Beranda / Pendekar / Jagat Kelana / 77. Kembali Diserang

Share

77. Kembali Diserang

Penulis: Shaveera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-02 22:04:43

Akshita menatap heran pada Jagat, lelaki ini seakan bisa membaca dan melihat sesuatu yang belum tampak. Namun, dia juga tidak berani untuk membantah setiap kata yang terucap dari Jagat. Akshita pun gegas menghabiskan sisa makanannya lalu melipat rapi daun jati pembungkus nasi dan lauknya.

"Sudah, Tuan."

"Sebaiknya selama penyerang itu datang jangan pernah kau tinggalkan batang ini. Paham?"

Akshita mengangguk mengerti. Lalu dia mulai mencari batang yang sedikit lebih besar untuk mampu menopang tubuhnya. Setelah menemukan tempat ternyaman, Akshita meletakkan barang bawaannya dan menyelonjorkan kedua tungkai.

Wanita yang masih tertutup misteri itu pun perlahan bersandar pada pohon utama sambil menatap wajah Jagat. Pria yang mampu menawan hatinya sejak usia dini itu kini telah nyata ada di depannya. Namun, secara jiwa dan hati masih belum mampu dia raih dan reguk madu manis lendir perjaka Jagat.

"Apalagi yang harus aku lakukan, Dyang?" batin Akshita mengutarakan pertanyaan pada penguas
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jagat Kelana   78. Kembali Diserang 2

    Mendengar bentakan Darso membuat keempat pria yang mengepung Jagat seketika langsung bergerak maju mulai menyerang Jagat dari empat arah. Tendangan dan tinju datang silih berganti dari keempatnya. Namun, dengan santai dan cepat Jagat bisa menghindar meskipun sesekali dia bisa membalas gerakan mereka. Hingga mencapai jurus ke 25 mereka masih menggunakan tangan kosong, sementara senjata mereka biarkan tergantung di pinggang masing-masing. Bagitu pun Jagat. Pemuda itu melayani semua serangan mereka dengan tangan kosong. SreetSuara kain sobek terdengar nyata membuat salah satu penyerang berhenti untuk memastikan. Kedua bola mata Rebo membeliak tidak percaya, bagaimana bisa kain atasnya robek saat tinjunya berhasil menyentuh dada Jagat. "Sialan, apa yang kau lakukan pada pakaianku?" tanya Rebo dengan lantang. Jagat mengulum senyum, lalu mengangkat dagunya seakan menunjuk pada gerakan kawan Rebo yang berakibat senjata temannya itu berhasil merobek kain atasnya. "Kau ...!" geram Rebo.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02
  • Jagat Kelana   79. Akhirnya

    Darso tidak mengindahkan apa yang sudah disarankan oleh Jagat, dia ngotot menyerang lawannya hanya untuk mendapatkan tubuh Akshita yang sudah membuatnya malu dan berhasrat. Darso langsung merapal mantra khusus, kedua lengannya manekuk ke dalam dan mulai berputar searah mata angin. Lama kelamaan lengan itu terlihat patah dan terbang melesat menuju ke tubuh Jagat. Melihat hal yang tidak biasa membuat langkah Jagat mundur beberapa langkah. Dia tidak mengerti dengan jenis ilmu yang digunakan oleh Darso. Namun, dia berusaha untuk meredam rasa bimbangnya dan bertekad untuk menaklukkan. Sementara di atas pohon lebih tepatnya batang pohon tempat Akshita istirahat mulai bergetar. Getaran tersebut membuat wanita cantik tersadar lalu segera menyelaraskan pandangannya dengan sekitar. "Oo, rupanya aku masih di sini. Aneh, rasanya aku tidak hanya tidur. Mungkinkah?" gumam Akshita berbicara sendiri. Kemudian batang itu mulai bergetar lagi seakan ada angin yang membuatnya goyah. Akshita pun mul

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04
  • Jagat Kelana   80. Kematian Darso

    Jagat terdiam, dia tidak ingin melakukan hal diluar janjinya. Baginya Darso sudah sekarat, maka tidak pantas baginya untuk menghilangkan nyawa. Lagi pula pria senja itu tidak sepenuhnya bersalah. Akshita sendiri pun belum sempat terjamah ataupun dilecehkan jadi dia berpendapat bahwa Darso bukanlah penjahat. Perlahan Jagat melangkah mendekati Darso yang duduk sila sambil sesekali memuntahkan darah kental. "Bagaimana jika kita barter, Juragan?""Cuih, aku tidak sudi. Bagiku siapa pun yang menghalangi niatku, maka dia adalah musuhku. Aku tidak peduli," ungkap Darso. "Lukamu cukup parah, Juragan. Mari kita bertukar obat, bagaimana?"Darso tidak meluluskan apa yang diinginkan oleh Jagat, dia justru meludahi wajah pemuda ayu tersebut. Dengan pelan Jagat mengusap wajahnya yang terlempar ludah bacin. Namun, semua itu tidak membuat pemuda itu naik darah. "Suamiku menawarkan hal baik padamu, Darso. Tetapi apa tanggapanmu! Kau adalah manusia nista, tidak ingatkah kamu akan nasih anak istri

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-05
  • Jagat Kelana   81. Racun Mulai Menyebar

    Kini rombongan Jagat sudah berada di sebuah rumah bambu milik salah satu anak buah Darso. Joko yang sejak tadi hanya diam kini mempersilakan Jagat untuk duduk di tikar yang terbuat dari anyaman daun pandan. Setelah semua duduk berjajar di ruang tamu yang terlihat kosong tanpa perkakas berarti barulah Joko beranjak meninggalkan mereka. Kini menyisakan Jagat, Akshita dan tiga pria lainnya. Jagat terlihat memindai seluruh ruangan tersebut. "Apakah semua kondisi rumah kalian sama seperti ini?" tanya Jagat. "Begitulah, Pendekar. Kami hanya hidup berkeliaran di sekitar rumah juragan jadi tidak pernah menetap dan istirahat di rumah," jawab Rebo. Akshita melihat sekeliling dan matanya berhenti di satu sudut yang sedikit berbeda. Kedua matanya menatap tajam, lalu mengerjab berulang seakan ingin memastikan apa yang sedang dilihatnya. Merasa kurang jelas, maka Akshita pun bangkit dan berjalan mendekati sudut tersebut. Tangannya terulur hendak mengambil benda yang sejak tadi membuatnya penas

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Jagat Kelana   82. Wanita Kecapi

    "Pangeran?" tanya keempat pria yang ada di sana. Akshita segera membekap mulutnya, dia kelepasan membuka identitas lelakinya. Saat itu juga dia pun merubah kalimatnya agar mereka tidak curiga. "Apa maksud dari kata pangeran yang terucap dari mulutmu itu, Nisanak?" tanya Rebo. Akshita tidak menjawab pertanyaan pria tersebut, dia lebih memilih mencoba membangunkan Jagat. Beberapa titik penting tubuh lelakinya belum mampu membuat Jagat tersadar. Tapak tangan Akshita menyentuh dahi Jagat. Saat menyentuhnya seketika dahi Akshita berkerut. Dahi Jagat terasa begitu dingin bagai es. Lalu dengan sedikit sisa sumber daya yang ada, Akshita mencoba menyalurkan hawa panas tubuhnya ke tubuh Jagat. Berbeda dengan Jagat, raga yang begitu dingin sejatinya telah ditinggalkan oleh roh. Raga itu kosong, hal inilah yang tidak diketahui oleh Akshita. Roh Jagat sedang berkelana di alam bawah sadarnya. Dia mencari pemilik tongkat yang menancap di sudut ruang bilik Joko. "Jangan kau paksa roh kamu, Pang

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-07
  • Jagat Kelana   83. Tongkat Usang

    Akshita masih berusaha dengan semua tenaga hingga menghabiskan banyak sumber daya yang dimilikinya. Dia terus berusaha menaklukan semua permata yang keluar dari lubangnya. Setelah berusaha beberapa waktu akhirnya permata itu berhasil disatukan oleh Akshita menjadi satu permata berwarna merah darah. Wanita itu memutar permata dengan menggunakan ajian khusus. "Bantu aku, Ki! Aku tahu kamu sejak tadi berdiri di sana," kata Akshita. "Buat apa aku bantu kamu jika sesungguhnya kemampuanmu lebih dariku, Nyai. Harusnya tidak perlu kau sembunyi di dalam tubuh perempuan itu," jawab Ki Cadek. "Hanya ini takdirku, Ki. Aku harus apa?"Ki Cadek tertawa sumbang, lelaki berjenggot putih itu sebenarnya tahu identitas Akshita bukan hal yang biasa. Wanita itu memiliki sesuatu yang begitu murni hingga sulit diraih oleh makhluk berjenis apapun. Permata yang awalnya berjumlah sembila telah melebur menjadi satu dan hanya sebesar satu kepalan orang dewasa dan berwarna merah. Permata itu kini berbentuk b

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-09
  • Jagat Kelana   84. Alun-alun Kerajaan Bumi Seloka

    Suasana Kotaraja Bumi Seloka terlihat begitu padat bahkan hampir seluruh rakyat jelata berkumpul di alon-alon. Mereka tampak antusias dengan kabar kepulangan pangeran yang digadang akan menggantikan raja mereka yang terkenal bengis dan kejam. Selama ini mereka mendengar selentingan kabar pangeran yang hilang akan segera kembali. Dari kabar tersebut ada sekelompok yang menyamar menunggu sosok yang sedang ditunggu. "Apakah kabar burung itu benar, Kang?""Iya, hanya kita harus menunggu lebih sabar lagi."Kedua pria dengan pakaian compang samping berdiri berdesakan di antara rakyat jelata. Alon-alon yang biasanya sepi kini terlihat ramai dan dipenuhi oleh lautan manusia yang menginginkan tontonan gratis. Berbagai pendekar dari pelosok negeri telah datang untuk mengikuti perekrutan punggawa kerajaan yang saat ini kosong. Kerajaan Bumi Seloka begitu minim punggawa yang mumpuni sejak sepuluh tahun terakhir. Seorang wanita tiba-tiba melesat ditengah arena pertempuran. Dia mengedarkan pand

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10
  • Jagat Kelana   85. Munculnya Pendekar Putih

    Jagat hanya memberi anggukan kepala, tetapi bibirnya bungkam. Lelaki itu masih memindai siapa sejatinya pendekar wanita yang telah berani menantang pendekar pria. Walau bagaimanapun saktinya seorang pendekar wanita masih kalah sakti dan tenaga bila dibanding dengan pria. Setelah merasa yakin akan penglihatannya, Jagat menatap Akshita sambil geleng kepala tanda bahwa apa yang diperkirakan oleh wanita tersebut adalah salah. "Jadi jika bukan wanita rubah itu siapa lho, Tuanku?" tanya Akshita. "Bisa jadi dia adalah murid Nyai Wedari, Aks," jawab Jagat singkat. Sementara di antara kerumunan penonton dua orang yang berpakaian compang camping seperti seorang pengemis masih saling tatap. Keduanya tidak mau terlihat mencolok akan identitas perguruannya. Namun, ada salah satu centeng juragan Darso mengenali sosok mereka. Joko yang sudah mengenali salah satu dari dua orang berpakaian pengemis itu akhirnya memilih mendekati keduanya. Lalu membungkuk memberi hormat. "Salam, Ki Bajanglawu. Ap

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-11

Bab terbaru

  • Jagat Kelana   228. S2

    Roro Wening berjalan kembali ke paviliunnya. Dia membuka pintu dan langsung melihat suaminya sudah duduk sila di atas ranjang. Melihat Jagat Kelana sudah duduk sila seketika Roro Wening mempercepat langkahnya. Ada kekhawatiran yang muncul dalam sorot mata sendu, dia merasakan adanya aura lain yang merasuki tubuh suaminya. "Suamiku, ada apa dengan tubuhmu?" ucap Roro Wening sambil duduk di belakang Jagat Kelana. Jemarinya yang lentik menyentuh kulit suaminya, lalu terjadi sengatan begitu kulit keduanya saling bersentuhan. "Jangan ganggu aku dulu, Nyai. Biarkan semua energi ini masuk dalam tubuhku!"Suara Jagat menghentikan gerakan Roro Wening. Wanita itu memilih bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke kursi yang menghadap pada posisi suaminya. Dahi selir agung berkerut kala mendapati tubuh Jagat mulai berkeringat besar dan bergetar. Tubuh telanjang dada itu perlahan mulai terlihat segar dan menggoda akibat lelehan air bening. Beberapa kali Wening menelan air liurnya. Dia send

  • Jagat Kelana   227. S2

    Pitaloka terdiam, dia tidak berani berkata lagi. Tatapan selir agung begitu tajam hingga terasa sesak dada Pitaloka. "Pergilah, Sasti. Segera siapkan apa yang aku pinta!"Sasti pun segera berlalu meninggalkan kedua selir raja yang saling berseteru. Melihat dayang pribadi selir agung pergi kedua mata Pitaloka menyipit, dia meraup wajahnya sendiri "Apa maksud kamu menghalangi pekerjaan dayangku, hem?""Bukan begitu, Yunda Selir. Aku hanya bertanya pada dayang itu, tidak ada maksud lain," jawab Pitaloka. "Iya sudah, lupakan saja. Ini bukan urusan kamu." Usai berkata Wening berlalu meninggalkan tempat itu. Pitaloka mengepalkan kedua tapak tangan sambil menghela napas berat. Dia tidak terima dengan perlakuan selir agung, dia ingin saat ini menjadi permaisuri raja. Setidaknya menjadi wanita di hati raja itu. "Sialan kau, Wanita Tua. Lihat saja nanti!" Pitaloka kembali ke paviliun miliknya, dia memanggil dayang pribadi yang khusus dipilihnya sendiri. Mendengar namanya dipanggil dayang

  • Jagat Kelana   226. S2

    Sinar biru keemasan melesat membungkus tubuh tua Ki Cadek. Tanpa permisi, Jagat Kelana melempar tubuh tua itu kembali ke alamnya. Mau tidak mau Ki Cadek mengikuti semua perintah pemiliknya, dia terbang menuju ke alamnya. Setelah kepergian Ki Cadek tubuh Jagat tiba-tiba terasa lemas, tulang sendinya seakan tidak mampu menopang. Bahunya naik turun hingga terdengar isak tangis lirih. 'Maafkan aku, Ki. Ini yang terbaik untukmu setelah pertempuran dengan Pasopati,' kata Jagat tak mampu bersuara. Raja muda Singgalang terlihat begitu terluka secara fisik dan rohani. Baru saja dia berpisah dengan istri tercinta kini sebuah keputusan harus diambil dengan paksa. Cukup lama Jagat tertunduk dengan kedua telapak tangannya menyentuh tanah. Perlahan ada aliran hangat menjalar memasuki lengan. Hal itu tidak dipedulikan oleh Jagat. Dia justru makin menunduk hingga dahinya menyentuh tanah. Jagat bersujud. 'Jangan tinggalkan aku, Hyang Widi Agung!'Samar terdengar langkah pelan dan lembut mendekati

  • Jagat Kelana   225. S2

    Usai mengaku kalah, Panglima Pasopati berjalan tertatih dengan menarik pedangnya. Wajahnya tertekuk dalam. Dia tidak berani menatap bulan yang sedang bersinar malu. Angin malam menembus tulang, tetapi Jagat masih berdiri tegak menatap kepergian Panglima Galunggung. Ada sedih yang membayang di wajah raja muda itu, tetapi tidak semua orang bisa tahu apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Akshita berjalan mendekati suaminya, dia memeluk pinggang Jagat dari belakang dengan kepala bersandar pada punggungnya. "Sebaiknya kita jalani di dunia yang berbeda, Kang!"Mendengar bisikan istrinya, Jagat segera berbalik badan. Dia menangkap wajah kekasihnya, "jika aku merindukanmu, bagaimana?""Bukanlah Kakang bisa masuk ke duniaku meskipun tanpa portal?" tanya Akshita lembut. Jagat masih menangkap wajah ayu istrinya tanpa berkedip. Hal ini membuat Akshita menjadi salah tingkah. "Kang...." Tatapan Jagat mulai berkabut, napasnya terdengar berat tetapi dia masih enggan untuk mengeluarkan suara.

  • Jagat Kelana   224. S2

    Jagat segera berdiri dan menatap pada Panglima itu, dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Apalagi saat ini sudah ada kekasihnya yang berdiri di samping kanan sambil memeluknya. "Apa kabar, Tuan Pasopati?" Suara lembut Akshita memecah keheningan malam. Suara yang mampu membuat Pasopati berhenti bernapas untuk sesaat. Dia terkejut melihat sosok wanita itu hingga jantungnya sempat berhenti. 'Tidak mungkin.'Pasopati masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang dulu begitu membuatnya gila kini telah berdiri di sisi Jagat. "Rupanya apa yang aku dengar bukan kabar angin. Ini kenyataannyakah, Nyai?" tanya Pasopati dengan nada bergetar. Hatinya melesat, emosinya seketika berhenti. Sungguh dia tidak mengerti bagaimana wanitanya kini memeluk mesra lengan musuhnya. "Iya, seperti ini hidup, Pasopati. Apakah kamu menyesal?""Buat apa menyesali atas hubungan dengamu, Jalang. Sekali jalang selamanya tetap, Jalang!"Mendengar satu kata yang sudah biasa didengarnya tidak memb

  • Jagat Kelana   223. S2

    Sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh Jagat, Panglima Pasopati menyiapkan kedua telapak tangannya yang dipenuhi dengan sinar merah. Gagang pedang itu digenggam erat, lalu diangkat tinggi. "Kali ini nyawamu tidak akan selamat, Jagat!" Pasopati melompat tinggi, kedua kakinya berjalan di udara dengan ujung pedang terhunus ke depan. Jagat masih diam dengan kujangnya di tangan. Pada ujung kujang itu muncul sinar perak dan dua permatanya keluar dari lubang. Angin malam bertiup makin kencang membuat jubah Jagat beterbangan, tetapi tidak membuat fokus raja itu terputus. "Rasakan jurus terbaruku, pedang pendek penghancur raga!" teriak Pasopati. Bersamaan itu, pedang panjangnya pun terayun dengan sasaran lengan kiri Jagat. Melihat gerakan itu membuat Jagat melakukan tubuhnya ke samping menghadap datangnya pedang. Kedua jarinya menjepit ujung pedang dan menggerakkan ke belakang. Akibat gerakan itu pedang milik Pasopati pun patah di ujungnya. Seketika kedua mata Panglima itu

  • Jagat Kelana   222. S2.

    Kedua pemimpin sudah saling berhadapan. Jagat masih berdiri tegak dengan tatapan dingin, sementara Panglima Pasopati berdiri dengan senyum samar. Keduanya dalam mode tenaga full dengan senjata masing-masing. Pasopati menggenggam pedang panjang dengan gerigi bak gergaji yang tajam. Jagat hanya memegang kujangnya dengan sembilan permata. "Apa sebenarnya hingga seorang Panglima datang ke tanah milikku?""Aku inginkan nyawamu, Jagat Kelana!""Bukankah kamu baru menatapku hari ini, bagaimana bisa sudah inginkan tanah Singgalang?"Panglima Pasopati seketika tertawa terbahak, dia meludah di depan Jagat Kelana. "Cuih, jangan kau kira aku tidak miliki kekuasaan mutlak hingga kau rendahkan aku, Jagar!""Baik, jika ini inginmu, Pasopati. Tunjukkan digdayamu!"Begitu mendengar kalimat tantangan dari Jagat, saat itu juga Panglima mengeluarkan seluruh kekuatannya. Dia menggerakkan pedang panjang yang terlihat begitu berat. Gerakannya yang terlihat begitu piawai membuat Jagat sedikit nyeri. Dia m

  • Jagat Kelana   221. S2

    Hempasan jubah Jagat seketika melenyapkan beberapa anak panah berapi. Tidak hanya senjata, pemakainya pun juga ikut terpental. Apa yang terjadi dengan prajurit pilihannya membuat Panglima Pasopati melongo tidak percaya. Sosok yang menyibakkan jubahnya saja masih berdiri tegak di ujung menara. "Bagaimana mungkin, rasanya hanya sang terpilih yang mampu melakukan hal itu." Panglima Pasopati berbicara sendiri tanpa berniat untuk berbagi. Sesungguhnya Jagat hanya memainkan trik kecil saja tanpa berniat untuk melenyapkan seluruh pasukan panah berapi. Semua hanya permainan saja. "Kang, jangan permainkan mereka seperti itu! Semua ada batasnya!" kata Akshita. "Mereka sudah mengira aku hanya raja rendahan saja hingga mereka berani merendahkan Kerajaan Singgalang. Alasan ini yang tidak aku suka, Aks.""Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Mereka hanya bawahan yang tidak mengerti alasan apa meruntuhkan Singgalang," kata Akshita. Jagat hanya tersenyum, dia mengurai pelukan dan kini menatap pada

  • Jagat Kelana   220. S2. Serangan Galunggung

    Suara terompet panjang tanda penyerangan dimulai. Pasukan Kerajaan Galunggung bertolak menuju ke perbatasan Karajaan Singgalang. Paling depan Panglima Pasopati terlihat berkuda dengan gagah berani. Ujung tombaknya terangkat ke udara memberi semangat pada para prajuritnya. Pasukan dibagi menjadi tiga bagian. Mereka memiliki pemimpin sendiri dengan kekuatan dan kapasitas yang memadai. Panglima Pasopati terlihat memimpin di depan dengan kuda jantan hitam dan tombak panjang di tangan kanannya. "Serang!"Semua prajurit Galunggung bergerak dengan senyap dan cepat, tetapi aura yang mereka timbulkan. Jagat sendiri masih terlena dengan sentuhan akhir Roro Wening hingga tubuhnya bermandikan keringat. "Kang, aura ini begitu membahayakan rakyat dan penghuni Kerajaan. Tidakkah ingin sudahi semua?" tanya Roro Wening dengan suara rendah dan sesekali mendesah akibat serangan beruntun dari suaminya yang begitu nikmat. Jagat tidak memedulikan apa yang dikatakan oleh istrinya, dia terus menggerakk

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status