"Ini hanya masalah waktu, Barra. Lama kelamaan Papa kamu akan menyayangi Daffa. Di saat itu, kita akan memaksa dia untuk memilih. Daffa -- cucu kandungnya atau Mawar? Mama yakin, dia akan lebih memilih Daffa," seru Cynthia."Iya, Mama benar.""Mas Barra akan jatuh cinta sama gue. Dulu Mas Barra mungkin nggak bisa jatuh cinta sama kembaran gue. Tapi dengan gue, dia akan bertekuk lutut di bawah kaki gue. ...." batin Bulan yang menguping pembicaraan Nyonya Cynthia dan Barra.Nyonya Cynthia meminta asisten rumah tangganya untuk mengantarkan Bulan ke kamar tamu. Saat sedang mengantarkan Bulan menuju kamarnya, Bulan justru berbelok arah ke kamar Barra dan Mawar saat ART keluarga Barra itu pergi ke dapur."Kamar ini harus menjadi kamar aku dan Barra nantinya. Semua yang ada di rumah ini akan menjadi milikku selamanya ...." batin Bulan.Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki memasuki kamar itu. Karena panik, Bulan pun masuk ke dalam kamar mandi. Namun, saat mengetahui jika Barra yang masuk, B
"Daffa, Daffa ...."Bulan akhirnya terbangun. Ia tidak melihat keponakannya itu berada di kamarnya. Padahal Daffa sengaja dimanfaatkan untuk menguras harta Barra dan keluarganya."Ah! Paling dia main di luar sana Safia. Biar ajalah. Sekarang lebih baik aku siap-siap buat dandan yang cantik untuk menggaet Mas Barra," ucap Bulan. Di meja makan, Mawar sedang mengurus Safia dan Daffa sarapan. Dari jauh, Tuan Mark bersama Cynthia dan Barra sedang memperhatikan Mawar."Coba kamu lihat. Mawar begitu berbesar hati mengurus Daffa. Walau bukan darah dagingnya sendiri," ujar Tuan Mark."Papa benar. Mawar lebih baik dari Bintang," batin Barra."Ya sudah seharusnya, Pa. Biar ada manfaatnya dia di rumah ini ni," sahut Barra. Nyonya Cynthia pun senang mendengar jawaban putra tunggalnya itu.-----Cynthia pun mendatangi kamar Bulan. Ia yang melihat Bulan sedang bermake-up pun langsung menyerungut kesal."Kamu ini. Jam segini masih sibuk dandan? Kamu lihat tuh! Anak kamu sedang diurus sama Mawar. Har
Ibu Laksmi mencoba menghubungi Bulan. Sudah cukup lama ia pergi dan tidak bisa dihubungi. Rasa rindunya pada Daffa, membuatnya memutuskan menyusul ke Jakarta sekaligus menyekar ke makam Bintang -- saudara kembar Bulan yang tidak lain Ibu kandung Daffa."Sebaiknya aku menyusul Bulan ke Jakarta," gumam Ibu Laksmi.------Safia dan Daffa jenuh hanya bermain di dalam rumah, setelah meminta ijin dengan Barra, Mawar pun mengajak kedua anaknya itu bermain di taman.Saat sedang asyik bermain bola, bola itupun jauh terlempar. Daffa pun berinisiatif hendak mengambil bola. Saat Mawar hendak mengejarnya, Mince pun berusaha mencegah dan mengatakan jika Nyonya Cynthia memanggilnya.Namun, saat melihat sebuah motor melaju kencang ke arah Daffa, nalurinya sebagai seorang Ibu bu membuat Mawar berusaha berlari sekuat mungkin untuk menyelamatkan Daffa."Daffa ...." Akhirnya Mawar berhasil menyelamatkan Daffa. Mince pun kesal karena rencananya bersama Bulan gagal. Mawar pun langsung memutuskan pulang
Ibu Laksmi masih menemani Daffa bermain. Daffa pun bercerita tentang sosok Mawar dan Safia yang begitu baik padanya.Saat sedang bercengkrama dengan cucunya, ponsel Ibu Laksmi berdering. Ia pun membaca pesan yang masuk. Ternyata dari Bulan.[Keluarga Barra mau datang ke rumah. Sebaiknya Ibu masuk ke dalam kamar dan jangan keluar sebelum mereka pulang!]"Bulan sepertinya takut banget jika semua rahasianya terbongkar. Gimana ini? Aku sebenarnya tidak mau ikutan berbohong," batin Ibu Laksmi."Daffa, Daffa. Mama pulang," teriak Bulan saat memasuki halaman rumahnya."Daffa ....""Bulan sudah pulang. Gimana ini?" pikir Ibu Laksmi."Daffa?" panggil Bulan saat membuka pintu rumahnya.Bulan pun bernapas lega. Ibu Laksmi pun sudah bersembunyi di dalam kamarnya. Tanpa banyak membuang waktu, Bulan akhirnya mengambil sampel rambut Daffa. Lalu Bulan pun memberikan sampel rambutnya agar bisa segera dilakukan tes DNA."Barra, sebaiknya kamu bawa agar bisa segera kita ketahui hasilnya," suruh Tuan Mar
Balqis pun menenangkan Safia di kamarnya. Ia merasa jika terusirnya Mawar karena Safia. Kehadiran Safia yang tidak pernah diharapkan."Bukan, Safia. Terkadang ada masalah orang dewasa yang sulit dipahami. Sekarang lebih baik kamu istirahat ya," bujuk Balqis. Safia akhirnya tertidur.Di kamarnya, Mawar menunaikan salat. Menengadahkan kedua tangannya berdoa agar rumah tangganya masih dapat dipertahankan. "Ya Allah, selama bertahun-tahun aku menikah tanpa dicintai suamiku. Pernikahanku penuh dengan tangisan. Dan kini, aku harus berpisah dengan suamiku. Padahal baru saja aku merasakan sebuah harapan jika Mas Barra bisa mencintai aku. Tapi, harapanku tipis. Tidak mungkin aku kembali bersama Mas Barra ...." lirih Mawar.Di kamarnya, Barra merasakan kegelisahan yang membuatnya bertanya dengan dirinya sendiri. Mengapa dia kini merasakan kehilangan. Kehilangan Mawar yang beberapa tahun ini menemani hari-harinya."Kenapa sekarang aku malah memikirkan Mawar? Padahal aku tidak mencintainya," tan
Tuan Mark sedang berbincang dengan istrinya di ruang tamu setelah makan malam. Ia merasa kesepian setelah Mawar dan Safia pergi meninggalkan rumahnya."Rumah ini terasa sepi sejak Mawar dan Safia pergi dari rumah," seru Tuan Mark.Namun, kedatangan Bulan dengan wajah kesal disusul Barra yang mengajak serta Mawar dan Safia pun merubah wajah muramnya."Safia ....""Kakek ...."Safia pun berlari memeluk kakeknya dan Tuan Mark pun menyambutnya dengan hangat. Namun, tidak bagi Nyonya Cynthia. Wajahnya kesal saat melihat menantu yang diusirnya itu kembali ke rumah."Barra! Apa-apaan ini?!" hardik Nyonya Cynthia."Mawar, sudah menyelamatkan aku, Ma. Jadi aku memberi dia kesempatan kedua," sahut Barra. Nyonya Cynthia nampak murka. Namun, kemarahannya tidak merubah apapun. Barra tetap dengan keputusannya ditambah dukungan Tuan Mark."Kalian berdua sama saja!" pekiknya."Barra, kamu sama saja menjilat ludah kamu sendiri. Mama kecewa sama kamu!" ujar Cynthia ketus."Mungkin sudah seharusnya sep
Barra dan Mawar akhirnya sampai di rumah. Tuan Mark yang sudah menunggu di ruang makan pun menyambut kepulangan anak dan menantu kesayangannya."Papa sudah dengar. Katanya berkat Mawar, kamu dapat proyek yang di Bandung itu. Selamat ya," ucap Tuan Mark. Barra hanya tersenyum. "Kamu hebat, Mawar," puji sang mertua."Aku nggak berbuat apa-apa kok, Pa. Itu sudah rezekinya Mas Barra," sahut Mawar."Terimakasih ya, Mawar. Kamu sudah mau membantu perusahaan Papa," puji Tuan Mark membuat Cynthia jengah."Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan sebagai bagian keluarga ini, Pa," jawab Mawar tersenyum."Barra, kamu tidak mau berterimakasih sama Mawar?" tegur Tuan Mark "Buat apa? Tanpa Mawar, Barra pasti bisa mendapatkan proyek itu!" tegas Nyonya Cynthia."Enggak ada salahnya mengucapkan terimakasih sama istri kalau sudah melakukan sesuatu. Itu namanya menghargai," ujar suami Cynthia itu yang kembali membela Mawar."Sebagai laki-laki kita harus gentle. Kalau salah ya minta maaf. Ka
Bulan tidak punya pilihan lain. Setelah mematikan ponselnya, ia pun langsung mengajak Daffa pulang dan berpamitan pada Barra dan Mawar "Aku harus pulang ke Bandung. Ibuku lagi sakit. Dia kangen juga sama Daffa. Kalian lanjutkan saja liburannya, aku akan pulang bersama Daffa," pamit Bulan yang bergegas mengajak Daffa."Ya sudah," jawab Barra datar."Mas, sebaiknya kamu temani Bintang dan Daffa saja pulang ke Bandung. Aku sama Safia di sini enggak apa-apa," sahut Mawar."Enggak perlu. Aku tidak mau dianggap perusak rumah tangga orang. Permisi semuanya," ujar Bulan yang langsung meninggalkan restoran.Mawar yang sebenarnya ingin tahu siapa Nenek Daffa dan latar belakang sebenarnya terus mendesak Barra agar menyusul mantan istrinya itu. Namun, Barra tetap menolak. Ia belum memiliki keberanian bertemu Ibu Laksmi setelah dulu ia meninggalkan Bintang begitu saja."Sudah nggak usah dibahas lagi. Sebaiknya kamu cepat kembali ke kamar dan siapkan semuanya. Kita pulang sekarang!" perintah Barra