Haura membelalakkan mata dan mulutnya pun ikut terbuka mendengar perkataan dari lelaki asing yang bahkan mereka pun belum mengetahui nama masing-masing.
Hening!Tidak ada suara apa pun yang terdengar, seakan alam pun ikut terkejut. Namun, tidak begitu lama terdengar suara tertawa dari lelaki asing di samping Haura."Haha ... maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu menjadi terkejut kayak gitu," ucapnya sambil memegangi perut karena terlalu keras tertawa.Haura mengerinyitkan alisnya. "Jadi kamu cuma bercanda?"Lelaki itu berdehem. "Iya, aku cuma bercanda. Mana ada cowok yang nembak cewek yang baru dia temui, bahkan nama aja gak tahu!" Lagi, lelaki itu tertawa kecil."Aku juga mana mau sama cowok asing kayak kamu!" ketus Haura yang merasa kesal dipermainkan."Aduduh, jangan ngambek kayak gitu dong! Aku kan cuma bercanda, habisi dari tadi aku perhatikan kamu kayak lagi sedih gitu, jadi aku coba hibur," ucapnya dengan nadBukannya menjawab Dean langsung melangkah pergi meninggalkan Haura yang masih bingung dengan apa yang ingin dia lakukan selarut ini."Kenapa sih dia?" tanya Haura dengan wajah mengerut.Dia pun lekas memasukan mobilnya ke dalam, lalu menutup pintu pagarnya. Haura melangkahkan kakinya ke dapur, untuk mengambil satu buah mangkuk berserta membuat es teh untuk dirinya sendiri.Beruntung, dia berisi kulkas jadi tidak perlu repot-repot mencari es batu di malam hari seperti ini. Memang Haura terbiasa meminum minuman dingin, jadi dirinya membeli kulkas waktu pertama pindah."Em, aromanya sangat harum banget. Buat perutku semakin lapar aja." Haura memilih meminum es teh lebih dulu, lalu menyendokkan mie ayam ke mulutnya. "enak banget!" serunya semakin lahap.Haura menuangkan satu bungkus mie ayam lagi, walau sudah merasa kenyang tetapi masih selalu ada tempat kosong untuk makanan kesukaannya ini."Akhirnya kenyang juga," ucap Haura diseli
"Enggak! Aku enggak cemburu sama cewek itu, lagi pula buat apa aku cemburu, karena kita bukan siapa-siapa!" sanggah Haura tegas.Dia menepis perasaan yang mulai dirasakan kepada Dean, karena dirinya tidak mau mengakui kalau menyukai seseorang yang lebih muda darinya. Haura juga terlalu gengsi untuk mengakui perasaannya sendiri kepada seorang lelaki, akibat dikhianati dia mulai ingin bertekad tidak ingin menyukai lelaki mana pun lagi."Aku tahu kamu udah mulai nyaman dan memiliki perasaan sama aku, tapi kamunya aja terlalu malu mengatakan itu," ucap Dean mulai berbisik di telinga Haura.Membuat wajah wanita itu menjadi memerah karena malu, tetapi dengan cepat menggelengkan kepalanya lagi. Menyanggah semua perkataan Dean adalah cara terbaik untuk menghilangkan rasa malu yang dirasa."Gak usah malu sama aku. Karena aku kan juga suka sama kamu, jadi kamu gak usah malu begitu dong!" Dean merengkuh pinggang Haura mesra."Jangan kayak gini dong, malu kelihatan orang!" Haura mendorong kasar De
Napas Dean memburu, karena tadi dia mencari kesana-kemari keberadaan Haura dan Bima. Sampai tiba di sini, dia melihat ada mobil Bima terparkir di depan cafe, langsung membuatnya berlari masuk ke dalam."Ini minumannya."Pelayan datang membawa dua minuman dingin untuk Haura dan Bima. Namun, Dean dengan cepat mengambil salah satu minuman itu, lalu meneguknya sampai tandas."Itu minuman Bima, Dean!" gerutu Haura kesal.Padahal dia sengaja pulang lebih dulu dari Dean, berharap lelaki itu akan kesal dan tidak mengganggunya selama satu atau beberapa hari. Sayangnya tidak, Dean malah datang kemari untuk mencarinya. Kesal! Itulah yang Haura rasakan saat ini, tetapi dia memilih menahannya karena ada Bima di antara mereka."Biarin aja, Haura! Kayaknya dia haus banget, soal minuman aku bisa pesan lagi." Bima beralih kepada pelayan cafe yang masih berada di sana.Haura menghela napas berat, dia merasa Bima adalah lelaki yang sangat berbeda d
Dean menuntun Haura untuk memasuki kamar hotel, di mana semua sudah disiapkan oleh para pelayan hotel di sana."Coba lihatlah, keren kan," ucap Dean memperlihatkan sebuah meja berisi hidangan lengkap dengan minuman"Kapan kamu sediakan ini?" tanya Haura takjub.Haura menatap semua yang disuguhkan oleh Dean, tidak lupa di tengah meja ada bunga cantik yang menghiasinya. Memang semua pelayan hotel sangat cepat menuruti perintah dari Dean, karena lelaki itu sudah terbiasa membawa banyak wanita di sana. Alhasil, mereka juga sudah terbiasa melakukan apa yang diperintahkan oleh Dean.Belum lagi, Dean biasanya akan memberikan tips yang banyak kepada mereka semua. Semakin bersemangat lah mereka melakukan apa yang diperintahkan."Em, kapan, ya?" Dean balik bertanya karena tidak mau menjawab.Haura terpana dengan apa yang dilakukan oleh lelaki itu, dia pun dituntun oleh Dean untuk mendekati meja supaya bisa kencan bersama. Seakan
Dean sangat bersemangat karena akan mencicipi janda cantik bertubuh seksi seperti Haura, dia sangat menginginkan wanita cantik itu dari awal bertemu."Dean, pelan-pelan," gumam Haura pelan dengan wajah bersemu merah."Nikmati saja, Haura! Kamu tidak akan menyesali apa yang kuberikan kepadamu," ucap Dean dengan penuh semangat.Beberapa jam mereka saling berbagi peluh, tetapi Dean tidak terlihat merasa lelah. Dia bahkan tetap bersemangat melakukan hal terlarang bersama Haura, sedangkan wanita cantik itu terlihat sangat kelelahan namun dia sangat menikmati kebersamaanya dengan Dean.Haura yang sudah lama tidak mendapatkan perlakuan hangat dari Niko, sewaktu menjadi suaminya merasa sangat terlena dengan apa yang dilakukan oleh Dean sekarang."Makasih, karena kamu udah ngasih aku." Dean mendaratkan sebuah ciuman singkat di kening Haura.Haura hanya diam, dia menjadi merasa menyesali apa yang telah dia lakukan sekarang. Bukan sok suci!
Saat Haura sedang putus asa, dia mendengar suara ketukan di pintu. Matanya pun menjadi berbinar-binar karena ada orang yang datang kemari."Apa itu Dean?" tebak Haura penuh harap.Ketukan di pintu terus terdengar, membuat Haura menjadi ingin berteriak meminta orang itu masuk karena pintu tidak dikunci. Memang dia melupakan mengunci pintu tadi malam, tetapi dirinya merasa sangat bersyukur tidak ada yang masuk dan dengan kondisinya sekarang."Masuk saja!" kata Haura berusaha berteriak, tetapi tetap tidak bisa karena suaranya tidak sampai keluar.Haura menjadi sedih, dia tidak bisa berteriak dan bahkan untuk berdiri pun terasa sangat sulit. Namun, ketukan di pintu itu masih terdengar di sana, dia pun berusaha untuk bangkit secara perlahan menuju luar.Dengan tergopoh-gopoh Haura berjalan memegangi tembok, tubuhnya gemetaran, kepala pun terasa berputar tetapi tetap terus melangkah maju."Buka saja, pintunya tidak dikunci!" kata Haura lagi.Tentu saja dengan suara pelan, jaraknya pun masih
Dean merasa sangat frustasi memikirkan kemana janda cantik itu, kenapa Haura tidak ada kabar dan di mana pun.Dean menjadi mondar-mandir selama beberapa jam di depan rumah Haura, tetapi tidak ada tanda-tanda kalau ada satu orang pun yang datang ke sana."Ke mana dia?" Lagi, hanya itu yang bisa keluar dari mulut lelaki tampan tersebut. Dean memilih duduk di kursi depan rumah Haura, berharap kalau pemilik rumah akan datang. Namun sayang, sudah lama dia menunggu, Haura tidak menampakan batang hidungnya sama sekali.Dean memilih pulang saja, dia lelah menunggu selama empat jam lamanya. Hari juga sudah semakin gelap, perut juga sudah terasa sangat lapar.'Kayaknya dia ada urusan,' ucap Dean di dalam hati.Dean melajukan mobilnya untuk pulang, yang berjarak sebuah rumah saja dari Haura.*."Makasih, Bima. Kamu baik banget sama aku, sampai habis pulang kerja datang kemari." Haura menerima sebungkus makanan dari Bima."Santai aja, Haura. Soalnya aku tahu, makanan di rumah sakit ini gak enak,
Indra meneguk ludahnya beberapa kali, dia tidak ingin meneruskan kalimat yang ingin dia katakan kepada Dean."Katakan apa?! Jangan buat aku penasaran!" bentak Dean sambil mencengkram kerah pakaian Indra."Ugh! Sakit tahu!" Indra menepis tangan Dean yang mencengkramnya."Salah sendiri kamu buat aku penasaran!" Dean menggerutu, lalu memandang ke arah lain."Iya-iya, aku akan katakan. Tapi kamu janji gak bakalan marah, apa yang aku katakan sekarang ini!" Indra berkata dengan nada khawatir."Emang apa sih yang mau dikatakan? Katakan aja, kenapa harus kayak gitu, coba?!" tanya Dean tidak dapat menahan rasa penasarannya lagi.Indra mendekati Dean, dia berbisik tepat di telinga lelaki itu. "Punyamu kecil!"Dean refleks mendorong temannya itu dengan wajah memerah menahan perasaan marah setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Indra. "Maksud kamu apaan bilang kayak gitu ke-aku? Emang kamu pernah lihat punyanya si Niko, cowok g*oblok itu!""Nah kan aku bilang jangan marah, tapi kenapa kamu mar
Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana
Dean dan Haura melakukan hal yang biasa para suami-istri lakukan dimalam hari, mereka sangat menikmati setiap kali berbagi kasih sayang di atas ranjang. Walau pun wanita cantik itu sering merasa was-was seiring berjalannya umur rumah tanggan mereka."Kok kamu murung, Haura?" Dean menyingkap rambut yang menutupi sebagian wajah Haura."Enggak papa, cuma capek aja sih. Yuk kita tidur, lagian ini udah malam juga!" ajak Haura yang langsung menarik selimutnya.Haura memejamkan mata yang terasa sangat sulit untuk diajak tidur, wanita itu menoleh ke arah belakang ternyata sang suami sudah tidur dengan nyenyak. Dia pun memilih menatap wajah Dean yang sedang tertidur tersebut, berharap akan ikut terlelap ke alam mimpi.***Bagun dipagi hari dengan perasaan senang di rumah sendiri, Haura berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Pertama yang Haura lakukan adalah memasak nasi, setelah itu baru membua kulkas yang tentu saja isinya penuh. Jangan tanya siapa yang memenuhi isi kulkas itu? Siapa
"Eh, iya!" Haura ikut memperhatikan Lilis yang sedang menggendong bayi kecilnya.Rangga tidak menjawab, tetapi memilih memarkirkan mobilnya ke halaman rumah yang akan dia beli untuk sang anak. Memang belum dibayar, namun sudah sepakat untuk membeli rumah itu sebagai hadiah pernikahan. Hanya saja kalau Haura tidak menyukainya terpaksa Rangga membatalkan niat membeli walau pun sudah diberikan uang dimuka kepada pemilik rumah."Ngapain kalian kemari?" Lilis menatap ketus kepada keluarga Dean.Namun belum sempat menjawab, Dika keluar dari dalam rumah tersebut menatap mereka semua dengan ramah."Eh, Om dan yang lainnya udah datang! Ayo masuk ke dalam, biar bisa lihat-lihat rumahnya." Dika mengarahkan semuanya untuk masuk ke dalam."Ngapain ajak mereka masuk? Nanti kotor lagi rumahnya!" Lilis menatap t4jam kepada Dika, lelaki yang baru satu bulan dia nikahi."Lilis! Mereka ini yang mau beli rumah, jadi bisa enggak ramah sedikit sama mereka!" Dika menekan setiap kalimat yang keluar dari mulu
"Eh, Dean baru datang?" Elisa hanya senyum-senyum menatap sang anak."Asyik ya, pagi-pagi udah gosip." Dean mendudukkan bokongnya di kursi dengan kasar.Haura mengambilkan nasi lengkap dengan sayur dan lauknya untuk sang suami, lalu baru duduk kembali untuk menyantap makanannya."Mama enggak gosip loh, Dean. Soalnya kan istrimu nanti pasti tahu juga sama kebiasaanmu yang itu." Elisa tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan."Tapi enggak gitu juga loh, Ma!" Dean menatap tidak suka sang ibu, mau bagaimana pun rasanya sangat tidak suka kalau diceritakan aibnya kepada sang istri.Menurut Dean pasti Haura akan mengetahuinya pelan-pelan tentang kebiasaannya itu, jadi tidak perlu diceritakan kepada sang istri."Benar kata Dean, Ma. Mau gimana pun nanti Haura juga bakalan tahu, kasian kalau diceritain aibnya itu. Kalau papa juga pasti kesal loh," ucap Rangga menimpali."Iya-iya deh. Mama minta maaf, tapi kamu harus benerin kebiasaanmu itu. Udah nikah koh masih aja dandannya lama, e