"Kok kamu di sini, sih?" Haura terperangah menatap Dean yang sudah berada di sampingnya.
Sedangkan Dean, dia hanya memberikan senyuman yang memperlihatkan barisan gigi putihnya."Ditanya, bukannya jawab malah senyum kayak gitu!" gerutu Haura geram.Janda tersebut menyendokkan makanan dengan kasar, sampai terdengar suara keras saat sendok dan piring itu beradu, pertanda kalau dia sedang kesal."Iya-iya aku jawab. Tadi aku lihat kamu keluar, jadi, ya, aku ikuti aja, pas banget kalau belum makan," sahut Dean."Kalau gitu, pesan aja makanannya. Nanti aku yang bayar!" perintah Haura yang merasa bersalah.Tentu saja dia merasa bersalah, karena dia sudah mengerjakan anak orang secara gratis, tetapi tidak memberikan makan. Bukankah dia adalah bos yang sangat jahat? Haura tidak mau menjadi seperti itu."Em, aku menolak! Masa iya, cowok tampan kayak aku makan dibayarin? Kan gak lucu!" kekeh Dean.Dean memanggil pemilik wa"Karena satu cewek, kamu harus nyakitin banyak perasaan cewek lainnya. Seharusnya kamu balas sama si Lily itu dong, bukan cewek yang gak bersalah!" geram Indra yang sudah tidak dapat menahan emosinya lagi.Indra kesal karena dengan satu wanita saja, Dean menyakiti perasaan banyak wanita yang tentunya tidak bersalah. Menurutnya Dean bertindak sebagai seorang pengecut, bukan lelaki sejati seperti kebanyakan orang katakan tentang temannya tersebut."Terus? Bukankah mereka sama aja, sama-sama cewek gatal?!" Dean menatap nyalang sang teman."Aku bukan bermaksud buat nyalahin kamu, Dean. Tapi aku gak mau kalau kamu kena karma, makanya aku kayak gini," jelas Indra yang tidak mau Dean salah paham dengannya.Indra tahu, kalau sekarang Dean sudah mabuk, karena tadi lelaki itu sudah meminum beberapa gelas. Jadi dia mulai merendahkan nada bicaranya, takut-takut kalau Dean akan menghadiahkannya bogem mentah seperti kebiasaannya saat sedang emosi."Per
Haura dan Indra melirik ke arah suara berasal, rupanya Dean sudah berada di samping janda itu. "Sejak kapan kalian berduaan?" tanya Dean dengantatapan dingin. Karena minuman beralkohol itu, Dean menjadi tidak bisa berpikir jernih dan mudah marah, makanya sekarang dia meraa cemburu saat melihat Indra dan Haura berduaan. "Haura baru aja datang, tadi dia cariin kamu kok, cuma tadi aku enggak lihat kamu di mana," elak Indra yang takut Dean salah paham dengannya. Haura melirik ke arah Indra, padahal dia tidak menanyakan kepada Indra tentang Dean sedari awal datang, walau pun ingin tentu saja dia merasa malu kalau ketahuan menanyakan hal tersebut. "Aku kayaknya engg—" perkataan Haura terpotong oleh injakan Indra. Setelah menginjak kakinya Haura, Indra mengisyaratkan wanita itu untuk diam, lalu melirik ke satu botol minuman yang terbuka dan satu lagi di tangan Dean.Haura yang mengetahui hal itu, segera mengerti kalau Dean sudah terlalu mabuk. "Iya, tadi aku cariin kamu," gumam Haura li
"Kamu ngigau, ya? Baik lanjut tidur lagi," ucap Haura gugup karena memandang wajah Dean yang tampan."Enggak, aku gak ngigau kok! Aku masih sadar dari tadi," sahut Dean membuka matanya."Jadi, maksud kamu, kamu udah sadar sedari tadi? Saat kamu kesulitan memapah kamu dari diskotik sampai kemari?!" Nada suara Haura sedikit meninggi karena merasa kesal."Enggak sedari itu kok, tapi pas kalian lempar aku ke ranjang," ucap Dean tersenyum dengan memperlihatkan barisan gigi putihnya.Padahal dia sudah sadar dari Indra menaruhnya dengan kasar di kursi belakang mobil Haura, apalagi temannya itu mengeluh dengan suara yang kencang, sehingga dia menjadi terbangun.Namun, Dean ingin memberikan pelajaran kepada Indra, supaya temannya itu menjadi kelelahan karena harus memapah dirinya sampai ke kamar hotel.Haura tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Dean, tetapi dia tidak mengatakannya karena takutnya itu hanyalah pikirannya saja.
Saat Dean mengecup leher Haura, wanita itu sama sekali tidak terbangun dari tidurnya. Janda tersebut seakan tidak terganggu dengan apa yang dilakukan oleh Dean kepadanya.Dean memilih untuk berhenti, takut kalau apa yang akan dia lakukan membuat Haura menjadi terbangun. Apalagi dia mulai tidak bisa menahan hasratnya untuk melakukan hal yang lebih dari ini.'Aku gak bakalan melakukannya saat dia kayak gini!' ucap Dean di dalam hati, dia berharap kalau dirinya akan kuat menahan diri.Lelaki itu memeluk wanita yang sedang tertidur sangatlah pulas, terdengar dengkuran halus dari bibirnya yang ranum."Imut sekali," gumam Dean menatap mulut Haura yang sedikit terbuka.Dean memandangi Haura terus menerus, sampai matanya mulai terasa berat dan akhirnya tertidur dengan memeluk janda itu.*"Kok berat?" gumam Haura dengan mata terpejam.Haura baru saja terbangun, tetapi matanya terasa berat untuk dibuka. Dia pun mulai mem
Pertanyaan yang keluar dari mulut Dean membuat semua orang yang berada di hotel itu menatap ke arah mereka berdua. Haura menjadi merasa lemas, melihat tatapan mata dari semua orang itu.Rasanya dia ingin menghilang saja dari muka bumi ini, tetapi hal itu tidak bisa dia lakukan. Haura segera menutupi wajahnya dengan tas yang dia bawa."Sayang, kok kamu malah nutupin wajah cantik kamu ini, sih?" Dean mendekati Haura, lalu ingin menurunkan tas yang menutupi wajah wanita itu."Lepasin gak, Dean!" teriak Haura tertahan, dia terlalu malu kalau orang-orang melihat wajahnya."Aku salah apa sih sama kamu? Jadi kamu kayak gini ke-aku," ucap Dean dengan nada tercekat, lelaki itu menunjukkan wajah murung."Udahlah, aku mau pergi aja!" Haura mendorong Dean untuk menjauh, lalu berlari keluar dari hotel.Dean yang melihat Haura berlari, lalu segera mengikuti janda cantik itu."Ada apa, nih? Kok cewek yang udah jadi janda keluar dari ho
"Pasti kamu buat masalah lagi di luar, jadi enggak pulang tadi malam!" Mata Elisa melotot, dia tidak tahan kalau tidak memarahi sang anak.Dean menghela napas berat, baru saja dia sampai sudah harus kena marah oleh sang ibu. Andaikan dia tahu, mungkin dirinya tidak akan pulang tadi, sekalian saja menginap selama dua hari di hotel."Aku nginap di tempat teman, ponselku juga mati, jadi lupa ngasih kabar kepada Mama," ucap Dean berusaha tenang.Dean memang tidak suka diatur-atur, walau pun yang melakukan hal itu adalah ibunya. Karena dia sudah terbiasa hidup dengan melakukan apa pun yang dia mau, siapa lagi kalau bukan Rangga yang mengizinkannya."Kamu gak bohong kan sama ibu?" tanya Elisa menyelidik, dia takut kalau anaknya itu sedang berbohong."Aku gak bohong, Ma. Kalau Mama gak percaya sama aku, ya, terserah!" Dean melangkahkan kakinya menuju kamar.Dean menutup pintu dengan keras, perasaannya menjadi tidak baik setelah pulang k
Dean malah diam saja, lelaki itu bersandar di dinding dengan bersedekap dada. Membuat Haura menjadi kesal karena merasa diacuhkan."Kenapa kamu gak jawab?!" bentak Haura menahan gemuruh di dalam dada.Lelaki itu masih diam, tidak ada keinginan untuk menjawab."Jawab, Dean!" perintah Haura dengan nada tinggi."Kalau iya kenapa? Apa kamu bakalan marah sama aku, terus ngusir aku dari sini?" tanya Dean dengan santai.Tidak ada rasa bersalah yang terlihat di wajahnya, dia hanya menatap satu-persatu wanita yang berada di depannya sekarang ini.Haura menggelengkan kepalanya, walau dia tahu umur Dean masih sangatlah mudah. Namun, dia tidak menyangka kalau lelaki itu malah bersikap kekanak-kanakan seperti sekarang ini."Emang apa masalah aku sama kamu? Jadi kamu malah gini ke-aku, padahal menurutku aku gak lakuin apa pun ke-kamu!" tanya Mira dengan mata berembun.Mira sudah sangat lelah sekali kalau harus dibenci atas ap
Dean yang panik segera memindahkan Haura untuk dibaringkan di sofa panjang yang berada di ruangan itu. Ingin memanggil orang lain, takutnya malah akan menyentuh janda cantik tersebut.Dean tidak rela kalau ada orang lain yang menyentuh Haura, entah dia lelaki atau pun wanita, Dean tidak memperdulikan itu. Yang dia inginkan hanyalah dirinya yang bisa menyentuh Haura.Dia segera merogoh di dalam tas Haura, mencari keberadaan minyak kayu putih di sana. Setelah dipastikan ada, dia mendekatkan minyak itu ke dekat hidung Haura."Em," gumam Haura pelan.Haura menggeliatkan tubuhnya, wajahnya sangat pucat sekali dan terlihat tidak bertenaga."Kamu sakit? Kenapa masih berangkat ke toko? Seharusnya di rumah aja!" gerutu Dean yang sebenarnya dia merasa khawatir."Enggak. Aku enggak sakit kok, tapi hanya lapar saja, aku belum makan sejak tadi pagi." Haura beranjak untuk duduk, dengan sigap Dean membantunya."Kenapa gak makan? Bentar, aku belikan makanan, kamu tunggu di sini aja, jangan kemana-man
Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana
Dean dan Haura melakukan hal yang biasa para suami-istri lakukan dimalam hari, mereka sangat menikmati setiap kali berbagi kasih sayang di atas ranjang. Walau pun wanita cantik itu sering merasa was-was seiring berjalannya umur rumah tanggan mereka."Kok kamu murung, Haura?" Dean menyingkap rambut yang menutupi sebagian wajah Haura."Enggak papa, cuma capek aja sih. Yuk kita tidur, lagian ini udah malam juga!" ajak Haura yang langsung menarik selimutnya.Haura memejamkan mata yang terasa sangat sulit untuk diajak tidur, wanita itu menoleh ke arah belakang ternyata sang suami sudah tidur dengan nyenyak. Dia pun memilih menatap wajah Dean yang sedang tertidur tersebut, berharap akan ikut terlelap ke alam mimpi.***Bagun dipagi hari dengan perasaan senang di rumah sendiri, Haura berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Pertama yang Haura lakukan adalah memasak nasi, setelah itu baru membua kulkas yang tentu saja isinya penuh. Jangan tanya siapa yang memenuhi isi kulkas itu? Siapa
"Eh, iya!" Haura ikut memperhatikan Lilis yang sedang menggendong bayi kecilnya.Rangga tidak menjawab, tetapi memilih memarkirkan mobilnya ke halaman rumah yang akan dia beli untuk sang anak. Memang belum dibayar, namun sudah sepakat untuk membeli rumah itu sebagai hadiah pernikahan. Hanya saja kalau Haura tidak menyukainya terpaksa Rangga membatalkan niat membeli walau pun sudah diberikan uang dimuka kepada pemilik rumah."Ngapain kalian kemari?" Lilis menatap ketus kepada keluarga Dean.Namun belum sempat menjawab, Dika keluar dari dalam rumah tersebut menatap mereka semua dengan ramah."Eh, Om dan yang lainnya udah datang! Ayo masuk ke dalam, biar bisa lihat-lihat rumahnya." Dika mengarahkan semuanya untuk masuk ke dalam."Ngapain ajak mereka masuk? Nanti kotor lagi rumahnya!" Lilis menatap t4jam kepada Dika, lelaki yang baru satu bulan dia nikahi."Lilis! Mereka ini yang mau beli rumah, jadi bisa enggak ramah sedikit sama mereka!" Dika menekan setiap kalimat yang keluar dari mulu
"Eh, Dean baru datang?" Elisa hanya senyum-senyum menatap sang anak."Asyik ya, pagi-pagi udah gosip." Dean mendudukkan bokongnya di kursi dengan kasar.Haura mengambilkan nasi lengkap dengan sayur dan lauknya untuk sang suami, lalu baru duduk kembali untuk menyantap makanannya."Mama enggak gosip loh, Dean. Soalnya kan istrimu nanti pasti tahu juga sama kebiasaanmu yang itu." Elisa tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan."Tapi enggak gitu juga loh, Ma!" Dean menatap tidak suka sang ibu, mau bagaimana pun rasanya sangat tidak suka kalau diceritakan aibnya kepada sang istri.Menurut Dean pasti Haura akan mengetahuinya pelan-pelan tentang kebiasaannya itu, jadi tidak perlu diceritakan kepada sang istri."Benar kata Dean, Ma. Mau gimana pun nanti Haura juga bakalan tahu, kasian kalau diceritain aibnya itu. Kalau papa juga pasti kesal loh," ucap Rangga menimpali."Iya-iya deh. Mama minta maaf, tapi kamu harus benerin kebiasaanmu itu. Udah nikah koh masih aja dandannya lama, e