Share

Susu saja

Penulis: Jana Indria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ada apa?" tanya Rara sambil berjalan mendekat. Dan langsung duduk di kursi dekat ranjang Evan.

"Mau genggaman tangan lagi?" tanya Rara sambil menatap Evan dengan tatapan menggoda.

"Bayar, ya!" tambahnya lagi, tangannya bergerak menuruti permintaan suaminya untuk bergenggaman tangan.

"Hmm ... mau minta di bayar apa lagi, sayang? Bukannya semua sudah menjadi milik kamu? Atau kau ingin mengulang yang kemarin malam? Nantilah di rumah."

Skak mat! Rara langsung membuang mukanya saat kini malah Evan yang menggodanya dengan mengingatkan pada kejadian yang membuatnya menyerahkan mahkota berharga.

"Kamu sok tahu?" Jawaban Rara yang ketus, bukannya membuat Evan marah, dia malah tertawa terbahak.

Apalagi saat melihat rona muka istrinya yang memerah menambah kelucuan untuk Evan nikmati. Sambil menggesekkan jarinya di punggung tangan Rara yang berada dalam genggamannya.

"Kalau nggak mau, ya aku bakalan maksa biar kamu mau, malah aku bakal bikin kamu nanti yang minta minta nambah." Evan semakin g
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jangan Menolakku    Nyadar

    "Mak!" Sontak pandangan Evan dan Mak mengarah pada Rara yang baru saja keluar dari kamar mandi."Pesananku ada, nggak?" tanya Rara sambil membenarkan pakaian yang ia kenakan. Tak menghiraukan tatapan Mak dan Evan ke arahnya."Ada Mbak. Itu! Saya belikan dua gelas. Takutnya mas Evan mau juga." jawab Mak, tangan kanannya menujukkan tempat di mana ia tadi meletakkan pesanan Rara. "Dia nggak mau kopi, Mak. Maunya teh istimewa bikinan Mak," seru Rara yang melangkah mendekat sambil menggoda Evan."Iya, Mbak. Saya paham," jawab Mak lagi sambil terkekeh karena pujian yang di lontarkan Rara."Itu apa, Mas?" tanya Rara saat melihat Evan meminum sampai habis, isi kotak karton yang di bantu dengan sedotan."Susu, Mbak. Gantinya teh. Mak lupa tadi nggak bikin, cuma ingat ma rotinya saja." jawab Mak, terdengar ada nada bersalah dalam ujarannya tadi.Tak ada suara yang keluar dari mulut Rara hanya mulutnya saja yang membentuk bulat kecil membuat gemas Evan yang memperhatikannya. Rara mengambil sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Jangan Menolakku    Sunat aja

    Juga infus yang menancap di lengannya seperti yang tadi di alami Evan. "Kok nggak ada yang nemenin, ya?" Mbak Ratu mulai membuka percakapan dengan suara yang di pelankan. Tak Terdengar satu pun yang menjawab pertanyaan mbak Ratu.Semuanya terdiam sambil memperhatikan pak Dimas yang tertidur di atas ranjang. Banyak kabel kabel yang menyambung dari badan pak Dimas ke mesin mesin yang Evan tak tahu apa namanya.Satu menit.Sepuluh menit.Tiga puluh menit.Sudah hampir satu jam, Evan dan rombongan di kamar pak Dimas tapi tak ada satu pun yang datang menemani."Van, kamu pulang aja, kamu harus banyak istirahat. Pak Dimas, biar aku yang nungguin sementara di sini," Usul mbak Pita, karena kasihan melihat Evan yang baru sembuh."Nanti aku bakal bilangin, kalau kamu semua tadinya ke sini. Janji dech." Ujar mbak Pita lagi."Tapi besok gantian ya, kalian yang jaga pak Dimas di sini," tambahnya lagi. Sambil memandangi satu persatu orang yang berada di kamar itu kecuali pak Dimas.Setelah ada k

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Jangan Menolakku    Bukan Evan

    "Permisi, mau periksa pasiennya dulu, Bu." pamit seorang Dokter wanita cantik berhijab dan berjas warna putih, yang di ikuti oleh dua orang perawat perempuan.Salah satu perawat membawa piring yang berisi makanan tapi di bungkus plastik, rapat. Sedangkan yang satunya membawa buku.Mereka masuk ke dalam kamar rawat pak Dimas yang pintunya memang sengaja di biarkan terbuka. Dan langsung menghampiri ranjang pak Dimas."Silahkan ...!" jawab mbak Pita yang saat itu tengah asik berbincang dengan Irul, sopir pribadi pak Dimas.Mereka menepi dan memberikan tempat bagi para tenaga medis untuk melakukan tugasnya.Mungkin karena terganggu dengan gerakan dokter yang memeriksa badannya. Pak Dimas pun akhirnya membuka mata dan mengerjapnya berulang kali.Hingga akhirnya komunikasi antara pak Dimas dengan dokter pun berjalan lancar. Dan menjadi perhatian mbak Pita dan Irul."Ada keluhan, Pak?" tanya Dokter cantik itu sambil memindahkan alat stetoskop yang di pegangnya di bagian dada pak Dimas berkal

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Jangan Menolakku    Jangan menggoda

    "Mas, minum obatnya dulu." Rara mengangsurkan segelas air mineral dan dua buah obat yang berbeda bentuk dan warnanya pada Evan. Malam itu, saat keduanya baru saja selesai makan berdua."Harus di minum, Dik? Kan aku udah sembuh." tanya Evan dengan muka memelas, dari kecil dia memang paling tidak suka bila harus di suruh meminum obat, dan memilih di suntik saja.Rara tak memperdulikan masam muka Evan, terus saja tangannya menyodorkan obat dan segelas air mineral.Tangannya bergerak mengambil obat di tangan istrinya, dan menelan dua obat itu langsung sekaligus, kemudian menegak habis air mineral yang sudah Rara sediakan."Makasih!" ujarnya sambil meletakkan gelas yang sudah kosong ke atas meja makan, kemudian melangkah meninggalkan Rara yang sedang memberesi meja makan, naik ke lantai atas.Dengan menggunakan bantal yang di susun tinggi di atas sofa panjang. Evan istirahat sambil menonton tv.Hingga Rara datang dan memilih duduk dengan meselonjorkan kakinya di sofa panjang yang lainnya,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Jangan Menolakku    Makan Kamu!!?

    Evan tertegun tak percaya, tentu saja hatinya sangat bahagia. Ucapan Rara yang baru saja ia dengar, tak pernah sebelumnya ia bayangkan sekali pun dalam mimpi. Namun ... terdengar nyata malam ini."Mas ... Kamu tidur ya?" tanya Rara, tangannya yang di genggam Evan, ia tarik paksa hingga tubuh Evan pun akhirnya berbalik menghadap ke arah istrinya, dengan mata terpejam.Melihat Evan yang tertidur karena matanya yang terpejam. Rara melapaskan genggaman tangannya dan membalikkan badannya memunggungi Evan.Entah kenapa air matanya tiba tiba menetes, kecewa, tak menyangka kalau dirinya bisa secepat itu mendapatkan tolakan dari Evan karena menginginkannya.Evan membuka matanya, saat ada gerakan dari tubuh Rara yang tak lagi menempel di tangannya, ia melihat pundak yang bergerak, membuat Evan tersadar kalau istrinya kini sedang menangis karena ucapannya."Maaf!" Evan yang merasa bersalah, karena telah membuat istrinya menangis, berbisik di telinga Rara.Kemudian mendekat badannya ke badan ist

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Jangan Menolakku    Pak ....!?

    Ratu memandangi lelaki separuh baya yang masih tertidur di atas ranjang yang di sisipi beberapa selang dan kabel yang menjadikan penghubung antara badannya dan mesin mesin, dan mengambil nafas panjang saat ingat bagaimana kehidupan pak Dimas.Sejak awal perusahaan berdiri, mbak Ratu sudah setia mendampingi pak Dimas sebagai sekretaris, itu sekitar tiga puluh lima tahun yang lalu, saat dia belum menikah, bahkan baru lulus SMA.Sambil menunggu pak Dimas terbangun dengan sendirinya, Ratu memilih duduk di samping ranjang, tangannya mengambil sebuah buku tebal berukuran sedang yang ternyata sebuah Alquran dan terjemahannya, dari dalam tasnya."Ratu ...."Mbak Ratu yang sudah membuka mulutnya, spontan mengalihkan pandangannya ke arah suara yang memanggilnya tadi."Bapak sudah bangun? Apa ada yang ingin saya bantu untuk bapak?" tanya mbak Ratu. Seketika itu juga meletakkan kembali Al Qur'an ke dalam tasnya. Dan berdiri bersiap siap menerima perintah dari pak Dimas."Tidak ...." jawab pak Di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Jangan Menolakku    Dengan tangan apa mulut

    "Assalamualaikum ...." Rara masuk ke dalam rumah dari arah jalan garasi yang tembus ke arah dapur."Wa Alaikum salam, kok sudah pulang, Mbak?" jawab Mak yang hanya duduk di kursi di depan dapur sambil menonton tv yang memang di sediakan di sana."Iya, Mak. Gimana mas Evan, sudah minum obat, belum?""Sudah, Mbak. Tadi habis makan sudah saya sediakan obatnya tepat di samping piring makannya,""Yakin di minum, nggak?""Yakinlah, Mbak. Kan Mak sendiri yang lihat waktu obatnya di masukkan ke dalam mulut oleh mas Evan.""Oo ...." Mulut Rara membentuk huruf o hingga kelihatan bulat."Aku naik ke atas dulu ya, Mak. Mau lihat mas Evan dulu.""Mbak ... Saya mau pulang, sekalian ijin nanti sore saya ada undangan nikah tetangga sebelah rumah, boleh ijin nggak?""Nanti sore?""Iya .... Tapi semuanya sudah saya siapkan seperti biasa kok, Mbak.""Iya, nggak papa. Nanti kalau pas keluar pulang, jangan lupa di kunci pintunya ya, Mak.""Iya, Mbak. Makasih.""Iya!" Rara melanjutkan langkahnya naik ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Jangan Menolakku    Bertemu Ratu

    Rara terpaksa membuka mulutnya dengan mata melotot, membuat Evan yang melihatnya tambah gemas. "Kenapa nggak milih pakai mulut aja sih, Dik. Bikin tangan kotor aja." Evan menggerutu Namun bibirnya melebarkan senyum.Dengan jengah, dan memutar bola matanya, Rara memalingkan wajahnya dari arah Evan saat mendengar apa yang suaminya katakan.Kemudian Rara mengulurkan tangan mengambil piringnya yang kini ada di depan Evan. Tak ingin disuapin lagi oleh suaminya.Tapi secepat itu pula Evan menggenggam tangan Rara yang terulur tadi dengan tangannya kirinya yang bebas. "Aku bercanda, aku suka menyuapimu, walaupun yang sakit aku," goda Evan sambil menaik turunkan alisnya ke arah Rara."Kaaan, pasti belakangnya yang nggak enak," sungut Rara lagi, dengan muka cemberut."Hahahaha, gurau kok Sayang," ujar Evan yang lagi lagi mengulurkan tangannya yang berisi nasi lengkap ke arah mulut Rara."Habis makan, ikut aku yuk, ke rumah sakit, jenguk Pak Dimas. sekalian ambil flashdisk di mbak Ratu.""Mmm

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Jangan Menolakku    Tebakan Mamanya Rara

    Evan kembali melangkah sendirian ke rumah sakit, tampak olehnya Mama dan Ayah yang duduk di sisi ranjang tempat Rara berbaring. "Sudah kembali, Van?" tanya Mama saat mereka mendengar bunyi pintu yang di buka oleh Evan. "Iya, Ma." jawab Evan yang dengan senyum khasnya mendekati mereka dan mencium punggung tangan keduanya dengan Takzim."Kamu bawa apa?" tanya Mama yang melihat salah satu tangan Evan sedang menenteng sebuah kresek yang lumayan besar bentuknya."Aku bawa makanan untuk ayah dan mama, takutnya ayah dan mama tidak keluar karena menjaga Rara."Evan memberikan kresek warna hitam dengan logo wajah bapak tua itu pada mama. Kemudian menghampiri Rara yang memejamkan matanya. Tanpa bersuara lagi, pak Ali dan istrinya bangun dari kursinya dan melangkah mendekati ranjang kosong di sebelah ranjang pasien, yang menjadi fasilitas untuk kamar ber-vvip.Beliau berdua sepertinya sengaja memberikan Evan tempat untuk menemani Rara."Dia tidur, Van. Mungkin dia lelah karena nangis tadi."

  • Jangan Menolakku    Menikahlah

    "Aku merasa berdosa sekali telah beranggapan yang tidak tidak padamu, di masa lalu." ujar pak Dimas yang kembali terduduk di kursinya, wajahnya yang menunduk dengan pandangan nanar ke lantai."Ini terjadi karena ketiadaan kedua mertua kita, apalagi saat itu kak Bastian seperti tak lagi memperhatikan kedua adik perempuannya yang telah menginjak usia dewasa. Dia lebih memperhatikan Mieke karena saat itu cinta perempuan itu adalah segalanya bagi kak Bastian." jelas pak Hendra dengan mata menatap ke luar rumah seperti sedang mengingat kejadian kemarin."Apa maksudmu, Ndra?" tanya pak Dimas yang tak mengerti dengan penjelasan yang baru saja pak Hendra katakan "Ayah Nilla adalah kakak lelaki dan anak tertua dari keluarga istri kita. Namun Ayahnya Nilla yang awalnya sangat mencintai Mieke karena beranggapan cinta wanita itu tulus padanya, akhirnya berubah. Suatu ketika dia ingin tahu apakah Mieke akan tetap setia kepadanya atau berubah saat tahu kalau dia hanyalah seorang supir di keluarga

  • Jangan Menolakku    Dia Anakmu

    Di waktu yang sama .... Pak Dimas turun dari mobil dan berdiri tak jauh dari mobilnya, matanya menyapu dan menatap rumah asri di depannya, rumah sederhana dengan tembok berwarna biru, berpagar hanya sebatas pinggang orang dewasa. Dengan di dalamnya berjenis jenis tanaman berbeda disusun rapi dan indah. Tampaknya dia masih sangsi dengan apa yang di lihatnya, dia masih tak percaya, tangannya membuka ponsel yang sedari tadi ia genggam, di cocokkan nya lagi alamat yang ia dapat dari salah satu kaki tangannya. Dan alamat itu benar karena di tembok dekat pintu tertempel nama dan alamat lengkap, yang terbuat dari hiasan kayu. Sama seperti yang tertera di layar ponselnya. Pak Dimas melangkah mendekati pagar, dan membukanya dengan mudah karena ternyata tak terkunci. Dengan mata masih memperhatikan sekelilingnya. Pak Dimas melangkah masuk mendekati pintu rumah yang terdiri dari dua daun pintu bercat putih. Rumah yang sejuk dan nyaman. Angin bertiup dari segala arah. Dengan wangi b

  • Jangan Menolakku    Om Tyo

    Evan sebenarnya tahu kalau Rara sudah sadar dan tidak sedang tertidur, dia pasti juga sudah sangat mengerti kalau kedua orangtuanya datang, Namun mungkin sedang tak ingin melakukan apa pun karena sedang kehilangan."Apa kau ingin makan sesuatu?" tanya Evan yang melangkah mendekati ranjang pembaringan Rara.Tak ada jawaban, bergerak pun tidak. Evan hanya bisa kembali mencium kening Rara, dan melihat sepintas mata dari istrinya yang masih terpejam. "Sabar ya Sayang, Allah masih ingin menguji kesabaran kita," bisiknya pas di telinga Rara.Pun saat Ayah dan Mama kembali masuk ke dalam ruangan itu, Rara masih tetap membatu. Hingga saat seorang Dokter yang di ikuti dua perawat perempuan masuk ke dalam kamar untuk pemeriksaan rutin pun, Rara masih tetap terdiam walau kini matanya tak lagi terpejam."Mbak, tetap semangat ya, jangan sedih terus, nanti kalau sedih terus susah sembuhnya." Nasehat bu Dokter sambil mengajak bercanda, Namun Rara masih tetap bergeming.Sampai rombongan Dokter it

  • Jangan Menolakku    Mereka Adalah

    Mendengar penjelasan dari sang Dokter, Evan hanya bisa menggenggam jari tangannya sendiri kuat kuat, ada perasaan perih yang menyayat."Saya harap bapak tidak kecil hati, tolong berikan semangat buat istri bapak, karena biasanya perempuan yang baru saja kehilangan bayinya akan berubah menjadi wanita sensitif--gampang marah hanya kerana masalah masalah kecil," ujar Dokter perempuan itu dengan senyum perduli. "Apakah kami masih bisa punya anak lagi, Dok?" tanya Evan dengan wajah penuh harap. "Bisa! Tentu saja bisa, tidak ada kendala dengan rahim si ibu kok, pak," jawab Dokter dengan senyum yang menenangkan hati Evan."Yang penting sekarang adalah bagaimana cara bapak untuk menguatkan mental si ibu bahwa semua baik baik saja."Kembali Dokter memberikan pesan berharga buat Evan."Baik, Dok. Akan saya perhatikan semua yang dokter pesan. Terimakasih."Dokter perempuan separuh baya yang mengenakan hijab lebar itu hanya bisa tersenyum melihat ke kondisi Evan. Dan menganggukkan kepala mem

  • Jangan Menolakku    Maap

    "Ya, kamu benar. Maaf kalau selama ini ayah tidak pernah menceritakan pada kalian, tapi bukankah kalian sudah mengatakan bahagia atas pernikahan ini?"Rara tak menjawab pertanyaan ayahnya, malah kini dia berpaling ke arah Evan, yang kini juga tengah memandangnya."Apakah kamu bahagia hidup bersamaku, Mas?" Dengan wajah serius, Rara bertanya pada Evan yang menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum saat mendengar istrinya bertanya."Alhamdulillah, insya Allah selamanya, aku bakalan bahagia dan akan membahagiakanmu," jawab Evan dengan rona muka serius, memandang silih berganti Rara, dan kedua mertuanya."Aamiin aamiin." sahut semuanya dengan penuh keyakinan."Jadi pengin muda lagi aku, Ayah." ujar Mama, dengan muka merajuk sambil memeluk satu lengan Ayah dan menggelayutinya mesra. "Hahahaha!"Tentu saja sikap Mama membuat Evan dan Rara terkekeh spontan. "Sudah malam, apakah kalian masih kekeh untuk pulang malam, ini?""Mungkin ada baiknya bila kita menginap saja, besok setelah subuh k

  • Jangan Menolakku    Jodoh

    "Ayah sudah mendengar tadi dari Mama, cuma rasanya ayah ingin dengar langsung dari kamu Ra." Pak Ali yang baru saja turun dari lantai atas. Langsung mengambil tempat di depan Rara dan Evan yang sedang duduk di depan tv.Sengaja pak Ali menunggu suami anaknya datang agar dapat mendengar dari kedua pihak. "Tentang apa Ayah?" tanya Rara dengan perhatian beralih pada sosok yang masih tampan walau sudah berumur setengah abad."Apakah benar kamu hamil, Ra?" Ayah memandangi wajah putri dan menantunya secara bergantian seolah meminta jawaban jujur dari keduanya."Alhamdulillah, Ayah." Rara menjawab dengan seuntai senyum di bibirnya. Pak Ali bangkit dari duduknya, berjalan mendekati Rara dengan mata berkaca kaca, di ciuminya setiap inci wajah Rara seolah sedang menciumi putrinya saat kecil."Alhamdulillah ...." ujarnya berkali kali.Rara hanya bisa tersenyum haru, matanya pun ikut berkaca kaca, di peluknya sang ayah dengan mata menatap Evan yang juga sedang menatapnya lekat."Kau harap kam

  • Jangan Menolakku    Terima kasih

    Sekejap Mama membulatkan mata, seakan tak mempercayai apa yang baru saja ia dengar dari anak perempuan satu satunya, sambil mengucapkan syukur Alhamdulillah, tiada henti di pelukan Rara. "Kok Mama malah nangis? Harusnya Mama bahagia dong, sebentar lagi Mama bakalan di panggil Mbah uti." tanya Rara yang heran karena melihat mamanya terisak. "Sejak kamu datang tadi, hati mama terus menerus berdoa, semoga kepulanganmu kali ini bukan karena keinginanmu untuk berpisah dnegan Evan," ujar Mama dengan sangat lirih. "Mama ...." seru Rara yang ikut terharu dengan sikap mama. "Makasih ya Allah, akhirnya mama bisa bernafas lega sekarang. Kamu memilih untuk bersama walau dengan awal yang tak mengenakkan.""Ma ... kok gitu sih." sela Rara yang merasa tidak enak hati mengingat sikapnya dulu pada Evan."Sudahlah, nggak usah di pikirin lagi, dahewat kan?! Pokoknya mama sekarang senang, kamu nginap sini kan?" tanya Mama, beliau langsung berdiri menuju dapur."Aku belum bilang ke mas Evan kalau mau

  • Jangan Menolakku    Aku Hamil

    Evan merenggangkan kedekatannya dengan Rara dan berbalik membuat mereka kini saling berhadapan dengan sangat intim."Makan kamu, boleh nggak, sih?" tanya Evan sambil tersenyum, kemudian dengan sigap mencuri kecup di bibir milik istrinya."Nggak!" jawab Rara, bahkan kini membalas pagutan bibir Evan dengan lincahnya. Mata mereka saling menatap lekat satu dan yang lainnya."Sudahlah, ayo kita cari sarapan sambil jalan jalan pagi." ajak Evan yang sudah bergerak turun dari ranjang."Aku mau pecel, Mas." seru Rara dengan semangat empat lima. Ikut bergegas mengikuti apa yang Evan mau.Pagi itu kali pertama mereka berdua jalan kaki keluar rumah berdua, tangan Evan posesif menggenggam jemari istrinya, tak membiarkannya terlepas walau sesaat.Beberapa orang tetangga mereka, yang terlalui. Terpesona melihat begitu romantisnya Evan dan Rara. terlihat mulai menyapa, bahkan ada yang berani menggoda keromantisannya pada sang istri."Mbak ....!"Evan dan Rara menoleh ke arah belakang, Sudah ada Mak

DMCA.com Protection Status