"Kamu ngigau, ya? Baik lanjut tidur lagi," ucap Haura gugup karena memandang wajah Dean yang tampan."Enggak, aku gak ngigau kok! Aku masih sadar dari tadi," sahut Dean membuka matanya."Jadi, maksud kamu, kamu udah sadar sedari tadi? Saat kamu kesulitan memapah kamu dari diskotik sampai kemari?!" Nada suara Haura sedikit meninggi karena merasa kesal."Enggak sedari itu kok, tapi pas kalian lempar aku ke ranjang," ucap Dean tersenyum dengan memperlihatkan barisan gigi putihnya.Padahal dia sudah sadar dari Indra menaruhnya dengan kasar di kursi belakang mobil Haura, apalagi temannya itu mengeluh dengan suara yang kencang, sehingga dia menjadi terbangun.Namun, Dean ingin memberikan pelajaran kepada Indra, supaya temannya itu menjadi kelelahan karena harus memapah dirinya sampai ke kamar hotel.Haura tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Dean, tetapi dia tidak mengatakannya karena takutnya itu hanyalah pikirannya saja.
Saat Dean mengecup leher Haura, wanita itu sama sekali tidak terbangun dari tidurnya. Janda tersebut seakan tidak terganggu dengan apa yang dilakukan oleh Dean kepadanya.Dean memilih untuk berhenti, takut kalau apa yang akan dia lakukan membuat Haura menjadi terbangun. Apalagi dia mulai tidak bisa menahan hasratnya untuk melakukan hal yang lebih dari ini.'Aku gak bakalan melakukannya saat dia kayak gini!' ucap Dean di dalam hati, dia berharap kalau dirinya akan kuat menahan diri.Lelaki itu memeluk wanita yang sedang tertidur sangatlah pulas, terdengar dengkuran halus dari bibirnya yang ranum."Imut sekali," gumam Dean menatap mulut Haura yang sedikit terbuka.Dean memandangi Haura terus menerus, sampai matanya mulai terasa berat dan akhirnya tertidur dengan memeluk janda itu.*"Kok berat?" gumam Haura dengan mata terpejam.Haura baru saja terbangun, tetapi matanya terasa berat untuk dibuka. Dia pun mulai mem
Pertanyaan yang keluar dari mulut Dean membuat semua orang yang berada di hotel itu menatap ke arah mereka berdua. Haura menjadi merasa lemas, melihat tatapan mata dari semua orang itu.Rasanya dia ingin menghilang saja dari muka bumi ini, tetapi hal itu tidak bisa dia lakukan. Haura segera menutupi wajahnya dengan tas yang dia bawa."Sayang, kok kamu malah nutupin wajah cantik kamu ini, sih?" Dean mendekati Haura, lalu ingin menurunkan tas yang menutupi wajah wanita itu."Lepasin gak, Dean!" teriak Haura tertahan, dia terlalu malu kalau orang-orang melihat wajahnya."Aku salah apa sih sama kamu? Jadi kamu kayak gini ke-aku," ucap Dean dengan nada tercekat, lelaki itu menunjukkan wajah murung."Udahlah, aku mau pergi aja!" Haura mendorong Dean untuk menjauh, lalu berlari keluar dari hotel.Dean yang melihat Haura berlari, lalu segera mengikuti janda cantik itu."Ada apa, nih? Kok cewek yang udah jadi janda keluar dari ho
"Pasti kamu buat masalah lagi di luar, jadi enggak pulang tadi malam!" Mata Elisa melotot, dia tidak tahan kalau tidak memarahi sang anak.Dean menghela napas berat, baru saja dia sampai sudah harus kena marah oleh sang ibu. Andaikan dia tahu, mungkin dirinya tidak akan pulang tadi, sekalian saja menginap selama dua hari di hotel."Aku nginap di tempat teman, ponselku juga mati, jadi lupa ngasih kabar kepada Mama," ucap Dean berusaha tenang.Dean memang tidak suka diatur-atur, walau pun yang melakukan hal itu adalah ibunya. Karena dia sudah terbiasa hidup dengan melakukan apa pun yang dia mau, siapa lagi kalau bukan Rangga yang mengizinkannya."Kamu gak bohong kan sama ibu?" tanya Elisa menyelidik, dia takut kalau anaknya itu sedang berbohong."Aku gak bohong, Ma. Kalau Mama gak percaya sama aku, ya, terserah!" Dean melangkahkan kakinya menuju kamar.Dean menutup pintu dengan keras, perasaannya menjadi tidak baik setelah pulang k
Dean malah diam saja, lelaki itu bersandar di dinding dengan bersedekap dada. Membuat Haura menjadi kesal karena merasa diacuhkan."Kenapa kamu gak jawab?!" bentak Haura menahan gemuruh di dalam dada.Lelaki itu masih diam, tidak ada keinginan untuk menjawab."Jawab, Dean!" perintah Haura dengan nada tinggi."Kalau iya kenapa? Apa kamu bakalan marah sama aku, terus ngusir aku dari sini?" tanya Dean dengan santai.Tidak ada rasa bersalah yang terlihat di wajahnya, dia hanya menatap satu-persatu wanita yang berada di depannya sekarang ini.Haura menggelengkan kepalanya, walau dia tahu umur Dean masih sangatlah mudah. Namun, dia tidak menyangka kalau lelaki itu malah bersikap kekanak-kanakan seperti sekarang ini."Emang apa masalah aku sama kamu? Jadi kamu malah gini ke-aku, padahal menurutku aku gak lakuin apa pun ke-kamu!" tanya Mira dengan mata berembun.Mira sudah sangat lelah sekali kalau harus dibenci atas ap
Dean yang panik segera memindahkan Haura untuk dibaringkan di sofa panjang yang berada di ruangan itu. Ingin memanggil orang lain, takutnya malah akan menyentuh janda cantik tersebut.Dean tidak rela kalau ada orang lain yang menyentuh Haura, entah dia lelaki atau pun wanita, Dean tidak memperdulikan itu. Yang dia inginkan hanyalah dirinya yang bisa menyentuh Haura.Dia segera merogoh di dalam tas Haura, mencari keberadaan minyak kayu putih di sana. Setelah dipastikan ada, dia mendekatkan minyak itu ke dekat hidung Haura."Em," gumam Haura pelan.Haura menggeliatkan tubuhnya, wajahnya sangat pucat sekali dan terlihat tidak bertenaga."Kamu sakit? Kenapa masih berangkat ke toko? Seharusnya di rumah aja!" gerutu Dean yang sebenarnya dia merasa khawatir."Enggak. Aku enggak sakit kok, tapi hanya lapar saja, aku belum makan sejak tadi pagi." Haura beranjak untuk duduk, dengan sigap Dean membantunya."Kenapa gak makan? Bentar, aku belikan makanan, kamu tunggu di sini aja, jangan kemana-man
Haura mengusap tangannya pelan. "Baru aja." jawabnya canggung."Oh, aku mau pamit pulang. Soalnya ada urusan bentar," ucap Dean pamit ingin pulang."Sama cewek tadi?" tanya Haura ketus, dia merasa kesal melihat wanita cantik tadi."Iya, kenapa?" Dean mengerinyitkan alisnya."Enggak papa!" Haura berlalu pergi meninggalkan Dean.Sedangkan Dean, dia tidak berniat mengejar Haura yang berlalu pergi meninggalkannya. Namun, dia memilih untuk merapikan dirinya lebih dulu sebelum keluar menemui Yirra.Haura mengintip apa yang lelaki itu lakukan, dia merasa ada sesuatu yang terbakar dalam dirinya."Yirra, maaf lama," ucap Dean saat sudah berada di depan Yirra."Enggak papa. Kan aku sendiri yang mau kemari, jadi nunggu bentar gak masalah lah buat aku," tanggap Yirra dengan senyum merekah."Baguslah, tapi lain kali kamu gak usah kemari. Aku lagi sibuk!" ucap Dean ketus, dia tidak suka diganggu kalau sedang melakukan sesuatu."Emang kamu sibuk ngapain di toko kecil ini?" tanya Yirra dengan mengeru
"Ngapain aku di sini? Palingan dengar kamu ngomong 'terserah-terserah' gitu doang!" hardik Dean dengan napas memburu."Iya-iya, maafkan aku. Aku gak bakalan ngulangin lagi, tadi aku hanya cemburu." Yirra menggigit bibir bawahnya pelan.Dean tertawa kecil, lalu kembali duduk lagi di kursinya. "Cemburu? Cemburu sama siapa coba?" tanyanya dengan terus terkekeh."Siapa lagi kalau bukan pemilik toko itu. Kamu bilang itu adalah tantemu, tapi kok aku merasa dia bukan tantemu," ucap Yirra mengatakan isi hatinya dengan mata berembun."Kenapa kamu bisa ngumpulin kayak gitu?" Dean bersedekap dada, dia menatap lekat Yirra."Aku tadi lihat dia di sana, berarti dia adalah pemilik toko itu. Lalu kamu bantuin dia buat dapatin hatinya kan?" tebak Yirra tepat sasaran.Dean hanya tersenyum sinis memandangi wanita cantik di depannya ini, lalu dia mengangkat dagu Yirra untuk membuatnya menatap dirinya. "Kamu gak berhak cemburu sama aku, karena hubungan kita ini bukan pacaran kayak kamu dengan Jeffry. Cuma