Share

Rahasia Gavin

Penulis: Aira Tsuraya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sehari sebelumnya ...

Alya terdiam duduk di sudut kamarnya. Ia menatap sebuah berkas yang tanpa sengaja ia temukan di laci lemari ibunya. Memang ia tadi ingin mengambil berkas tentang surat menyurat milik ayahnya. 

Perusahaan peninggalan ayahnya itu menginginkan bukti tertulis kalau dia adalah yang mengambil ahli tampuk pimpinan. Alih-alih menemukan surat itu, kini malah Alya menemukan sebuah surat yang menunjukkan kalau Gavin, kakaknya adalah anak yang diadopsi dari panti asuhan.

"Berarti benar dugaanku. Mas Gavin bukan kakak kandungku. Berarti tidak salah kalau aku mempunyai perasaan aneh ini untuknya? Aku harus meyakinkan Mas Gavin agar dia mau terima perasaanku ini," gumam Alya dengan lirih.

**

Gavin terdiam sambil tidur terlentang menatap langit-langit di kamarnya. Sudah satu jam lalu dia masuk ke kamar dan terus berbaring tanpa bisa memejamkan mata. Berulang ia sentuh bibirnya yang tipis sambil memejamkan mata. Sejenak bayangan ia berciuman dengan Alya di kantor tadi tiba-tiba bermain di benaknya.

“Sial!! Kenapa lagi dengan Alya? Kenapa juga dia nekat menciumku? Untung saja Yeni tidak tahu tadi. Coba kalau sampai tahu bakal marah dia. Lagipula kenapa Alya makin aneh sekarang? Kenapa juga tiba-tiba punya pikiran mau jadi pacarku? Apa dia sudah tahu sesungguhnya tentang diriku? Tentang hubungan kami,” gumam Gavin sambil menghela napas panjang.

Sebuah ketukan beruntun terdengar di pintu kamar Gavin. Gavin segera bangun dan tampak Aminah Baskoro, ibunya sudah tersenyum berdiri di depan pintu kamar Gavin.

“Belum tidur, Vin?” tanya Aminah sambil berjalan meringsek masuk.

“Belum, Bu. Belum ngantuk,” jawab Gavin.

Aminah tersenyum dan langsung duduk di tepi kasur Gavin sambil membiarkan pintu kamarnya terbuka lebar.

“Bagaimana persiapan pernikahanmu, kurang satu bulan loh, Vin,” ucap Aminah.

Gavin tersenyum sambil mengangguk.

“Sudah beres kok, Bu. Semua dihandle oleh WO, mungkin dua minggu lagi saya akan fitting baju dan gladi resik,” ujar Gavin menerangkan.

Aminah tampak manggut-manggut mendengarkan penjelasan Gavin ini.

“Syukurlah kalau begitu. Ibu ikut senang mendengarnya. Andai saja ayahmu masih hidup, Vin.” Aminah sudah bicara sambil pandangannya menerawang jauh ke depan.

Gavin hanya tersenyum dan berulang mengelus dengan lembut tangan wanita separuh baya di depannya ini.

“Oh ya, apa kau juga mengundang Ibu Tari, pemilik panti asuhan tempatmu tinggal dulu?” tanya Aminah kemudian.

“Iya, sudah, Bu. Katanya beliau akan hadir di hari pernikahan saya.”

“Syukurlah. Sayangnya beliau juga belum berhasil menemukan keberadaan orangtua kandungmu, Vin. Kamu tidak apa-apa, kan?” lagi Aminah bertanya.

Gavin mengangguk sambil tersenyum lagi.

“Saya tidak masalah, Bu. Bagi saya, ayah dan ibu sudah seperti orangtua kandung saya. Rasanya kalaupun bertemu mereka, kasih sayang saya ke Ibu tidak akan berubah,” tegas Gavin.

Aminah tersenyum merangkum wajah pria tampan dengan mata sipit di depannya ini kemudian mencium pipinya.

“Ibu sayang kamu, Vin. Kamu sudah seperti anak ibu sendiri dan ibu juga tidak mau kehilangan kamu nantinya.”

Gavin tersenyum dan kini malah memeluk Aminah dengan erat. Aminah memang mengadopsi Gavin sejak ia berumur tiga bulan. Aminah dan Baskoro melakukannya sebagai pancingan agar mereka mempunyai anak. Di usia sepuluh tahun pernikahan, mereka memang belum dikaruniai anak. Hingga akhirnya mengadopsi Gavin dari panti asuhan. Beruntungnya lima tahun setelah itu, Aminah diberi anugerah hamil lalu lahirlah Alya dari rahim Aminah.

“Bu, apa Alya tahu tentang ini?” Gavin mengurai pelukannya.

Aminah terdiam menatap Gavin dengan tertegun.

“Alya tahu kalau saya anak angkat ibu bukan saudara kandungnya?” tanya Gavin memperjelas.

Aminah bergegas menggeleng sambil tersenyum.

“Tidak, Vin. Alya tidak tahu. Memangnya kenapa? Apa dia menanyakan sesuatu kepadamu?” kata Aminah balik bertanya.

Gavin kini yang menggeleng.

“Tidak. Alya tidak menanyakan apa-apa. Apa ibu akan berencana mengatakannya suatu saat nanti?”

“Iya,Vin. Pasti itu. Alya juga harus tahu siapa kamu sebenarnya. Apalagi kalau dia menikah nanti. Kau tidak akan bisa menjadi walinya. Kau bukan saudara kandungnya juga bukan saudara sepersusuan. Ibu pasti akan memberi tahu, tapi tidak sekarang belum saatnya,” tandas Aminah.

Gavin hanya diam. Padahal dia berharap Alya segera tahu rahasia tentang siapa dia sesungguhnya. Ia tidak ingin bersembunyi dari Alya terus apalagi setelah kejadian tadi siang yang sangat membuat Gavin bingung.

“Ya sudah sekarang tidurlah.” Aminah bergegas bangkit dari duduknya. Gavin juga ikut berdiri mengantar ibu angkatnya itu hingga berlalu di balik pintu.

Gavin menghela napas panjang selepas kepergian Aminah dan beranjak akan menutup pintu kamar. Namun, sebuah tangan sudah terulur mencegahnya.

Gavin langsung terbelalak saat melihat Alya sudah berdiri di belakang pintu kamarnya.

“Alya!! Kamu mau ngapain?” tanya Gavin terkejut.

Alya diam dan langsung menarik tangan Gavin untuk masuk kamar lalu menutup pintu kamarnya dengan tergesa.

“KATAKAN!!! Katakan yang sesungguhnya siapa Mas Gavin!” seru Alya sambil berkaca-kaca.

Gavin terdiam tidak berbicara dan hanya menatap Alya yang matanya sudah berkabut.

“Apa benar Mas Gavin hanya anak angkat ayah dan ibu? Bukan kakak kandungku?” tanya Alya kemudian.

Gavin masih diam dan tetap bergeming di tempatnya. Sepertinya Alya mendengar pembicaraannya dengan Aminah tadi.

“Apa benar seperti itu, Mas?” tanya Alya lagi.

Gavin menghela napas sambil menatap Alya dengan sendu.

“Iya, Al. Kita memang bukan saudara kandung. Aku diadopsi ayah dan ibu saat berumur tiga bulan. Aku diadopsi dari panti asuhan. Ayah dan ibu baru memberitahuku saat aku SMA dulu. Mereka juga memberi aku kebebasan untuk mencari tahu keberadaan orangtua kandungku. Oleh sebab itu saat kuliah aku memilih di luar kota tempat orangtua kandungku tinggal,” jelas Gavin.

Alya terdiam, terhenyak duduk di tepi kasur. Sekarang dia baru tahu mengapa surat wasiat ayahnya meminta dia yang menjadi CEO di perusahaan bukan Gavin, kakaknya. Alya tertegun menatap Gavin dengan mata yang masih berkabut.

“Lalu ... apa sudah ketemu? Apa Mas sudah bertemu dengan orangtua kandungnya?”

Gavin menggeleng dengan cepat.

“Tidak. Orangtuaku hidup nomaden, selalu berpindah-pindah dan sangat singkat untuk menetap di suatu tempat. Aku tidak berhasil menemukannya. Aku juga berusaha meminta bantuan ibu panti agar membantu mencari, tetapi sepertinya beliau juga sama belum menemukan keberadaan mereka.”

Alya lagi-lagi terdiam menatap Gavin seraya mendengarkan penjelasannya.

“Apa Mas Gavin bersedih setelah mendengarnya?” tanya Alya dengan polosnya.

“Tentu, Al. Tapi bagaimana lagi. Itu kenyataan dan mau tidak mau aku harus menerimanya. Kamu lucu juga deh seharian ini,” sahut Gavin sambil tersenyum.

Ia sudah duduk di tepi kasur mengikuti Alya yang sudah duduk lebih dulu. Mereka sama-sama diam kini seakan sibuk dengan isi benaknya masing-masing.

“Apa itu artinya kita tidak ada hubungan darah sama sekali. Kita bukan saudara kandung dan bukan saudara sepersusuan?”

Gavin mengangguk membenarkan pertanyaan Alya. Alya kembali diam lalu perlahan ia mengangkat kepala dan menatap Gavin dengan tatapan berbeda.

“Apa itu artinya Mas Gavin mau menerima pernyataan cintaku tadi?” cetus Alya kemudian.

Gavin langsung terkejut menoleh ke arah Alya, mata sipitnya kembali membesar dengan alami mendengar pertanyaan Alya.

“Al, aku sudah bilang tadi. Aku sudah bertunangan dengan Yeni dan akan menikahinya. Aku tidak mungkin memutuskannya secara sepihak. Aku juga mencintainya,” tegas Gavin.

Alya masih diam dan terus menatap pria bermata sipit ini dengan tatapan penuh cinta.

“Mas tidak perlu memutuskan Yeni. Aku mau menjadi yang kedua setelah Yeni asalkan Mas Gavin mau terima perasaan cintaku ini.”

Seketika Gavin melotot ke arah Alya. Ia sungguh bingung dan tak habis pikir dengan adik angkatnya ini.

Berulang helaan napas terdengar keluar masuk dari mulut Gavin.

“Kamu aneh, Al. Aku tidak pernah menganggapmu lebih dari seorang adik. Jadi mana mungkin aku bisa mencintaimu sebagai seorang kekasih. Lagipula aku sama sekali tidak mau menduakan cintaku. Maaf, aku tidak bisa melakukannya,” tolak Gavin.

Alya terdiam menatap Gavin kemudian sudah tersenyum sambil memperlihatkan lesung pipinya.

“Kalau Mas Gavin hanya menganggapku sebagai seorang adik mengapa Mas diam saja saat aku menciummu tadi di kantor?”

Kembali Gavin melotot memperlebar mata sipitnya sambil menoleh ke arah Alya. Dia langsung berdiri dan tidak menggubris ucapan Alya.

“Seharusnya Mas menolakku tadi, tapi mengapa Mas tidak melakukannya? Bukankah itu bukti kalau Mas juga punya rasa yang sama terhadapku.”

Gavin terdiam tak bicara, dia hanya memandang adik angkatnya yang terlihat sangat menguasai keadaan kini.

“Baik, untuk pembuktiannya. Bagaimana kalau kita melakukannya lagi,” ucap Alya sambil mengerling nakal. Dia sudah berdiri berjalan menghampiri Gavin, berhadapan dengannya kemudian meletakkan lengan ke leher Gavin sambil tersenyum.

Gavin melotot dan menatap Alya dengan kebingungan. Seketika Alya mendekatkan wajahnya hingga tak berjarak dengan kaki setengah jinjit, ia perlahan menempelkan bibirnya ke bibir Gavin. Gavin mencoba menolak, ia tidak mau Alya terus membuat jantungnya berdetak tak karuan. 

Gavin ingin berontak dan mengurai pelukan namun, entah mengapa tangannya terasa membeku dan terdiam saat bibir sensual Alya mulai mengecup pelan sudut bibirnya.

Hingga sebuah ketukan kembali terdengar di pintu kamar Gavin.

“Vin ... Vin ... .” Gavin melotot dan mencoba mendorong Alya saat tahu suara siapa yang terdengar di depan kamarnya. Namun, sepertinya Alya tidak mau melepaskannya. Hingga handle pintu bergerak dan pintu terbuka.

“ALYA!!!”

Bab terkait

  • Jadikan Aku yang Kedua   Rencana Alya

    “ALYA!!!” seru Aminah saat melihat Alya sedang memeluk erat Gavin.Alya sudah melepas pagutannya sesaat sebelum pintu kamar Gavin terbuka dan langsung memeluk tubuh Gavin dengan erat. Aminah yang melihat kedua putra putrinya berpelukan di dalam kamar sedikit terkejut.“Alya! Gavin! Ada apa?” tanya Aminah kebingungan.Alya bergegas mengurai pelukannya sambil mengusap airmata yang tadi sempat menetes di pipinya.Alya tersenyum sambil duduk di tepi kasur, begitu juga Gavin.“Ada apa?” kembali Aminah bertanya dengan tatapan mata yang terus menyelidik ke arah Gavin dan Alya.“Gak papa, Bu. Alya hanya takut kehilangan Mas Gavin. Sebentar lagi Mas Gavin akan menikah dan pasti pergi dari rumah ini. Alya takut Mas Gavin akan melupakan aku, Bu,” tutur Alya sedikit berbohong.Aminah tersenyum lalu ikut duduk di samping Alya, memeluk dan mengelus punggungnya dengan lembut.“Astaga, Alya! Masmu cuman tinggal sepuluh kilometer dari sini. Paling gak sampai satu jam juga sudah sampai ke sini. Dia jug

  • Jadikan Aku yang Kedua   Batal Nikah?

    Hari yang padat dilalui Gavin dan Yeni hari ini. Mereka harus berlomba dengan waktu untuk mempersiapkan pernikahannya. Sesuai kata Gavin tadi, begitu istirahat makan siang Gavin dan Yeni sudah keluar kantor. Mereka berencana ke percetakan untuk mengambil undangan kemudian janjian dengan WO untuk ke tempat katering.“Maaf, kami terlambat,” ucap Gavin begitu sudah bertemu dengan pihak WO.Mereka sudah berada di salah satu katering ternama di kota ini yang akan ditugasi untuk menyediakan menu makanan pada pesta pernikahan nanti.“Gak papa, Mas. Saya juga baru saja datang. Kita masuk dulu supaya langsung mengetest rasa dan menu apa saja yang diinginkan,” ucap pihak WO dengan ramah.Gavin dan Yeni hanya mengangguk kemudian sudah menurut mengikuti pihak WO tersebut. Mereka sudah masuk ke sebuah ruangan seperti ruang makan dengan meja panjang yang besar. Di sana sudah berjajar macam-macam menu makanan yang sudah diminta oleh Gavin dan Yeni sebelumnya.“Ini menu yang diminta sesuai dengan per

  • Jadikan Aku yang Kedua   Sesuatu yang Salah

    Beberapa jam sebelumnya ...Alya sudah kembali ke ruangannya usai menemui Gavin tadi. Dia sangat kesal dengan Gavin yang seakan tak peduli dengan perasaannya dan malah melanjutkan rencana pernikahannya dengan Yeni.“Sial!! Rasanya aku gak boleh tinggal diam. Mas Gavin gak boleh nikah dengan Yeni. Aku harus mencegahnya dan sepertinya alergi Yeni itu memberiku ide,” gumam Alya sambil tersenyum.Ia sudah duduk menopang kaki sambil tersenyum menghubungi sebuah kontak yang memang sudah dia simpan sejak dulu.“Hallo,” sapa ramah Alya di telepon.Sudah terdengar salam ramah juga di seberang.“Saya mau pesan sebuah kue khusus. Kalau bisa mengandung banyak kacang, ya?” Alya diam mendengarkan.“Tidak. Begini nanti kakak saya Gavin Mahendra berserta calon istrinya akan ke tempat Anda untuk mencicipi menu makanan Anda dan tadi dia sudah pesan untuk minta dibuatkan kue spesial yang mengandung banyak kacang untuk tunangannya. Tunangannya itu sangat suka kacang,” jelas Alya dalam panggilannya.Lagi-

  • Jadikan Aku yang Kedua   Kalah atau Menang

    Alya termenung, diam di sudut ruangan hotel bintang lima ini. Dia tidak peduli dengan hiruk pikuk orang yang berlalu lalang dan tepuk tangan merayakan sakralnya acara akad nikah Gavin dan Yeni. Alya tidak peduli dengan cibiran dan pandangan aneh orang-orang yang melihatnya. Ia hanya ingin sendiri sekarang. Sebuah helaan napas berulang keluar masuk dari mulut Alya, bergantian dengan air mineral yang membasahi bibir seksinya. Alya kesal, marah dan cemburu harus menghadapi kenyataan kalau pria yang dicintainya sudah resmi bersanding dengan orang lain. Sebuah tepukan lembut menginterupsi lamunan Alya seketika. Alya menoleh dan tampak pria berwajah manis dengan rambut ikal tak beraturan berdiri di belakangnya. “Kamu di sini? Tadi Ibu Aminah mencarimu, Al. Sepertinya mau foto keluarga,” ucap pria berambut ikal yang tak lain bernama Rendi itu. Alya hanya tersenyum masam dan sekali lagi menenggak sisa air mineral di botol kecilnya. “Kenapa? Kamu sedih kakakmu menikah. Aku rasa itu hal yan

  • Jadikan Aku yang Kedua   Godaan Alya

    Gavin terdiam berdiri mematung di belakang pintu kamarnya. Berulang ia sentuh bibir tipisnya. Lagi-lagi ia melakukan yang seharusnya tidak ia lakukan. Berciuman lagi dengan Alya, entah untuk yang keberapa kali ini. Mengapa ia tidak bisa menghindar dan menikmati setiap detiknya. Ini salah dan seharusnya tidak boleh terjadi.Gavin memejamkan mata dan berulang menggelengkan kepala. Ia melirik ke atas kasur, tampak Yeni masih pulas di balik selimut. Istrinya itu bahkan tidak menyadari apa yang baru saja Gavin lakukan.Perlahan Gavin mendekat lalu naik ke atas kasur dan ikut sembunyi di balik selimut bersama Yeni. Ia langsung memeluk wanita yang baru sehari ini menjadi istrinya. Dikecupnya pipi dan leher Yeni berulang membuat si empunya tubuh tersenyum dalam tidur.‘Maafkan aku, Sayang. Aku janji tidak akan melakukan hal ini lagi. Aku janji ini terakhir kali aku mencium Alya. Sepertinya aku harus pindah dari sini secepatnya. Aku tidak mau berinteraksi terus men

  • Jadikan Aku yang Kedua   Tidak Boleh Ada Wanita Lain

    Alya sedang duduk manis sambil sibuk meneliti beberapa berkas yang sudah menumpuk di mejanya. Rini, sang asisten tergopoh masuk sambil membawa beberapa lembar berkas lagi.“Bu, ini ada yang ketinggalan belum saya letakkan di sana,” ucap Rini kemudian.Alya hanya mengangguk sambil menyuruh Rini meletakkan sisa berkas yang baru dibawa di meja sebelah.“Oh ya, Bu. Tadi ada pertanyaan dari pihak HRD untuk pengganti Yeni apa sudah ada kalau belum HRD mau menyeleksi karyawan yang ada di sini lebih dulu,” lanjut Rini.Alya menghentikan aktivitasnya dan mengangkat kepala kemudian menatap Rini dengan intens.“Ya sudah kalau gitu lakukan saja seleksinya. Kalau bisa cowok saja yang menggantikan posisi Yeni. Pak Gavin ingin pria yang menjadi sekretarisnya,” ujar Alya.Rini langsung mengangguk mendengar penjelasan Alya ini. Kemudian tak lama dia sudah undur diri kembali ke mejanya lagi. Berbarengan dengan keluarnya Rin

  • Jadikan Aku yang Kedua   Berharap Tidak Kecewa

    Gavin terdiam, alisnya sudah mengernyit sementara keningnya juga ikut berkerut menatap Yeni tanpa jeda dengan penuh tanda tanya.“Tentang kamu? Tentang apa? Apa ada sesuatu yang belum kamu ceritakan kepadaku selama ini?” tanya Gavin.Yeni terdiam, mulutnya membisu tidak mau berkata. Ia sedang sibuk mengatur udara di dadanya yang terasa tiba-tiba terkuras habis tak bersisa.“Maafkan aku, Mas ... .” Tiba-tiba sudah meluncur dengan deras airmata Yeni membasahi pipinya. Gavin bingung melihat reaksi istrinya ini. Tanpa angin dan hujan, ia sudah menangis sedemikian hingga.“Sayang ... ada apa? Katakan saja! Aku janji tidak akan marah,” bujuk Gavin menenangkan hati Yeni.Yeni tidak menjawab. Ia terus menangis dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Gavin yang duduk di sebelahnya meringsek mendekat kemudian merengkuh wanita cantik itu dan membawanya dalam pelukan.“Ada apa, Sayang? Katakan saja! Aku tidak

  • Jadikan Aku yang Kedua   Melepas Kerinduan

    Alya menghela napas sambil menghempaskan tubuh ke punggung kursi kerjanya. Sudah seminggu ini, ia malas sekali beraktivitas di kantor. Entah sejak kepergian Gavin berbulan madu, Alya merasa ada yang hilang dan ia bahkan tidak bersemangat mengerjakan apa pun.Berulang Alya mengembuskan napas sambil meniup keras udara ke atas membuat poninya spontan terangkat.“Huh ... benar-benar membosankan. Aku bahkan tidak tahu harus berbuat apa untuk mengusir kebosanan ini,” gumam Alya sambil memajukan semua bibirnya ke depan.Sebuah ketukan di pintu tiba-tiba membuyarkan lamunan Alya. Tak berapa lama tampak Rini, asistennya terburu masuk ke ruangan.“Ada apa, Rin?” tanya Alya.Rini segera menghentikan langkahnya dan tersenyum dengan sumringah ke arah Alya.“Ini, Bu. Saya membawa Mas Doni, dia yang akan menjadi sekretaris sekaligus asisten Pak Gavin,” terang Rini.Alya hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalan

Bab terbaru

  • Jadikan Aku yang Kedua   Berakhir dengan Senyuman

    Gavin bergegas turun dari mobil usai memarkirnya. Entah mengapa Bu Aminah tiba-tiba menelepon sore tadi dan memintanya datang ke rumah. Gavin menghentikan langkahnya saat melihat mobil Alya yang baru saja datang. Alya segera turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gavin. Mereka berdua terlihat canggung, mungkin karena sudah lama tidak bertemu dan jarangnya komunikasi. Kemudian Gavin yang lebih dulu jalan mendekat dan langsung merengkuh Alya dalam pelukannya. Ia memeluk Alya dengan sangat erat seakan takut kehilangan. Alya hanya terdiam dalam pelukan suami sekaligus kakak angkatnya. “Maafkan aku, Babe. Aku janji akan memperbaiki semuanya,” cicit Gavin lirih sambil mengecup kening Alya sekilas. Alya mengangguk sambil tersenyum. Mereka kemudian sudah berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Gavin dan Alya sedikit terkejut saat melihat sudah banyak orang di dalam ruang tamu. Ada Yeni beserta bibi dan pamannya, ada Bu Tari, ibu pemilik panti asuhan tempat Gavin diadopsi dulu, ada bude

  • Jadikan Aku yang Kedua   Sebuah Pengakuan

    Alya baru saja memarkir mobilnya dan berjalan lesu menuju lift, dia tidak melihat mobil Gavin di sana. Alya bisa memastikan kalau suami sekaligus kakak angkatnya itu tidak masuk kerja lagi kali ini. Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir seksi Alya. Ia sudah menekan tombol di lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka.Sepi dan hening pagi ini, tidak seperti hari biasanya kali ini suasana sedikit sunyi. Padahal telinga Alya akhir-akhir ini sering mendengar lebah yang berdengung. Lebah-lebah itu selalu sibuk menjelekkan namanya dan juga nama Gavin. Alya sudah biasa mendengarnya jadi sedikit aneh jika kali ini, dia tidak mendnegar suara berdengung itu.Perlahan Alya masuk ke ruangannya. Rini belum datang dan Alya bisa melihat mejanya yang masih rapi, kosong belum terisi. Alya segera mengeluarkan isi di dalam paper bag yang dibawanya dari rumah. Bu Aminah sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alya juga sebuah susu ibu hamil sebagai pelengkapnya.Alya tersen

  • Jadikan Aku yang Kedua   Doa dan Harapan Ibu

    Sudah hampir sepekan sejak peristiwa heboh pertengkaran Alya dan Yeni di kantor, sejak hari itu juga gosip dan rumor aneh-aneh semakin berkembang cepat dari mulut ke mulut. Ujung-ujungnya selalu menyalahkan pihak ketiga alias sang pelakor yang notabene dalam hal ini adalah Alya. Setiap kesempatan di kantor, Alya selalu dikucilkan. Para karyawan dari bawahan hingga setaraf manager sibuk menggunjingkan dirinya. Bahkan Alya sekarang tidak pernah melakukan meeting pagi.Dia memang masih berangkat ngantor namun hanya diam di dalam ruangannya sibuk mengerjakan tugasnya. Datang lebih awal dan pulang paling terakhir. Alya tidak tahan dengan gunjingan dan rumor yang terus menjelekkan namanya, jadi dia lebih memilih berdiam di ruangan saja. Hal yang sama lebih parah menimpa Gavin, dia malah tidak masuk kerja hingga beberapa hari.Gavin benar-benar depresi, belum habis dukanya akan kehilangan Putri dan penyesalan mendalam ditambah kini keadaan kantor yang semakin tidak nyaman. Se

  • Jadikan Aku yang Kedua   Pertarungan Dua Istri

    Sudah hampir dua hari berselang dan Gavin selalu melalui hari yang sama, berangkat kerja, parkir di tempat biasa lalu naik lift harus bersamaan dengan para karyawan yang terus sibuk membicarakannya. Seperti pagi ini, padahal Gavin sudah berniat berangkat pagi agar tidak satu lift dengan para karyawan tukang ghibah itu. Namun, ternyata dia salah. Gavin kembali bertemu dengan karyawan tukang ghibah tadi.“Selamat pagi, Pak!” sapa salah satu dari karyawan yang suka ghibah itu. Gavin hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi di hari yang beda dia bertemu dengan orang yang menyebalkan.Hanya lima orang karyawan yang pangkatnya supervisor dan asisten manager sudah berada bersama Gavin di dalam lift tersebut. Kembali lima orang itu sudah kasak kusuk sambil sesekali melirik Gavin.“Pak ... kok sekarang jarang bareng sama Bu Alya. Emang sudah gak sama Bu Alya lagi?” tanya salah satu dari mereka. Gavin hanya diam menghela napas panjang.

  • Jadikan Aku yang Kedua   Bahan Ghibah

    “CABUT UCAPANMU ITU, YENI!!!” sentak Gavin penuh amarah. Yeni hanya diam dan berdiri menantang Gavin seakan siap kalau Gavin hendak memukulnya.“Jangan pernah sekalipun menyumpahi anak yang sedang dikandung Alya. Aku memang lebih mencintai Alya daripada kamu. Tapi asal kamu tahu, kamu yang membuatku seperti itu. Kamu sendiri yang menjauh saat aku ingin dekat. Kamu yang membuka lebar pintu untuk aku menikah lagi. Aku harap kamu bisa belajar menelaah kini,” pungkas Gavin.Dia sudah membalikkan badan dan bergegas pergi meninggalkan Yeni. Sontak Yeni panik, dia ikut membalikkan badan dan mengejar Gavin.“Mas!! Kamu mau ke mana? Apa kamu mau ke Alya dan minta jatah pelayanannya lagi? MAS!!!” teriak Yeni penuh amarah. Gavin tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian sudah pergi meninggalkan rumahnya.Yeni semakin kacau, ia menyesal melepas tawaran Irwan saat itu. Hanya karena ingin memperbaiki rumah tangganya,

  • Jadikan Aku yang Kedua   Anak Balas Anak

    Gavin terdiam sambil menatap jasad yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Usai menerima telepon dari Bu Aminah tadi, Gavin sangat shock. Dengan bergegas dia melarikan mobilnya ke rumah sakit dan kini dia sudah berdiri mematung di hadapan jasad buah hati kesayangannya.Gavin menyesal tidak berada di sampingnya saat Putri merenggang nyawa, Gavin menyesal tidak melihat Putri untuk terakhir kali. Dia sudah egois, mementingkan kebutuhan biologisnya dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah.Hanya terdiam mematung tanpa bicara dan tanpa tangisan airmata yang dilakukan Gavin kini. Dia tidak bisa protes kepada siapa pun tentang hal ini. Dia juga tidak bisa bertanya bagaimana kondisi terakhir putrinya itu sesaat sebelum meninggal. Ini adalah penyesalan Gavin terbesar dan untuk pertama kali dia merasa gagal. Ia gagal sebagai ayah, gagal sebagai suami dan juga gagal sebagai lelaki. Tiga predikat itu telah melekat di namanya kini.Yeni berjalan menghampiri Gavin yang m

  • Jadikan Aku yang Kedua   Bagai Disambar Petir

    Sinar mentari pagi sudah menerobos masuk tanpa sopan menembus tirai kamar tempat Gavin terpulas. Matanya langsung mengerjap begitu sinar mentari yang hangat ini menyentuh tubuhnya. Dilihat ke samping kasur, sudah tidak ada Alya di sana. Gavin mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Gavin menyimpulkan kalau istri keduanya itu pasti sedang mandi.Gavin mengulum senyum sambil menyibak selimut dan memakai boxernya dengan sembarang. Gavin berjalan berjingkat menuju kamar mandi. Dia ingin meminta bonus tambahan kali ini ke sang Istri. Gavin selalu kecanduan jika sudah melakukan dengan Alya. Tubuh dan pesona Alya seakan terus menghipnotis dirinya dan tak bisa lepas begitu saja.CEKLEKTepat dugaan Gavin, Alya tidak mengunci pintu kamar mandi. Gavin mengulum senyum saat melihat siluet tubuh istrinya sedang berdiri di bawah shower tertutup tirai mandi. Seketika onderdil penting miliknya langsung berdiri menjulang siap menerjang kembali. Pelan Gavin berjalan mendeka

  • Jadikan Aku yang Kedua   Saat Menutup Mata

    Alya tersenyum sambil menatap pria tampan di sampingnya yang sekarang sibuk mengendarai kendaraan mengurai kemacetan sore ini. Mobil Gavin sudah melaju cepat, tetapi sama sekali tidak mengarah ke rumah Bu Aminah ataupun apartemen mereka berdua. Gavin sudah mengarahkannya ke rumah mereka di tepi pantai yang terletak di luar kota.“Kita ke rumah pantai lagi, Mas?” Alya bertanya. Gavin mengangguk sambil tersenyum.“Iya, aku tidak ingin kamu cemas, Al. Lebih baik kamu beristirahat beberapa hari di sana sampai keadaan di kantor kondusif. Lagipula kerjaan di kantor bisa dihandle Rini dan Rendy,” urai Gavin kemudian. Alya hanya tersenyum sambil manggut-manggut.“Terus Mas Gavin sendiri ke mana? Aku akan ditinggal sendiri di sana? Sama juga bohong dong, Mas,” dumel Alya sambil memajukan seluruh bibirnya ke depan. Gavin tersenyum. Gemas memperhatikan ulah istri mudanya itu.“Jangan khawatir, Babe. Aku temani, kok. Aku akan

  • Jadikan Aku yang Kedua   Saat Sang Pangeran Datang

    Gavin sibuk memainkan kakinya. Dia gelisah karena operasi Putri belum juga usai. Sudah hampir pukul dua siang dan belum ada tanda-tanda operasi itu selesai. Sesekali Gavin menoleh ke arah Yeni yang tampak duduk terdiam sambil menyandarkan kepalanya ke dinding. Gavin tahu kalau Yeni juga sama gelisahnya dengan dia kali ini.Gavin berdiri hendak mendekat ke arah Yeni kemudian tiba-tiba lampu di atas pintu padam dan tak lama pintu terbuka. Gavin menghela napas lega saat melihat beberapa suster sudah mendorong ranjang tidur rumah sakit tersebut. Gavin dan Yeni bergegas mengikuti.“Bagaimana keadaannya, Sus? Dia baik-baik saja, ‘kan?” tanya Gavin penasaran. Suster hanya tersenyum sambil memberi isyarat agar Gavin tenang.“Kita tunggu ya, Pak. Nanti setelah diobservasi baru tahu keadaan adek,” jawab suster itu diplomatis. Gavin mengangguk kemudian dia tiba-tiba menghentikan langkah tidak mengikuti dua suster dan Yeni yang mengiringi Putri tadi. Ponselnya sudah berdering nyaring dan Gavin te

DMCA.com Protection Status