"Nikah sama Barra? " ucap Mawar yang terkejut mendengar ucapan sang nenek di ruang tamu rumahnya.
"Iya, Mawar. Besok malam keluarga Tuan Mark skan datang untuk melamar kamu," seru Nyonya Rima."Bagaimana ini?" batin Mawar.Sebelum Tuan Luthfi meninggal, ia pernah berpesan agar menjalankan janjinya dengan Tuan Mark beberapa tahun silam agar menikahkan anak mereka demi menjaga hubungan persahabatan keduanya.Tuan Mark yang baru saja kembali ke Indonesia langsung menghubungi Nyonya Rima soal perjodohan Barra dan Mawar."Mawar, nenek harap kamu bisa menjalankan amanah ayahmu," ujar Nyonya Rima yang kembali ke kamarnya ditemani Balqis, adik Mawar.-----Malam ini rumah Nyonya Rima kedatangan keluarga Tuan Mark. Rencana perjodohan pun dibicarakan. Nyonya Rima sangat menyambut hangat sahabat anaknya itu."Saya senang sekali, bapak dan ibu Mark sudah mau datang ke rumah saya," sambut ibu Rima."Saya juga senang, Bu. Saya harap perjodohan ini bisa segera berlanjut ke jenjang pernikahan," sahut Pak Mark."Aku nggak suka dengan calon istri Barra. Ya sudahlah, demi nama baik keluarga, aku harus terima," ucap Cynthia, ibu Barra."Kenapa dia tidak menolak perjodohan ini? Padahal dia wanita pintar dan lulusan S1?" batin Barra."Jadi, kapan rencana pernikahannya, Pak?" tanya nenek Mawar itu."Barra harus keluar kota selama beberapa bulan. Ada proyek yang harus dia selesaikan di Bandung. Menurut saya, pernikahan dilaksanakan setelah Barra kembali. Mungkin sekarang kita bertunangan dulu. Gimana, Bu?" ujar pak Mark."Saya setuju. Biar mereka juga punya banyak waktu untuk saling mengenal lebih jauh lagi," jawab ibu Rima. Mawar dan Balqis hanya diam mendengarkan pembicaraan itu."Apa Mas Barra tidak menyetujui perjodohan ini?" batin Mawar ketika melihat wajah Barra yang nampak tidak senang dan banyak diam."Sebaiknya kalian mengobrol di taman saja. Biar lebih akrab," bujuk ibu Rima. Mawar pun akhirnya mengangguk. Barra pun akhirnya beranjak dari sofa ruang tamu itu bersama Mawar."Mas, apa kamu tidak suka dengan perjodohan ini? Apa sebaiknya aku batalkan saja rencana perjodohan ini?" saran Mawar."Jangan gila kamu!""Kamu mau membatalkan sekarang? Kamu mau bikin keluargaku malu? Sudah terlambat kalau kamu membatalkannya!" pekik Barra yang beranjak pergi meninggalkan Mawar.Mawar terus berjalan, berusaha mengejar Barra yang sudah jauh berjalan di depannya. Namun, karena tidak fokus, ia tidak menyadari sebuah motor yang melaju kencang dan nyaris menabraknya."Lain kali hati-hati!" ujar Barra ketika berhasil menyelamatkan Mawar."Maaf, Mas."-----Barra mendapat tugas dari kantor untuk menjalani proyek di kota Bandung. Selama 6 bulan ia harus menetap di kota kembang itu.Barra pun akhirnya sampai di rumah kostnya. Tempatnya tinggal selama berada di Bandung. Saat sedang membereskan pakaiannya, Barra mendengar suara ketukan pintu kamarnya.Barra pun membuka pintu. Saat membukanya, sudah berdiri seorang wanita cantik berdiri di hadapannya."Hai, perkenalkan. Aku Bintang, anak pemilik kostan ini," sapanya ramah."Barra.""Mas, sepertinya kerepotan bereskan barangnya ya?" tanya Bintang."Boleh aku bantu?" tanya Bintang."Oh, silakan jika tidak merepotkan," sahut Barra. Barra pun mempersilakan Bintang masuk ke dalam kamar kostnya.Bintang pun masuk ke dalam kamar Barra dan melipat pakaiannya dan memasukkan ke dalam lemari."Wah, sepertinya Mas Barra ini nggak pernah merapihkan barangnya sendiri ya," goda Bintang."Iya. Maklumlah laki-laki," sahut Barra tertawa.Setelah semua beres, Bintang pun mengajak Barra mengobrol di balkon atas. Ia pun membuatkan secangkir kopi untuk teman barunya itu."Mas, dicoba ini kopinya," ujar Bintang ketika memberikan secangkir kopi itu."Makasih ya. Ini enak banget loh," puji Barra."Cewek Bandung ternyata cantik juga. Aku nggak bakal kesepian di sini," ucap Barra dalam hatinya.Waktu pun berjalan begitu cepat. Bintang dan Barra pun semakin dekat hingga banyak orang mengira jika keduanya telah berpacaran."Bintang, sebenarnya aku suka sama kamu," goda Barra. Bintang pun terlihat malu mendengar pengakuan teman dekatnya itu."Sebenarnya aku juga suka sama kamu, Mas. Tapi, aku nggak mau pacaran. Kalau memang kamu serius, aku maunya menikah," tegas Bintang."Menikah? Aku sama sekali tidak terpikir sampai menikah dengan Bintang," batin Barra.Barra lama terdiam. Hingga membuat Bintang pun menduga jika Barra tidak serius menjalani hubungan dengannya."Ya sudah. Kalau kamu memang tidak serius, lebih baik kita menjauh saja agar tidak jadi fitnah," ucap Bintang yang memilih pergi."Tunggu, Bintang!""Aku serius sama kamu," ucap Barra tegas. Bintang pun tersenyum."Kalau gitu, kapan kamu mau menemui ibu aku untuk melamar, Mas?" tanya Bintang membuat wajah Barra seketika panik.-------Suatu hari Ibu Laksmi pun kedatangan Barra dan Bintang. Wanita paruh baya itu kaget saat mendengar pengakuan Bintang dan Barra yang ingin menjalani hubungan serius."Barra, kalau memang kamu serius dan kalian saling mencintai, sebaiknya segera menikah saja. Agar tidak menimbulkan fitnah di kemudian hari," ujar Ibu Laksmi."Duh! Kenapa jadi ribet gini sih? Ibu sama anak, sama saja. Mau cepat menikah," gerutu Barra dalam hatinya."Ibu Laksmi, saya ijin sebentar keluar untuk menelepon orang tua saya untuk meminta restu," ujar Barra."Oh ya, silakan.""Aku kan cuma ingin pacaran. Kenapa dibuat ribet sih? Hidup sama perempuan itu susah!" gerutu Barra di teras rumah."Ya, sebaiknya aku nikahi saja Bintang. Toh, aku tidak selamanya di sini. Kalau sudah kembali ke Jakarta kan akan berbeda lagi nanti. Yang penting, selamatkan dulu situasi saat ini," gumam Barra.Barra pun kembali menemui Ibu Laksmi dan Bintang di ruang tamu. Dengan sebuah keputusan, jika Barra akan segera menikahi putri sulung Ibu Laksmi itu."Begini, Bu. Orang tua saya pengen kita segera menikah, agar halal dulu. Kita menikah siri dulu," ujar Barra."Kenapa harus menikah siri dulu? Apa orang tua kamu tidak merestui?" tanya Ibu Laksmi."Oh, bukan begitu, Bu. Saya kan juga masih ada beberapa proyek yang harus diselesaikan di sini. Jadi , setelah semua selesai baru saya akan menikahi resmi Bintang," dalih Barra."Gimana menurut kamu, Bintang?" tanya Ibu Laksmi."Bintang terserah Ibu saja," sahutnya."Baiklah kalau begitu. Tapi, Ibu minta orang tua kamu datang ya saat acara akad nikahnya. Ibu juga kan harus mengenal orang tua kamu," pesan Ibu Laksmi."Iya, Bu.""Itu sih masalah kecil. Tinggal sewa orang saja buat mengaku sebagai orang tuaku, semua beres," batin Barra tersenyum.-----Tuan Mark sedang ada meeting dengan seorang klien di kota Bandung. Ia pun hendak menjenguk putranya selepas urusannya selesai. Sebelum berangkat, ia mendatangi rumah Mawar dan mengajaknya ikut bertemu dengan Barra di Bandung.Hari yang dinanti pun tiba. Barra dan Bintang akan segera melangsungkan pernikahan. Orang tua Barra pun datang. Orang tua bohongan yang disewanya khusus untuk acara pernikahannya bersama Bintang."Selamat datang, Pak, Bu. Saya senang akhirnya kita bisa berjumpa," sapa Ibu Laksmi hangat."Iya, Bu. Bapak sama Ibu juga senang bisa hadir," sahut Barra."Ya sudah, ayo kita masuk. Penghulunya juga sudah datang," ajak Ibu Laksmi.Barra dan Bintang akhirnya melangsungkan pernikahannya. Kini keduanya sudah resmi menjadi suami istri walau hanya berstatus pernikahan siri.Tuan Mark pun sudah sampai di depan kost Barra. Namun, tiba-tiba dadanya sesak. Penyakit jantungnya pun kambuh hingga akhirnya para warga sekitar membawa Papa Barra itu ke rumah sakit terdekat."Alhamdulillah. Akhirnya kalian sudah sah menjadi suami istri," ucap Ibu Laksmi."Selamat ya, Mir.""Amir?" tanya Bintang kaget ketika Ayah pura-pura Barra memanggilnya dengan nama yang berbeda."Oh, Amir itu nama panggilan kesayangan aku di keluarga," dalih Barra."Maaf Bu Laksmi, kami harus segera ke Jakarta," pamit Ayah Barra itu."Loh, kok cepat, Pak?" tanya Bu Laksmi heran."Iya, mohon maaf sekali. Kami ada beberapa urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Sekali lagi, kami mohon maaf. Kalau begitu, saya permisi dulu. Assalamualaikum ...." pamit pria berkemeja coklat itu."Akting mereka bagus juga. Enggak sia-sia aku bayar mereka mahal," batin Barra ketika melihat kedua orang bayarannya itu pergi meninggalkan rumah sang mertua."Bintang, kita istirahat dulu yuk di dalam," ajak Barra. Bintang pun mengangguk."Bu, kita ke dalam dulu ya," pamit Bintang."Iya."Ponsel Barra berdering. Tertera di layar ponselnya, Mawar memanggil. Walau sempat enggan, Barra akhirnya menjawab panggilan itu dan Mawar menjelaskan kondisi Pak Mark.[ Oke. Saya ke rumah sakit sekarang.]Barra yang panik pun langsung bergegas pergi. Bintang yang melihat suaminya pergi terburu-buru pun langsung menyusul sang suami.Barra pun akhirnya sampai di rumah sakit Kasih Bunda. Dia langsung menemui Papanya di ruang perawatan VIP."Pa, Papa baik-baik saja kan? Kenapa jadi begini, Pa?" tanya Barra panik."Papa baik-baik saja kok.""Lain kali Papa harus hati-hati. Papa bisa langsung drop," ucap Barra."Siapa yang sakit ya?" pikir Bintang yang sudah berada di dekat kamar perawatan Pak Mark. Ketika Bintang beranjak mendekati kamar itu, Barra pun keluar dari kamar dan ia terkejut melihat Bintang yang sudah ada di hadapannya."Kamu ngapain di sini?" tanya Barra yang panik melihat Bintang sudah berada di depan kamar Papanya. Ia pun mengajak pergi menjauh."Mas, itu siapa yang sakit?" tanya Bintang."Kamu ngikutin aku ya?" tegur Barra."Iya, maaf, Mas," jawab Bintang tertunduk."Kamu sebagai istri harusnya tidak seperti ini," ucap Barra ketus."Iya, aku minta maaf, Mas," jawab Bintang."Ya sudah, kita pulang sekarang," ajak Barra.-----Enam bulan berlaluAkhirnya pekerjaan Barra di Bandung selesai. Ia pun akan kembali ke Jakarta. Kembali ke aktifitas dan kehidupan yang sesungguhnya."Enggak kerasa ya, Mas, akhirnya tugas kamu sudah selesai di sini," ujar Bintang saat memasukkan pakaian suaminya ke dalam koper."Iya, akhirnya. Aku harus segera kembali ke Jakarta," sahut Barra."Nah, koper kamu sudah selesai. Sekarang tinggal aku membereskan koper aku," ujar Bintang."Kamu mau ngapain?" cegah Barra."Aku kan istri kamu. Masak kamu mau ke Jakarta, aku nggak ikut?" jawab Bintang."Kamu nggak usah ikut. Sekarang, proyek aku sudah selesai dan artinya pernikahan kita juga sudah selesai," tegas Barra."Apa, maksud kamu ini apa, Mas? Salah aku ke kamu apa, Mas?" ujar Bintang terisak."Enggak ada yang salah. Aku tidak punya pilihan. Kamu dan Ibu kamu memaksa aku untuk menikah saat itu. Mulai hari ini, pernikahan kita selesai. Aku jatuhi kamu talak!" gertak Barra."Enggak, Mas. Aku nggak bisa. Aku nggak terima, Mas," rintih Bintang. Ia memohon agar Barra mencabut kata-katanya."Mas, kamu jangan jahat sama aku, Mas. Ini nggak adil buat aku, Mas," teriak Bintang."Hidup itu memang nggak adil, Bintang!" bentak Barra."Kamu harus terima. Suka atau tidak suka. Kamu aku talak!" teriak Barra yang langsung mengangkat koper pergi meninggalkan rumah Ibu Laksmi."Mas, kamu jahat!" rintih Bintang.Di dalam kamarnya bersama Barra, ia meluapkan semua tangisnya. Tangisnya pun pecah.Bintang banyak berdiam diri sejak kepergian Barra. Meratapi nasib rumah tangganya."Kenapa nasib pernikahan aku seperti ini? Kenapa kamu tega sama aku, Mas," lirih Bintang terisak.Tiba-tiba Bintang merasakan mual yang hebat. Rasa yang tidak tertahan akhirnya memaksanya ke kamar mandi. Ibu Laksmi yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan pun cemas."Bintang, kamu kenapa?" tanya Bu Laksmi."Aku nggak tahu, Bu. Kayaknya masuk angin. Mual banget pengen muntah," jawab Bintang."Jangan-jangan kamu hamil," ujar Bu Laksmi bahagia. Bintang pun syok mendengarnya."Kamu tes dulu. Ibu belikan alatnya dulu," ujar Ibu Laksmi yang langsung bergegas pergi.Bintang hanya terisak dan khawatir jika apa yang dikatakan Ibunya menjadi kenyataan.30 menit berlaluBintang keluar dari kamar mandi dengan wajah sendu. Bulir bening itu membasahi wajahnya."Gimana hasilnya?""Aku hamil, Bu. Tapi, aku nggak tahu. Apa aku harus bahagia atau sedih. Karena sekarang aku bukan istri Mas Barra lagi," ucap Bintang terisak.Ibu Laksmi pun syok"Kenapa Barra menalak kamu? Apa kamu ada salah?" tanya Ibu Laksmi. Bintang menggeleng."Anya, kamu harus menyusul Barra ke Jakarta. Kamu bilang sama dia, kalau kamu itu hamil. Anak itu nggak salah. Kamu harus berjuang demi anak kamu, Bintang!" seru Ibu Laksmi."Aku harus gimana, Bu?" rintihnya."Ibu yakin, Barra pasti akan menerima kamu. Apalagi kalau dia tahu, kamu sedang mengandung anaknya," ujar Ibu Laksmi."Bu, tapi aku kan nggak tahu alamat rumah Mas Barra di Jakarta," dalih Bintang.Ibu Laksmi ingat. Waktu awal Barra datang dan tinggal di kostnya, Barra meninggalkan identitasnya."Bintang, ini. Foto kopi KTP Barra. Sekarang kamu pergi ya ke Jakarta," pinta Ibu Laksmi."Ya Allah, bagaimana kalau Mas Barra tidak menerima aku dan bayi ini?" batin Bintang.bersambung ....Seperti dugaan Bintang, Barra pun menolak kehadiran bayi yang ada di dalam kandungannya. Ia bahkan tidak ingin mengakui darah dagingnya itu."Tolong, kamu jangan pernah temui aku lagi. Jika kamu butuh uang, aku akan berikan berapapun asal kamu tidak menganggu kehidupanku lagi," tekan Barra saat bertemu dengan Anya."Enggak perlu, Mas! Aku tidak perlu uang kamu. Dengan tanganku sendiri aku akan membesarkan anak ini," bentak Bintang. Ia pun pergi meninggalkan Barra begitu saja.Di tengah perjalanannya, ponsel Bintang berbunyi. Tertera di layar Ibunya yang memanggil. Awalnya Bintang mendiamkan, tapi sang Ibu terus saja memanggil. Anya bingung apa yang harus dikatakannya. Akhirnya, Anya berhenti di sebuah taman. Ia pun mengangkat panggilan sang Ibu.[Hallo, Bu.][Bintang, gimana? Kamu sudah bertemu dengan Barra? Dia mau menerima kamu dan calon anak kalian kan?]Bintang terdiam sesaat. Dia menahan tangisnya. Anya bingung, apa yang harus dikatakannya.[Hallo, Bintang!][Iya, Bu. Aku sudah k
Pagi itu Mawar sudah siap pergi ke kantornya. Saat sedang merapihkan make-upnya, nyonya Cynthia itu datang ke kamar menantunya dengan wajah tidak bersahabat."Sebaiknya kamu segera memberi saya cucu. Dalam silsilah keluarga kami, tidak pernah ada yang gagal!" kata nyonya Cynthia pada menantu perempuannya itu."Cucu?""Iya."Alin pun hanya tersenyum saat nyonya Cynthia keluar dari kamarnya begitu saja."Kamu harus secepatnya kasih aku anak. Agar posisiku aman. Jangan kecewakan aku!" tekan Barra saat keluar dari kamar mandi."Ya Allah, kuatkan aku dalam menjalani pernikahan ini ...."------Siang itu Mawar mendatangi rumah neneknya. Ia melepas rindu pada ibu Rima dan Balqis, adik semata wayangnya."Gimana, Mawar? Mereka baik sama kamu, kan?" tanya sang nenek."Mereka semua baik kok, Nek," sahut Mawar."Jangan tutupi dari nenek ya," ujar ibu Rima."Enggak kok, Nek. Mawar tidak menutupi apapun. Mas Barra malah pengen aku cepat kasih keturunan," ungkap Mawar sumringah."Syukurlah, Nak.""
"Bintang ...."Ibu Laksmi pun berteriak histeris saat dari kejauhan ia melihat Bintang tertabrak sebuah motor. Ibu Laksmi pun berlari menghampiri putrinya yang sudah tergeletak di tengah jalan. Nampak para warga yang berada di area taman pun berdatangan mengerumuni Bintang yang sudah bersimbah darah."Bintang, Bintang, bangun, Bintang!" panggil Ibu Laksmi terisak. Ia terus berusaha membangunkan Bintang yang tidak sadarkan diri.Tiba-tiba, Bintang membuka matanya. Dengan suara yang lemah, ia meminta ibunya untuk mencari keberadaan Jihan."Bu, tolong cari Jihan, Bu. Selamatkan Jihan ...." lirih Bintang."Memangnya kamu taruh di mana Jihan?" tanya Ibu Laksmi."A-aku taruh Jihan di bawah pohon, Bu. Tolong selamatkan Jihan. Jangan sampai Mas Barra menemukannya. Dia akan membawa Jihan pergi ...." ucap Bintang terbata. Suaranya semakin kecil. Pandangannya pun mulai samar, tubuhnya lemah."Pak, tolong bantu saya bawa ke rumah sakit," pinta Ibu Laksmi yang cemas memikirkan Jihan juga keadaan
8 tahun berlaluSeorang wanita berpenampilan tomboy lengkap dengan kacamata hitam dan topi mendatangi rumah Ibu Laksmi. Ibu Laksmi pun kaget melihat gadis cantik yang sudah berdiri di hadapannya."Bu, anaknya pulang kok nggak disambut?" ujarnya."Bulan?""Ibu nggak mau menyuruh aku masuk?" ejek Bulan."Aku baru bebas dari penjara, Bu," ungkapnya."Masuklah."------"Mas, hari ini kamu antar Safia ke sekolah ya?" pinta Mawar."Aku sibuk!" jawab Barra ketus."Kasihan dong, Mas. Masa sih Safia sekalipun nggak pernah di antar ke sekolah sama Papanya," seru Mawar memohon agar anak angkatnya itu merasakan kasih sayang Barra."Aku ini bukan Papanya!" ketus Barra."Lebih baik sekarang kamu fokus merawat kehamilan kamu ini. Sudah berapa kali kamu gagal menjalani bayi tabung. Ini kesempatan terakhir kamu. Jangan sampai terjadi sesuatu sama dia!" tegas Barra."Tapi Safia kan anak kita juga, Mas," ujar Mawar yang kasihan melihat Safia yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang Papa dari
Safia yang belum genap berusia 10 tahun harus menerima kabar jika dia bukan anak Mawar dan Barra. Hatinya menangis. Safia bahkan menangis dan bertanya pada Mawar, apakah yang di dengarnya itu benar."Ma, apa betul Safia anak angkat?" tanya Safia terisak."Enggak, Sayang. Safia anak Mama sama Papa," jawab Mawar."Kata Papa, Safia bukan anak kandung. Hanya anak angkat," balas Safia."Benar kan, Ma? Soalnya Papa kan nggak pernah sayang sama Safia," lirih gadis kecil itu terisak."Safia. Safia, dengarkan Mama. Mama sayang banget sama Safia. Safia anak Mama. Sekarang kamu jangan sedih lagi ya," ujar Mawar mengecup kening putrinya itu. Mawar pun memeluk erat Safia yang terus saja menangis."Ma, dedek bayinya ke mana?" tanya Safia."Dedek bayinya sudah sama Allah. Allah yang jaga dedek bayi. Enggak apa-apa ya kita nggak bisa sama dedek bayinya. Kita berdoa saja dari sini," kata Mawar yang mencoba menahan tangisnya."Safia nggak bisa ketemu?" tanya Safia."Enggak, Sayang.""Ya Allah, tolong j
Bulan terus membujuk Daffa agar mau pulang.Meninggalkan kantor Papanya itu. Namun, Daffa yang baru saja bertemu dengan Papa kandungnya pun enggan menurut."Daffa, kamu duduk di sana dulu ya. Mama mau bicara sama Papa dulu," seru Bulan. Daffa pun mengangguk."Mas, aku mau bicara sama kamu. Ini penting. Soal Daffa," bisik Bulan."Mas, aku mau bicara soal kondisi Daffa. Daffa ... dia mengidap jantung bawaan dan hidupnya nggak lama lagi," ungkap Bulan dengan wajah sedih."Apa?"Barra meluapkan kekesalannya dengan berteriak. Namun, akhirnya dia pun mencegah Bulan. yang ingin membawa Daffa pulang ke Bandung."Aku akan bawa Daffa pulang ke Bandung. Mungkin ini akan jadi pertemuan terakhir kamu," ucap Bulan."Tunggu!""Please, aku mohon. Jangan pulang ke Bandung. Aku baru ketemu anak aku dan dia dalam keadaan sakit ...." lirih Barra."Bagus. Kamu sepertinya sudah masuk ke dalam perangkap aku ...." batin Bulan."Anak itu harus menjadi milik aku. Aku harus jadikan plan B. Karena Papa tidak akan
"Aku pulang dulu ya," pamit Barra. "Loh, katanya kamu nggak mau pulang, Mas?" tanya Bulan."Iya. Aku mau menginap di hotel," jawab Barra."Kenapa kamu nggak menginap di sini, Mas? Daripada ke hotel, sayang kan uangnya. Kamu bisa tidur di kamar belakang," ujar Bulan yang menunjuk ke sebuah kamar."Ya sudah. Aku akan menginap di sini," ucap Barra."Aku siapkan kamar kamu dulu ya. Ingat loh, Mas, kita bukan suami istri lagi," tutur Bulan tersenyum."Iya."Barra pun menatap kepergian Bulan. Di satu sisi, ia senang hubungannya dengan wanita yang dikenalnya sebagai Bintang itu membaik. Barra merasa jika Bulan tidak memanfaatkan keadaan. Cintanya tulus pada Barra."Harus aku akui, dia lebih baik dari Mawar. Sayang, aku harus menikahi Mawar karena permintaan Papa. Andai saja waktu bisa diputar ulang, aku ingin terus bersama dia," batin Barra.--------Barra pagi itu pulang. Nampak Mawar sampai tertidur menunggu kepulangan suaminya. Barra pun marah karena Mawar menunggu di luar kamar."Mas,
"Ini hanya masalah waktu, Barra. Lama kelamaan Papa kamu akan menyayangi Daffa. Di saat itu, kita akan memaksa dia untuk memilih. Daffa -- cucu kandungnya atau Mawar? Mama yakin, dia akan lebih memilih Daffa," seru Cynthia."Iya, Mama benar.""Mas Barra akan jatuh cinta sama gue. Dulu Mas Barra mungkin nggak bisa jatuh cinta sama kembaran gue. Tapi dengan gue, dia akan bertekuk lutut di bawah kaki gue. ...." batin Bulan yang menguping pembicaraan Nyonya Cynthia dan Barra.Nyonya Cynthia meminta asisten rumah tangganya untuk mengantarkan Bulan ke kamar tamu. Saat sedang mengantarkan Bulan menuju kamarnya, Bulan justru berbelok arah ke kamar Barra dan Mawar saat ART keluarga Barra itu pergi ke dapur."Kamar ini harus menjadi kamar aku dan Barra nantinya. Semua yang ada di rumah ini akan menjadi milikku selamanya ...." batin Bulan.Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki memasuki kamar itu. Karena panik, Bulan pun masuk ke dalam kamar mandi. Namun, saat mengetahui jika Barra yang masuk, B
"Maksud kamu apa sih?" sahut Barra. Barra pun mengalihkan pembicaraan itu. Ia tidak mau jika Mawar mengetahui pernikahan sirinya dengan Bulan. Apalagi sampai papinya tahu, semuanya tambah rumit di tengah permasalahan perusahaan yang sedang diujung jurang kehancuran."Cukup, cukup! Bisa nggak kamu tidak selalu curiga? Aku sama dia ini berhubungan sebatas soal Daffa. Tidak lebih. Udah, aku mau mandi. Kamu siapkan makan malam ya. Taruh aja di ruang kerja, nanti aku makan!" ujar Barra ketus. Ia pun langsung masuk ke dalam kamarnya.Mawar tidak percaya begitu saja perkataan suaminya. Ia mengalah dan memasak makan malam untuk suaminya. Besok ia akan mencari tahu sendiri semuanya. Jika benar, maka Mawar pun akan menyiapkan sebuah hadiah kecil untuk pernikahan suaminya.....Pagi itu Mawar berangkat lebih awal. Ia harus mencari banyak informasi soal video pernikahan siri Barra. Mawar yakin, jika video itu benar Barra dan Bulan yang sedang ijab qabul, walau dari arah belakang, ia tahu persis
"Pak, beberapa investor membatalkan sepihak. Mereka sudah tidak mau bekerjasama lagi. Ini bahaya. Perusahaan kita bisa bangkrut!" ucap Roy, orang kepercayaan papa mertua Mawar itu."Loh, kenapa?"Roy pun mulai menjelaskan semuanya. Memberikan ponselnya dan memperlihatkan sebuah rekaman video yang kini ramai beredar di sosial media. Mata Mark pun terbelalak."Barra!" Mata Mark memerah. Wajahnya menahan amarah. Putra sulungnya itu telah menghancurkan perusahaan yang telah lama dan susah payah ia bangun.Sebuah rekaman video pernikahan siri Barra dan Bulan ramai beredar di sosial media dengan liar. Dengan narasi yang memojokkan. Para klien besar itu pun memutuskan kerjasama begitu saja karena dianggap Barra akan merusak citra perusahaannya.Komentar para penggiat sosial media begitu mengerikan bukan hanya menyerang Barra, tapi keluarga dan desakan untuk menghentikan kerjasama. Para klien besar itupun tidak mau mengambil resiko buruk untuk perusahaannya."Di mana Barra? Hubungi dia! Suruh
"Mawar! Kamu darimana aja? Jam segini baru pulang? Ingat ya! Kamu itu udah punya suami. Lihat tuh anak pungut kamu, berisik daritadi nyari kamu!" Bukannya mendapatkan sambutan hangat saat pulang ke rumahnya, Mawar justru mendapat caci maki dari suaminya. Padahal ia sudah lelah seharian bekerja. Mengurus perusahaan yang ditinggalkan Oma juga mengurus proyek kerjasamanya dengan perusahaan suami dan mertuanya sendiri."Maaf, Mas. Tadi aku harus meeting dengan bos aku. Enggak mungkin kan, aku menolak perintah. Nanti aku dipecat, kamu siap menafkahi dan menanggung semua kebutuhanku? Enggak kan?!" jawab Mawar lantang."Berani kamu ngelawan suami sekarang ya???" balas Barra."Udahlah, Mas. Aku capek, mau istirahat. Kamu udah makan? Kalau belum biar nanti aku suruh bibi siapkan makanan buat kamu.""Bi, bibi ..." teriak Mawar."Eh, Heh! Bisa nggak berisik kan? Lebih baik aku makan di luar, daripada makan masakan bibi terus!" jawab Barra ketus.Barra pun langsung pergi begitu saja. Bahkan pan
Setelah meeting dengan tim internalnya, Mawar pun memutuskan akan membantu perusahaan mertuanya itu. Perusahaan yang dibangun papa Mark dari nol, penuh perjuangan. Mawar pun tahu, sama seperti papanya dulu yang jatuh bangun membangun perusahaan. Dan dulu, papa Mark juga pernah membantu papanya dan oma hingga Retro Company tetap berdiri tegak hingga bisa ia dan Balqis lanjutkan saat ini."Kak, lantas siapa yang akan mewakili kakak dalam penandatanganan kerjasama kita?" tanya Balqis."Gimana kalau kamu saja? Kalau mereka tanya, ya tinggal bilang sekarang kamu diangkat jadi karyawan tetap perusahaan ini dan menjadi manager. Ya kamu bilang saja, pimpinan kamu sedang mengurus perusahaan kita yang di Singapura. Gimana?" tutur Mawar."Apa mereka akan percaya?" jawab Balqis."Mereka percaya atau nggak, itu hak mereka. Ingat Balqis, kakak punya misi membalas sakit hati kakak sama Barra dan pelakor itu. Kamu mau bantu kakak kan?" tanya Mawar."Ya sudah. Aku ikut kakak aja deh."Mawar pun terse
RETRO COMPANYSebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, dan beberapa anak perusahaan itu kembali berjaya. Setelah memiliki pimpinan baru. Mawar dan Balqis. Dua anak keturunan Ibu Rima yang tersisa.Walau tidak pernah bekerja sejak lulus kuliah, tapi latar belakang pendidikan Mawar membuatnya tidak mengalami kesulitan yang berarti saat menghandle perusahaan peninggalan sang nenek. Ada beberapa orang kepercayaan sang nenek yang juga membantunya.Tanpa sepengetahuan Barra, Mawar membangun karirnya sendiri. Barra hanya tahu jika istrinya itu bekerja sebagai staf pegawai biasa. Karena sejak kembali dekat dengan Bulan, Barra tidak lagi membiayainya. Mawar pun terpaksa bangkit demi anaknya.Pagi itu seperti biasanya Mawar bersiap ke kantor setelah mengantar Safia. Gadis kecilnya yang beranjak besar. Saat hendak berangkat ke kantor, Barra dan kedua orangtuanya menegurnya."Mawar, kenapa kamu tidak bekerja di kantor papi aja sih kalau hanya untuk mencari pengalaman?" tanya papi Mark,
Barra tersentak mendengar jawaban istrinya itu. Ia tidak menyangka jika Mawar yang biasa penurut kini sudah mulai berani melawannya. Memang sejak awal menikah, Mawar selalu menuruti semua perkataan Barra, juga ibu mertuanya. Namun, Mawar yang lelah akhirnya berontak. Sudah cukup baginya selama ini pengorbanannya. Mawar selama ini hanya dianggap sebagai patung dan tidak ada gunanya.Mawar kini tidak mau lagi berdiam diri atas semua kezaliman suami dan ibu mertuanya. Juga mantan istri suaminya itu yang selalu menjadikan anak sebagai alatnya. Mawar ingin mereka semua merasakan penderitaan yang ia alami selama ini."Mulai berani ya kamu melawan? Sudah berani kurang ajar ya kamu sama aku, Hah?! balas Barra yang tak mau kalah.Matanya melotot ke arah Mawar yang hampir saja keluar dari tempatnya. Seperti sudah tidak ada lagi cinta dan sayang seorang suami untuk istrinya sehingga Mawar pun mulai berpikir untuk mengakhiri rumah tangganya dengan Barra. Tidak ada satu alasan lagi untuk Mawar me
Mawar akhirnya mendatangi kantor Sandi Arifin Law Firm. Tempat di mana sang nenek mengurus surat warisan yang selama ini disembunyikan dari kedua cucu perempuannya.Semasa hidupnya, nenek Mawar dan Balqis itu hidup sederhana sepeninggal kedua orangtua Mawar. Bahkan Mawar harus sambil bekerja saat kuliah demi mencari uang tambahan agar tidak memberatkan sang nenek. Namun, hari ini sebuah kejutan diterima Mawar dan Balqis sepeninggal nenek mereka."Selamat siang Mbak Mawar, Mbak Balqis. Silakan duduk!" sambut Pak Arifin yang ternyata pengacara kepercayaan keluarganya."Terimakasih, Pak.""Saya senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan kalian. Tetapi, saya juga sedih karena artinya nenek anda sudah tidak ada lagi. Saya turut berdukacita. Kalian sabar dan kuat ya!" ucap Pak Arifin mencoba menguatkan kedua cucu Ibu Rima."Maaf, Pak. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa betul nenek kami meninggalkan warisan?" tanya Mawar. Ia pun melirik ke arah Balqis."Betul, Mbak. Sebentar saya ambilkan berk
Bintang terdiam. Begitupun dengan Barra dan Mawar. Semua tidak berkutik saat pemilik kekayaan MBC Company bertindak merelai pertengkaran anak dan menantu kesayangannya itu."Bintang, sebaiknya kamu pulang! Tidak baik kamu berlama-lama di rumah mantan suami kamu!" usir Mark secara halus."Daffa biar tinggal di sini. Saya juga masih rindu sama cucu saya! Barra, Mawar, masuk kalian!" tegas Mark. Barra pun langsung masuk ke kamarnya disusul Mawar. Sedangkan Bintang alias Bulan langsung menatap Cynthia yang terdiam."Saya pamit dulu. Assalamualaikum." Bulan pun langsung pergi. Di teras rumah Tuan Mark itu, Bulan menatap tajam ke arah ruang tamu."Kita lihat saja nanti, apa yang akan kulakukan untuk menghancurkan kamu, Tuan!" batin Bulan......"Yah, Daffa harus study tour ke Labuhan bajo. Biayanya 5 juta. Apa boleh?" tanya Daffa saat menyampaikan keinginannya."Oh, boleh dong. Kapan berangkatnya? Besok pagi ayah transfer ya?" seru Barra. Daffa pun mengangguk. "Makasih, Yah."Di saat bers
POV MAWAR10 tahun kemudian "Mas, besok Daffa harus ke rumah sakit. Kamu bisa temani aku kan?" Bulan kembali menghubungi Barra. Meminta mantan suami Bintang itu menemaninya seperti biasa mengecek kondisi kesehatan Daffa."Oke. Besok aku jemput kamu dan Daffa di rumah ya." Barra pun dengan cepat membalas pesan Bulan. Hingga usia Daffa 18 tahun, Barra dan Tuan Mark tidak pernah mengetahui siapa sesungguhnya Bulan. Rahasia Cynthia yang sudah dipegangnya pun membuat Mama Barra itu tidak berkutik dan tetap menyimpan rahasia Bulan. Sedangkan Roy, karena kondisinya yang tidak kunjung mengalami perubahan akhirnya dibawa keluarganya ke kampung. Sejak saat itulah Tuan Mark tidak pernah lagi mengetahui kabarnya.Mawar tetap menyayangi Daffa. Walau hubungannya dengan Bulan tidak juga membaik. Daffa pun sering menginap di rumahnya dan Barra. Daffa pun sangat dekat dengan Mawar juga anak angkatnya Safia.Safia dan Daffa yang berada di satu sekolah yang sama pun semakin dekat. Selalu pulang dan