Barra dan Mawar akhirnya sampai di rumah. Tuan Mark yang sudah menunggu di ruang makan pun menyambut kepulangan anak dan menantu kesayangannya."Papa sudah dengar. Katanya berkat Mawar, kamu dapat proyek yang di Bandung itu. Selamat ya," ucap Tuan Mark. Barra hanya tersenyum. "Kamu hebat, Mawar," puji sang mertua."Aku nggak berbuat apa-apa kok, Pa. Itu sudah rezekinya Mas Barra," sahut Mawar."Terimakasih ya, Mawar. Kamu sudah mau membantu perusahaan Papa," puji Tuan Mark membuat Cynthia jengah."Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan sebagai bagian keluarga ini, Pa," jawab Mawar tersenyum."Barra, kamu tidak mau berterimakasih sama Mawar?" tegur Tuan Mark "Buat apa? Tanpa Mawar, Barra pasti bisa mendapatkan proyek itu!" tegas Nyonya Cynthia."Enggak ada salahnya mengucapkan terimakasih sama istri kalau sudah melakukan sesuatu. Itu namanya menghargai," ujar suami Cynthia itu yang kembali membela Mawar."Sebagai laki-laki kita harus gentle. Kalau salah ya minta maaf. Ka
Bulan tidak punya pilihan lain. Setelah mematikan ponselnya, ia pun langsung mengajak Daffa pulang dan berpamitan pada Barra dan Mawar "Aku harus pulang ke Bandung. Ibuku lagi sakit. Dia kangen juga sama Daffa. Kalian lanjutkan saja liburannya, aku akan pulang bersama Daffa," pamit Bulan yang bergegas mengajak Daffa."Ya sudah," jawab Barra datar."Mas, sebaiknya kamu temani Bintang dan Daffa saja pulang ke Bandung. Aku sama Safia di sini enggak apa-apa," sahut Mawar."Enggak perlu. Aku tidak mau dianggap perusak rumah tangga orang. Permisi semuanya," ujar Bulan yang langsung meninggalkan restoran.Mawar yang sebenarnya ingin tahu siapa Nenek Daffa dan latar belakang sebenarnya terus mendesak Barra agar menyusul mantan istrinya itu. Namun, Barra tetap menolak. Ia belum memiliki keberanian bertemu Ibu Laksmi setelah dulu ia meninggalkan Bintang begitu saja."Sudah nggak usah dibahas lagi. Sebaiknya kamu cepat kembali ke kamar dan siapkan semuanya. Kita pulang sekarang!" perintah Barra
"Mas, maaf ya, kadang ibu suka ngelantur ngomongnya. Sebaiknya mas temani Daffa aja ya," ujar Bulan.Bulan yang takut jika ibunya akan kembali salah bicara mencari cara agar mantan suami siri Bintang itu tidak bicara lagi pada ibunya."Mawar mana?""Aku nggak tahu. Kayaknya udah pulang, mungkin nggak betah di sini," sahut Bulan."Masa sih?""Orang tadi dia kok yang ngajak aku ke sini. Daffa, kamu ikut papa pulang aja ya. Buat mama temani nenek di sini," ajak Barra."Enggak, aku mau di sini aja sama nenek," sahut Daffa.Bulan yang takut jika rahasianya terbongkar pun berusaha membujuk Barra agar bicara sama Daffa. Namun, Barra tetap bersikeras pulang membawa Daffa."Rumah sakit nggak baik buat anak kecil. Biar kamu di sini temani ibu. Aku akan pulang sama Daffa. Yuk, Daffa!" ajak Barra. Setelah dibujuk, Daffa akhirnya mau pulang bersama papanya."Bulan, tolong ambilkan ibu obat," pinta Ibu Laksmi. Namun, permintaan itu ditolak kasar oleh Bulan."Ibu ambil sendiri aja ya. Aku mau beli m
"Baguslah. Dengan kondisi ibu yang seperti ini, semua rahasiaku aman," batin Bulan.Bukannya bersedih, Bulan justru bahagia dengan kondisi Ibu Laksmi. Mawar pun tidak bisa membuktikan jika bukan dia penyebab mantan mertua suaminya itu menjadi anfal.Bulan bersama Barra dan Mawar akhirnya masuk ke kamar perawatan Ibu Laksmi yang sudah dipindahkan dari ruang ICU. Kondisinya sudah membaik dan sadar."Aku nggak akan memaafkan Mawar kalau terjadi sesuatu pada ibuku, Mas," ujar Bulan terisak. Barra pun membawa mantan istrinya itu dalam pelukannya."Kamu tenang aja. Nanti aku akan memarahinya," sahut Barra.Bulan pun dapat tersenyum bahagia. Bukan hanya posisinya aman, tapi ia mendapat simpatik dari Barra, mantan suami Bintang --saudara kembarnya."Tadi aku ke kamar nenek. Katanya nenek pindah ke sini. Nenek nggak apa-apa kan?" tanya Daffa ketika datang menengok neneknya."Nenek kondisinya semakin memburuk. Ini semua gara-gara Mama Mawar!" jawab Bukan ketus. Ia ingin jika Daffa membenci istr
Mawar akhirnya mengikuti saran Mbok Darmi. Ia mengantarkan semangkuk bubur dan teh hangat yang sebelumnya sudah dibuatkan Mbok Darmi.Mawar pun mendatangi ruang kerja Barra. Suaminya itu tengah sibuk dengan di depan layar laptopnya."Mas, ini dimakan dulu ya buburnya. Biar kamu nggak masuk angin," tutur Mawar ketika menaruh mangkuk bubur di meja kerja suaminya."Kamu jangan sok baik deh. Padahal aslinya jahat!" balas Barra ketus."Menjauhkan Ibunya dari anaknya. Padahal aku sudah memberi kesempatan pada kamu," sindir Barra."Bertahun-tahun kita menikah, Mas. Tapi sampai sekarang kamu nggak tahu aku kayak gimana?" sahut Mawar tertunduk lesu."Mungkin kamu butuh waktu. Aku terima kok. Enggak masalah kalau kamu belum percaya sama aku. Tapi aku, akan tetap bertahan di pernikahan ini!" tegas Mawar.Mawar tetap dengan keputusannya sejak awal menikah dengan Barra. Ia akan tetap berusaha agar Barra bisa mencintainya. Dan ia yakin, waktu itu akan tiba."Kenapa kamu bisa setenang ini?" tanya Ba
Daffa akhirnya bersama Nyonya Cynthia mendatangi rumah sakit tempat Ibu Laksmi di rawat. Demi mengantar Daffa yang sudah merindukan neneknya."Nenek!"Daffa pun memeluk neneknya itu sangat erat. Ibu Laksmi pun merasakan hal yang sama. Walau belum bisa berbicara normal, ia tetap memperhatikan cucu kesayangannya itu."Bu, wajah Ibu kenapa pucat?" tanya Bintang ketika melihat wajah Mama Barra itu."Ibu habis begadang semalam. Ternyata Daffa tidurnya nggak bisa diam ya," ujar Nyonya Cynthia."Aduh! Maafin aku ya, Bu. Aku tuh sebenarnya udah menitipkan Daffa sama Mawar. Tapi ternyata dia nggak bertanggungjawab. Hanya baik di depan aja," tutur Bintang."Maaf ya, Bu. Aku mau tanya. Kok Ibu bisa sih mengangkat dua jadi menantu?" tutur Bintang memprovokasi Mama Barra itu."Kalau aku jadi Ibu, pasti aku nggak akan sabar. Aku pasti sudah usir Mawar dari dulu," ujar Bintang. Nyonya Cynthia pun terdiam."Sebenarnya aku sudah berniat mengusir Mawar. Tapi saya menunggu waktu yang tepat. Nanti ada sa
Nyonya Cynthia tetap menolak keinginan Mawar yang ingin agar nama Safia tercantum di kartu keluarga."Ma, tolong, Ma. Safia masih kecil. Dia butuh keluarga untuk melindunginya ...." pinta Mawar memelas."Tidak!""Kalau saya bilang tidak mau, ya tidak mau!" hardik Nyonya Cynthia."Barra, Bintang, ayo cepat!" ajak Nyonya Cynthia. Barra pun tidak bisa membantah perintah Mamanya itu.Ketika Barra dan Nyonya Cynthia beranjak pergi, Bintang pun mendeskripsikan Mawar."Darah itu lebih kental daripada air. Selamanya Safia tidak akan dianggap di keluarga ini. Sama seperti kamu, akan selalu jadi istri yang tidak dianggap!" bisik Bintang yang akhirnya pergi menyusul Barra dan Nyonya Cynthia.Beberapa jam berlaluNyonya Cynthia bersama Barra dan Bulan -- saudara kembar Bintang serta Daffa pulang menuju rumah. Di dalam mobil, Nyonya Cynthia nampak bahagia ketika cucu lelakinya itu telah resmi menjadi bagian keluarganya."Alhamdulillah, akhirnya Daffa sekarang sudah resmi menjadi bagian keluarga ki
"Daffa, alhamdulilah kamu udah pulang, Nak!" sambut Mawar ketika melihat Daffa memasuki ruang tamu rumah Tuan Mark."Safia mana Mama Mawar?" tanya Daffa. "Safia ada di kamarnya," sahut Mawar."Jadi Safia masih ada di rumah ini?" sindir Bulan. Bulan memang sangat ingin mengusir Safia dan Mawar dari rumah Tuan Mark dan Nyonya Cynthia. Bulan pun mulai memprovokasi mantan suami Bintang itu."Mas, kalau anak itu masih ada di rumah ini, aku jadi khawatir dengan keadaan Daffa," tutur Bulan."Mawar, mama kan juga sudah bilang ke kamu agar segera mengusir anak itu dari rumah ini. Biar tidak ada masalah lagi!" pekik Cynthia. "Mas, aku mohon. Usir anak itu dari sini, Mas," bujuk Bulan.Barra masih terdiam. Mawar yang tidak ingin kehilangan Safia pun berusaha meminta suaminya itu agar tidak membiarkan Safia pergi."Mas, aku mohon. Safia kan masih kecil. Aku juga nggak bisa jauh dari Safia," ujar Mawar. Dengan terisak ia mencoba membujuk suaminya."Oh, bagus dong. Lebih bagus lagi kalau kamu da