INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI'UN"Kau dengarkan? Siapa yang tak tahu diri? Masa iya sudah menumpang masih mau minta sama Ibu juga? Ibu ini lho tidak bekerja. Wong hanya jualan, itu pun juga seringnya tombok saja. Alhamdulillah cukup buat makan, lalu kau meminta ibu juga untuk membiayainya dari mana?" cerca bu Nafis."Fah! Paham kan sekarang maksud Mbak Dinda? Kau melihat dan tahu sendiri kan, Fah? Paham kan? Ngerti kan sekarang? Ngerti dong mosok gak ngerti," kata Dinda."PAHAM!""Wong edan! Ini yang kau maksud. Menantu dakjall!" bentak bu Nafis."CUKUP, BU!" bentak Zain menggebrak meja.Mereka pun segera menghentikan perdebatan itu saat Zain mulai meninggikan suarannya. Dinda segera membantu Mbak Alif menaikkan dagangan mertuanya ke mobil. Bu Nafis juga langsung masuk ke dalam kamar, bersiap senam. Zain adalah tipikal lelaki jarang marah. Ketika suaranya mulai di tinggikan itu tanda mereka terlewat batas."Din! Kau mau ikut Ibu senam?" ajak Bu Nafis."Tidak, Bu! Mobil di bawa Mas
MBOK JUM PELESTARI BUDAYA!Para wanita biasanya menyiapkan semua keperluan untuk memandikan jenazah dan bunga -bunga untuk ditabur dan di ronce di atas keranda. Dinda segera ke rumah Mbak Lina setelah menutup pintu rumahnya. Dia melupakan satu hal berbahaya jika rewang di sana saat hamil."Mbak Dinda sampeyan yang masih muda tolong carikan bunga ya! Ambil saja di pekarangan rumah warga sini, nanti daun pandanya ambil di belakang rumahmu. Itu lak banyak toh pandan wangi," perintah bu RT.Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di desa dan juga di masyarakat Jawa pada umumnya dalam menghadapi peristiwa kematian, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memanggil modin, selanjutnya menyampaikan berita kematian tersebut di daerah sekitar bahwa suatu kematian telah terjadi. Kalau kematian itu terjadi sore atau malam hari, mereka menunggu sampai pagi berikutnya untuk memeulai proses pemakaman. Pemakaman orang Jawa dilaksanakan secepat mungkin sesudah kematian. Segera setelah mendengar
BEDA KEJAWEN DAN ISLAM!"Banyak sekali to, Mbok. Tak bisa di rapel jadi satu?" tanya Dinda."Ngawur kau itu, makna nya beda- beda," jawab Mbok Jum."Apa saja itu, Mbok?" tanya Dinda sambil asik memetik bunga.Memang sangat enak mendengar cerita orang jaman dulu. Apalagi Mbok Jum adalah tipikal Ibu- ibu yang sangat asik diajak menggosip dan mengghibah. Meski begitu Mbok Jum juga orang yang sangat agami meski masih menganut tradisi jawa juga."Upacara selamatan tiga harian memiliki arti memberi penghormatan pada orang yang meninggal. Orang Jawa berkeyakinan bahwa orang yang meninggal itu masih berada di dalam rumah. Ia sudah mulai berkeliaran mencari jalan untuk meninggalkan rumah. Selamatan ke tiga hari berfungsi untuk menyempurnakan empat perkara yang disebut anasir hidup manusia, yaitu bumi, api, angin dan air," jawab Mbok Jum."Hah? Astagfirulloh! Apa benar itu, Mbok? Bukannya ruh nya sudah di alam barzah? Mbok Jum menakut- nakuti saja," kata Dinda syok dengan pernyataan itu.Seba
RONCE DAN SAWUR"Oh, Dinda paham. Misal nya seperti Haul Kyai Hamid, Kyai Hasnan, begitu to, Mbok?" tanya Dinda."Betul itu. Jadi beda kasta," jawab Mbok Jum."Umborampe itu apa to, Mbok? Kenapa harus ada?" tanya nya lagi."Umborampe itu benda atau alat perlengkapan dalam setiap sistem upacara oleh Orang Jawa, meliputi uborampe pangrukti layon sampai uborampe panguburing layon,yaitu perlengkapan merawat jenasah sampai perlengkapan penguburan jenasah. Saat upacara memandikan jenazah ada air landha merang yaitu air dari abu jerami yang disaring, digunakan untuk menyiram jenazah pertama kali. Air suci yaitu air yang diambil dari sumur yang digunakan untuk membilas jenazah. Air kunyit, yaitu air yang diberi campuran kunyit yang dihaluskan. Merang, atau dapat juga diganti dengan cottonbuds untuk membersihkan kuku. Sabun dan sampo, kapur barus, debog yaitu batang pisang yang dipotong. Tetapi ini hanya digunakan untuk situasi tertentu seperti jika tidak ada yang dapat dianggap layak untuk me
SAWAN MAYIT!"Kau kan hamil to kata mertuamu, kok rewang di sini?" sambung Nanda."Memang kenapa? Wajar to, wong Pak Hendi tetangga, mosok tetangga kesripahan mau diam diri di rumah?" sahut Dinda."Nduk, kau hamil?" tanya Mbok Jum dengan wajah paniknya. Dinda menganggukkan kepalanya."Astagfirulloh!" teriak beberapa orang yang rewang. Sontak pekikkan itu membuat Dinda bingung."Memang kenapa, Mbok?" tanya Dinda lagi ikut panik."Astagfirulloh, Gusti! Ayok pulang!" jawab Mbok Jum tanpa peduli dengan semua pertanyaan Dinda.Dinda yang memang tak tahu apa- apa langsung saja menurutinya. Dia langsung ngibrit pulang bersama Mbok Jum. Sepanjang jalan Mbok Jum meramalkan mantra- mantra yang tak tahu apa di katakannya."Kau itu ngawur, Din! Ngawur!" omel Mbok Jum."Kenapa memangnya, Mbok? Kenapa kita pulang? Di san masih repot lo, Mbok," ujar Dinda."Urusan layat melayat tidak sembarang orang diperbolehkan, Nduk! Kenapa kau tak mengatakan pada Mbok Jum sejak awal?" tanya Mbok Jum."La Mbok J
MENANTU SOK KAYA!Bu Nafis tak peduli dengan teriakan Dinda. Dia berpura- pura cuek dengan teriakan Dinda. Tapi dalam hati bangga, menantunya yang mengejarnya."Halah wes ben, Din! Mertuamu rada sableng setelah di tinggah Abah Kyai," jawab Mbok Jum."Bukan begitu, Mbok! Tapi kan helm Ibu masih di pakai, Mbok. Dia marah- marah sama Mbok Jum sampai lupa melepas helmnya," kata Dinda tertawa."Hahahah. Sukurin wes ben! Biarkan saja, biar malu," sahut Mbok Jum."Wes ndang mandi nanti tak buatkan jamu, Nduk! Tak tambahi buatkan gelang sekalian," perintah Mbok Jum lagi.Di sini orang yang terkena sawan baik anak bayi, anak- anak, maupun Ibu hamil akan di beri obat berupa rempah- rampah yang telah di beri mantera- mantera yang di kenal dengan sebutan sawanan. Sawanan biasanya berupa rempah-rempah Jawa di antaranya daun dlingo, bangle, adas waras, kunyit, bawang merah, ketumbar, laos, jinten, kulit pohon secang, kayu manis, akar wangi, cendana, daun kemukus, daun kemuning. Rempah-rempah terse
MASALAH UANG!"Dinda!!! DINDAAA!" teriak Bu Nafis."Ck! Ada apa lagi itu Ibu mertuaku," gumam Dinda.'Brak' pintu kamar Dinda di buka paksa."Dasar menantu sok kaya! Cari muka kau ya! Hah?" bentak Bu Nafis."Ada apa, Bu?" tanya Dinda mendengar Ibu mertuanya sudah ribut di depan sana."Jangan pura- pura tak tahu! Kau tak usah sok sekali jadi orang, kau ini orang seperti apa sebenarnya? Sedang cari muka atau sedang memperbaiki nama atau mencari belas kasihan orang? Hah? Pengen di wahhh orang agar semua orang di sana kagum iya? Mana yang sebenarnya sedang kau lakukan?" cerca Bu Nafis."Ada apa toh, Bu? Ada apa sebenarnya? Dinda sungguh tak paham dengan apa yang Ibu katakan," ujar Dinda."Hahaha! Sok polos! Munafik. Tak usah berpura- pura kau itu, tadi Mbok Jum ke sana mengatakan bahwa kau akan menyumbang jajan untuk acara tiga harian di rumah Pak Hendi! Iya to?" tanya nya lgi."Oalah, masalah itu to, Bu! Tak kira masalah apa, la memang apa salahnya, Bu? Kan Ibu juga dekat dengan Pak Hend
MENJADI SUAMI KALKULATOR!"Hah?" sahut Dinda melongo. Dia sungguh tak percaya seorang Hasan bisa mengatakan demikian."Mas, kau mengeluh menghidupiku?" tanya Dinda setengah tak percaya. Hasan menelan ludahnya kasar."Bukannya begitu, Dek. Mas tidak melarangmu, Mas juga tidak mengeluh, Dek. Kalau memang ada rezeki berlebih pun Mas juga ingin menyumbang ke keluarga Pak Hendi, apalagi itu kan tetangga gandeng tembok kita," kata Hasan."Baguslah kalau begitu, Mas. Lalu masalahnya di mana, Mas?" tanya Dinda."Masalahnya itu kan kita juga bukan orang yang berlebihan untuk sekarang, Dek," jawab Hasan."Apakah itu alasan untuk tidak bisa bersedekah sedikit, Mas?" sahut Dinda."Ya bukan begitu, pokoknya apa -apa kan harus punya skala prioritas, Dek. Dalam hidup ini tidak hanya tentang sedekah harta to, tapi kan sedekah juga melihat melihat kemampuan. Bisa kan sedekah bukan dengan mengeluarkan uang. Seperti rewang kan juga masuk sedekah tenaga," jelas Hasan."Andai aku boleh dan bisa melakukann