun dari bosnya. "Kamu kirim pesan kaleng
"Dalam sebuah kemenangan, dan kekalahan terdapat sebuah pertarungan. Tidak ada pertarungan yang menyenangkan. Baik yang menang, atau yang kalah akan merasakan pengorbanan, kehilangan, dan air mata."***"Mengawasi Marco, Pak? Untuk apa?"Tak ada perintah yang tak memiliki alasan. Sama halnya dengan perintah Biru. Pria itu pasti memiliki alasan. Entah baik, atau tidak, Althaf tetap harus bertanya. Ia harus tahu secara jelas alasan Biru memerintahnya, agar ia menjalankan dengan sebaik mungkin.Biru lalu memberikan ponselnya. Althaf meraihnya, dan membaca sebuah pesan di layar. Matanya menyipit, memperhatikan detil nomor yang sepertinya sudah tidak aktif. Altaf dapat menyimpulkan bahwa itu adalah sebuah pesan kaleng."Anda percaya dengan pesan kaleng ini? Bisa saja kan, ini adalah pesan asal yang iseng. Mungkin tujuannya untuk memecah konsenterasi Bapak terhadap semua kasus yang sedang Bapak kerjakan."Biru menggeleng. "Dia tahu kalau Purwanto mati. Hanya segelintir orang yang tahu, dan
"Cinta bukan sebuah pertanyaan. Cinta adalah rasa. Bukan dipikirkan, lalu ditemukan jawabannya. Cinta adalah sebuah kebiasaan. Kebiasaan bersama, kebiasaan berbagi, dan kebiasaan saling memahami."***"Jenderal Hendro Anggoro itu benar atasan kamu, ya? Kok kamu enggak pernah cerita kalau dia ini teman baiknya Praba?"Biru mendongak, beralih dari nasi di piringnya, ke wajah cantik Ava. Ia tengah asyik mengunyah. Nasi hangat dengan ayam suwir daun kemangi adalah paduan yang sangat sederhana, tapi istimewa. Biru begitu senang, Avanya tidak hanya menyuguhkan rupa yang cantik, tapi juga makanan yang tentu saja sangat enak.Ava menggoyangkan alisnya, menunggu jawaban Biru. Pria itu lalu mengangkat tangannya, dan kemudian mengambil gelas berisi air putih. Setelah air minumnya tandas seperempat, Biru memicing. Memandang Ava dengan kesal."Ini makanannya lagi enak banget, lho. Sayang kalau enggak nambah," gerutu Biru kesal. "Saya habiskan dulu yang ini, nanti saya jawab ya, pertanyaan kamu."A
"Dalam dunia, ada lapisan rahasia yang tertutupi, dan sulit untuk diungkap. Segala rahasia itu akan menjadi informasi penting di kemudian hari. Entah untuk alasan apa, namun sebuah rahasia tak selamanya mati. Ia akan terkuak pada waktunya."***"Saya minta maaf sebelumnya sama kamu. Tanpa sepengetahuan siapa pun, beberapa waktu lalu saya sudah menyelidiki latar belakang kamu. Dengan detil, dari kamu lahir hingga kamu duduk di samping Biru untuk menjadi istrinya."Ava tak heran. Ia, dan Biru sudah menduganya. Rasanya memang mustahil kalau sekelas Sasmito Jagad Adinegara hanya diam saja saat tahu cucunya menikahi seseorang yang tidak berasal dari kalangannya. Pria itu pasti mencari tahu.Sasmito mengambil satu file, lalu memberikannya pada Ava. File berwarna kuning muda itu bertuliskan namanya. Menggambarkan dengan jelas bahwa isinya pastilah segala hal mengenai dirinya."Lalu?" tanya Ava dengan nada rendah yang sebisa mungkin masih terdengar sopan. "Apa yang Kakek sampaikan sebenarnya?
"Bersama seseorang yang mencintaimu adalah anugerah. Bersama seseorang yang tidak mencintaimu, bukan berarti petaka. Segala hal bisa berubah. Seperti layaknya hari yang kita jalani tiap detiknya, berubah tak tentu arah."***"Hari ini ada yang menemui Marco, Pak. Namanya Radjarta. Menurut petugas Lapas, dia sudah lama bolak-balik menjenguk Marco. Katanya Radjarta ini adalah kakak tirinya."Biru menelisik lebih dalam orang dalam video cctv yang diperlihatkan Althaf. Seperti familiar, Biru mencoba mengingat siapa pria itu. Namun ingatannya buntu. Ia tak ada gambaran di mana pernah bertemu dengan pria bernama Radjarta ini.Biru hanya mengangguk, dan mengirimkan video yang Althaf berikan padanya ke ponselnya. Biru lalu mendongak, memberikan satu file yang sepertinya sangat penting. Sebab sejak empat puluh menit yang lalu, Biru telah terpekur bersama file itu."Terus awasi Marco. Kita bisa melihat hasilnya dalam sebulan." Biru lalu menunjuk file yang ia letakkan di meja. Lalu berkata, "ini
"Saat kita melihat orang lain dengan sebelah mata, maka mulai dari hari itu Tuhan akan memandang kita dengan cara yang sama."***"Selamat datang di kota Yogyakarta, Bapak Dewandaru, dan Ibu Ava. Saya Pak Hartanto dari Amanjiwo. Silahkan, lewat sini. Saya akan mengantarkan anda berdua ke resort."Biru mengangguk. Ia memberikan koper yang dibawanya kepada Pak Hartanto. Dengan lembut ia gandeng tangan istrinya ke mobil yang dipakai Pak Hartanto. Ava sendiri hanya mengikuti, sambil merangkul lengan suaminya dengan erat.Ini kali pertama Ava berpergian cukup jauh setelah segala kecelakaan yang ia alami. Ava masih trauma. Maka dari itu, ia meminta Biru menemaninya. Bukan orang lainnya, hanya pada Biru ia percayakan hidupnya."Kamu pesan resort ini?" tanya Ava berbisik di telinga Biru saat Pak Hartanto sudah fokus menyetir. Biru mengangguk santai. "Kan harganya bisa dua puluh juta sendiri semalam. Kamu tuh, semenjak menikah jadi boros tahu enggak!""Soalnya semenjak menikah, omset Inklusi na
"Tiap manusia yang Tuhan ciptakan memiliki sebuah masa lalu. Entah masa lalu itu bersifat baik, atau pun buruk. Tetap saja, masa lalu adalah bagian dari hidup manusia. Tidak dapat dihapuskan, dan menjadi pembelajaran di masa depan." *** Rumah itu terdiri dari satu lantai. Bergaya Jawa kuno yang sangat begitu menawan hati. Terdapat sebuah gebyok besar di bagian depan rumah yang begitu unik dengan ukirannya. Pintu besar terpampang lebar, mengajak siapa pun yang datang untuk masuk bertamu. Seorang wanita paruh baya dengan kebaya kutu baru bercorak bunga, berdiri di luar pintu, tampak menyambut kedatangan Ava, dan juga Biru. Ia tersenyum dengan begitu manis, memancarkan sebuah keanggunan yang dimiliki wanita Jawa. Ava takjub. Ini semua seperti mimpi, jika benar yang didatanginya itu adalah kediaman ibundanya dahulu sewaktu kanak-kanak. "Selamat datang, Mas Biru, dan Mbak Ava di kediaman Martadina. Perkenalkan nama saya, Ratna Sari Anggoro Tuwo. Saya adalah asisten rumah tangga senior d
"Lepasin tangan gue! Lo tuh, sudah punya istri. Mau apa lagi sih?"Padma memaksa Travis untuk melepas tangannya. Tapi, pria itu seperti menolak permintaannya. Padahal Travis sudah menjadi suami Ayunda, tapi mengapa masih saja mengemis untuk menjelaskan hal yang sudah berlalu. Padma tak segila itu untuk mendengarkan, dan membuang waktunya hanya untuk pria itu.Travis masih kencang memeganginya, padahal tangan Padma sudah merah karena terus dipaksa. Padma ingin berteriak, tapi di tangga darurat itu tak ada siapa pun. Pria itu sengaja menariknya ke sini untuk menyudutkannya, dan melakukan apa pun yang pria itu ingin lakukan. Namun Padma jelas tak akan membiarkannya."Dia minta dilepasin, lo enggak dengar memangnya? Apa karena lo bule, makanya harus pakai bahasa Inggris? Cepat lepasin, sebelum gue terpaksa mematahkan tangan itu."Padma, dan Travis kaget. Ternyata ada orang lain di koridor tersebut. Ia sedang duduk tak jauh dari kami, dan sepertinya sudah memperhatikan kami sejak tadi. Tra
"Maaf, anda siapa ya?"Istri dari Radjarta bertanya, saat Bernardio berdiri di depan rumahnya. Ia sengaja langsung bertemu sang pemilik untuk memberikan aset yang sedianya dititipkan Praba padanya kepada keluarga Radjarta. Karena amanat, Bernardio pun langsung melakukannya, dan menjalankan tugasnya secepat ia bisa."Maaf, kalau saya mengganggu." Bernardio pun menyodorkan tangannya, dan istri Radjarta langsung menjabatnya. "Saya Bernardio. Saya tangan kanannya Pak Djati, anaknya Pak Praba. Saya ingin menyampaikan pesan dari Pak Praba untuk anda.""Oh, ya, silahkan masuk."Bernardio pun masuk, dan diminta duduk di salah satu kursi di ruang tamu tersebut. "Mohon maaf sebelumnya, Ibu. Karena saya tidak tahu nomor rekening Ibu, atau pun Pak Radja. Jadi, saya memberikannya dalam bentuk cek. Jadi, nanti anda bisa datang ke bank terdekat, dan meminta untuk mentransfernya ke rekening yang Ibu miliki.""Aduh, maaf Mas Bernard, tapi ini tuh, maksudnya apa ya? Bisa bicaranya pelan-pelan. Saya ini
"Anda tahu kan, kesempatan anda sempit untuk tidak mendapat hukuman seumur hidup. Meskipun kita ajukan banding sekali pun, pastinya akan sulit untuk menang. Kesalahan anda terlalu banyak, dan itu tidak bisa ditukar hanya dengan kerja sama dengan pihak kepolisian sekali pun."Praba mengangguk, ia mengerti segala konsekuensi yang ia harus hadapi kedepannya. Semenjak Djati dinyatakan meninggal, dan Ava sudah mau menemuinya, segala keputusan yang diberikan padanya akan diterimanya dengan ikhlas. Praba tak akan pernah menuntut apa-apa. Apa pun yang diterimanya adalah ganjaran dari seluruh perbuatannya di masa lalu."Saya sudah bilang tidak apa-apa kan, Jeremy? Jadi, jangan tanya lagi. Apa pun yang diputuskan oleh hakim, saya akan menerimanya.""Tidak ada akan menyesal?"Praba menggeleng. "Jika saya takut menyesal, maka saya tidak akan melakukan semua kejahatan di masa lalu, Jeremy. Apa pun yang terjadi ke depannya, saya akan terima. Kamu tidak perlu takut. Kamu juga patutnya berubah. Pilih
"Ada permulaan, dan ada akhir. Ada pertemuan, dan juga perpisahan. Jadi, jangan pernah sesali apapun."***"Mama bahagia deh! Ava mau melahirkan, dan Asla dinyatakan hamil. Nah sat set begini dong. Dalam waktu yang enggak lama keluarga kita akan ramai dengan tangisan bayi. Ya Tuhan, terima kasih!"Ava tertawa sambil merangkul bahu mertuanya yang terlihat sangat bahagia. Kini, meskipun tantangan di hadapannya akan lebih berat, namun Tarissa lebih bahagia. Tidak hanya sebagai nenek, Tarissa akan menyandang status baru, yakni menjadi ibu negara. Perhitungan cepat dilakukan, dan untuk sementara hasil akhir menentukan kalau ayah mertuanya, Berdaya Adinegara unggul dengan enam puluh satu persen. Jauh mengungguli pesaingnya.Walaupun demikian, Tarissa tak peduli. Kebahagiaan anak-anaknya sekarang adalah hal utama. Ia sangatlah senang melihat kalau kedua putranya tak lama lagi akan menjadi ayah. Menjalani pernikahan yang bahagia bersama istri-istri mereka. Masalah negara, itu urusan nanti."K
"Tak ada yang pasti dalam hidup ini. Termasuk manusia yang tiap hari, jam, menit, dan detik bisa berubah pikiran, serta sikap."***"Wah, sudah berapa bulan, Mbak kehamilannya?"Seorang ibu yang mengantar putrinya cek kandungan bertanya, dan Ava hanya menjawab sekadarnya sambil tersenyum. Ia lalu menceritakan kalau putrinya juga hamil tak jauh dari usia kandungan Ava. Sayangnya tak sebahagia Ava yang bisa diantar kemana-mana oleh sang suami. Ava sebenarnya enggan mendengarkan masalah rumah tangga orang lain, tapi karena Biru tak juga kembali dari toilet membuat Ava akhirnya terpekur mendengar kisah cinta orang lain.Baru setengah jalan Ibu itu bercerita, terdapat keributan di ujung lorong lantai rumah sakit tempat Ava duduk menunggu untuk diperiksa dokter kandungan. Ava, dan sang ibu menoleh. Mereka mendapati seorang perempuan tengah berteriak, dan membentak si laki-laki dengan caci maki yang begitu keras. Awalnya Ava tak peduli, ia melengos, dan kembali melemparkan pandangan ke korid
“Setiap hal di muka bumi ini akan ada timbal balik. Setiap kejahatan yang manusia tanam, akan mendapat imbas yang serupa. Setiap kebaikan yang manusia berikan, maka akan mendapat hadiah yang besar, bahkan berlipat ganda nikmatnya.” *** “Apa anda yakin akan membongkar semuanya?” Praba mengangguk dengan yakin. Tak pernah ada sedikit pun kegundahan di hatinya yang membuat Praba tidak yakin dengan pernyataannya. Ia ingin mengungkapkan segalanya, seperti permintaan Biru, dan juga Ava. Bila mereka ingin Praba menghabiskan waktu untuk selamanya di penjara, maka akan ia lakukan semua itu dengan sukarela, dan juga ikhlas. Ia tahu kesalahannya sangatlah banyak, dan juga tak terbendung. Ia bahkan rela menanggung kesalahan Djati untuk ia tanggung, karena memang semua yang terjadi pada Djati adalah salahnya. Ia yang menjerumuskan Djati ke dunia ini. Ia pula yang memaksa, dan mengancam Djati untuk tetap menjual narkoba, meskipun anak itu tak menginginkannya sama sekali. “Tolong catat semua ora
"Kata orang-orang, saat mencintai pria, standar pertama bagi seorang perempuan adalah ayahnya. Lalu bagaimana jika figur ayah tak pernah muncul dalam diri seorang perempuan?"***Ava meringis saat melihat ayah kandungnya sendiri. Lama tak melihat Praba, membuatnya lupa akan sosok itu. Sosok yang dahulu pernah sangat ia benci sedemikian rupa, sekarang terkurung menyedihkan di dalam jeruji besi yang dingin. Inilah yang Ava inginkan, meskipun kini rasa iba itu muncul, menyeruak memenuhi seluruh hatinya."Apakabar Pak Praba?" tanya Ava memulai pembicaraan. Ava menunggu, tapi Praba tak juga memulai pembicaraan, jadi ia mendahuluinya dengan suara bergetar. "Ini pertemuan pertama kita, setelah segala permasalahan dan plot twist yang tersaji di hidup kita."Praba diam, tapi ia tak mungkin duduk di situ, dan tak memulai apa pun. "Walau saya tak suka tempat ini, tapi saya baik-baik saja. Tempat ini tak seburuk pikiran saya. Kemungkinan saya mulai merasa nyaman di sini.""Ini serius, atau hanya
"Terkadang dalam hidup banyak hal yang tak terduga. Termasuk sebuah keinginan yang tak terwujud, tapi digantikan dengan hal lain yang lebih besar oleh Tuhan."***"Kalian bertengkar?"Biru melirik istrinya dari balik kertas-kertas berisi laporan keuangan perusahaannya. Biru benar-benar banyak sekali pekerjaan, selepas platform permainannya viral, dan brand pakaiannya mengalami peningkatan penjualan yang sangat drastis. Mengalahkan pekerjaannya sebagai seorang polisi, Biru hampir saja menghabiskan sisa dua puluh empat jam hanya untuk pekerjaan sampingannya. Belum lagi, kini ia harus membagi waktunya yang sudah sempit untuk istri, dan calon bayi mereka.Ava yang baru selesai mandi, dan tengah mengeringkan rambutnya tersebut juga hanya menghela napas. Ia tahu akan percuma membagi kisah ini pada suaminya, tapi selain Biru, Ava tak tahu lagi harus bercerita pada siapa. Jadi, meskipun Biru tak memahami alasannya marah pada Padma, ia tetap menjelaskan kronologi pertengkarannya dengan sahabat
"Tak ada yang sempurna dalam hidup, termasuk sebuah pernikahan. Pasti ada pasang surut yang membuat sebagian orang pasangan akhirnya berpisah, dan memilih jalan lain sendiri-sendiri."***"Selamat ya, Mas Samudera, dan Mbak Asla. Semoga kalian langgeng terus hingga maut memisahkan. Benar-benar deh, kalian berdua cocok banget!"Celetukan Irvin membuat beberapa keluarga tertawa saat mendengarnya. Namun apa yang dikatakan Irvin benar adanya. Samudera yang tampan sangat cocok bersanding dengan Asla yang sangat manis, dan cantik. Samudera yang hanya memakai kemeja putih, dan Asla yang memakai gaun putih selutut sangatlah padu bersama.Belum lagi dengan latar belakang pantai Anyer di Novus Jiva Villa, membuat suasana yang terasa begitu intim, serta indah. Dengan dihadiri oleh keluarga besar kedua mempelai, pernikahan Samudera, dan Asla terasa sangat berkesan. Keduanya seperti larut dalam bahagia bersama orang-orang yang mereka kenal dekat sejak kecil."Peenikahan yang indah, ya?" tanya Asta