Aku menangis meraung didalam kamar. Segala sesal mengungkum hidupku. Bayang-bayang wajah sedih mami dan papi serasa merasuk hingga ke nadiku.
Aku menyesal telah melakukan semua ini. Aku menyesal.
Bisa dipastikan aku akan putus sekolah, lalu bagaimana dengan semua cita-citaku, bagaimana dengan impianku yang ingin menjadi Desainer terkenal, bagaimana caranya aku membahagiakan dan membanggakan mami dan papi? Aku pasti telah melukai hati mereka, mereka pasti membenciku, mereka pasti tak mau memaafkan dan menerimaku lagi.
Cklek.
"Persiapkan dirimu, setelah ini kita ke Rumah Sakit." Kata Papi menginterupsi kegiatan menangisku
Aku menegang mendengar kata Rumah Sakit. Apa mereka juga ingin menggugurkan kehidupan yang ada di dalam perutku ini, atau mereka akan memeriksakan ku dan mempertahankan janin ini, tapi aku malu, aku masih sangat terlihat seperti anak dibawah umur
"Apa papi akan menggugurkannya" tanyaku hati-hati masih dengan isak tangis memilukan
"Persiapkan saja dirimu" papi menutup pintu kamrku, meninggakkanku yang bertanya-tanya dalam kesunyian
**
Saat aku, Papi dan Mami akan masuk ke mobil, untuk berangkat ke Rumah sakit, disaat itu juga mobil Honda Brio, yang ku ketahui adalah milik Om Aryo memasuki pekarangan rumah ku yang membuat kami berita urung memasuki mobil.
"Assalamualaikum" sapa Om Aryo saat setelah keluar dari mobil, diikuti Tante lulu yang menggendong Willma dan terahir Miftah yang keluar dengan kepala menunduk dalam.
"Waalaikumsalam" jawab Papi dan Mami, aku hanya diam menjawab dalam hati.
Ku lihat Om Aryo mendekati Papi dan ngobrol sedikit menjauh, lalu aku juga melihat Mami dan Tante Lulu bersalaman, berpelukan serta menangis bersama. Hanya Miftah dan aku yang tetep berdiri diam ditempat.
Lama menunggu, papi, mami, Om Aryo dan Tante Lulu mengobrol, aku tetap diam. Lalu Ku lihat Miftah mulai menatapku dengan sorot mata sayu, sama sepertiku.Miftah mulai melangkah menghampiriku yang masih berdiri kaku di depan pintu mobil bagian penumpang belakang.Dia menggenggam tangan kananku dengan erat seraya berkata "Semua akan baik-baik saja"
Aku tak menjawab, tak ada respon yang berarti yang ku berikan.
"Ayo kita berangkat sekarang" kata Papi
Aku melepas genggaman tangan Miftah, dan masuk ke mobil.
**
09.30 RUMAH SAKIT HASAN SADIKA BANDUNG"kehamilan yang terjadi di usia muda memang dapat beresiko baik terhadap sang calon ibu, maupun terhadap bayi itu sendiri. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkat kejadiannya pada ibu usia muda adalah Perdarahan pada calon Ibu, yang dapat beresiko pada kematian."
"Untuk bayinya, sangat beresiko lahir prematur, berat badan rendah, cacat bawaan hingga kematian pada bayi" lanjutnya, dr. Era Setyani, M. Led. Sp. OG
"Lalu harus bagaimana langkah yang harus kami ambil dok? Kami tak ingin Rinda sampai kenapa-napa" mami bertanya dengan linangan air mata, menatap sendu dokter cantik berhijab biru dongker itu
"Tapi kami juga tak ingin jika janin itu di digugurkan dok" timpal Om Aryo menatap tajam papi dan mami
Mendadak ruangan dr. Era serasa panas dengan adanya situasi tegang seperti ini.
"Karena saya lihat kandungan Rinda masih sangat muda yaitu baru menginjak di minggu kedua, dengan kondisi kesehatan Rinda yan stabil saya bisa saja berusaha mempertahankan kehamilannya. Dengan catatan Rinda harus banyak-banyak istirahat, makan-makanan bergizi, dan yang paling penting jaga emosinya, jangan sampai Rinda stres, karena usianya yang baru menginjak 13 tahun sangat-sangat rentan akan terjadinya stres karena penolakan akan kehamilannya." Kata dr. Era
"Jadi kami masih bisa mempertahankan janinnya?" Tanya Tante Lulu lagi memastikan
"Insyaallah bisa. Atau kalau misal ingin digugurkan harus secepatnya, sebelum usia kandungan menginjak 8 minggu. Karena resiko selamat untuk ibu akan sangat-sangat kecil" kata dr. Era dengan senyum menenangkan.
**
Sepulangnya dari Rumah sakit, aku, mami dan papi pulang kerumah diikuti oleh keluarga Miftah.
Terjadi keheningan didalam mobil, tak ada yang membuka suara barang sepatah kata pun. Hingga akhirnya sampailah kami dirumah.**
"Kita harus segera menikahkan Rinda dengan Miftah, Ndra .. sebelum perut Arinda membesar." Ujar Om Aryo kepada papi
"Mana bisa seperti itu Ar, dalam Islam mana boleh menikah disaat wanitanya sedang hamil. Itu sama saja tidak SAH, kita harus tunggu anakku melahirkan dan selesai masa Idah."
"Berdasarkan beberapa dasar hukum islam, hukum menikah saat hamil dianggap sah dan wanita yang melakukan zina baik dalam keadaan hamil maupun tidak, bisa menikah dengan pria yang menzinainya. Harusnya kamu lebih paham akan hal itu daripada aku Ndra" ujar Om Aryo dengan menaikkan volume suaranya.
Aku mendengar suara yang cukup keras dari Om Aryo yang sedang berdebat dengan papi. Sungguh, aku sedih pipiku dibentak seperti itu. Tapi aku juga tak bisa menyalahkan om Aryo atas keinginannya menikahkan ku dengan Miftah.
Jika aku menikah dengan Miftah, berarti aku harus putus sekolah, dan aku harus membesarkan kehamilan ku, lalu melahirkan dan merawat bayiku. Aku belum sanggup untuk melakukan itu semua. Aku masih ingin main dengan teman-temanku, aku masih ingin sekolah, ingin merasakan kuliah dan aku ingin mengapai cita-citaku sebagai desainer terkenal.
"Mana ada seperti itu! Hukum dalam islam sangat jelas keharamannya untuk menikah. Dalam Alquran disebutkan, harus menunggu masa iddahnya selsai. Ulama-ulama saja sudah sepakat, kalau menikahkan saat sedang hamil atau masih dalam iddahnya, itu perkara bathil dan tidak sah. Harus sabar menunggu sampai iddahnya benar-benar selesai."
"Lalu bagaimana nanti status dari bayi yang akan dilahirkan Arinda kalau kita tak segera menikahkan dia Ndra?! Kamu jangan gila! Dia bisa disebut anak haram! Aku tak mau cucuku, sampai di cap seperti itu." Kata Om Aryo
"Heh? Tak mau di cap sebagai anak haram katamu?! Kan ya memang begitu adanya Ar. Anak yang akan dilahirkan dia memang anak haram" Kata papi tersenyum meremehkan
"Anak zina pada asalnya dinasabkan kepada ibunya sebagaimana nasib anak mulâ'anah yang dinasabkan kepada ibunya, bukan ke bapaknya!" Desis papi
Om Aryo diam termenung mendengar ucapan papi, dia lalu memandngku dengan sorot mata sedih. Tante Lulu, Mami dan Miftah pun juga demikian.
Aku menatap papi tak percaya atas ucapannya barusan, sakit sekali hatiku saat papi bilang anak ini adalah anak haram."Mereka bisa melakukan taubat Nasuha. Dan Setelah tobat, barulah wanita yang hamil karena perzinaan bisa dinikahkan dengan laki-laki yang telah menghamilinya. Hal itu juga disahkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 Ayat (1). Dalam Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam juga disebutkan, seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya" bela Om Aryo
"Perkawinan dengan wanita hamil tersebut dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perkawinan saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Mayoritas ulama dari Imam Syafi'i dan Abu Hanifah berpendapat, tidak ada iddah bagi wanita yang hamil di luar nikah untuk melangsungkan pernikahan. Artinya, wanita yang hamil di luar nikah dapat dinikahkan sesegeranya tanpa harus menunggu kelahiran anaknya" jelasnya lagi meyakinkan
"Terserah apa katamu Ar. Yang jelas aku tak mau menikahkan anakku, Arinda Mutiara dengan anakmu jika Arinda masih dalam keadaan hamil. Aku tak mau lebih banyak menaggung dosanya. Kita jelas-jelas tau hukum-hukum Islam yang ada. Kita sama-sama lulusan pondok yang sama Ar, kalau kamu lupa"
"Aiisshh kau ini Ndra, keras kepala sekali. Kasian Arinda yang harus menaggung beban sendiri, bisa-bisa dia depresi menghadpi ini, dan itu berpengaruh dengan janin yang dia kandung. Belum lagi, pendampingan dan kehadiran sosok seorang suami sangatlah penting. Wanita hamil sangat butuh pendampingan semasa hamil hingga melahirkan." Lagi-lagi Om Aryo berusaha menyakinkan papi agar papi mau mengubah keputusannya.
"Aku bapaknya! Aku tak akan pernah membiarkan Arinda menanggung ini semua sendiri. Biarkan hubungan mereka seperti ini dulu. Aku ijinkan anakmu untuk bertemu Arinda kapan pun yang dia mau, juga sebaliknya. Anakmu, boleh menginap disini. Begitupun juga anakku, akan ku ijinkan dia jika dia ingin menginap ditempatmu, tapi dengan catatan tak ada hubungan suami istri sebelum mereka sah dimata agama." kata papi, setelah itu papi mengalihkan pandangannya ke Miftah yang sedari tadi hanya diam memperhatika perdebatan itu.
"Yang penting anakmu harus tanggung jawab! Jaga dan pastikan, anakmu itu tak akan ada hubungan dengan gadis lain dalam bentuk apa pun! Dan kau sebagai bapaknya harus pastikan, bahwa penisnya tak akan menebar benih kemana-mana lagi setelah ini." Kata papi, yang menatap tajam Miftah.
"Aku pastikan itu. Jika sampai anakku ini, Miftah Ayoda Marwa melakukan itu, aku sendiri, bapaknya, yang akan memotong habis penisnya sampai habis."
**
Tiga hari setelah kejadian itu aku bisa lagi merasakan sekolah, aku masih bisa sekolah sampai kehamilanku terlihat. Belum ada yang tau jika aku hamil, hanya keluargaku dan keluarga Miftah yang tau, juga Rio. Dan Rio pun sudah di datangi oleh bapaknya Miftah untuk tutup mulut akan kehamilanku.Setiap hari aku dan Miftah diantar jemput oleh supir pribadi kelurga Miftah yang ditugaskan khusus untuk mengantar kami kemanapun kami pergi.
Hubunganku dan Miftah pun baik-baik saja, dia semakin posessive dengan keadaanku.
Aku merasa begitu disayangi.Mami sudah mulai mau mengajakku bicara, walau tak sehangat sebelumnya, papi dan Bang Andi pun juga begitu. Hanya bang Hendi yang masih bersikap dingin kepadaku, mnganggapku tak ada. Jujur aku sedih, karena Bang Hendi adalah sosok kakak yang begutu penyayang, walaupun dia orang yang cuek, tapi sebemarnya dia begitu perhatian dalam kediamannya.**Hari ini hari Senin, pagi harinya seperti pagi biasanya, aku selalu memuntahkan cairan bening dan pahit itu. Tak bisa makan, karena setiap aku mencoba memasukkan makan ke mulutku pasti makanan itu langsung ku muntahkan, rasa mual yang ku rasa sungguh-sungguh menyiksa. Aku jadi membayangkan bagaimana dulu mami saat hamil kakak-kakakku dan juga hamil aku.Sungguh mami adalah wanita terhenat yang aku punya.Kata dokter Era itu wajar terjadi dalam kehamilan awal, namanya Morning sickness, keadaan itu biasanya terkadi sampai di bulan ketiga kehamilan. Dan aku harus kuat dalam kondisi ini.
*Note:
-iddah : masa menunggu bagi perempuan
-mulâ'anah : anak zina-Morning sickness : kondisi mual dan muntah yang dialami oleh beberapa wanita hamil pada trimester awal kehamilan.Hari ini aku melihat gadis ku berdiri gelisah di barisannya. Aahh.. Bukan gadis lagi, tapi wanitaku. Wanita yang sekarang sedang mengandung anak ku. Wajah yang setiap harinya selalu berseri dan ceria nampak begitu pucat dan berkeringat. Sesekli dia mengelap keringat di dahinya dengan punggung telapak tangannya. Aku pikir karena terpapar sinar mentari pagi yang membuatnya seperti itu, tapiii... Bruuukk ... "Aaaaa...."Pekikan kaget dari beberapa orang yang berada di dekatnya mengalihkan perhatian semua peserta upacara yang sedang berlangsung. "Rinda ..." Gumam ku Aku berlari menghampirinya yang sedang diangkat oleh Ridhova Akbar, anak kelas VIII, anggota osis yang aku tau dia adalah mantannya. Darah serasa mendidih ketika dia melewatiku dengan menggendong Rinda, diikuti guru bk dan petugas uks dibelakangnga.Tanpa pikir panjang aku langsung mengikutinya untuk me
Menit berganti jam, jam berganti hari dan hari berganti bulan. Usia kandungan ku sekarang sudah memasuki usia 3 bulan. Belum ada banyak perubahan dalam bentuk tubuh ku. Mungkin hanya lebih terlihat berisi terutama pada payudara ku.Hubungan ku dengan Miftah pun belum ada titik terang, masih menggantung karena keegoisan papi. Jangankan untuk tinggal bersama, keinginan untuk menikah dengan Miftah pun masih ditentang keras oleh papi.Terkadang aku mulai lelah untuk semua ini, sikap Miftah pun sekarang menjadi berubah. Dia lebih terkesan cuek terhadap ku. Mungkin Miftah lelah untuk memperjuangkan ku. Entah lah ..."Woyy.. Ngelamun aja kamuu.. Ke kantin yukk" ajak Mira, teman sekelas ku"Males ah, Mir" jawab ku, aku menenggelamkan kepalaku dilipatan tangan"Males muluk kalau diajakin ke kantin. Tapi badan perasaan makin melar" sindirnyaIni bukan pertama kalinya ada yang bilang badanku makin gendut, jadi lebih terlihat cuek dan diam untuk menghin
Dua jam kemudian!Pukul 14.15..Arinda baru saja sampai ke rumah setelah diantar pulang oleh Miftah. Tadi mereka hanya ngobrol dan bermesraan di kost milik Anggun.Arinda jadi berfikir, kenapa uang tabungannya tidak untuk menyewa kamar kost saja seperti Anggun. Toh juga cuma untuk nongkrong, untuk kumpul, untuk bersantai jika penat dirumah, atau bahkan bisa untuk berduaan sama Miftah. Sama seperti Anggun, kostnya itu hanya untuk hal-hal seperti itu. Apa lagi tempat itu sangat berguna jika Anggun di kunciin oleh orang tuanya kalau pulang terlalu malam. Sepertinya menarik, pikir Arinda."Assalamualaikum" sapa Arinda saat membuka pintu utama rumahnya."Waalaikumsalam" jawab Mami tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisiAda rasa sesak tersendiri merasakan sikap mami terhadapnya. Mami yang selalu menyambut dengan ceria sekarang berubah menjadi dingin dan terkesan tidak perduli.Arinda tersenyum getir saat maminya menolak uluran tan
"Arinda sudah tidak mengandung anak dari putra ku! Tidak terlalu harus di perjelas dalam status mereka! Setelah Arinda lulus SMA, mereka baru nikah secara resmi." Kata Aryo "Apa kalau gila?! HAH?! Kau tau pasti, jika nikah siri itu yang pasti di rugi kan adalah pihak perempuan! Apa kau mau menghancurkan anak ku lebih hancur lagi?!" Kata Indra berang, tak terima atas keinginan Aryo "Apa kabar nasip calon cucu ku yang dibiarkan luruh begitu saja?" Kata Aryo dengan alis terangkat setengah "Itu bukan keinginan ku! Salah kan juga anak mu yang membiarkan anak ku meminum obat itu! Salah kan juga anak mu yang malah mendukung aksi bodoh Arinda!" Desis Indra tajam "ITU SALAH MU! Arinda tertekan tinggal di rumah mu ini! Kau tak mengijinkan Arinda tinggal bersama ku, kau pula yang dulu menentang untuk menikah kan secara resmi, dan kau malah mengancam tidak mau menikah kan mereka!" Bentak Aryo "Kau kan tau, nikah dibawah umur itu syaratnya ribet! Har
"Ya kan kita sudah menikah, kalau kamu hamil tidak akan ada lagi yang namanya anak haram di antara kita berdua" kata Miftah.Arinda terdiam mendengar ucapaan Miftah. Anak haram? Ingatan akan dirinya yang hamil lalu di kucilkan oleh keluarganya sendiri, melakukan cara nekat mengugurkan kandungannya hanya untuk bisa segera menikah dengan Miftah yang berakhir dengan dirinya masuk rumah sakit dan hampir saja kehilangan nyawanya."Maaf Mif, aku ga bisa." Kata Arinda melepas tangan Miftah dan menjauhkan tubuhnya.Miftah meremas rambutnya sendiri. Kenapa disaat hubungan mereka sudah jelas, malah Arinda bersikap jual mahal seperti itu."Kita sudah halal Rin! Aku mau minta hak ku! Aku sedang ingin!" kata Miftah yang sedikit menaikkan volume suaranya."Tolong pahami aku Mif" kata Arinda memohonEntah apa yang di rasakan Miftah saat ini, hasratnya begitu besar untuk melakukan hubungan itu. Bagian bawah tubuhnya sudah begitu keras dan menegang. Mi
"Ya kan kita sudah menikah, kalau kamu hamil tidak akan ada lagi yang namanya anak haram di antara kita berdua" kata Miftah. Arinda terdiam mendengar ucapaan Miftah. Anak haram? Ingatan akan dirinya yang hamil lalu di kucilkan oleh keluarganya sendiri, melakukan cara nekat mengugurkan kandungannya hanya untuk bisa segera menikah dengan Miftah yang berakhir dengan dirinya masuk rumah sakit dan hampir saja kehilangan nyawanya. "Maaf Mif, aku ga bisa." Kata Arinda melepas tangan Miftah dan menjauhkan tubuhnya. Miftah meremas rambutnya sendiri. Kenapa disaat hubungan mereka sudah jelas, malah Arinda bersikap jual mahal seperti itu. "Kita sudah halal Rin! Aku mau minta hak ku! Aku sedang ingin!" kata Miftah yang sedikit menaikkan volume suaranya. "Tolong pahami aku Mif" kata Arinda memohon Entah apa yang di rasakan Miftah saat ini, hasratnya begitu besar untuk melakukan hubungan itu. Bagian bawah tubuhnya sudah begitu keras dan menegang
CacaEntah permainan apa yang di lakukan oleh Miftah dan Caca di sebuah kamar mandi yang berada di dalam club tersebut. Yang jelas Miftah keluar dari bilik kamar mandi dengan sibuk menaik kan resleting celana jensnya serta memakai kembali sabuknya dan Caca yang sibuk dengan merapikan rok mini yang dia kenakan, serta rambut panjangnya yang berantakan."Permainan mu enak" bisik Caca dengan meninggal kan kecupan singkat di bibir Miftah.Miftah hanya diam, tidak menanggapi omongan Caca, yang ada dipikirannya hanya lah jangan sampai Arinda apa lagi orang tuanya tau. Bisa habis dia.Miftah mengedarkan pandangannya, mencari sosok Rio yang tidak terlihat lagi di kursi bar yang tadi di dudukinya.Masih sibuk mencari sahabatnya itu, Miftah di kejutkan dengan tepukan di pundaknya."Bengong kamu! Keenakan nih pasti" goda Rio yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.Miftah menoleh dan mengusap dadanya, kaget. Dia melihat Rio yang merangkul bahu pe
Setelah kejadiam itu, Miftah sama sekali tidak tidur. Dia memilih berdiam diri di balkon kamarnya, menatap kosong ke depan."Kau mau sekolah tidak? Kalau tidak, aku akan meminta bang Andi untuk menjemput ku?" Tanya Arinda yang berdiri di depan pintu balkon.Miftah, tersentak dengan suara istrinya itu.Istri? Masih boleh kah Miftah memanggilnya istri ketika di hari pertama mereka menikah, dia malah bercinta dengan seorang jalang diluar sana?"Aku sekolah kok. Tunggu, biar aku mandi dulu." Jawab MiftahArinda mengangguk dan melenggang masuk untuk berganti seragam.Hari ini adalah hari Rabu. Hari pertama Arinda masuk sekolah lagi setelah 3 minggu lamanya Arinda ijin sakit. Orang tuanya mengabarkan ke pihak sekolah kalau Arinda mengalami kecelakaan dan harus mendapatkan perawatan intensif. Jadi pihak sekolah tidak di perkenankan untuk menjenguk.Indra hanya memberikan foto-foto perkembangan kesehatan Arinda saat dirinya
Pov Lulu (ibunya Miftah) Perlahan aku membuka mata ini, melihat sekeliling ruangan bercat kan putih bersih. Tak ada seorang pun menemani. Aku terbaring dengan selang infus yang menancap di punggung tangan kiriku. Ini, ini bukan mimpi. Ini nyata. Apa yang ku lihat tadi benar adanya. Anakku Miftah, yang dikroyok oleh kedua kakak dari Arinda, menantuku sendiri. Lalu, menantuku juga yang memukul kepala Miftah menggunakan vas bunga. Bapak, bapak juga tak sadarkan diri karena syhok melihat putra semata wayangnya babak belur, bersimbah darah, tanpa ada yang berniat untuk menolongnya. Perlahan, aku mendudukka tubuh. Menikmati rasa pusing juga nyeri di dada. Pikiranku sekarang tertuju kepada Willma. Bagaimana keadaannya, apa dia terluka karena aku jatuh pingsan t
Pov Lulu (Ibunya Miftah)Saat memasuki ruang rawat Miftah, dia sedang disuapin oleh seorang suster. Kulihat tibuhnya benar-benar lemah."Bu... " Panggilnya.Aku tersenyum samar, sambil mm berjalan menghampirinya."Bagaimana keadaan kamu? " Tanyaku."Miftah udah nggak apa-apa kok. Bu, Arinda mana? Kok dia nggak ada nunggu aku? " Tanyanya.YA Tuhan, Miftah... Setelah apa yang sudah kamu lakukan pada Arinda, kamu masih berharap dia perduli padamu? Jangankan Arinda, Mif, ibu saja rasanya sudah hampir menyerah menjadi orang tuamu. Sayangnya kata-kata itu, hanya bisa aku teriakkan di dalam hati. Aku tak tega mengatakannya langsung. Bagaimanapun juga, dia adalah darah daging ku."Lupakan Arinda, Mif. Kamu sudah terlalu dalam menyakitinya. "Terlihat sorot mata Miftah memandangk
Pov Lulu (ibunya Miftah) Perlahan aku membuka mata ini, melihat sekeliling ruangan bercat kan putih bersih. Tak ada seorang pun menemani. Aku terbaring dengan selang infus yang menancap di punggung tangan kiriku. Ini, ini bukan mimpi. Ini nyata. Apa yang ku lihat tadi benar adanya. Anakku Miftah, yang dikroyok oleh kedua kakak dari Arinda, menantuku sendiri. Lalu, menantuku juga yang memukul kepala Miftah menggunakan vas bunga. Bapak, bapak juga tak sadarkan diri karena syhok melihat putra semata wayangnya babak belur, bersimbah darah, tanpa ada yang berniat untuk menolongnya. Perlahan, aku mendudukka tubuh. Menikmati rasa pusing juga nyeri di dada. Pikiranku sekarang tertuju kepada Willma. Bagaimana keadaannya, apa dia terluka karena aku jatuh pingsan t
"Bagaimana?" tanya Aryo.Diam-diam Miftah menyunggingkan senyum kemenangan. Dia bersyukur bahwa Bapaknya masih mau membelanya, karena Miftah tau, kalau bapaknya, sangat menyayanginya."Arinda tidak apa-apa, Pih, kalau pun Arinda harus jadi janda." Kata Arinda dengan nada yang begitu tenang tapi terdengar tegas."Kamu gak bisa gitu dong, Rin! Nanti kalau kamu hamil lagi, gimana? Selama ini kan kita selalu melakukan itu, tanpa alat pengaman!" Bentak Miftah. Dia tidak Terima dengan pernyataan Arinda yang bersedia menjadi janda."Gak menutup kemungkinan kamau kamu bisa hamil lagi anak aku!" Lanjut Miftah."Yang sopan, lo, kalau ngomong! " Teriak Andi menunjuk muka Miftah."Aku yang akan hamil. Berarti jikalau dia hadir kembali, dia adalah milikku!" Desis Arinda dengan aorot mata yang menajam."ITU BENIHKU! AKU BAPAKNYA!" bentak Miftah dengan nada tinggi. Dia t
Update ulang!!Baca lagi!!Lebih panjang!!Jangan lupa kasih vote!Jangan lupa koment!Seminggu telah berlalu sejak kejadian Arinda yang mengamuk histeris di ruang makan itu dan semua yang di ceritakan kakaknya itu pun tak ada yang bisa membuktikannya.Arinda sudah berulang kali mendesak Andi dan Hendi, juga Papi dan Maminya, tapi semua nihil. Tak ada yang mau membuktikan semua ucapan Andi itu.Seminggu ini pun sikap Miftah begitu lembut dengannya, hampir setiap ada kesempatan selalu di manfaatkan Miftah untuk meminta hak nya. Diam-diam, Maura memberikan Pil KB kepada Arinda, agar tak mengulangi kesalahan dimasa lalu.Maura tak ingin anaknya kembali hamil untuk waktu dekat ini, ia tak ingin masa depan anaknya hancur karena hamil diusianya yang masih begitu muda. Untunglah Arinda dan Miftah pun tak ada yang curiga dengan P
pdate ulang!Baca lagi!Jangan lupa vote!Jangan lupa koment!"Brengsek!" Umpat Miftah dan kembali melayangkan tinju ke wajah Dova dengan membabi buta.Teriakan histeris dari murid-murid perempuan menghiasi kelas VII A tersebut. Beberapa murid laki-laki mencoba melerai pertiaian mereka. Dova yang sudah kehabisan kesabaran pun ikut menghajar Miftah, tapi sayang, Miftah yang tengah kesetanan tetap memimpim adu jotos yang mereka lakukan.Arinda panik dan begitu merasa ketakutan. Ditambah, kepalanya berdenyut nyeri, seakan kepalanya itu mengeluarkan asap dan siap akan meledak."Miftah, Jangan!""Miftah, ampun!" Jerit Arinda tiba-tiba.Seketika, Miftah menghentikan aksi brutalnya dan menoleh ke belakang. Melihat tepat dimana Arinda berdiri dengan memegangi kepalanya. Arinda menangis tergugu dan berulang kali meneriakkan kata ampun dan menyebut-nyebut nama Miftah. Miftah dengan cepat memegan
FgdKondisi psikis Arinda saat ini membuat Indra harus berpikir keras. Indra, tidak mau mengambil resiko yang malah akan membuat kejiwaan Arinda semakin terguncang. Langkah aman yang dia ambil saat ini adalah bersikap lunak untuk tetap menjaga kewarasan putri kecilnya.Ternyata keputusannya menikahkan Arinda dengan Miftah adalah keputusan yang salah. Apa lagi membiarkan putrinya keluar dari jangkauan pengawasan itu adalah kesalahan yang paling fatal.Maka dari itu, sikap Indra menjadi terkesan lebih mudah memaafkan ketimbang mengikuti keinginan istrinya yang ingin memperkarakan kasus kemarin.--Flasback on!Malam itu juga, kedua keluarga itu membawa Arinda ke Rs. Hasan Sadikin Bandung. Mereka meminta tolong kepada Dokter Era, untuk menembuskan mereka ke psikolog atau psikiater yang terbaik dan bisa ditemuinya malam itu juga."Arinda mengalami 'Amnesia Lakunar' " Beritahu dokter Syifa"Pengidap
Miftah sedang berada di perjalanan menggunakan Grab, untuk menuju ke rumah sahabatnya, Rio. Walau pun Bapaknya, tak lagi mengijinkan dirinya untuk berteman dengan Rio, Miftah tetap saja membangkang. Hanya Rio lah satu-satunya teman yang bisa Miftah andalkan. Rio, mau menemaninya disaat Miftah benar-benar butuh seorang teman. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, Miftah begitu mencemaskan Arinda, istrinya. Bagaimana mungkin dirinya bisa lepas kontrol tadi siang kepada istrinya itu. Dia benar-benar memperlakukan Arinda dengan kejam. Menyetubuhinya dengan paksa, lewat lubang... "Aggrhh.. Bodohh!" Umpatnya pelan. Kalau saja tadi disekolah Miftah tidak ikut-ikutan mencoba minum pil, apa tadi yang membuat tubuhnya serasa melayang ringan, pasti semua tak akan seperti ini.Kilas balik permainan dengan Caca, gadis club yang di temuinya kemarin memutar di otaknya yang membuat sesuatu di bawah sana bangun dan men
"Maaf, Ibu, siapa?! Kenapa masuk ruangan saya tanpa permisi?!" Tanya Dokter Ratna"SAYA MAMI DARI PASIEN YANG MENAGIS DAN BERTERIAK HISTERIS DI RUANG IGD TADI, DOKTER!! APA ANAK SAYA AKAN GILA?!" bentak Maura.Dokter Ratna diam dan mengalihkan pandangannya ke Lulu."Saya mertuanya" kata Lulu di sela tangisnya"Gadissekecil tadi sudah menikah?!" Tanya dokter Ratna, kaget"Mari, duduk dulu. Akan saya jelaskan kondisi anak, ibu" ajak dokter pada Maura yang masih berdiri menatap tajam Lulu dan dokter tersebutLulu berjalan menghampiri Maura, yang masih diam di tempatnya berdiri. Menatapnya sendu dan penuh penyesalah dari sorot matanya."Maafin saya, Teh. Saya yang gagal mendidik anak. Maafin saya" lirih Lulu yang tiba-tiba bersimpuh di kaki Maura"Saya yang gagal mendidik anak. Saya yang gagal hingga kelakuan anak saya sudah semacam bina