"Kalau begitu, kita batalkan saja yang aku setujui itu!"Perkataan Haura membuat Dean menjadi terperangah, lelaki itu sangat terkejut dengan sikap janda tersebut yang berubah drastis setelah menghabiskan malam dengannya.Padahal kebanyakan wanita pasti akan menempel dengannya setiap melihat dia di dekat mereka. Namun, kenapa Haura sangat berbeda dengan yang lain."Kenapa kamu kayak gini? Apa aku ada salah?" Dean memegang kedua tangan Haura untuk meminta penjelasan."Kamu pergi aja dari sini, aku mau istirahat!" usir Haura yang tidak mau melihat wajah Dean terlalu lama."Aku gak mau pergi sebelum kamu bilang kenapa kamu kayak gini ke-aku!" Dean berteriak meminta penjelasan.Dean tidak mau pergi sebelum Haura mengatakan apa yang membuat wanita itu menjadi berubah."Bima, aku mau istirahat! Bisa ajak Dean keluar dari kamarku!" Haura sedikit berteriak supaya Bima mendengarnya.Bima berjalan menghampiri kedua orang yang sedang berada di dalam kamar itu."Aku bilang, aku mau dengar penjelas
Haura mengatakan hal itu dengan berlinang air mata, wajahnya pun terlihat memerah menahan rasa amarah di dalam dada. Dia sangat menyesal memberikan kepercayaan kepada lelaki yang berada di depannya ini, andaikan dia tahu akan seperti ini, mungkin dia tidak akan mau mengenal Dean lebih jauh.Dean terdiam, dia masih berada di bawah kaki wanita cantik itu. Baru pertama kali dia kehabisan kata-kata dan rasa sesak merasuk di dalam dadanya, padahal sudah beberapa kali Dean menyakiti wanita, tetapi dia tidak pernah merasakan hal seperti ini."Aku minta kamu keluar dari rumahku sekarang dan jangan datang lagi ke toko, aku muak lihat wajahmu itu!" teriak Haura mengusir lelaki itu pergi.Dean mendongak menatap Haura, dia berdiri untuk menuruti perkataan wanita itu. Dean berjalan gontai menuju keluar dari rumah janda cantik tersebut.Lelaki itu menengok ke belakang, berharap sang wanita akan memanggilnya kembali. Nihil, Haura bahkan tidak menoleh sedikit pun kepadanya, wanita tersebut malah menu
Indra memandang sinis kepada temannya yang menolak mengakui perasaan sendiri."Kenapa kamu mandangin aku kayak gitu? Mau aku colok tuh mata!" gerutu Dean kesal.Indra malah nyengir, dia lalu memilih meminum minuman yang berada di depannya.Dean mulai memikirkan perkataan Indra yabg sebenarnya memang terdengar masuk akal. Namun, dia memilih untuk tetap menyangkalnya saja."Kamu takut dikhianati lagi?" tanya Indra setelah lama diam.Dean menoleh menatap sang teman, tatapannya berubah menjadi sendu.Indra menghela napas panjang. "Menurutku Haura gak kayak gitu. Karena apa? Karena dia udah tahu rasanya dikhianati, kamu juga kayak gitu. Jadi kalian pasangan serasi!"Indra pun memberikan beberapa saran kepada Dean, supaya jangan terlalu menyakiti wanita lagi. Karena dari wanita lah mereka lahir, jadi jangan sampai menyakiti hati wanita lainnya."Ingat, ya! Mungkin suatu saat nanti kamu punya anak cewek, kalau kamu lakuin kayak gini terus takutnya anak kamu bakalan diperlakukan kayak gini ju
Indra terkejut melihat lelaki bertubuh besar yang tiba-tiba datang mendekati mereka, lain halnya dengan Dean. Dean malah tersenyum dan menyambut lelaki terlihat mengerikan itu."Bagus. Aku sudah mentransfer ke rekeningmu, karena aku gak banyak bawa uang cash." Dean menyelipkan paket di belakang tubuhnya.Indra memandangi paket yang terlihat mencurigakan baginya, sampai tidak sadar kalau lelaki tadi sudah pergi menjauh."Aku pulang dulu!" Dean beranjak dari kursinya, lalu menyelipkan paket ke dalam jaket yang dia kenakan."Udah mau pulang? Katanya mau ditemani?" Indra mengerinyitkan alisnya, dia menatap penuh curiga kepada sang teman."Aku mau tidur, tubuhku capek dari tadi belum istirahat sama sekali. Mana besok ada kuliah pagi, kan?"Perkataan Dean terdengar seperti alasan bagi Indra, dia bahkan sampai memandangi paket yang berada di dalam jaket lelaki itu. Ingin sekali dia mengambil paksa, untuk melihat apa isi paket tersebut."Aku pergi dulu, kamu jangan lama-lama di sini. Entar di
Haura menatap penuh selidik lelai yang baru datang ini, dia merasa kalau dirinya sedang dipermainkan oleh temannya Dean. Dean saja seperti itu, apalagi temannya!“Kenapa kamu natap aku kayak gitu?” Indra mengerinyitkan alisnya.“Kamu mau permainkan aku, ya?” Haura menuduh dengan sorot mata tidak kalah tajam.Terlihat ekspresi terkejut di wajah Indra. “Ngapain aku permainkan kamu?” tanyanya dengan raut ajah bingung.“Kamu kan temannya Dean, jadi kamu pasti tahu kalau aku marah sama dia, jadi kamu bekerja sama dengan dia buat mainkan aku kayak gini!”Haura tidak mau lagi dipermainkan Dean, sudah cukup lelaki itu mempermainkan dia hanya untuk mendapatkan tubuhnya, jadi sekarang dia tidak mau lagi mau diperlakukan seperti itu. Apalagi Haura sangat yakin, kalau Dean lahyang menyuruh Indra untuk menyampaikan kalau dirinya tidak pulang-pulang, lelaki itu pasti sedang berada di suatu tempat mentertawakan kebodohan dirinya.“Apa ada untungnya buat aku?” tanya Indra dengan raut wajah datar.Hau
Haura segera mengambil tas dan kunci mobilnya, lalu melaju dengan cepat menuju tempat di mana kedua lelaki itu berada.Bima berkata kalau dia membawa Dean ke rumah sakit, tetapi beberapa saat kemudian lelaki itu mengirimkan pesan kalau membawa Dean ke rumahnya. Karena Dean sendiri lah tidak mau di bawa ke rumah sakit."Kenapa dia gak mau dibawa ke rumah sakit?" Haura bermonolog seorang diri saat masih mengemudikan mobilnya.Wanita itu terus membelah jalanan, sambil memikirkan Dean dengan perasaan khawatir dan bertanya-tanya. Kenapa lelaki tersebut bisa ditemukan pingsan di jalan? Apakah Dean melakukan hal yang tidak-tidak atau ada seseorang melakukan hal buruk kepadanya?Berbagai macam hal berkecamuk di dalam pikiran Haura. Dia sangat tidak sabar untuk datang ke alamat yang dikirimkan oleh Bima lewat ponselnya."Mana Dean?" tanya Haura dengan panik.Haura sudah sampai di rumah Bima, lelaki itu duduk di teras sambil menyeruput kopi hangat."Dia ada di dalam, aku suruh istirahat dulu!"
"Kenapa dia?" Dean mengerinyitkan alisnya.Lelaki muda itu merasa bingung kenapa tiba-tiba Haura menjadi berteriak kepadanya. Padahal dia merasa tidak melalukan kesalahan apa pun, tetapi janda cantik tersebut malah terlihat sangat marah.Bima pun menjadi bingung dengan Haura, padahal tadi baik-baik saja. Malah menjadi tiba-tiba menjadi marah, ingin bertanya wanita cantik itu sudah pergi dari rumahnya."Kamu tahu gak dia kenapa?" tanya Dean menatap lekat Bima.Bima terlihat berpikir, lelaki itu lalu menyadari apa yang membuat Haura menjadi marah. "Orang tuanya udah meninggal, jadi wajar dia marah sama kamu," jelas Bima dengan raut wajah serius."Lalu apa hubungannya sama aku?" Wajah Dean mengerut, dia masih tidak mengerti.Bima memukul kepalanya pelan, lalu menghela napas. "Ya, dia marah karena kamu yang masih punya orang tua, tapi malah buat kedua orang tua kamu sendiri khawatir karena hanya takut diomelin di rumah. Sedangkan Haura, kedua orang tuanya udah gak ada, pasti dia kangen sa
"Kenapa kalian dari tadi diam? Buat aku makin curiga aja, pasti ada yang kalian sembunyikan kan?" Elisa berkacak pinggang menatap kedua lelaki yang masih diam saja.Indra menyenggol tangan Dean untuk menjawab pertanyaan Elisa, karena dia tidak mau kalau wanita yang berada di depannya ini akan mengintrogasi mereka berdua."Enggak papa, Ma! Cuma masalah antar cowok aja, jadi Mama gak bisa ikut campur masalah kami!" jawab Dean berusaha santai.Dean sebenarnya gelisah, dia takut kalau sang ibu tidak mempercayai perkataan dirinya. Namun, hanya inilah yang terbesit di dalam pikiran."Kalau ada masalah, harus selesaikan baik-baik, jangan main kasar kayak gini! Nah, coba cerita masalah kalian berdua, biar aku bantu selesaikan supaya gak berantem kayak tadi lagi." Elisa memilih duduk di kursi yang berada di dalam kamar Dean.Tidak lupa, dia mengarahkan kedua lelaki yang masih muda itu untuk duduk di depannya. Yaitu di ranjang kamar milik Dean, supaya dia bisa membantu untuk menyelesaikan masal