Hari ini Haura terlambat bangun, dia tidak sadar kalau sedang menginap di rumah Dean. Awalnya dia berpikir tidur di rumahnya, tetapi nyatanya dia salah. Alhasil janda cantik itu bergegas berlari ke dalam kamar mandi untuk mencuci wajah, lalu baru melangkahkan kaki menuju dapur.Haura merasa segan kalau menginap di rumah orang lain Haura bangun terlambat, dia merasa harus membantu walau pun itu adalah bantuan kecil. Namun saat di dapur, semua orang malah sudah duduk di kursi untuk menyantap hidangan yang sudah tersaji, hanya Elisa yang berdiri seperti ingin menemuinya ke kamar."Maaf, Tante. Aku bangun kesiangan," ucap Haura merasa bersalah, dia meremas pakaiannya karena memberikan kesan tidak baik kepada keluarga Dean."Enggak masalah. Ayo sini duduk makan bareng sama kamu." Elisa melambaikan tangannya supaya Haura mendekat.Haura ragu untuk mendekati, tetapi senyuman manis dari Elisa membuatnya tanpa sadar melangkahkan kaki untuk mendekati ibunya Dean. Elisa menyambut hangat dirinya,
Kedua sepasang kekasih itu saling pandang, mereka menatap satu saka lain dengan tatapan bingung dan termasuk tidak percaya dengan apa yang didengar."Kenapa kalian kayak gitu? Apa enggak mau ke jenjang lebih serius?" Elisa melipat tangannya di dada, dia menatap intens kedua kekasih itu."Bukannya begitu, Ma. Ini terlalu cepat deh," sahut Dean ragu. Dia bahkan tidak tahu bagaimana perasaan Haura sekarang, apakah janda cantik itu mau menikah dengannya.Elisa beralih menatap Haura, janda cantik itu terlihat terdiam saja tanpa ada niat untuk menimpali percakapan mereka. "Kamu gimana, Haura? Apa kamu gak mau serius sama Dean?"Haura ragu ingin menjawab, dia kembali menatap Dean yang sedang sama sepertinya. "Aku terserah Dean aja, Tante. Kalau dia mau, ya aku mau," gumam Haura lirih."Nah Dean dengar sendiri kan?" Rangga menatap anak semata wayangnya."Kalau kalian udah ngomong kayak gitu, aku nurut aja gimana baiknya,""Loh kok kamu malah gitu, jadi cowok harus tegas dong! Iya bilang iya,
"Kalau kamu ke sini mau buat rusuh, lebih baik pulqng aja, Yirra!" bentak Dean yang tidak terima tunangannya dihina."Ada apa ini ribut-ribut?" Rangga datang bersama dengan sang istri, mereka mendekat karena mendengar ada keributan."Tante, Om! Ini masa sih orang udah tua kayak cewek ini jadi tunangan Dean? Ya seharusnya aku dong, lebih muda dan jelas cantik." Yirra membusungkan dadanya dengan sombong.Elisa menatap sinis kepada Yirra, dia merasa kalau wanita muda yang ada di depannya sekarang sangat tidak tahu sopan santun. Padahal sedang bertamu di rumah orang, tetapi tidak menunjukan rasa hormat sama sekali kepada pemilik rumah."Terus apa?" Elisa bersedekap dada, dia menarik-turunkan alisnya menatap wanita muda itu."Loh kok Tante gak ngerti sih maksud aku? Ya jelas batalin aja pertunangan ini, lebih baik Dean sama aku aja," jawab Yirra tidak tahu malu.Haura tertawa kecil mendengar itu, dia menatap Yirra dengan tatapan mengejek. Membuat wanita muda itu menjadi kesal dengan diriny
Haura terus menatap dengan tatapan penasaran, jantungnya terus berdebar karena menantikan cerita apa yang akan diceritakan oleh Rangga kepadanya. Apakah sesuatu yang buruk? Itu adalah pertanyaan yang memenuhi kepalanya.Rangga menarik napasnya terlebih dahulu, lalu mulai menceritakan tentang semua kenakalan yang Dean lakukan. Entah beberapa kali dia membawa para wanita muda ke dalam hotel bahkan ada yang sampai hamil, membuat orang tuanya tidak terima dengan apa yang Dean lakukan. Alhasil membuat lelaki muda tersebut dilaporkan ke polisi oleh kedua orang tua wanita itu.Haura tertegun, pantas saja Elisa dulu menyebutkan kalau Dean adalah anak yang sangat dimanjakan oleh sang ayah. Rupanya inilah yang dimaksudkan oleh Elisa, dia sekarang sudah mulai mengerti."Jadi kalau kamu enggak mau sama anak kamu, kami enggak masalah." Perkataan Rangga membuat Elisa menjadi menggelengkan kepalanya pelan. "dia harus tahu sebelum terlambat loh, Ma!"Dean hanya bisa memilih pasrah, dia tidak bisa mel
Yirra mendekati Dean, lalu memapah lelaki itu dengan susah payah ke kamar tidur tamu yang berada di lantai bawah. Tentu saja beberapa kali Dean meronta, tetapi karena dia sedang terpengaruh efek obat yang membuat tubuhnya terasa lemas dan kepala yang terasa pusing, membuat Dean menjadi kehilangan tenaga.Rasanya dia sangat sulit untuk melawan Yirra yang adalah seorang wanita, padahal dia adalah lelaki. Tentu saja wanita akan kalah dengan lelaki, tetapi ini dia tidak memiliki tenaga apa pun. Belum lagi rasanya seperti terkena tegangan listrik rendah setiap kali Yirra menyentuh bagian tubuhnya."Kamu tenang aja, aku cuma bakal berikan kamu sesuatu yang indah. Jadi kamu bakalan puas, enggak bakalan kesakitan." Seringai tipis terukir di bibir Yirra yang manis.Sekarang mereka sudah sampai di kamar, Yirra mendorong Dean dengan kasar sampai lelaki itu jatuh ke ranjang. Wanita tersebut laku menatap Dean dengan tatapan menggoda."Tenang saja. Kamu harus sama ngalamin nasib kayak aku ini, jadi
Perkataan dokter itu terus terngiang-ngiang di dalam pikiran Dean, membuatnya menjadi terus-menerus melamun. Hingga melupakan kalau ada Haura di samping dia sekarang."Kamu sakit, Dean?" Haura meletakkan tangannya di atas dahi Dean, tetapi lelaki itu malah menepisnya membuat janda cantik tersebut mengerutkan dahinya."Eeh, maaf! Aku capek karena nyiapin skripsi, jadi mungkin enggak bisa datang dilu ke toko sampai lulus. Enggak masalah kan?" Dean menatap Haura lekat.Haura melihat wajah lelaki itu yang terlihat sangat kelelahan, dia menganggukkan kepalanya pelan. "Iya enggak masalah! Kamu kan bentar lagi lulus, jadi wajar kalau sibuk. Aku pun enggak mau bebani kamu dengan bantuin aku terus."Dean tersenyum kecut, dia merasa sangat bersalah kepada janda cantik yang berada di samping. Padahal lelaki tersebut sedang berbohong, karena dia sekarang menutupi tentang apa yang sebenarnya dirinya sendiri pikirkan. Memang sulit, tetapi semakin sulit kalau menceritakan semuanya."Kalau begitu aku
Wajah Dean memucat mendengar perkataan Haura yang terdengar bergetar, dia menutup mulut sang wanita dengan satu jari telunjuknya. "Bentar, kayaknya aku butuh beberapa waktu beberapa menit untuk nyiapin diri sebelum kamu mengatakan sesungguhnya,"Haura menatap sang kekasih heran, tetapi dengan cepat dia menyingkirkan hari telunjuk Dean dari mulut. "Kalau aku enggak ngatakan sekarang, kapan lagi? Jadi aku harap kamu mau dengerin dulu apa yang mau aku katakan sampai habis!"Dean mengangguk pasrah, dia akan menerima apa pun yang sang kekasih katakan. Entah mau berpisah atau tidak, Dean akan berusaha lapang dada."Aku berterima kasih karena kamu udah jujur. Tapi apa kamu bisa bicarakan suku ke aku kalau mau ketemu sama cewek lain? Karena kita sudah diikat oleh cincin tunangan ini, jadi kamu enggak bisa lakuin apa pun sembarang kayak kemarin itu!" gerutu Haura menatap tajam sang kekasih."Iya, aku paham apa yang aku lakukan salah. Cuma aku kira dia emang benar enggak akan ganggu hubungan ki
Rangga langsung ingin berdiri untuk memberikan pelajaran kepada sang anak, tetapi Elisa dengan cepat menahan. Gigi Rangga terus bergemerutuk, menahan perasaan amarah yang membara di dalam dada.Sedangkan Dean menutup wajahnya dengan kedua belah tangan, takut kalau sang ayah akan benar-benar memukul."Kamu kenapa bisa kayak gitu? Kamu lakuin sama siapa? Kayaknya enggak mungkin sama Haura, apa kebiasaan lamamu itu masih kamu pakai?!" Rangga memberondong pertanyaan kepada Dean, dia sekarang merasa frustasi atas apa yang anaknya lakukan.Mungkin kalau tidak sefatal ini Rangga tidak akan merasa marah, tetapi ini sampai terkena penyakit kelamin membuat dirinya sangat malu menghadapi Haura. Janda cantik itu pasti merasa sangat marah dan kecewa mengetahui yang tunangannya lakukan.Elisa hanya diam membisu, tidak tahu harus menanggapi apa tetapi hatinya terasa sangat hancur mengetahui hal ini. Ingin berteriak dan memaki Dean, sayang hal tersebut percuma dilakukan kalau semua sudah terjadi."In
Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana
Dean dan Haura melakukan hal yang biasa para suami-istri lakukan dimalam hari, mereka sangat menikmati setiap kali berbagi kasih sayang di atas ranjang. Walau pun wanita cantik itu sering merasa was-was seiring berjalannya umur rumah tanggan mereka."Kok kamu murung, Haura?" Dean menyingkap rambut yang menutupi sebagian wajah Haura."Enggak papa, cuma capek aja sih. Yuk kita tidur, lagian ini udah malam juga!" ajak Haura yang langsung menarik selimutnya.Haura memejamkan mata yang terasa sangat sulit untuk diajak tidur, wanita itu menoleh ke arah belakang ternyata sang suami sudah tidur dengan nyenyak. Dia pun memilih menatap wajah Dean yang sedang tertidur tersebut, berharap akan ikut terlelap ke alam mimpi.***Bagun dipagi hari dengan perasaan senang di rumah sendiri, Haura berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Pertama yang Haura lakukan adalah memasak nasi, setelah itu baru membua kulkas yang tentu saja isinya penuh. Jangan tanya siapa yang memenuhi isi kulkas itu? Siapa
"Eh, iya!" Haura ikut memperhatikan Lilis yang sedang menggendong bayi kecilnya.Rangga tidak menjawab, tetapi memilih memarkirkan mobilnya ke halaman rumah yang akan dia beli untuk sang anak. Memang belum dibayar, namun sudah sepakat untuk membeli rumah itu sebagai hadiah pernikahan. Hanya saja kalau Haura tidak menyukainya terpaksa Rangga membatalkan niat membeli walau pun sudah diberikan uang dimuka kepada pemilik rumah."Ngapain kalian kemari?" Lilis menatap ketus kepada keluarga Dean.Namun belum sempat menjawab, Dika keluar dari dalam rumah tersebut menatap mereka semua dengan ramah."Eh, Om dan yang lainnya udah datang! Ayo masuk ke dalam, biar bisa lihat-lihat rumahnya." Dika mengarahkan semuanya untuk masuk ke dalam."Ngapain ajak mereka masuk? Nanti kotor lagi rumahnya!" Lilis menatap t4jam kepada Dika, lelaki yang baru satu bulan dia nikahi."Lilis! Mereka ini yang mau beli rumah, jadi bisa enggak ramah sedikit sama mereka!" Dika menekan setiap kalimat yang keluar dari mulu
"Eh, Dean baru datang?" Elisa hanya senyum-senyum menatap sang anak."Asyik ya, pagi-pagi udah gosip." Dean mendudukkan bokongnya di kursi dengan kasar.Haura mengambilkan nasi lengkap dengan sayur dan lauknya untuk sang suami, lalu baru duduk kembali untuk menyantap makanannya."Mama enggak gosip loh, Dean. Soalnya kan istrimu nanti pasti tahu juga sama kebiasaanmu yang itu." Elisa tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan."Tapi enggak gitu juga loh, Ma!" Dean menatap tidak suka sang ibu, mau bagaimana pun rasanya sangat tidak suka kalau diceritakan aibnya kepada sang istri.Menurut Dean pasti Haura akan mengetahuinya pelan-pelan tentang kebiasaannya itu, jadi tidak perlu diceritakan kepada sang istri."Benar kata Dean, Ma. Mau gimana pun nanti Haura juga bakalan tahu, kasian kalau diceritain aibnya itu. Kalau papa juga pasti kesal loh," ucap Rangga menimpali."Iya-iya deh. Mama minta maaf, tapi kamu harus benerin kebiasaanmu itu. Udah nikah koh masih aja dandannya lama, e