"Kok duduknya jauh banget, sih?" Dean menyingkap rambut Haura dan menaruh kepalanya di atas pundak sang istri."Aku lagi kesal sama kamu!" jawab Haura tanpa menoleh, tidak ingin menatap sang suami mudanya itu."Loh kok kesal sih? Padahal aku enggak ngapa-ngapain tadi loh, cuma cium doang masa enggak boleh?" Dean memalingkan wajah Haura untuk menatapnya, alhasil sekarang mereka saling pandang.Haura pun bingung, karena memang apa yang Dean katakan. Lelaki itu tidak melakukannya, tepatnya bukan tidak tetapi belum melakukannya. Lelaki tersebut melihat istrinya sedang melamun, segera mencium Haura dengan lembut, membuat wanita itu membalas ciuman Dean karena terbawa suasana.Awalnya hanya sebuah cerita ulah biasa, tetapi berubah menjadi saling memberikan kecupan hangat di bibir. Suasana semakin panas, lantaran tahu kalau tidak ada satu orang pun di rumah, Dean memindahkan Haura untuk duduk di atas meja makan lalu melumat bibir mungil itu semakin ganas.Prang!Suara barang terjatuh membuat
Wajah Haura langsung murung mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, padahal ingin sekali hanya tinggal berdua dengan sang suami. Tidak ada mertua atau pun orang lain yang tinggal bersama, tetapi nyatanya Dean tidak menginginkan hal tersebut.Terasa ada seseorang yang menyentuh pundak Haura, membuat wanita itu mendongak menatap seseorang yang sudah berada di belakang dan memeluk dirinya."Bukannya enggak mau untuk pisah rumah, tapi aku gak mau kalau kita tinggal di rumahmu itu. Karena rumah itu adalah pemberian dari Niko, kalau aku tinggal di sana bisa-bisa aku malah diremehkan orang-orang numpan di rumah pemberian mantan suami kamu," bisik Dean memberikan pengertian kepada sang istri."Jadi beneran kamu mau kita pindah?" Haura menetap berbinar kepada sang suami, tidak seperti tadi murung."Iya, lagian kita kan butuh privasi. Supaya enggak kejadian hal yang kayak tadi, gak enak rasanya pas kepengen malah macet!" canda Dean yang membuat Haura memukul dirinya dengan kuat."Bisa enggak si
Suasana di ruang makan yang awalnya penuh dengan canda tawa, sekarang berubah menjadi sunyi seperti tidak ada orang yang berada di sana. Membuat perasaan Haura menjadi tidak menentu, dia menjadi sangat gelisah dengan apa yang akan terjadi sekarang ini."Ma, Pa, maaf! Aku yang minta buat pindah rumah, karena merasa ingin mandiri. Bukan karena merasa tidak betah tinggal di sini!" Haura berkata jujur, mau bagaimana pun di sini dirinya lah yang bersalah.Wanita cantik itu tidak ingin kalau sang suami akan kena masalah lantaran mengatakan permintaannya tadi siang. Kalau sampai mereka bertengkar karena hal itu, lebih baik mengakui hal tersebut adalah keinginannya bukan Dean.Elisa dan Rangga malah tertawa mendengar perkataan Haura yang seakan takut kalau suaminya dimarahi. Mereka tertawa sangat keras, sambil terus memegangi perut lantaran merasa sakit.Haura melihat itu mengerutkan keningnya, menatap heran kenapa kedua mertuanya malah tertawa. Seakan paham dengan apa yang menantunya pikirka
Mendengar hal itu, Haura langsung memukuli sang suami dengan menggunakan bantal yang berada di dekatnya. Sangat kesal sekali ternyata malah menginginkan hal mesum seperti itu, dipikirnya kalau Dean menginginkan tinggal hanya berdua seperti dirinya."Aduh! Ampun, Haura!" Dean meringkuk dengan tangan yang menutupi wajahnya, sesekali keluar suara tawa dari mulut."Dasar cowok mesum! Perasaan setiap hari pikirannya itu-itu terus, apa enggak ada yang lain selain itu?" Haura masih memukuli suaminya kesal."Terus apa lagi yang harus dipikirkan selain itu? Kamu menyukainya juga kan?" Dean membuka tangannya sedikit untuk mengintip ekspresi wajah Haura.Wanita cantik itu terdiam, memang benar apa yang dikatakan sang suami tetapi tetap saja dirinya masih kesal sehingga melanjutkan untuk memukuli Dean kembali. "Tetap saja aku kesal!"Setelah beberapa menit berlalu, wanita itu menghentikan memukuli sang suami karena merasa apa yang dilakukan sia-sia saja. Lantaran Dean dipukuli hanya tertawa terba
"Eh, Dean baru datang?" Elisa hanya senyum-senyum menatap sang anak."Asyik ya, pagi-pagi udah gosip." Dean mendudukkan bokongnya di kursi dengan kasar.Haura mengambilkan nasi lengkap dengan sayur dan lauknya untuk sang suami, lalu baru duduk kembali untuk menyantap makanannya."Mama enggak gosip loh, Dean. Soalnya kan istrimu nanti pasti tahu juga sama kebiasaanmu yang itu." Elisa tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan."Tapi enggak gitu juga loh, Ma!" Dean menatap tidak suka sang ibu, mau bagaimana pun rasanya sangat tidak suka kalau diceritakan aibnya kepada sang istri.Menurut Dean pasti Haura akan mengetahuinya pelan-pelan tentang kebiasaannya itu, jadi tidak perlu diceritakan kepada sang istri."Benar kata Dean, Ma. Mau gimana pun nanti Haura juga bakalan tahu, kasian kalau diceritain aibnya itu. Kalau papa juga pasti kesal loh," ucap Rangga menimpali."Iya-iya deh. Mama minta maaf, tapi kamu harus benerin kebiasaanmu itu. Udah nikah koh masih aja dandannya lama, e
"Eh, iya!" Haura ikut memperhatikan Lilis yang sedang menggendong bayi kecilnya.Rangga tidak menjawab, tetapi memilih memarkirkan mobilnya ke halaman rumah yang akan dia beli untuk sang anak. Memang belum dibayar, namun sudah sepakat untuk membeli rumah itu sebagai hadiah pernikahan. Hanya saja kalau Haura tidak menyukainya terpaksa Rangga membatalkan niat membeli walau pun sudah diberikan uang dimuka kepada pemilik rumah."Ngapain kalian kemari?" Lilis menatap ketus kepada keluarga Dean.Namun belum sempat menjawab, Dika keluar dari dalam rumah tersebut menatap mereka semua dengan ramah."Eh, Om dan yang lainnya udah datang! Ayo masuk ke dalam, biar bisa lihat-lihat rumahnya." Dika mengarahkan semuanya untuk masuk ke dalam."Ngapain ajak mereka masuk? Nanti kotor lagi rumahnya!" Lilis menatap t4jam kepada Dika, lelaki yang baru satu bulan dia nikahi."Lilis! Mereka ini yang mau beli rumah, jadi bisa enggak ramah sedikit sama mereka!" Dika menekan setiap kalimat yang keluar dari mulu
Dean dan Haura melakukan hal yang biasa para suami-istri lakukan dimalam hari, mereka sangat menikmati setiap kali berbagi kasih sayang di atas ranjang. Walau pun wanita cantik itu sering merasa was-was seiring berjalannya umur rumah tanggan mereka."Kok kamu murung, Haura?" Dean menyingkap rambut yang menutupi sebagian wajah Haura."Enggak papa, cuma capek aja sih. Yuk kita tidur, lagian ini udah malam juga!" ajak Haura yang langsung menarik selimutnya.Haura memejamkan mata yang terasa sangat sulit untuk diajak tidur, wanita itu menoleh ke arah belakang ternyata sang suami sudah tidur dengan nyenyak. Dia pun memilih menatap wajah Dean yang sedang tertidur tersebut, berharap akan ikut terlelap ke alam mimpi.***Bagun dipagi hari dengan perasaan senang di rumah sendiri, Haura berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Pertama yang Haura lakukan adalah memasak nasi, setelah itu baru membua kulkas yang tentu saja isinya penuh. Jangan tanya siapa yang memenuhi isi kulkas itu? Siapa
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana