Ini mendadak sekali. Beruntung Noah sudah membasuh wajah dan menyikat gigit, jadi tidak kucel-kucel amat. Masalahnya dia belum mandi, sehingga Tara dengan baik hatinya menyemprotkan minyak wangi milik wanita muda itu secara berlebihan.Selagi Reina keluar untuk membawa masuk kedua orang tua Tara, Rendi masih berada di kamar Tara, mengamati Noah dan Tara yang sibuk dalam dunianya sendiri. Rendi melipat tangan di depan dada, mendelik tak suka saat dirinya tidak begitu dianggap."Mau mandi sebentar di sini?" tawar Tara.Noah cepat-cepat menggeleng, "Nanti aja deh! Kayaknya nggak sempat. Yang penting, aku udah kelihatan ganteng apa belum nih? Mendadak banget lho! Udah gitu aku baru bangun."Tara merapikan anak rambut Noah, "Udah kok! Yang penting, senyum aja oke?""Aku ganteng kalau senyum?" timpal Noah, sengaja memancing Tara di tengah kesempitan. Tara mendengus pelan, lantas menepuk dada pemuda itu perlahan. Noah menampilkan cengirannya, sementara Rendi memandang keduanya dengan kedongk
Pada akhirnya, mereka semua melangsungkan sarapan di restoran hotel. Noah terlihat akrab dengan Fajar, sehingga mereka membahas begitu banyak hal. Senyum yang terpatri pada wajah Tara rasanya enggan pergi barang sedetik. Reina menyikut lengan janda yang satu itu, lantas tersadar secepat kilat."Kamu juga udah pasti sama perasaanmu ke Noah sekarang kan, Tara?" tanya Reina.Tara mengulum senyum, meletakkan sendoknya. Melihat kedekatan serta kehangatan yang menyelimuti pada pagi hari ini membuat perutnya kenyang duluan. Kembali melirik Noah, wanita muda itu menganggukkan kepala secara perlahan. "Hm, seharusnya nggak seperti ini, Re. Aku udah berusaha mati-matian buat menghapus perasaanku ke Noah, karena dulu berpikir kami nggak bakalan bisa bersatu. Tapi melihat bagaimana perjuangannya dia buat meyakinkan orang tuanya dan aku, rasanya udah nggak mampu buat membohongi perasaanku sendiri."Tara melingkarkan seluruh jemarinya pada gelas berisikan es limun yang tersisa setengah. "Menurutmu,
"Ha? Aku ikut juga? Harus datang?"Dengan santai, Noah menganggukkan kepala. Setelah menghabiskan makan siang bersama di sebuah restoran, tiba-tiba saja Noah mengutarakan ajakan untuk menghadiri wrap up party atas web dramanya yang akan tetap tayang pekan depan ini. Tara tak pernah mengira jika Noah memiliki rencana seperti itu di tengah kegemparan media yang masih memanas. Seharian tadi, Tara mendapati bahwa akun sosial media Noah masih dikunjungi oleh para haters dan penggemar secara bersamaan. Masih ada yang mendukung dengan alasan bahwa Noah merupakan manusia biasa yang membutuhkan pasangan, banyak pula yang mengolok-olok pemuda itu lantaran tidak bisa mengontrol sifatnya sebagai aktor pendatang baru."Kalau aku ikut, otomatis aku ketemu sama rekan aktor yang lain dong?" tanya Tara yang jawabannya pun sudah diketahui.Lagi-lagi Noah mengangguk, "Ikut ya? Nanti kita beli baju bareng di butiknya Tante Rosalie.""Ah," Tara mendengus lelah. "Enggak tau kenapa, rasanya udah gugup dulu
"Mau pulang?" tanya Noah, tidak lama selepas Tara kembali dari toilet.Tara berdecak pelan. Tadinya memang mau cepat-cepat pulang. Tetapi saat melirik meja prasmanan yang penuh makanan enak itu, dia jadi ingin mencicipinya satu persatu. "Ah, tapi nanti malu-maluin lagi.""Apanya?"Tara menggelengkan kepala, lantas menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Mengingat apa yang baru dihadapinya beberapa menit lalu, berhasil menguapkan rasa lapar yang sempat mendera."Gimana kalau kita makan di tempat lain, Noah?" Tara menatap penuh harap. "Rasanya aku butuh asupan, tapi maaf, nggak tau kenapa perutku kepengin makan di tempat lain.""Ah, oke! Mau makan di mana? Di restorannya Bang Alex?" tawar Noah. Tara langsung mengangguk. Memang lebih baik di situ saja. Dia sudah terbiasa dengan berbagai makanan yang disajikan di restoran milik suami Reina itu. Daripada berlama-lama di sini, rasanya Tara ingin cepat kabur saja.Selesai berpamitan dengan penulis dan staf lainnya, akhirnya pasangan te
Menjadi calon menantu dalam keluarga Alejandro, tentunya sangat menguras perhatian dalam jumlah besar. Tidak hanya dalam dunia maya, namun dunia nyata menjadi pelengkap akan bumbu baru di kehidupan Tara. Beberapa ada yang tersenyum ramah, bahkan heboh saat melihatnya—seolah Tara merupakan salah satu selebriti yang sedang naik daun pula. Tetapi lebih banyak kepala yang menguarkan senyum terpaksa dan sapaan palsu padanya.Hal semacam itu untungnya tidak terlalu mengambil banyak tempat dalam pikiran Tara. Dia pernah berada pada titik paling menyedihkan dalam hidup, bahkan mencoreng harga dirinya sebagai seorang wanita. Sekarang, dia hanya perlu melewati hari sebagaimana semestinya. Kalau tidak begitu, mau seperti apa?Memasuki lift, Tara berpapasan dengan Cell yang terlihat berantakan. "Oh! Tara!" produser mungil itu menghambur memeluk Tara. Mengabaikan rasa kesal yang pernah mendera pertemanan keduanya, Cell mengerti bahwa pada malam itu Tara memang sedang kacau-kacaunya dan membutuhkan
"Eh? Padre? Ehehe~"Tiga detik berikut, Federick menarik Noah keluar dari lift sembari menjewer telinga kanan sang putra yang mulai meminta ampun itu. Tara mengulum bibir bawahnya, dihinggapi malu lantaran kepergok dalam posisi yang membahayakan lagi. Malahan, ini sudah yang kedua kalinya. Tara jadi bingung, mau menaruh mukanya di mana."Sembarangan ya kamu! Mentang-mentang sudah dapat persetujuan dari orang banyak, seenaknya saja mau menerkam Tara di berbagai tempat." Gerutu Federick, yang sukses mengundang semburat kemerahan pada pipi Tara. Kalimat yang terdengar membuatnya kepayahan.Elisabeth menggandeng lengan Tara, tertawa pelan. "Maaf ya, Tara? Kalau kalian sudah menikah nanti, hajar saja dia kalau berbuat macam-macam. Kami ikhlas."Tara tertawa hambar. Sepertinya Federick dan Elisabeth benar-benar menganggapnya sebagai keluarga sendiri. Tetapi mengingat bahwa dia sedang malu, terharunya dilanjutkan nanti saja.Rupanya, siang itu mereka melangsungkan makan siang bersama di sala
Setelah melewati tiga pekan penuh kesibukan, hari yang ditunggu-tunggu pun datang. Akad nikah dilangsungkan terlebih dulu di KUA, sedangkan resepsi pernikahan akan dilaksanakan pada pekan berikutnya sebab beberapa sanak keluarga Alejandro masih ada yang dikungkung pekerjaan.Mengembungkan pipi, Tara menatap pantulan dirinya melalui cermin kecil yang disodorkan oleh sang sahabat. Selepas dapat menghubungi adik dari almarhum ayah kandungnya yang tak pernah ditiliknya itu untuk menjadi wali nikah, pihak keluarga Alejandro tak mau lagi berlama-lama. Demi memastikan Tara berada dalam perlindungan mereka, akad nikah pun didahulukan. Tara memainkan jemarinya. Kebaya berwarna putih tulang yang dikenakam terasa begitu sesak akibat kegugupan yang menguasai. Pak Penghulu telah datang, sementara Noah juga sudah duduk di sampingnya dengan keringat dingin yang mengaliri kening.Wanita muda itu terkekeh, yang mana mengundang tatapan Noah. "Ada apa? Kenapa ketawa?""Kamu lucu kalau gugup begini." Ko
Pukul sebelas malam. Noah dan Tara sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah kecil Tara. Sebetulnya Elisabeth ingin memesankan kamar terbaik di salah satu hotel yang telah dikunjungi, tetapi putra satu-satunya itu bersikeras ingin tinggal di rumah Tara saja. Katanya; banyak memori yang berada di rumah itu.Selagi kediaman megah Alejandro diisi oleh para kerabat, begitu pula dengan kedua orang tua angkat Tara, pasangan pengantin baru tersebut mendapatkan waktu untuk berdua saja. Begitu sampai di tujuan, Tara memasuki rumah terlebih dulu. Noah keluar mobil belakangan sambil mengatur detak jantungnya.Aneh. Padahal sebelumnya dia pernah menjadi pemuda nakal yang sok-sokan menjelajahi tiap wanita panggilan. Sekarang, kenapa dia gugup begini ya? Malah seperti bocah SMA yang baru pertama kali mengetahui soal urusan ranjang.Noah menggelengkan kepala cepat-cepat. "Enggak! Ini cuma gugup, karena akhirnya aku berhasil menikah sama orang yang aku cintai. Iya, pasti karena itu."Memasuki rumah