Wajah Dean memucat mendengar perkataan Haura yang terdengar bergetar, dia menutup mulut sang wanita dengan satu jari telunjuknya. "Bentar, kayaknya aku butuh beberapa waktu beberapa menit untuk nyiapin diri sebelum kamu mengatakan sesungguhnya,"Haura menatap sang kekasih heran, tetapi dengan cepat dia menyingkirkan hari telunjuk Dean dari mulut. "Kalau aku enggak ngatakan sekarang, kapan lagi? Jadi aku harap kamu mau dengerin dulu apa yang mau aku katakan sampai habis!"Dean mengangguk pasrah, dia akan menerima apa pun yang sang kekasih katakan. Entah mau berpisah atau tidak, Dean akan berusaha lapang dada."Aku berterima kasih karena kamu udah jujur. Tapi apa kamu bisa bicarakan suku ke aku kalau mau ketemu sama cewek lain? Karena kita sudah diikat oleh cincin tunangan ini, jadi kamu enggak bisa lakuin apa pun sembarang kayak kemarin itu!" gerutu Haura menatap tajam sang kekasih."Iya, aku paham apa yang aku lakukan salah. Cuma aku kira dia emang benar enggak akan ganggu hubungan ki
Rangga langsung ingin berdiri untuk memberikan pelajaran kepada sang anak, tetapi Elisa dengan cepat menahan. Gigi Rangga terus bergemerutuk, menahan perasaan amarah yang membara di dalam dada.Sedangkan Dean menutup wajahnya dengan kedua belah tangan, takut kalau sang ayah akan benar-benar memukul."Kamu kenapa bisa kayak gitu? Kamu lakuin sama siapa? Kayaknya enggak mungkin sama Haura, apa kebiasaan lamamu itu masih kamu pakai?!" Rangga memberondong pertanyaan kepada Dean, dia sekarang merasa frustasi atas apa yang anaknya lakukan.Mungkin kalau tidak sefatal ini Rangga tidak akan merasa marah, tetapi ini sampai terkena penyakit kelamin membuat dirinya sangat malu menghadapi Haura. Janda cantik itu pasti merasa sangat marah dan kecewa mengetahui yang tunangannya lakukan.Elisa hanya diam membisu, tidak tahu harus menanggapi apa tetapi hatinya terasa sangat hancur mengetahui hal ini. Ingin berteriak dan memaki Dean, sayang hal tersebut percuma dilakukan kalau semua sudah terjadi."In
Hendra mengepalkan tangannya dengan penuh amarah dan langsung memberikan tamparan keras kepada Dean. "Kamu pikir semudah itu minta maaf dari aku?!"Indra yang tidak menduga dengan apa yang akan dilakukan oleh Hendra, langsung berdiri dan berusaha melerai lelaki itu supaya tidak semakin membuat temannya babak belur. Hanya saja dia kalah dengan tenaga orang yang sedang marah, Indra terpental sampai terbentur tembok akibat tepisan Hendra yang menghalanginya untuk membantu Dean."Om, hentikan! Nanti Om bisa masuk penjara karena melakukan kekerasan kayak gini!" Indra berusaha mengingatkan kalau apa yang dilakukan Hendra salah."Aku hanya melakukan apa yang harusnya aku lakukan, sedangkan dia malah merusak masa depan anakku tapi tidak masuk ke dalam penjara!" Hendra mencengkram kerah pakaian Dean, dia menatap tajam ke arah Indra yang menurutnya mengganggu.Indra terdiam, merasa kalau semua yang dikatakan oleh Hendra ada benarnya. Namun rasanya tidak tega membiarkan sang teman mendapatkan pu
102."Dia meninggal udah lama, karena sakit. Jadi yang aku tahu, dia sengaja buat supaya kamu mutusin agar tidak terlalu sakit hati pas Lili enggak ada lagi." Indra memandang lurus ke depan, memang udah lama dia ketahui."Kenapa kamu baru bilang sekarang?!" Dean menarik kerah Indra, sampai membuat mobil menjadi oleng tidak terkendali."Aku udah janji sama Lili supaya enggak ngasih tahu tentang itu ke kamu. Tapi ini udah terlalu lama, mana kamu selalu nyalahin Lili terus atas apa yang kamu lakuin." Indra menepikan mobilnya ke arah samping, tidak ingin kalau menabrak orang lain.Dean terdiam, tidak menyangka kalau selama ini salah paham atas apa yang Lili lakukan itu. Ternyata untuk membuat dirinya lupa, supaya tidak terlalu sakit saat kehilangan tetapi bukankah hal ini keterlaluan sekali?Indra yang hanya seorang teman mengetahuinya, tetapi Dean sendiri tidak mengetahui sama sekali. Bahkan Indra pun tidak menceritakan semua tentang Lili, terkesan menutupi selama ini.Dean turun dari mo
Haura berteriak dengan keras, tidak menyangka apa yang dia lakukan akan membuat mereka berdua hampir celaka. Untung saja Dean berhasil mengendalikan mobil dengan sigap, lantaran sudah terbiasa balapan liar."Untung aja enggak kenapa-napa," ucap Dean dengan menghela napas lega."Astaga! Maaf, ya, aku enggak nyangka bakalan jadi kayak gini. Habisi kamu bikin aku kesal!" gerutu Haura yang masih berusaha mengelak kalau itu adalah salahnya."Iya-iya, aku yang salah," Dean tidak mau membuat pertemuan mereka setelah lama tidak bertemu menjadi bertengkar, jadi dia memilih untuk mengalah."Tapi untung kamu sigap, entah apa yang terjadi kalau enggak," ucap Haura bergidik ngeri."Ya iya, aku kan pernah balapan liar. Jadi enggak heran kalau aku hebat." Dean membusungkan dada, memamerkan kehebatan yang dimiliki.Hanya saja bukannya dipuji, tetapi Haura malah melotot tajam kepada dirinya membuat Dean menjadi bingung. "Kenapa kamu malah menatap aku kayak gitu?""Balapan itu gak boleh tahu! Bisa baha
Haura mengekor Dean dari belakang, melihat lelaki itu berhenti di depan meja salah satu seorang wanita yang tidak tampak asing di mata."Akhirnya kamu pulang juga, ya, Yirra?" Dean menatap tajam Yirra, sedangkan yang ditatap malah terkejut."Emang kenapa?" Yirra mendongak menatap Dean, lelaki yang pernah merusaknya dulu.Haura hanya berada di samping Dean, tidak berani menimpali percakapan antara kedua orang tersebut. Menurutnya bukan ranah untuk ikut campur, hanya menjaga siapa tahu sang kekasih menjadi lepas kendali saja."Aku beberapa kali lihat rumah kamu, tapi selalu kosong," ucap Dean datar."Iya, aku pergi ke luar negeri untuk berobat. Kedua orang tuaku malu buat berobat di sini," ucap Yirra dengan memalingkan wajah.Kedua orang itu terdiam, lalu setelah beberapa menit Dean kemudian duduk di samping Yirra dan terus memandang wanit tersebut lekat."Maaf!"Satu perkataan dari Dean yang tidak diduga oleh kedua wanita itu, mereka menatap lelaki tersebut lekat."Aku minta maaf, kare
Dean menutup mulutnya lantaran baru saja sadar atas apa yang dilakukan, padahal baru saja masalah tadi selesai, tetapi malah membuat masalah baru yang membuat Haura menjadi marah kembali kepadanya. Wajah menjadi menegang, bingung mau berbicara apa lagi untuk membuat Haura memaafkan apa yang dirinya lakukan dulu.Namun sang kekasih malah tertawa, membuat Dean menjadi heran dengan tingkah laku Haura tersebut. "Kenapa kamu malah tertawa? Padahal kan tadi kelihatan marah,""Gimana aku enggak tertawa coba? Kalau wajah tegang kamu lucu banget, makanya aku jadi enggak bisa nahan tertawa. Padahal niatnya tadi mau ngerjain," jawab Haura masih dengan diselingi tertawa."Jadi kamu mau ngerjain aku? Ternyata baru dua bulan saja enggak bertemu, kamu udah belajar buat jahil ya," kekeh Dean lalu menghentikan mobilnya. "sudah sampai dengan selamat, Tuan Putri,""Yaudah, aku mau masuk terus langsung tidur. Kamu juga langsung pulang, jangan kelayapan atau apa pun. Awas aja!" perintah Haura yang tidak b
Dean yang tahu kalau sang istri sedang gugup, lelaki itu segera mendekati dengan perlahan. Menyelipkan anak rambut ke telinga yang hampir menusuk mata Haura dengan pelan. "Kamu gugup, ya? Padahalkan kamu lebih berpengalaman dari aku, jadi seharusnya kamu yang bimbing aku." Dean berbisik di telinga wanita itu.Haura merinding karena dibisikin oleh Dean, memang sebenarnya tidak salah apa yang dikatakan oleh sang suami. Namun tetap saja kalau ini adalah malam pertama, takut mengecewakan Dean yang baru saja sah menjadi suaminya."Aku gugup, walau ini bukan yang pertama buat kita. Tapi tetap aja, kemwrin kan aku dalam pengaruh obat," ucap Haura dengan gugup."Kalau begitu, kamu cukup nikmatin aja. Aku bakalan lakuin dengan perlahan tapi bakalan buat kamu puas!" Dean mendekati Haura, sekarang tidak ada jarak lagi antara mereka.Haura semakin gugup dengan apa yang akan dilakukan oleh Dean kepadanya, tetapi di dalam hati sedang menginginkan juga. Hanya saja, terlalu malu untuk mengakui dengan