Acara resepsi belum usai. Para tamu undangan masih menikmati suasana pesta. Hiburan dari beberapa penyanyi terkenal ditampilkan untuk memeriahkan acara.Marvin sudah tampak bergabung dengan rekan-rekan bisnisnya. Nathan sudah dibawa lebih dulu oleh Suster Gabby untuk ditidurkan. Sementara Regita merasa bosan sendirian.Saat melihat Leonardo, dia pun menghampiri kakaknya itu. Sejujurnya dia masih penasaran dengan perubahan interaksi antara Leonardo dan Seravina yang terjadi secara tiba-tiba. Regita bertanya tentang Seravina yang tidak lagi tampak bersama kakaknya.“Aku habis mengantarnya pulang. Dia besok ada jadwal pemotretan jadi harus beristirahat lebih awal,” jelas Leonardo membuat Regita semakin bersemangat untuk menggodanya.“Ekhem…sejak kapan kakakku menjadi sangat peduli dan perhatian pada seorang perempuan? Sudah hafal jadwal pemotretannya pula. Sepertinya aku melewatkan hal penting. Sejak kapan benci di antara kalian berubah menjadi cinta?” goda Regita sembari menyenggol pela
“Aku tidak percaya ini. Dasar kakak mesum! Aku dan Marvin yang sudah suami istri saja baru melakukannya sekali. Tapi kau?” ujar Regita benar-benar syok. Dia hanya bisa geleng-geleng kepala mengetahui ulah saudara laki-lakinya. Leonardo hanya tertawa tanpa merasa bersalah.“Tenang saja. Aku sudah menyiapkan paket honey moon untuk kalian berdua sebagai hadiah pernikahan dariku. Saat berbulan madu nanti, kalian bisa melakukannya sesering mungkin agar tidak kalah saing denganku,” ledek Leonardo.“Dasar! Menikah saja sana kalau kau sudah tidak tahan ingin terus menikmatinya,” balas Regita tak habis pikir. Tawa Leonardo semakin tak terbendung melihat tingkah sang adik yang menurutnya lucu. Obrolan mereka pun berhenti dan kembali ke acara.Seusai resepsi, Marvin dan Regita langsung menginap di hotel. Mereka tidak pulang lagi ke rumah Marvin karena sudah terlalu lelah. Ada banyak tamu yang mereka temui dan hal itu cukup menguras tenaga khususnya bagi Regita. Marvin dan Regita menempati satu k
Marvin dan Regita berlibur selama tiga hari di Bali. Mereka menikmati honey moon itu meskipun tidak melakukan seperti apa yang seharusnya diperbuat pasangan pengantin baru. Mereka hanya memanfaatkan kesempatan untuk menenangkan diri sementara waktu jauh dari keramaian ibu kota.Meski nyatanya Marvin tampak masih selalu sibuk dengan ponselnya. Entah urusan apa yang dia lakukan sebenarnya. Hal itu sempat membuat Regita merasa kesal.Terlebih saat dirinya ditinggalkan sendiri seharian penuh di penginapan. Entah ke mana dan untuk urusan apa Marvin pergi. Pria itu bahkan tampak menghindar saat Regita meminta penjelasan.“Aku ada urusan, Regita. Mengertilah,” kata Marvin saat Regita menginterogasinya setelah pulang ke penginapan.“Urusan apa yang membuatmu sampai lupa pada istrimu yang kamu tinggalkan sendirian di sini? Aku sangat bosan. Tidak tahu harus berbuat apa atau pergi ke mana. Berkali-kali aku mencoba menghubungimu tapi tidak ada respon. Pesan tidak dibaca dan panggilan tidak dijaw
“Bagaimana hadiah pernikahan yang aku kirimkan ke pestamu malam ini, Marvin? Maaf sedikit terlambat mengirimkannya. Tapi cukup menyenangkan bukan? Aku rasa momennya masih pas,” ujar Recky saat menghubungi Marvin lewat telepon.“Diam kau!” sergah Marvin yang langsung memutus panggilan secara sepihak.Marvin tidak punya waktu untuk meladeni Recky lebih lanjut. Kekacauan sedang terjadi di pestanya. Kedatangan Callista jelas mengejutkan semua orang. Bagaimana tidak? Seseorang yang sudah lama dianggap meninggal tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka.Banyak orang yang tak percaya tapi itulah kenyataannya. Callista kembali pada keluarganya. Malam itu semua orang digemparkan dengan kejadian di mana istri pertama Marvin seolah hidup kembali.Tentu ada banyak tanya yang membutuhkan jawaban dan penjelasan. Tapi semua itu adalah masalah pribadi keluarga yang tidak seharusnya menjadi konsumsi publik. Itu sebabnya Marvin segera membubarkan acara pesta agar para tamunya segera pergi.Kini hanya t
“Kau sudah gila? Kenapa kau mengatakan hal seperti itu di hadapan Regita? Kau tahu dia sedang hamil dan syok berat bisa membahayakan kandungannya,” ujar Leonardo dengan nada tinggi.Leonardo sedang berdebat dengan Marvin. Dia panik karena Regita jatuh pingsan setelah mendengar pernyataan Marvin yang masih mencintai Callista. Sekarang Regita sedang ditemani oleh Seravina di kamarnya setelah sempat diperiksa oleh dokter.“Lalu menurutmu aku harus mengatakan apa? Aku hanya mengatakan yang sejujurnya. Cobalah mengerti posisiku. Apa aku harus mengatakan bahwa aku sudah tidak mencintai Callista dan menyakiti hati istri pertamaku yang baru kembali itu? Aku juga serba salah, Leon” bantah Marvin tidak terima disalahkan begitu saja.“Ah, sialan!” umpat Leonardo merasa kesal. Dia merasa tidak berdaya untuk membantu situasi pelik yang dihadapi rumah tangga adiknya.“Apa pun yang terjadi, aku tidak mau sampai sesuatu yang buruk terjadi pada Regita. Tadi kau sudah dengar sendiri kata dokter bahwa a
“Aku akan memikirkannya sampai besok,” kata Regita meminta kesempatan berpikir.Desakan semua orang membuat perasaan Regita semakin dilanda pilu. Perkataan mereka semua seolah menunjukkan bahwa itu bukanlah rumahnya. Dia tidak punya hak apa pun di sana. Dia seperti seorang tamu yang tetap tinggal karena belas kasihan tuan rumah.Sejujurnya Regita bisa dengan mudah menerima saran Leonardo untuk pulang. Setidaknya dia merasa lebih merdeka di rumahnya sendiri. Setidaknya dia tidak merasa seperti orang ketiga yang menumpang hidup dalam rumah tangga orang lain. Harga dirinya tercabik-cabik setiap kali memikirkan hal itu.Tapi di sisi lain, dia merasa berat untuk meninggalkan Nathan. Apalagi tadi Nathan sempat mengatakan sendiri bahwa anak itu tidak ingin Regita pergi. Kasih sayangnya pada Nathan membuat Regita tertahan. Dia mengelus pelan kepala anak kecil yang sedang tertidur di sampingnya.Sebenarnya Regita masih punya tempat pulang untuk melarikan diri dari kemungkinan sakit hati. Berba
Hari itu adalah hari yang menentukan. Leonardo dan Seravina juga sudah datang ke rumah Marvin untuk mendengar keputusan Regita. Mereka siap membawa Regita pulang jika perempuan itu menginginkan.Marvin dan Callista juga berada di sana. Ruang tamu rumah Marvin seperti ruang persidangan. Regita pun sudah menyiapkan sebuah jawaban yang dia pikirkan matang-matang. Dia berharap dia tidak salah mengambil keputusan.“Jadi apa keputusanmu, Regita?” tanya Marvin.Sebenarnya Regita kesal pada Marvin. Sejak kemarin pria itu tidak memberikan penjelasan atau pun meminta maaf atas kejadian tidak mengenakkan itu. Sekalipun bukan kesalahan mereka, setidaknya Marvin bisa melakukannya untuk menghibur hati Regita. Tapi pria itu seolah tidak menahan Regita untuk tetap tinggal di sana. Dia memberikan kebebasan penuh pada Regita.“Seravina akan membantumu berkemas jika kau ingin pulang,” ujar Leonardo menawarkan. Sorot mata pria itu berharap Regita akan ikut dengannya. Dia tidak tega membiarkan sang adik h
“Sebelumnya ini adalah kamarku dengan Marvin. Tapi sekarang aku merelakannya untuk kau tempati. Aku tidak masalah mengalah dan menyerahkan kamar ini. Hanya saja kau harus tahu bahwa aku sudah pernah menempatinya lebih dulu sebelum dirimu.”Perkataan Callista membuat Regita merasa kesal. Seolah Callista ingin mengatakan bahwa Regita menempati bekas kamarnya. Meski begitu Regita tetap berusaha menahan diri. Hal yang terpenting baginya sekarang adalah Callista tidak mendengar ucapannya tadi dan tidak mencurigainya. Callista bersikap seolah dia lebih berkuasa atas rumah itu. Terasa menggelikan bagi Regita. Regita tidak pernah suka direndahkan. Dia tidak akan tenang jika tidak memberikan balasan.“Callista, seperti kamu terlalu menghayati kenangan masa lalu. Aku sarankan lebih baik kau membuka mata terhadap kenyataan. Siapa yang hidup terlalu lama dalam masa lalu tidak akan bisa maju. Kenyataannya di masa sekarang, aku lah yang menempati kamar ini. Tapi kamu tidak perlu khawatir, waktu a