Safia yang belum genap berusia 10 tahun harus menerima kabar jika dia bukan anak Mawar dan Barra. Hatinya menangis. Safia bahkan menangis dan bertanya pada Mawar, apakah yang di dengarnya itu benar."Ma, apa betul Safia anak angkat?" tanya Safia terisak."Enggak, Sayang. Safia anak Mama sama Papa," jawab Mawar."Kata Papa, Safia bukan anak kandung. Hanya anak angkat," balas Safia."Benar kan, Ma? Soalnya Papa kan nggak pernah sayang sama Safia," lirih gadis kecil itu terisak."Safia. Safia, dengarkan Mama. Mama sayang banget sama Safia. Safia anak Mama. Sekarang kamu jangan sedih lagi ya," ujar Mawar mengecup kening putrinya itu. Mawar pun memeluk erat Safia yang terus saja menangis."Ma, dedek bayinya ke mana?" tanya Safia."Dedek bayinya sudah sama Allah. Allah yang jaga dedek bayi. Enggak apa-apa ya kita nggak bisa sama dedek bayinya. Kita berdoa saja dari sini," kata Mawar yang mencoba menahan tangisnya."Safia nggak bisa ketemu?" tanya Safia."Enggak, Sayang.""Ya Allah, tolong j
Bulan terus membujuk Daffa agar mau pulang.Meninggalkan kantor Papanya itu. Namun, Daffa yang baru saja bertemu dengan Papa kandungnya pun enggan menurut."Daffa, kamu duduk di sana dulu ya. Mama mau bicara sama Papa dulu," seru Bulan. Daffa pun mengangguk."Mas, aku mau bicara sama kamu. Ini penting. Soal Daffa," bisik Bulan."Mas, aku mau bicara soal kondisi Daffa. Daffa ... dia mengidap jantung bawaan dan hidupnya nggak lama lagi," ungkap Bulan dengan wajah sedih."Apa?"Barra meluapkan kekesalannya dengan berteriak. Namun, akhirnya dia pun mencegah Bulan. yang ingin membawa Daffa pulang ke Bandung."Aku akan bawa Daffa pulang ke Bandung. Mungkin ini akan jadi pertemuan terakhir kamu," ucap Bulan."Tunggu!""Please, aku mohon. Jangan pulang ke Bandung. Aku baru ketemu anak aku dan dia dalam keadaan sakit ...." lirih Barra."Bagus. Kamu sepertinya sudah masuk ke dalam perangkap aku ...." batin Bulan."Anak itu harus menjadi milik aku. Aku harus jadikan plan B. Karena Papa tidak akan
"Aku pulang dulu ya," pamit Barra. "Loh, katanya kamu nggak mau pulang, Mas?" tanya Bulan."Iya. Aku mau menginap di hotel," jawab Barra."Kenapa kamu nggak menginap di sini, Mas? Daripada ke hotel, sayang kan uangnya. Kamu bisa tidur di kamar belakang," ujar Bulan yang menunjuk ke sebuah kamar."Ya sudah. Aku akan menginap di sini," ucap Barra."Aku siapkan kamar kamu dulu ya. Ingat loh, Mas, kita bukan suami istri lagi," tutur Bulan tersenyum."Iya."Barra pun menatap kepergian Bulan. Di satu sisi, ia senang hubungannya dengan wanita yang dikenalnya sebagai Bintang itu membaik. Barra merasa jika Bulan tidak memanfaatkan keadaan. Cintanya tulus pada Barra."Harus aku akui, dia lebih baik dari Mawar. Sayang, aku harus menikahi Mawar karena permintaan Papa. Andai saja waktu bisa diputar ulang, aku ingin terus bersama dia," batin Barra.--------Barra pagi itu pulang. Nampak Mawar sampai tertidur menunggu kepulangan suaminya. Barra pun marah karena Mawar menunggu di luar kamar."Mas,
"Ini hanya masalah waktu, Barra. Lama kelamaan Papa kamu akan menyayangi Daffa. Di saat itu, kita akan memaksa dia untuk memilih. Daffa -- cucu kandungnya atau Mawar? Mama yakin, dia akan lebih memilih Daffa," seru Cynthia."Iya, Mama benar.""Mas Barra akan jatuh cinta sama gue. Dulu Mas Barra mungkin nggak bisa jatuh cinta sama kembaran gue. Tapi dengan gue, dia akan bertekuk lutut di bawah kaki gue. ...." batin Bulan yang menguping pembicaraan Nyonya Cynthia dan Barra.Nyonya Cynthia meminta asisten rumah tangganya untuk mengantarkan Bulan ke kamar tamu. Saat sedang mengantarkan Bulan menuju kamarnya, Bulan justru berbelok arah ke kamar Barra dan Mawar saat ART keluarga Barra itu pergi ke dapur."Kamar ini harus menjadi kamar aku dan Barra nantinya. Semua yang ada di rumah ini akan menjadi milikku selamanya ...." batin Bulan.Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki memasuki kamar itu. Karena panik, Bulan pun masuk ke dalam kamar mandi. Namun, saat mengetahui jika Barra yang masuk, B
"Daffa, Daffa ...."Bulan akhirnya terbangun. Ia tidak melihat keponakannya itu berada di kamarnya. Padahal Daffa sengaja dimanfaatkan untuk menguras harta Barra dan keluarganya."Ah! Paling dia main di luar sana Safia. Biar ajalah. Sekarang lebih baik aku siap-siap buat dandan yang cantik untuk menggaet Mas Barra," ucap Bulan. Di meja makan, Mawar sedang mengurus Safia dan Daffa sarapan. Dari jauh, Tuan Mark bersama Cynthia dan Barra sedang memperhatikan Mawar."Coba kamu lihat. Mawar begitu berbesar hati mengurus Daffa. Walau bukan darah dagingnya sendiri," ujar Tuan Mark."Papa benar. Mawar lebih baik dari Bintang," batin Barra."Ya sudah seharusnya, Pa. Biar ada manfaatnya dia di rumah ini ni," sahut Barra. Nyonya Cynthia pun senang mendengar jawaban putra tunggalnya itu.-----Cynthia pun mendatangi kamar Bulan. Ia yang melihat Bulan sedang bermake-up pun langsung menyerungut kesal."Kamu ini. Jam segini masih sibuk dandan? Kamu lihat tuh! Anak kamu sedang diurus sama Mawar. Har
Ibu Laksmi mencoba menghubungi Bulan. Sudah cukup lama ia pergi dan tidak bisa dihubungi. Rasa rindunya pada Daffa, membuatnya memutuskan menyusul ke Jakarta sekaligus menyekar ke makam Bintang -- saudara kembar Bulan yang tidak lain Ibu kandung Daffa."Sebaiknya aku menyusul Bulan ke Jakarta," gumam Ibu Laksmi.------Safia dan Daffa jenuh hanya bermain di dalam rumah, setelah meminta ijin dengan Barra, Mawar pun mengajak kedua anaknya itu bermain di taman.Saat sedang asyik bermain bola, bola itupun jauh terlempar. Daffa pun berinisiatif hendak mengambil bola. Saat Mawar hendak mengejarnya, Mince pun berusaha mencegah dan mengatakan jika Nyonya Cynthia memanggilnya.Namun, saat melihat sebuah motor melaju kencang ke arah Daffa, nalurinya sebagai seorang Ibu bu membuat Mawar berusaha berlari sekuat mungkin untuk menyelamatkan Daffa."Daffa ...." Akhirnya Mawar berhasil menyelamatkan Daffa. Mince pun kesal karena rencananya bersama Bulan gagal. Mawar pun langsung memutuskan pulang
Ibu Laksmi masih menemani Daffa bermain. Daffa pun bercerita tentang sosok Mawar dan Safia yang begitu baik padanya.Saat sedang bercengkrama dengan cucunya, ponsel Ibu Laksmi berdering. Ia pun membaca pesan yang masuk. Ternyata dari Bulan.[Keluarga Barra mau datang ke rumah. Sebaiknya Ibu masuk ke dalam kamar dan jangan keluar sebelum mereka pulang!]"Bulan sepertinya takut banget jika semua rahasianya terbongkar. Gimana ini? Aku sebenarnya tidak mau ikutan berbohong," batin Ibu Laksmi."Daffa, Daffa. Mama pulang," teriak Bulan saat memasuki halaman rumahnya."Daffa ....""Bulan sudah pulang. Gimana ini?" pikir Ibu Laksmi."Daffa?" panggil Bulan saat membuka pintu rumahnya.Bulan pun bernapas lega. Ibu Laksmi pun sudah bersembunyi di dalam kamarnya. Tanpa banyak membuang waktu, Bulan akhirnya mengambil sampel rambut Daffa. Lalu Bulan pun memberikan sampel rambutnya agar bisa segera dilakukan tes DNA."Barra, sebaiknya kamu bawa agar bisa segera kita ketahui hasilnya," suruh Tuan Mar
Balqis pun menenangkan Safia di kamarnya. Ia merasa jika terusirnya Mawar karena Safia. Kehadiran Safia yang tidak pernah diharapkan."Bukan, Safia. Terkadang ada masalah orang dewasa yang sulit dipahami. Sekarang lebih baik kamu istirahat ya," bujuk Balqis. Safia akhirnya tertidur.Di kamarnya, Mawar menunaikan salat. Menengadahkan kedua tangannya berdoa agar rumah tangganya masih dapat dipertahankan. "Ya Allah, selama bertahun-tahun aku menikah tanpa dicintai suamiku. Pernikahanku penuh dengan tangisan. Dan kini, aku harus berpisah dengan suamiku. Padahal baru saja aku merasakan sebuah harapan jika Mas Barra bisa mencintai aku. Tapi, harapanku tipis. Tidak mungkin aku kembali bersama Mas Barra ...." lirih Mawar.Di kamarnya, Barra merasakan kegelisahan yang membuatnya bertanya dengan dirinya sendiri. Mengapa dia kini merasakan kehilangan. Kehilangan Mawar yang beberapa tahun ini menemani hari-harinya."Kenapa sekarang aku malah memikirkan Mawar? Padahal aku tidak mencintainya," tan
"Maksud kamu apa sih?" sahut Barra. Barra pun mengalihkan pembicaraan itu. Ia tidak mau jika Mawar mengetahui pernikahan sirinya dengan Bulan. Apalagi sampai papinya tahu, semuanya tambah rumit di tengah permasalahan perusahaan yang sedang diujung jurang kehancuran."Cukup, cukup! Bisa nggak kamu tidak selalu curiga? Aku sama dia ini berhubungan sebatas soal Daffa. Tidak lebih. Udah, aku mau mandi. Kamu siapkan makan malam ya. Taruh aja di ruang kerja, nanti aku makan!" ujar Barra ketus. Ia pun langsung masuk ke dalam kamarnya.Mawar tidak percaya begitu saja perkataan suaminya. Ia mengalah dan memasak makan malam untuk suaminya. Besok ia akan mencari tahu sendiri semuanya. Jika benar, maka Mawar pun akan menyiapkan sebuah hadiah kecil untuk pernikahan suaminya.....Pagi itu Mawar berangkat lebih awal. Ia harus mencari banyak informasi soal video pernikahan siri Barra. Mawar yakin, jika video itu benar Barra dan Bulan yang sedang ijab qabul, walau dari arah belakang, ia tahu persis
"Pak, beberapa investor membatalkan sepihak. Mereka sudah tidak mau bekerjasama lagi. Ini bahaya. Perusahaan kita bisa bangkrut!" ucap Roy, orang kepercayaan papa mertua Mawar itu."Loh, kenapa?"Roy pun mulai menjelaskan semuanya. Memberikan ponselnya dan memperlihatkan sebuah rekaman video yang kini ramai beredar di sosial media. Mata Mark pun terbelalak."Barra!" Mata Mark memerah. Wajahnya menahan amarah. Putra sulungnya itu telah menghancurkan perusahaan yang telah lama dan susah payah ia bangun.Sebuah rekaman video pernikahan siri Barra dan Bulan ramai beredar di sosial media dengan liar. Dengan narasi yang memojokkan. Para klien besar itu pun memutuskan kerjasama begitu saja karena dianggap Barra akan merusak citra perusahaannya.Komentar para penggiat sosial media begitu mengerikan bukan hanya menyerang Barra, tapi keluarga dan desakan untuk menghentikan kerjasama. Para klien besar itupun tidak mau mengambil resiko buruk untuk perusahaannya."Di mana Barra? Hubungi dia! Suruh
"Mawar! Kamu darimana aja? Jam segini baru pulang? Ingat ya! Kamu itu udah punya suami. Lihat tuh anak pungut kamu, berisik daritadi nyari kamu!" Bukannya mendapatkan sambutan hangat saat pulang ke rumahnya, Mawar justru mendapat caci maki dari suaminya. Padahal ia sudah lelah seharian bekerja. Mengurus perusahaan yang ditinggalkan Oma juga mengurus proyek kerjasamanya dengan perusahaan suami dan mertuanya sendiri."Maaf, Mas. Tadi aku harus meeting dengan bos aku. Enggak mungkin kan, aku menolak perintah. Nanti aku dipecat, kamu siap menafkahi dan menanggung semua kebutuhanku? Enggak kan?!" jawab Mawar lantang."Berani kamu ngelawan suami sekarang ya???" balas Barra."Udahlah, Mas. Aku capek, mau istirahat. Kamu udah makan? Kalau belum biar nanti aku suruh bibi siapkan makanan buat kamu.""Bi, bibi ..." teriak Mawar."Eh, Heh! Bisa nggak berisik kan? Lebih baik aku makan di luar, daripada makan masakan bibi terus!" jawab Barra ketus.Barra pun langsung pergi begitu saja. Bahkan pan
Setelah meeting dengan tim internalnya, Mawar pun memutuskan akan membantu perusahaan mertuanya itu. Perusahaan yang dibangun papa Mark dari nol, penuh perjuangan. Mawar pun tahu, sama seperti papanya dulu yang jatuh bangun membangun perusahaan. Dan dulu, papa Mark juga pernah membantu papanya dan oma hingga Retro Company tetap berdiri tegak hingga bisa ia dan Balqis lanjutkan saat ini."Kak, lantas siapa yang akan mewakili kakak dalam penandatanganan kerjasama kita?" tanya Balqis."Gimana kalau kamu saja? Kalau mereka tanya, ya tinggal bilang sekarang kamu diangkat jadi karyawan tetap perusahaan ini dan menjadi manager. Ya kamu bilang saja, pimpinan kamu sedang mengurus perusahaan kita yang di Singapura. Gimana?" tutur Mawar."Apa mereka akan percaya?" jawab Balqis."Mereka percaya atau nggak, itu hak mereka. Ingat Balqis, kakak punya misi membalas sakit hati kakak sama Barra dan pelakor itu. Kamu mau bantu kakak kan?" tanya Mawar."Ya sudah. Aku ikut kakak aja deh."Mawar pun terse
RETRO COMPANYSebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, dan beberapa anak perusahaan itu kembali berjaya. Setelah memiliki pimpinan baru. Mawar dan Balqis. Dua anak keturunan Ibu Rima yang tersisa.Walau tidak pernah bekerja sejak lulus kuliah, tapi latar belakang pendidikan Mawar membuatnya tidak mengalami kesulitan yang berarti saat menghandle perusahaan peninggalan sang nenek. Ada beberapa orang kepercayaan sang nenek yang juga membantunya.Tanpa sepengetahuan Barra, Mawar membangun karirnya sendiri. Barra hanya tahu jika istrinya itu bekerja sebagai staf pegawai biasa. Karena sejak kembali dekat dengan Bulan, Barra tidak lagi membiayainya. Mawar pun terpaksa bangkit demi anaknya.Pagi itu seperti biasanya Mawar bersiap ke kantor setelah mengantar Safia. Gadis kecilnya yang beranjak besar. Saat hendak berangkat ke kantor, Barra dan kedua orangtuanya menegurnya."Mawar, kenapa kamu tidak bekerja di kantor papi aja sih kalau hanya untuk mencari pengalaman?" tanya papi Mark,
Barra tersentak mendengar jawaban istrinya itu. Ia tidak menyangka jika Mawar yang biasa penurut kini sudah mulai berani melawannya. Memang sejak awal menikah, Mawar selalu menuruti semua perkataan Barra, juga ibu mertuanya. Namun, Mawar yang lelah akhirnya berontak. Sudah cukup baginya selama ini pengorbanannya. Mawar selama ini hanya dianggap sebagai patung dan tidak ada gunanya.Mawar kini tidak mau lagi berdiam diri atas semua kezaliman suami dan ibu mertuanya. Juga mantan istri suaminya itu yang selalu menjadikan anak sebagai alatnya. Mawar ingin mereka semua merasakan penderitaan yang ia alami selama ini."Mulai berani ya kamu melawan? Sudah berani kurang ajar ya kamu sama aku, Hah?! balas Barra yang tak mau kalah.Matanya melotot ke arah Mawar yang hampir saja keluar dari tempatnya. Seperti sudah tidak ada lagi cinta dan sayang seorang suami untuk istrinya sehingga Mawar pun mulai berpikir untuk mengakhiri rumah tangganya dengan Barra. Tidak ada satu alasan lagi untuk Mawar me
Mawar akhirnya mendatangi kantor Sandi Arifin Law Firm. Tempat di mana sang nenek mengurus surat warisan yang selama ini disembunyikan dari kedua cucu perempuannya.Semasa hidupnya, nenek Mawar dan Balqis itu hidup sederhana sepeninggal kedua orangtua Mawar. Bahkan Mawar harus sambil bekerja saat kuliah demi mencari uang tambahan agar tidak memberatkan sang nenek. Namun, hari ini sebuah kejutan diterima Mawar dan Balqis sepeninggal nenek mereka."Selamat siang Mbak Mawar, Mbak Balqis. Silakan duduk!" sambut Pak Arifin yang ternyata pengacara kepercayaan keluarganya."Terimakasih, Pak.""Saya senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan kalian. Tetapi, saya juga sedih karena artinya nenek anda sudah tidak ada lagi. Saya turut berdukacita. Kalian sabar dan kuat ya!" ucap Pak Arifin mencoba menguatkan kedua cucu Ibu Rima."Maaf, Pak. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa betul nenek kami meninggalkan warisan?" tanya Mawar. Ia pun melirik ke arah Balqis."Betul, Mbak. Sebentar saya ambilkan berk
Bintang terdiam. Begitupun dengan Barra dan Mawar. Semua tidak berkutik saat pemilik kekayaan MBC Company bertindak merelai pertengkaran anak dan menantu kesayangannya itu."Bintang, sebaiknya kamu pulang! Tidak baik kamu berlama-lama di rumah mantan suami kamu!" usir Mark secara halus."Daffa biar tinggal di sini. Saya juga masih rindu sama cucu saya! Barra, Mawar, masuk kalian!" tegas Mark. Barra pun langsung masuk ke kamarnya disusul Mawar. Sedangkan Bintang alias Bulan langsung menatap Cynthia yang terdiam."Saya pamit dulu. Assalamualaikum." Bulan pun langsung pergi. Di teras rumah Tuan Mark itu, Bulan menatap tajam ke arah ruang tamu."Kita lihat saja nanti, apa yang akan kulakukan untuk menghancurkan kamu, Tuan!" batin Bulan......"Yah, Daffa harus study tour ke Labuhan bajo. Biayanya 5 juta. Apa boleh?" tanya Daffa saat menyampaikan keinginannya."Oh, boleh dong. Kapan berangkatnya? Besok pagi ayah transfer ya?" seru Barra. Daffa pun mengangguk. "Makasih, Yah."Di saat bers
POV MAWAR10 tahun kemudian "Mas, besok Daffa harus ke rumah sakit. Kamu bisa temani aku kan?" Bulan kembali menghubungi Barra. Meminta mantan suami Bintang itu menemaninya seperti biasa mengecek kondisi kesehatan Daffa."Oke. Besok aku jemput kamu dan Daffa di rumah ya." Barra pun dengan cepat membalas pesan Bulan. Hingga usia Daffa 18 tahun, Barra dan Tuan Mark tidak pernah mengetahui siapa sesungguhnya Bulan. Rahasia Cynthia yang sudah dipegangnya pun membuat Mama Barra itu tidak berkutik dan tetap menyimpan rahasia Bulan. Sedangkan Roy, karena kondisinya yang tidak kunjung mengalami perubahan akhirnya dibawa keluarganya ke kampung. Sejak saat itulah Tuan Mark tidak pernah lagi mengetahui kabarnya.Mawar tetap menyayangi Daffa. Walau hubungannya dengan Bulan tidak juga membaik. Daffa pun sering menginap di rumahnya dan Barra. Daffa pun sangat dekat dengan Mawar juga anak angkatnya Safia.Safia dan Daffa yang berada di satu sekolah yang sama pun semakin dekat. Selalu pulang dan