Hendra mengepalkan tangannya dengan penuh amarah dan langsung memberikan tamparan keras kepada Dean. "Kamu pikir semudah itu minta maaf dari aku?!"Indra yang tidak menduga dengan apa yang akan dilakukan oleh Hendra, langsung berdiri dan berusaha melerai lelaki itu supaya tidak semakin membuat temannya babak belur. Hanya saja dia kalah dengan tenaga orang yang sedang marah, Indra terpental sampai terbentur tembok akibat tepisan Hendra yang menghalanginya untuk membantu Dean."Om, hentikan! Nanti Om bisa masuk penjara karena melakukan kekerasan kayak gini!" Indra berusaha mengingatkan kalau apa yang dilakukan Hendra salah."Aku hanya melakukan apa yang harusnya aku lakukan, sedangkan dia malah merusak masa depan anakku tapi tidak masuk ke dalam penjara!" Hendra mencengkram kerah pakaian Dean, dia menatap tajam ke arah Indra yang menurutnya mengganggu.Indra terdiam, merasa kalau semua yang dikatakan oleh Hendra ada benarnya. Namun rasanya tidak tega membiarkan sang teman mendapatkan pu
102."Dia meninggal udah lama, karena sakit. Jadi yang aku tahu, dia sengaja buat supaya kamu mutusin agar tidak terlalu sakit hati pas Lili enggak ada lagi." Indra memandang lurus ke depan, memang udah lama dia ketahui."Kenapa kamu baru bilang sekarang?!" Dean menarik kerah Indra, sampai membuat mobil menjadi oleng tidak terkendali."Aku udah janji sama Lili supaya enggak ngasih tahu tentang itu ke kamu. Tapi ini udah terlalu lama, mana kamu selalu nyalahin Lili terus atas apa yang kamu lakuin." Indra menepikan mobilnya ke arah samping, tidak ingin kalau menabrak orang lain.Dean terdiam, tidak menyangka kalau selama ini salah paham atas apa yang Lili lakukan itu. Ternyata untuk membuat dirinya lupa, supaya tidak terlalu sakit saat kehilangan tetapi bukankah hal ini keterlaluan sekali?Indra yang hanya seorang teman mengetahuinya, tetapi Dean sendiri tidak mengetahui sama sekali. Bahkan Indra pun tidak menceritakan semua tentang Lili, terkesan menutupi selama ini.Dean turun dari mo
Haura berteriak dengan keras, tidak menyangka apa yang dia lakukan akan membuat mereka berdua hampir celaka. Untung saja Dean berhasil mengendalikan mobil dengan sigap, lantaran sudah terbiasa balapan liar."Untung aja enggak kenapa-napa," ucap Dean dengan menghela napas lega."Astaga! Maaf, ya, aku enggak nyangka bakalan jadi kayak gini. Habisi kamu bikin aku kesal!" gerutu Haura yang masih berusaha mengelak kalau itu adalah salahnya."Iya-iya, aku yang salah," Dean tidak mau membuat pertemuan mereka setelah lama tidak bertemu menjadi bertengkar, jadi dia memilih untuk mengalah."Tapi untung kamu sigap, entah apa yang terjadi kalau enggak," ucap Haura bergidik ngeri."Ya iya, aku kan pernah balapan liar. Jadi enggak heran kalau aku hebat." Dean membusungkan dada, memamerkan kehebatan yang dimiliki.Hanya saja bukannya dipuji, tetapi Haura malah melotot tajam kepada dirinya membuat Dean menjadi bingung. "Kenapa kamu malah menatap aku kayak gitu?""Balapan itu gak boleh tahu! Bisa baha
Haura mengekor Dean dari belakang, melihat lelaki itu berhenti di depan meja salah satu seorang wanita yang tidak tampak asing di mata."Akhirnya kamu pulang juga, ya, Yirra?" Dean menatap tajam Yirra, sedangkan yang ditatap malah terkejut."Emang kenapa?" Yirra mendongak menatap Dean, lelaki yang pernah merusaknya dulu.Haura hanya berada di samping Dean, tidak berani menimpali percakapan antara kedua orang tersebut. Menurutnya bukan ranah untuk ikut campur, hanya menjaga siapa tahu sang kekasih menjadi lepas kendali saja."Aku beberapa kali lihat rumah kamu, tapi selalu kosong," ucap Dean datar."Iya, aku pergi ke luar negeri untuk berobat. Kedua orang tuaku malu buat berobat di sini," ucap Yirra dengan memalingkan wajah.Kedua orang itu terdiam, lalu setelah beberapa menit Dean kemudian duduk di samping Yirra dan terus memandang wanit tersebut lekat."Maaf!"Satu perkataan dari Dean yang tidak diduga oleh kedua wanita itu, mereka menatap lelaki tersebut lekat."Aku minta maaf, kare
Dean menutup mulutnya lantaran baru saja sadar atas apa yang dilakukan, padahal baru saja masalah tadi selesai, tetapi malah membuat masalah baru yang membuat Haura menjadi marah kembali kepadanya. Wajah menjadi menegang, bingung mau berbicara apa lagi untuk membuat Haura memaafkan apa yang dirinya lakukan dulu.Namun sang kekasih malah tertawa, membuat Dean menjadi heran dengan tingkah laku Haura tersebut. "Kenapa kamu malah tertawa? Padahal kan tadi kelihatan marah,""Gimana aku enggak tertawa coba? Kalau wajah tegang kamu lucu banget, makanya aku jadi enggak bisa nahan tertawa. Padahal niatnya tadi mau ngerjain," jawab Haura masih dengan diselingi tertawa."Jadi kamu mau ngerjain aku? Ternyata baru dua bulan saja enggak bertemu, kamu udah belajar buat jahil ya," kekeh Dean lalu menghentikan mobilnya. "sudah sampai dengan selamat, Tuan Putri,""Yaudah, aku mau masuk terus langsung tidur. Kamu juga langsung pulang, jangan kelayapan atau apa pun. Awas aja!" perintah Haura yang tidak b
Dean yang tahu kalau sang istri sedang gugup, lelaki itu segera mendekati dengan perlahan. Menyelipkan anak rambut ke telinga yang hampir menusuk mata Haura dengan pelan. "Kamu gugup, ya? Padahalkan kamu lebih berpengalaman dari aku, jadi seharusnya kamu yang bimbing aku." Dean berbisik di telinga wanita itu.Haura merinding karena dibisikin oleh Dean, memang sebenarnya tidak salah apa yang dikatakan oleh sang suami. Namun tetap saja kalau ini adalah malam pertama, takut mengecewakan Dean yang baru saja sah menjadi suaminya."Aku gugup, walau ini bukan yang pertama buat kita. Tapi tetap aja, kemwrin kan aku dalam pengaruh obat," ucap Haura dengan gugup."Kalau begitu, kamu cukup nikmatin aja. Aku bakalan lakuin dengan perlahan tapi bakalan buat kamu puas!" Dean mendekati Haura, sekarang tidak ada jarak lagi antara mereka.Haura semakin gugup dengan apa yang akan dilakukan oleh Dean kepadanya, tetapi di dalam hati sedang menginginkan juga. Hanya saja, terlalu malu untuk mengakui dengan
"Kok duduknya jauh banget, sih?" Dean menyingkap rambut Haura dan menaruh kepalanya di atas pundak sang istri."Aku lagi kesal sama kamu!" jawab Haura tanpa menoleh, tidak ingin menatap sang suami mudanya itu."Loh kok kesal sih? Padahal aku enggak ngapa-ngapain tadi loh, cuma cium doang masa enggak boleh?" Dean memalingkan wajah Haura untuk menatapnya, alhasil sekarang mereka saling pandang.Haura pun bingung, karena memang apa yang Dean katakan. Lelaki itu tidak melakukannya, tepatnya bukan tidak tetapi belum melakukannya. Lelaki tersebut melihat istrinya sedang melamun, segera mencium Haura dengan lembut, membuat wanita itu membalas ciuman Dean karena terbawa suasana.Awalnya hanya sebuah cerita ulah biasa, tetapi berubah menjadi saling memberikan kecupan hangat di bibir. Suasana semakin panas, lantaran tahu kalau tidak ada satu orang pun di rumah, Dean memindahkan Haura untuk duduk di atas meja makan lalu melumat bibir mungil itu semakin ganas.Prang!Suara barang terjatuh membuat
Wajah Haura langsung murung mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, padahal ingin sekali hanya tinggal berdua dengan sang suami. Tidak ada mertua atau pun orang lain yang tinggal bersama, tetapi nyatanya Dean tidak menginginkan hal tersebut.Terasa ada seseorang yang menyentuh pundak Haura, membuat wanita itu mendongak menatap seseorang yang sudah berada di belakang dan memeluk dirinya."Bukannya enggak mau untuk pisah rumah, tapi aku gak mau kalau kita tinggal di rumahmu itu. Karena rumah itu adalah pemberian dari Niko, kalau aku tinggal di sana bisa-bisa aku malah diremehkan orang-orang numpan di rumah pemberian mantan suami kamu," bisik Dean memberikan pengertian kepada sang istri."Jadi beneran kamu mau kita pindah?" Haura menetap berbinar kepada sang suami, tidak seperti tadi murung."Iya, lagian kita kan butuh privasi. Supaya enggak kejadian hal yang kayak tadi, gak enak rasanya pas kepengen malah macet!" canda Dean yang membuat Haura memukul dirinya dengan kuat."Bisa enggak si