Pertanyaan yang keluar dari mulut Dean membuat semua orang yang berada di hotel itu menatap ke arah mereka berdua. Haura menjadi merasa lemas, melihat tatapan mata dari semua orang itu.
Rasanya dia ingin menghilang saja dari muka bumi ini, tetapi hal itu tidak bisa dia lakukan. Haura segera menutupi wajahnya dengan tas yang dia bawa."Sayang, kok kamu malah nutupin wajah cantik kamu ini, sih?" Dean mendekati Haura, lalu ingin menurunkan tas yang menutupi wajah wanita itu."Lepasin gak, Dean!" teriak Haura tertahan, dia terlalu malu kalau orang-orang melihat wajahnya."Aku salah apa sih sama kamu? Jadi kamu kayak gini ke-aku," ucap Dean dengan nada tercekat, lelaki itu menunjukkan wajah murung."Udahlah, aku mau pergi aja!" Haura mendorong Dean untuk menjauh, lalu berlari keluar dari hotel.Dean yang melihat Haura berlari, lalu segera mengikuti janda cantik itu."Ada apa, nih? Kok cewek yang udah jadi janda keluar dari ho"Pasti kamu buat masalah lagi di luar, jadi enggak pulang tadi malam!" Mata Elisa melotot, dia tidak tahan kalau tidak memarahi sang anak.Dean menghela napas berat, baru saja dia sampai sudah harus kena marah oleh sang ibu. Andaikan dia tahu, mungkin dirinya tidak akan pulang tadi, sekalian saja menginap selama dua hari di hotel."Aku nginap di tempat teman, ponselku juga mati, jadi lupa ngasih kabar kepada Mama," ucap Dean berusaha tenang.Dean memang tidak suka diatur-atur, walau pun yang melakukan hal itu adalah ibunya. Karena dia sudah terbiasa hidup dengan melakukan apa pun yang dia mau, siapa lagi kalau bukan Rangga yang mengizinkannya."Kamu gak bohong kan sama ibu?" tanya Elisa menyelidik, dia takut kalau anaknya itu sedang berbohong."Aku gak bohong, Ma. Kalau Mama gak percaya sama aku, ya, terserah!" Dean melangkahkan kakinya menuju kamar.Dean menutup pintu dengan keras, perasaannya menjadi tidak baik setelah pulang k
Dean malah diam saja, lelaki itu bersandar di dinding dengan bersedekap dada. Membuat Haura menjadi kesal karena merasa diacuhkan."Kenapa kamu gak jawab?!" bentak Haura menahan gemuruh di dalam dada.Lelaki itu masih diam, tidak ada keinginan untuk menjawab."Jawab, Dean!" perintah Haura dengan nada tinggi."Kalau iya kenapa? Apa kamu bakalan marah sama aku, terus ngusir aku dari sini?" tanya Dean dengan santai.Tidak ada rasa bersalah yang terlihat di wajahnya, dia hanya menatap satu-persatu wanita yang berada di depannya sekarang ini.Haura menggelengkan kepalanya, walau dia tahu umur Dean masih sangatlah mudah. Namun, dia tidak menyangka kalau lelaki itu malah bersikap kekanak-kanakan seperti sekarang ini."Emang apa masalah aku sama kamu? Jadi kamu malah gini ke-aku, padahal menurutku aku gak lakuin apa pun ke-kamu!" tanya Mira dengan mata berembun.Mira sudah sangat lelah sekali kalau harus dibenci atas ap
Dean yang panik segera memindahkan Haura untuk dibaringkan di sofa panjang yang berada di ruangan itu. Ingin memanggil orang lain, takutnya malah akan menyentuh janda cantik tersebut.Dean tidak rela kalau ada orang lain yang menyentuh Haura, entah dia lelaki atau pun wanita, Dean tidak memperdulikan itu. Yang dia inginkan hanyalah dirinya yang bisa menyentuh Haura.Dia segera merogoh di dalam tas Haura, mencari keberadaan minyak kayu putih di sana. Setelah dipastikan ada, dia mendekatkan minyak itu ke dekat hidung Haura."Em," gumam Haura pelan.Haura menggeliatkan tubuhnya, wajahnya sangat pucat sekali dan terlihat tidak bertenaga."Kamu sakit? Kenapa masih berangkat ke toko? Seharusnya di rumah aja!" gerutu Dean yang sebenarnya dia merasa khawatir."Enggak. Aku enggak sakit kok, tapi hanya lapar saja, aku belum makan sejak tadi pagi." Haura beranjak untuk duduk, dengan sigap Dean membantunya."Kenapa gak makan? Bentar, aku belikan makanan, kamu tunggu di sini aja, jangan kemana-man
Haura mengusap tangannya pelan. "Baru aja." jawabnya canggung."Oh, aku mau pamit pulang. Soalnya ada urusan bentar," ucap Dean pamit ingin pulang."Sama cewek tadi?" tanya Haura ketus, dia merasa kesal melihat wanita cantik tadi."Iya, kenapa?" Dean mengerinyitkan alisnya."Enggak papa!" Haura berlalu pergi meninggalkan Dean.Sedangkan Dean, dia tidak berniat mengejar Haura yang berlalu pergi meninggalkannya. Namun, dia memilih untuk merapikan dirinya lebih dulu sebelum keluar menemui Yirra.Haura mengintip apa yang lelaki itu lakukan, dia merasa ada sesuatu yang terbakar dalam dirinya."Yirra, maaf lama," ucap Dean saat sudah berada di depan Yirra."Enggak papa. Kan aku sendiri yang mau kemari, jadi nunggu bentar gak masalah lah buat aku," tanggap Yirra dengan senyum merekah."Baguslah, tapi lain kali kamu gak usah kemari. Aku lagi sibuk!" ucap Dean ketus, dia tidak suka diganggu kalau sedang melakukan sesuatu."Emang kamu sibuk ngapain di toko kecil ini?" tanya Yirra dengan mengeru
"Ngapain aku di sini? Palingan dengar kamu ngomong 'terserah-terserah' gitu doang!" hardik Dean dengan napas memburu."Iya-iya, maafkan aku. Aku gak bakalan ngulangin lagi, tadi aku hanya cemburu." Yirra menggigit bibir bawahnya pelan.Dean tertawa kecil, lalu kembali duduk lagi di kursinya. "Cemburu? Cemburu sama siapa coba?" tanyanya dengan terus terkekeh."Siapa lagi kalau bukan pemilik toko itu. Kamu bilang itu adalah tantemu, tapi kok aku merasa dia bukan tantemu," ucap Yirra mengatakan isi hatinya dengan mata berembun."Kenapa kamu bisa ngumpulin kayak gitu?" Dean bersedekap dada, dia menatap lekat Yirra."Aku tadi lihat dia di sana, berarti dia adalah pemilik toko itu. Lalu kamu bantuin dia buat dapatin hatinya kan?" tebak Yirra tepat sasaran.Dean hanya tersenyum sinis memandangi wanita cantik di depannya ini, lalu dia mengangkat dagu Yirra untuk membuatnya menatap dirinya. "Kamu gak berhak cemburu sama aku, karena hubungan kita ini bukan pacaran kayak kamu dengan Jeffry. Cuma
Haura membelalakkan mata dan mulutnya pun ikut terbuka mendengar perkataan dari lelaki asing yang bahkan mereka pun belum mengetahui nama masing-masing.Hening!Tidak ada suara apa pun yang terdengar, seakan alam pun ikut terkejut. Namun, tidak begitu lama terdengar suara tertawa dari lelaki asing di samping Haura."Haha ... maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu menjadi terkejut kayak gitu," ucapnya sambil memegangi perut karena terlalu keras tertawa.Haura mengerinyitkan alisnya. "Jadi kamu cuma bercanda?"Lelaki itu berdehem. "Iya, aku cuma bercanda. Mana ada cowok yang nembak cewek yang baru dia temui, bahkan nama aja gak tahu!" Lagi, lelaki itu tertawa kecil."Aku juga mana mau sama cowok asing kayak kamu!" ketus Haura yang merasa kesal dipermainkan."Aduduh, jangan ngambek kayak gitu dong! Aku kan cuma bercanda, habisi dari tadi aku perhatikan kamu kayak lagi sedih gitu, jadi aku coba hibur," ucapnya dengan nad
Bukannya menjawab Dean langsung melangkah pergi meninggalkan Haura yang masih bingung dengan apa yang ingin dia lakukan selarut ini."Kenapa sih dia?" tanya Haura dengan wajah mengerut.Dia pun lekas memasukan mobilnya ke dalam, lalu menutup pintu pagarnya. Haura melangkahkan kakinya ke dapur, untuk mengambil satu buah mangkuk berserta membuat es teh untuk dirinya sendiri.Beruntung, dia berisi kulkas jadi tidak perlu repot-repot mencari es batu di malam hari seperti ini. Memang Haura terbiasa meminum minuman dingin, jadi dirinya membeli kulkas waktu pertama pindah."Em, aromanya sangat harum banget. Buat perutku semakin lapar aja." Haura memilih meminum es teh lebih dulu, lalu menyendokkan mie ayam ke mulutnya. "enak banget!" serunya semakin lahap.Haura menuangkan satu bungkus mie ayam lagi, walau sudah merasa kenyang tetapi masih selalu ada tempat kosong untuk makanan kesukaannya ini."Akhirnya kenyang juga," ucap Haura diseli
"Enggak! Aku enggak cemburu sama cewek itu, lagi pula buat apa aku cemburu, karena kita bukan siapa-siapa!" sanggah Haura tegas.Dia menepis perasaan yang mulai dirasakan kepada Dean, karena dirinya tidak mau mengakui kalau menyukai seseorang yang lebih muda darinya. Haura juga terlalu gengsi untuk mengakui perasaannya sendiri kepada seorang lelaki, akibat dikhianati dia mulai ingin bertekad tidak ingin menyukai lelaki mana pun lagi."Aku tahu kamu udah mulai nyaman dan memiliki perasaan sama aku, tapi kamunya aja terlalu malu mengatakan itu," ucap Dean mulai berbisik di telinga Haura.Membuat wajah wanita itu menjadi memerah karena malu, tetapi dengan cepat menggelengkan kepalanya lagi. Menyanggah semua perkataan Dean adalah cara terbaik untuk menghilangkan rasa malu yang dirasa."Gak usah malu sama aku. Karena aku kan juga suka sama kamu, jadi kamu gak usah malu begitu dong!" Dean merengkuh pinggang Haura mesra."Jangan kayak gini dong, malu kelihatan orang!" Haura mendorong kasar De