"Kamu masih menemui janda mandul yang satu itu, Noah?" tanya Elisabeth dengan nada meremehkan, yang mana langsung membuat gatal dan panas telinga sang putra. "Ck! Kenapa kamu bisa sesuka itu sama perempuan itu sih? Apa yang menarik dari janda yang satu itu? Bukannya kamu pasti bertemu dengan perempuan lain yang masih gadis dan tentunya lebih cantik dari dia ya?"Noah mengembuskan napas kasar. Paling tak suka dengan situasi semacam ini. "Mau ada perempuan yang lebih cantik dari Tara, atau lebih kaya, masalahnya hatiku jatuh ke Tara, Mah. Gimana dong?"Elisabeth mendelik tak suka. "Masa depan macam apa yang kamu harapkan dari janda mandul seperti dia, hah?!""Masa depan?" Noah berdecak kesal. "Aku nggak bisa menengok masa depan, tapi aku tau kalau cintaku yang sesungguhnya cuma buat Tara, Mah.""Kamu mau kurang ajar sama Madre kamu, Noah?!" Sahut Federick dengan nada lantang. "Kamu mau melawan orang tua kamu sendiri demi perempuan yang masa depannya nggak jelas itu?""Bukan melawan, Pah
Beberapa menit lalu, Tara masih bercakap dengan Rosalie di sofa tunggu lantai teratas Hacer. Namun tak lama setelahnya, dia mendapatkan panggilan masuk dari sang mantan suami dengan nada mengancam yang membuat Tara terpaksa menemui pria itu di depan Hacer. Berjaga-jaga, Rosalie menemani Tara turun, namun mengamati dari kejauhan. Mulanya tidak ada yang aneh, tetapi secara mendadak Seno memperlihatkan layar ponselnya yang sedang menyuguhkan sebuah foto di mana dirinya keluar dari mobil Noah. Bukan itu saja, terdapat judul di atasnya berupa; kencan berlanjut antara Noah Alejandro dan staf, menguak betapa besar kebohongan yang diperbuat oleh pihak agensi.Tara membeku, merasakan terdapat sesuatu yang tidak beres mulai menyergap lehernya dari belakang. Ini tidak benar! Dia merasa harus segera melarikan diri jika tak mau termakan jebakan Seno yang satu ini.Tetapi tanpa aba-aba, muncul beberapa wartawan secara serentak seakan-akan mereka telah bersiap di suatu tempat. Dalam sekejap, pengli
Iya—Tara tidak sedang bermimpi atau bahkan salah dengar. Elisabeth menyambutnya penuh kehangatan, yang mana nyaris membuat Tara pingsan di tempat jika dia tak mencubit dirinya sendiri secara diam-diam. Semua kenyataan yang mengitari hidupnya kali ini bagaikan sebuah permasalahan pelik pada negeri dongeng yang bisa diselesaikan hanya dalam beberapa menit.Entah gerangan macam apa yang merasuki diri Federick dan Elisabeth. Tiba-tiba saja keduanya bersikap ramah dan mengakui Tara sebagai calon menantu mereka. Bukan hanya di depan Tara saja, tetapi di depan awak media yang membabi buta saat berada di Hacer siang tadi."Apa yang Anda lakukan terhadap calon menantu saya?!" Seruan kelewat menggelengar yang berasal dari Federick kala itu menghentakkan Tara hingga dia tak mampu berpijak dengan benar. Bahkan pada detik itu, Tara meragukan seluruh indra yang dimiliki. Namun segalanya berubah saat Elisabeth menariknya penuh kelembutan, membawanya masuk ke lobi sementara Federick berurusan dengan
Bukan tanpa alasan Federick dan Elisabeth bersantai-santai mendatangi Tara setelah semua kerusuhan yang terjadi siang tadi. Setelah mengusir para wartawan dan mengamankan Seno ke dalam Hacer seraya memanggil polisi, keduanya telah memerintahkan orang-orang kepercayaan mereka untuk menyelidiki segalanya tentang Seno. Mulai dari bagaimana pria itu bisa sepercaya diri dengan menyeret Tara ke tengah panggung sandiwara, sampai pada kemunculan segerombolan wartawan yang secara mendadak dan serentak.Kabarnya, Seno telah bertemu dengan seseorang yang mendalangi artikel kencan Noah dan Tara. Di ruangan Heru, Seno menjalani serentetan interograsi kecil-kecilan sebelum dibiarkan pulang dalam pengawasan ketat. Selagi Tara dibiarkan beristirahat ditemani oleh Cell di ruang kesehatan, yang lain berusaha menggali informasi dari Seno.Kali ini, Federick menyampaikan hasil penyelidikan mereka terhadap perlakuan nekat Seno. Tara menyimak, setengah tak percaya bagaimana bisa Seno bertemu dengan orang y
"Ibu nggak mengira, ternyata Tara memang calon menantu di keluarga itu, Seno." Kata Sari sembari memijit pelipisnya yang sedari tadi berdenyut nyeri. "Tau begini, seharusnya kamu nggak perlu menuruti perintah orang itu."Sejak pulang dari kekacauan yang diperbuatnya hari ini, pria itu mondar-mandir bagaikan setrika panas yang ingin sekali menggilas apa saja. Dia tak menyangka bahwa perbuatannya yang telah direncanakan itu gagal total. Justru, dia malah pulang disertai pengawasan ketat yang menyesakkan."Sialan! Orang itu maunya aku yang repot, Bu! Dia enak-enakan kerja di balik layar!" Seno mengepalkan tangan kanannya, ingin sekali memukul sesuatu.Juwita, yang baru saja melihat video di internet mengenai aksi Seno siang tadi, langsung dirundung kesal. Dia sendiri tidak senang dengan kenyataan baru yang menimpa hidup Tara. Ingin sekali Juwita menggantikan posisi Tara, menikahi Noah yang tampan dan banyak uang itu.Melirik suaminya yang sekarang ini, malah menurunkan semangat Juwita sa
Noah seperti lupa bagaimana caranya berpijak. Terutama saat dia mendapati mobil yang sama dengan yang bertemu dengan Seno tadi di tempat parkir hotel yang disinggahi oleh Tara. Awalnya Noah memulai pengejaran mengenai orang dalam yang sangat ingin menghancurkan kariernya itu penuh antusias. Pemuda itu tidak sabar untuk mencari tau siapa dalangnya dan akan memberi pelajaran dalam bentuk apa pun.Akan tetapi, setelah mengetahui sosok yang mengharapkan kehancurannya itu, Noah meragu untuk sekadar melangkah ke mobil orang itu. Noah cepat-cepat menggelengkan kepala, harus sadar secepat mungkin. "Bagaimanapun, dia mau menghancurkanku—dan Tara."Menghempas keraguan yang tersisa, Noah mengetuk kaca mobil. Tidak tau kenapa, pintu mobil bagian tengah terbuka begitu saja, seolah sudah menanti kedatangannya. Mengerutkan kening, secara perlahan Noah melebarkannya. Tepat pada penglihatan, si pemilik mobil yang sangat dikenalinya itu duduk santai. Tidak ada ketakutan sedikit pun. Memasuki mobil, No
"Noah ...."Baru kali ini, Tara mendapati Noah tanpa semangat hidup seperti biasanya. Seolah sesuatu baru saja menarik ruhnya keluar, yang menyisakan sendu pilu di balik wajah tampan pemuda itu. Tara tau, sekarang bukan saat yang tepat untuk mengatakan berbagai macam asumsi atas segala peristiwa yang terjadi. Maka yang dapat dia lakukan; hanya memeluk tunangannya itu dengan kehangatan yang tersisa.Pelukan tersebut disambut lemah oleh Noah. Rumahnya. Sejujurnya pemuda itu terkejut. Ketenangan mulai merambat secara pasti, berguna untuk mengembalikan sisa kesadarannya. Noah menyadari jika dia telah mempertanyakan sebuah hal yang disesali pada detik terbaru. Mengapa pula dia melemahkan diri seperti itu? Sungguh tidak pantas!Noah menghirup aroma lavender yang bercampur melati dalam-dalam. Aroma parfum Tara yang menguar dan menenangkan itu berhasil mengatur degup jantungnya yang semula memburu seperti dikejar banteng. "Ah, lemah sekali aku.""Enggak apa-apa, Noah." Tara menyandarkan kepal
Ini mendadak sekali. Beruntung Noah sudah membasuh wajah dan menyikat gigit, jadi tidak kucel-kucel amat. Masalahnya dia belum mandi, sehingga Tara dengan baik hatinya menyemprotkan minyak wangi milik wanita muda itu secara berlebihan.Selagi Reina keluar untuk membawa masuk kedua orang tua Tara, Rendi masih berada di kamar Tara, mengamati Noah dan Tara yang sibuk dalam dunianya sendiri. Rendi melipat tangan di depan dada, mendelik tak suka saat dirinya tidak begitu dianggap."Mau mandi sebentar di sini?" tawar Tara.Noah cepat-cepat menggeleng, "Nanti aja deh! Kayaknya nggak sempat. Yang penting, aku udah kelihatan ganteng apa belum nih? Mendadak banget lho! Udah gitu aku baru bangun."Tara merapikan anak rambut Noah, "Udah kok! Yang penting, senyum aja oke?""Aku ganteng kalau senyum?" timpal Noah, sengaja memancing Tara di tengah kesempitan. Tara mendengus pelan, lantas menepuk dada pemuda itu perlahan. Noah menampilkan cengirannya, sementara Rendi memandang keduanya dengan kedongk
Beberapa tahun kemudian;"Pancake buatan Mama, enak?""Enak, Ma!""Sedapnyeee~""Enak dong, Sayang!""Sayang?""Eh?"Noah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Akibat salah memanggil, sekarang pria itu mendapatkan tatapan maut dari sang istri lalu tatapan penasaran dari si kembar. Berdeham, Noah menatap kedua anaknya secara bergantian."Lupakan ya? Papa nggak tau Papa bilang apa barusan. Jadi, pancake buatannya Mama enak kan?" Si kembar menggangguk, lantas Noah melemparkan cengirannya pada Tara. "Enak, Ma. Kata Alva dan Vira, enak kok! Iya kan?"Tara menggeleng-gelengkan kepala, tetapi seutas senyum terbit pada wajah cantiknya. Waktu bergulir begitu cepat. Noah dan Tara yang terlihat baru menjadi orang tua, kini telah mendapati si kembar berada pada jenjang Taman Kanak-kanak.Selepas menghabiskan sarapan, si kembar diantar ke TK oleh baby sitter. Dikarenakan Noah dan Tara harus mengurus beberapa hal, maka dari itu hari ini tidak bisa pergi bersama anak-anak mereka. Tara sudah kembali
Tara mengabaikan makan malam yang telah dipersiapkan oleh pembantu barunya. Wanita itu tengah memandang rintik hujan melalui jendela kamar. Seperti tak mempunyai semangat hidup, Tara hanya bergerak saat Alvaro atau Alvira terbangun. Selebihnya, dia akan diam saja. Melamun bagaikan sesosok mayat hidup.Hingga malam harinya, Tara terlelap dengan sendiri selepas menidurkan si kembar. Kala itu pula, Noah memberanikan diri untuk menilik tiga manusia yang sangat disayanginya itu. Melihat Tara tidur dengan mata membengkak, mampu mengiris Noah tanpa tedeng aling-aling. Menyakitkan sekali melihat wanita yang disayanginya menangis karena ulanya sendiri—keteledoran yang bisa berakibat buruk bagi masa depan keluarga kecilnya bila tidak segera diselesaikan secepat mungkin.Setelah seharian berkomunikasi dengan Padre dan seseorang yang menjadi dalang dari kesalahpahaman meresahkan ini, baru detik ini Noah menampakkan dirinya di hadapan sang istri. Kedua anaknya pun tampak menggemaskan. Mereka terti
Dari luar, pasangan Noah dan Tara terlihat harmonis dan baik-baik saja. Tetapi dalam setiap rumah tangga, selalu ada yang namanya huru-hara. Rintangan entah kecil maupun besar, keduanya pasti menyambangi tiap bahtera rumah tangga yang berlayar.Pada tahun pertama rumah tangga pasangan tersebut, mereka mendapatkan rintangan terbaru. Didukung oleh lelahnya fisik setelah seharian menjaga si kembar, kemudian kali itu Noah tidak bisa memberikan sedikit sanggahan."Maaf ya, Sayang? Aku sudah menyuruh Mbak Maryam untuk menemani selama dua puluh empat jam kok! Setelah semua urusan selesai, aku bakalan langsung pulang ke pelukanmu." Tutur Noah dengan berat hati.Dikarenakan perkara bisnis yang tak bisa sembarangan ditinggalkan, Noah harus pergi bersama Federick ke luar kota lagi. Tara tidak bisa bermanja-manja dengan berkata bahwa dia enggan membiarkan Noah pergi. Pada kenyataannya, selama ini Noah tak pernah absen dalam menemaninya. Sekarang, dia tak berhak untuk terlalu mengekang pria muda i
Menjadi orang tua baru dari sepasang anak kembar tidaklah mudah. Baik Noah maupun Tara kekurangan tidur. Bahkan Noah harus mengurus beberapa pekerjaan dari rumah, lantaran dia tidak mau terlalu meninggalkan sang istri. Federick dan Elisabeth sudah menyarankan untuk menyewa baby sitter, tetapi pasangan tersebut menolak dengan alasan ingin memberi perhatian penuh selagi masih kecil. Mereka akan menyewa baby sitter saat si kembar sudah bisa berjalan, membantu Tara dalam kesehariannya."Sayang?" Noah menyembulkan kepala dari daun pintu."Ssstt! Mereka baru tidur, Sayang."Noah mengangguk, lantas berjalan mengendap-ngendap memasuki kamar. Mereka sudah berada di rumah sendiri, tapi keluarga besar betah mondar-mandir untuk menilik Alvaro dan Alvira. Meletakkan ponsel di atas nakas, Noah mendekati Tara yang berada di sisi lain ranjang. Pria muda itu memeluk Tara, yang kemudian dibalas dengan dengusan lelah pula. "Kamu hebat, Sayang. Kamu mau apa? Mau dipijit? Mau aku belikan sesuatu? Maaf ya
Tara tidak bisa ke mana-mana. Kenyataan itu membuatnya hanya mampu bergerak pada satu teritori saja; kediaman utama Alejandro. Sebetulnya dia ingin pulang ke rumah sendiri, tetapi mertuanya menolak dengan alasan tidak dapat membantu atau mengawasi Tara setiap saat.Bersama dua pengawal yang masih setia melindungi, seharusnya tidak masalah. Namun Elisabeth tak mau Tara kesusahan dalam keadaan hamil besar. Tara sendiri memang masih belum terbiasa atas perhatian berlimpah yang didapat dari keluarga mertuanya. Bahkan kehamilan yang dialami sampai detik ini pun setara mimpi indah baginya."Sayang! Ayo sini makan buah!"Pintu kamar menjeblak kencang, memperlihatkan sang suami yang membawa piring berisikan buah-buahan. Kalau dihitung, terdapat sekiranya lima buah yang sudah diiris. Tanpa sadar Tara menahan napas, takjub akan betapa banyak buah-buahan segar yang selalu tersedia di kediaman utama Alejandro ini.Menempatkan diri di samping Tara, Noah langsung menyuapi irisan buah kiwi yang tamp
Selepas kehamilan Tara yang membutuhkan perhatian lebih besar, Cell sering menghabiskan waktu di studionya tanpa mau keluar untuk sekadar ke kafetaria. Entahlah, dia jadi tidak bersemangat. Satu-satunya teman yang kerap mendampingi di segala situasi sedang membutuhkan istirahat tambahan, sehingga Cell mulai kesepian.Benar, dia tidak punya teman lain di Hacer selain Tara. Maka dari itu, saat ini dia tak peduli bila harus dikata sebagai penggila kerja. Mau mencari udara segar pun, dia akan tetap bertemankan kesendirian. Namun siang itu, tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintunya dan menyembulkan sekantung plastik besar makanan."Oh? Tara?""Bukan!""Eh?" Cell mengerjap-ngerjapkan mata. Dahinya berkerut heran, tak menduga akan kedatangan seseorang yang lama tak bersua. "Radu? Ngapain ke sini? Katanya Tara, Noah lagi dinas di luar kota kan? Memangnya kamu nggak ikut Noah?""Enggak dong! Kan aku bukan pembantunya. Dulu aku memang mengikuti dia ke mana-mana karena memang itu tugasku sebaga
Kedatangan Seno yang terlalu berani ke kediaman utama Alejandro malam-malam begini, mengundang gurat keheranan pada wajah Tara. Yang mengherankan, bagaimana bisa Elisabeth dan Rosalie membiarkan cecunguk yang satu itu masuk? Bukan berniat menyalahkan, tetapi dia tau sendiri betapa protektifnya dua wanita itu. Membiarkan Seno masuk pada waktu seperti ini, sepertinya mantan suaminya itu melakukan sesuatu yang berhasil menarik iba dari Elisabeth dan Rosalie.Seno mendongak saat mengetahui kehadirannya. Apalagi, Tara sudah telanjur menggunakan parfum yang luar biasa harum dan kini rasanya menguar memenuhi seisi ruang tamu. Tara jadi malu sendiri. Tau begini, dia akan memakai parfum nanti saat hendak tidur saja.Sebab lihatlah—Seno malah senyam-senyum seperti orang sinting, berpikir jika Tara menyambut kedatangannya dengan tampil cantik dan wangi. Padahal Tara berdandan cantik untuk Noah tadi."Cepat katakan, Seno! Apa yang mau kamu katakan kepada menantu saya ini?" Suara Elisabeth memecah
Demi mengakhiri segala urusan yang—disinyalir masih belum selesai—oleh Seno, Tara memutuskan untuk berbicara empat mata dengan Seno di salah satu stand foodcourt. Sebenarnya dia luar biasa malas. Berhadap-hadapan dengan Seno, yang ada malah menambah tekanan darah tingginya. Saat itu, salah satu pramusaji datang untuk menawarkan lembar menu. "Bapak dan Ibu, silakan pilih, mau pilih makanan apa?"Seno tersenyum lebar, "Kami kelihatan cocok nggak, Mbak?"Tara mengernyit kebingungan. Maksud dari pertanyaan tersebut apa? Kenapa Seno tidak berkaca dari kejadian sebelumnya sih? Sekarang, Tara menyesal sudah mengizinkan dirinya untuk menuruti ajakan Seno yang tidak jelas itu.Si pramusaji mengangguk lantaran tidak tau yang sebenarnya. "Seharusnya Bapak di sampingnya Ibu ini, soalnya ibunya sedang hamil. Bukannya kalau hamil membutuhkan bantuan dari pasangannya ya, Pak?""Ah, begitu? Oke, kalau be—"Tara bersiap melempar ponsel ke arah Seno. Pria itu urung meneruskan ucapannya, memilih untuk
Bugh!Saking kesalnya, bukan Tara yang didapat, tetapi tendangan susulan dari wanita hamil tersebut. Seno meringkuk kesakitan. Sedari dulu, kemampuan fisik Tara memang tak bisa diremehkan. Namun dalam kondisi hamil seperti ini, tentu saja Tara sudah dirundung kelelahan lebih cepat dari biasanya.Napas wanita muda itu terengah-engah, mundur perlahan dan terjatuh dalam dekapan hangat sang suami. Elisabeth dan Rosalie mendekat, hendak membantu menopang tubuh Tara yang harus beristirahat itu. Malahan, gelombang mual datang membanjiri tenggorokannya. Menepi, Tara memuntahkan sup tahu pedas yang baru dimakannya tadi."Pergilah!" Noah memberi gerakan mengusir yang langsung dijalankan oleh dua pengawal di sisi Seno. "Tara sudah tidak menaruh perasaan sedikit pun terhadapmu, Seno. Pergi! Pergilah selamanya dari hadapan kami! Kalau kamu memang mencintai Tara, ikhlaskan Tara dengan kehidupannya yang sekarang ini. Kalau ketahuan kamu datang untuk mengganggu kami lagi, maka aku tidak akan ragu unt