"Ibu nggak mengira, ternyata Tara memang calon menantu di keluarga itu, Seno." Kata Sari sembari memijit pelipisnya yang sedari tadi berdenyut nyeri. "Tau begini, seharusnya kamu nggak perlu menuruti perintah orang itu."Sejak pulang dari kekacauan yang diperbuatnya hari ini, pria itu mondar-mandir bagaikan setrika panas yang ingin sekali menggilas apa saja. Dia tak menyangka bahwa perbuatannya yang telah direncanakan itu gagal total. Justru, dia malah pulang disertai pengawasan ketat yang menyesakkan."Sialan! Orang itu maunya aku yang repot, Bu! Dia enak-enakan kerja di balik layar!" Seno mengepalkan tangan kanannya, ingin sekali memukul sesuatu.Juwita, yang baru saja melihat video di internet mengenai aksi Seno siang tadi, langsung dirundung kesal. Dia sendiri tidak senang dengan kenyataan baru yang menimpa hidup Tara. Ingin sekali Juwita menggantikan posisi Tara, menikahi Noah yang tampan dan banyak uang itu.Melirik suaminya yang sekarang ini, malah menurunkan semangat Juwita sa
Noah seperti lupa bagaimana caranya berpijak. Terutama saat dia mendapati mobil yang sama dengan yang bertemu dengan Seno tadi di tempat parkir hotel yang disinggahi oleh Tara. Awalnya Noah memulai pengejaran mengenai orang dalam yang sangat ingin menghancurkan kariernya itu penuh antusias. Pemuda itu tidak sabar untuk mencari tau siapa dalangnya dan akan memberi pelajaran dalam bentuk apa pun.Akan tetapi, setelah mengetahui sosok yang mengharapkan kehancurannya itu, Noah meragu untuk sekadar melangkah ke mobil orang itu. Noah cepat-cepat menggelengkan kepala, harus sadar secepat mungkin. "Bagaimanapun, dia mau menghancurkanku—dan Tara."Menghempas keraguan yang tersisa, Noah mengetuk kaca mobil. Tidak tau kenapa, pintu mobil bagian tengah terbuka begitu saja, seolah sudah menanti kedatangannya. Mengerutkan kening, secara perlahan Noah melebarkannya. Tepat pada penglihatan, si pemilik mobil yang sangat dikenalinya itu duduk santai. Tidak ada ketakutan sedikit pun. Memasuki mobil, No
"Noah ...."Baru kali ini, Tara mendapati Noah tanpa semangat hidup seperti biasanya. Seolah sesuatu baru saja menarik ruhnya keluar, yang menyisakan sendu pilu di balik wajah tampan pemuda itu. Tara tau, sekarang bukan saat yang tepat untuk mengatakan berbagai macam asumsi atas segala peristiwa yang terjadi. Maka yang dapat dia lakukan; hanya memeluk tunangannya itu dengan kehangatan yang tersisa.Pelukan tersebut disambut lemah oleh Noah. Rumahnya. Sejujurnya pemuda itu terkejut. Ketenangan mulai merambat secara pasti, berguna untuk mengembalikan sisa kesadarannya. Noah menyadari jika dia telah mempertanyakan sebuah hal yang disesali pada detik terbaru. Mengapa pula dia melemahkan diri seperti itu? Sungguh tidak pantas!Noah menghirup aroma lavender yang bercampur melati dalam-dalam. Aroma parfum Tara yang menguar dan menenangkan itu berhasil mengatur degup jantungnya yang semula memburu seperti dikejar banteng. "Ah, lemah sekali aku.""Enggak apa-apa, Noah." Tara menyandarkan kepal
Ini mendadak sekali. Beruntung Noah sudah membasuh wajah dan menyikat gigit, jadi tidak kucel-kucel amat. Masalahnya dia belum mandi, sehingga Tara dengan baik hatinya menyemprotkan minyak wangi milik wanita muda itu secara berlebihan.Selagi Reina keluar untuk membawa masuk kedua orang tua Tara, Rendi masih berada di kamar Tara, mengamati Noah dan Tara yang sibuk dalam dunianya sendiri. Rendi melipat tangan di depan dada, mendelik tak suka saat dirinya tidak begitu dianggap."Mau mandi sebentar di sini?" tawar Tara.Noah cepat-cepat menggeleng, "Nanti aja deh! Kayaknya nggak sempat. Yang penting, aku udah kelihatan ganteng apa belum nih? Mendadak banget lho! Udah gitu aku baru bangun."Tara merapikan anak rambut Noah, "Udah kok! Yang penting, senyum aja oke?""Aku ganteng kalau senyum?" timpal Noah, sengaja memancing Tara di tengah kesempitan. Tara mendengus pelan, lantas menepuk dada pemuda itu perlahan. Noah menampilkan cengirannya, sementara Rendi memandang keduanya dengan kedongk
Pada akhirnya, mereka semua melangsungkan sarapan di restoran hotel. Noah terlihat akrab dengan Fajar, sehingga mereka membahas begitu banyak hal. Senyum yang terpatri pada wajah Tara rasanya enggan pergi barang sedetik. Reina menyikut lengan janda yang satu itu, lantas tersadar secepat kilat."Kamu juga udah pasti sama perasaanmu ke Noah sekarang kan, Tara?" tanya Reina.Tara mengulum senyum, meletakkan sendoknya. Melihat kedekatan serta kehangatan yang menyelimuti pada pagi hari ini membuat perutnya kenyang duluan. Kembali melirik Noah, wanita muda itu menganggukkan kepala secara perlahan. "Hm, seharusnya nggak seperti ini, Re. Aku udah berusaha mati-matian buat menghapus perasaanku ke Noah, karena dulu berpikir kami nggak bakalan bisa bersatu. Tapi melihat bagaimana perjuangannya dia buat meyakinkan orang tuanya dan aku, rasanya udah nggak mampu buat membohongi perasaanku sendiri."Tara melingkarkan seluruh jemarinya pada gelas berisikan es limun yang tersisa setengah. "Menurutmu,
"Ha? Aku ikut juga? Harus datang?"Dengan santai, Noah menganggukkan kepala. Setelah menghabiskan makan siang bersama di sebuah restoran, tiba-tiba saja Noah mengutarakan ajakan untuk menghadiri wrap up party atas web dramanya yang akan tetap tayang pekan depan ini. Tara tak pernah mengira jika Noah memiliki rencana seperti itu di tengah kegemparan media yang masih memanas. Seharian tadi, Tara mendapati bahwa akun sosial media Noah masih dikunjungi oleh para haters dan penggemar secara bersamaan. Masih ada yang mendukung dengan alasan bahwa Noah merupakan manusia biasa yang membutuhkan pasangan, banyak pula yang mengolok-olok pemuda itu lantaran tidak bisa mengontrol sifatnya sebagai aktor pendatang baru."Kalau aku ikut, otomatis aku ketemu sama rekan aktor yang lain dong?" tanya Tara yang jawabannya pun sudah diketahui.Lagi-lagi Noah mengangguk, "Ikut ya? Nanti kita beli baju bareng di butiknya Tante Rosalie.""Ah," Tara mendengus lelah. "Enggak tau kenapa, rasanya udah gugup dulu
"Mau pulang?" tanya Noah, tidak lama selepas Tara kembali dari toilet.Tara berdecak pelan. Tadinya memang mau cepat-cepat pulang. Tetapi saat melirik meja prasmanan yang penuh makanan enak itu, dia jadi ingin mencicipinya satu persatu. "Ah, tapi nanti malu-maluin lagi.""Apanya?"Tara menggelengkan kepala, lantas menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Mengingat apa yang baru dihadapinya beberapa menit lalu, berhasil menguapkan rasa lapar yang sempat mendera."Gimana kalau kita makan di tempat lain, Noah?" Tara menatap penuh harap. "Rasanya aku butuh asupan, tapi maaf, nggak tau kenapa perutku kepengin makan di tempat lain.""Ah, oke! Mau makan di mana? Di restorannya Bang Alex?" tawar Noah. Tara langsung mengangguk. Memang lebih baik di situ saja. Dia sudah terbiasa dengan berbagai makanan yang disajikan di restoran milik suami Reina itu. Daripada berlama-lama di sini, rasanya Tara ingin cepat kabur saja.Selesai berpamitan dengan penulis dan staf lainnya, akhirnya pasangan te
Menjadi calon menantu dalam keluarga Alejandro, tentunya sangat menguras perhatian dalam jumlah besar. Tidak hanya dalam dunia maya, namun dunia nyata menjadi pelengkap akan bumbu baru di kehidupan Tara. Beberapa ada yang tersenyum ramah, bahkan heboh saat melihatnya—seolah Tara merupakan salah satu selebriti yang sedang naik daun pula. Tetapi lebih banyak kepala yang menguarkan senyum terpaksa dan sapaan palsu padanya.Hal semacam itu untungnya tidak terlalu mengambil banyak tempat dalam pikiran Tara. Dia pernah berada pada titik paling menyedihkan dalam hidup, bahkan mencoreng harga dirinya sebagai seorang wanita. Sekarang, dia hanya perlu melewati hari sebagaimana semestinya. Kalau tidak begitu, mau seperti apa?Memasuki lift, Tara berpapasan dengan Cell yang terlihat berantakan. "Oh! Tara!" produser mungil itu menghambur memeluk Tara. Mengabaikan rasa kesal yang pernah mendera pertemanan keduanya, Cell mengerti bahwa pada malam itu Tara memang sedang kacau-kacaunya dan membutuhkan