Mawar akhirnya mengikuti saran Mbok Darmi. Ia mengantarkan semangkuk bubur dan teh hangat yang sebelumnya sudah dibuatkan Mbok Darmi.Mawar pun mendatangi ruang kerja Barra. Suaminya itu tengah sibuk dengan di depan layar laptopnya."Mas, ini dimakan dulu ya buburnya. Biar kamu nggak masuk angin," tutur Mawar ketika menaruh mangkuk bubur di meja kerja suaminya."Kamu jangan sok baik deh. Padahal aslinya jahat!" balas Barra ketus."Menjauhkan Ibunya dari anaknya. Padahal aku sudah memberi kesempatan pada kamu," sindir Barra."Bertahun-tahun kita menikah, Mas. Tapi sampai sekarang kamu nggak tahu aku kayak gimana?" sahut Mawar tertunduk lesu."Mungkin kamu butuh waktu. Aku terima kok. Enggak masalah kalau kamu belum percaya sama aku. Tapi aku, akan tetap bertahan di pernikahan ini!" tegas Mawar.Mawar tetap dengan keputusannya sejak awal menikah dengan Barra. Ia akan tetap berusaha agar Barra bisa mencintainya. Dan ia yakin, waktu itu akan tiba."Kenapa kamu bisa setenang ini?" tanya Ba
Daffa akhirnya bersama Nyonya Cynthia mendatangi rumah sakit tempat Ibu Laksmi di rawat. Demi mengantar Daffa yang sudah merindukan neneknya."Nenek!"Daffa pun memeluk neneknya itu sangat erat. Ibu Laksmi pun merasakan hal yang sama. Walau belum bisa berbicara normal, ia tetap memperhatikan cucu kesayangannya itu."Bu, wajah Ibu kenapa pucat?" tanya Bintang ketika melihat wajah Mama Barra itu."Ibu habis begadang semalam. Ternyata Daffa tidurnya nggak bisa diam ya," ujar Nyonya Cynthia."Aduh! Maafin aku ya, Bu. Aku tuh sebenarnya udah menitipkan Daffa sama Mawar. Tapi ternyata dia nggak bertanggungjawab. Hanya baik di depan aja," tutur Bintang."Maaf ya, Bu. Aku mau tanya. Kok Ibu bisa sih mengangkat dua jadi menantu?" tutur Bintang memprovokasi Mama Barra itu."Kalau aku jadi Ibu, pasti aku nggak akan sabar. Aku pasti sudah usir Mawar dari dulu," ujar Bintang. Nyonya Cynthia pun terdiam."Sebenarnya aku sudah berniat mengusir Mawar. Tapi saya menunggu waktu yang tepat. Nanti ada sa
Nyonya Cynthia tetap menolak keinginan Mawar yang ingin agar nama Safia tercantum di kartu keluarga."Ma, tolong, Ma. Safia masih kecil. Dia butuh keluarga untuk melindunginya ...." pinta Mawar memelas."Tidak!""Kalau saya bilang tidak mau, ya tidak mau!" hardik Nyonya Cynthia."Barra, Bintang, ayo cepat!" ajak Nyonya Cynthia. Barra pun tidak bisa membantah perintah Mamanya itu.Ketika Barra dan Nyonya Cynthia beranjak pergi, Bintang pun mendeskripsikan Mawar."Darah itu lebih kental daripada air. Selamanya Safia tidak akan dianggap di keluarga ini. Sama seperti kamu, akan selalu jadi istri yang tidak dianggap!" bisik Bintang yang akhirnya pergi menyusul Barra dan Nyonya Cynthia.Beberapa jam berlaluNyonya Cynthia bersama Barra dan Bulan -- saudara kembar Bintang serta Daffa pulang menuju rumah. Di dalam mobil, Nyonya Cynthia nampak bahagia ketika cucu lelakinya itu telah resmi menjadi bagian keluarganya."Alhamdulillah, akhirnya Daffa sekarang sudah resmi menjadi bagian keluarga ki
"Daffa, alhamdulilah kamu udah pulang, Nak!" sambut Mawar ketika melihat Daffa memasuki ruang tamu rumah Tuan Mark."Safia mana Mama Mawar?" tanya Daffa. "Safia ada di kamarnya," sahut Mawar."Jadi Safia masih ada di rumah ini?" sindir Bulan. Bulan memang sangat ingin mengusir Safia dan Mawar dari rumah Tuan Mark dan Nyonya Cynthia. Bulan pun mulai memprovokasi mantan suami Bintang itu."Mas, kalau anak itu masih ada di rumah ini, aku jadi khawatir dengan keadaan Daffa," tutur Bulan."Mawar, mama kan juga sudah bilang ke kamu agar segera mengusir anak itu dari rumah ini. Biar tidak ada masalah lagi!" pekik Cynthia. "Mas, aku mohon. Usir anak itu dari sini, Mas," bujuk Bulan.Barra masih terdiam. Mawar yang tidak ingin kehilangan Safia pun berusaha meminta suaminya itu agar tidak membiarkan Safia pergi."Mas, aku mohon. Safia kan masih kecil. Aku juga nggak bisa jauh dari Safia," ujar Mawar. Dengan terisak ia mencoba membujuk suaminya."Oh, bagus dong. Lebih bagus lagi kalau kamu da
Bulan pun kesal. Semua rencana yang dijalaninya ternyata gagal. Barra tidak mengejarnya. Justru Nyonya Cynthia yang menghalangi kepergiannya."Kenapa jadi Bu Cynthia sih. Keterlaluan Barra!" gerutu Bulan dalam hati."Saya benar-benar kecewa sama Barra, Bu. Daffa ini anak kandungnya. Tetapi, dia malah lebih memilih Mawar dan Safia," ungkap Bulan dengan wajah sinis."Kamu tenang aja. Saya akan membuat hidup mereka bagai di neraka," sahut Cynthia yang memang sangat membenci menantunya itu."Dan tidak lama lagi, saya akan paksa mereka keluar dari rumah ini!" ucap Cynthia ketus.Bulan mulai cemas. Karena ia mulai melihat cinta di hati Barra untuk Mawar. Itulah kenapa dia sekarang lebih membela istri dan anak angkatnya itu."Percuma aja, Bu, kalau ternyata Barra masih menginginkan mereka ada di sini," jawab Bulan tertunduk lesu."Saya punya hak di sini. Siapa saja yang boleh dan tidak boleh ada di dalam rumah ini. Biarkan itu menjadi urusan saya!" tegas Cynthia. Bulan pun mulai tersenyum.
Tanpa berpamitan dengan Mawar, Barra langsung pergi begitu saja ke rumah Bulan untuk bertemu Daffa. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada putranya itu."Ini pasti rencana Bulan. Aku yakin ini hanya akal-akalan dia. Tapi, aku juga nggak bisa menghalangi Mas Barra. Takutnya malah salah paham," pikir Mawar.Di rumah kontrakannya, Daffa masih saja menangis. Ia tetap ngotot ingin pergi ke rumah ayahnya. Bulan yang mencoba membujuk putranya pun tidak dipedulikan.a"Daffa, udah dong. Masa kamu nangis terus. Mama begini juga karena sayang sama kamu. Jangan nangis lagi ya," bujuk Bulan."Enggak. Pokoknya aku mau ke rumah papa. Aku mau ketemu Mama Mawar!" ucap Daffa."Assalamualaikum."Barra akhirnya sampai. Ketika melihat ayahnya, Daffa pun langsung berlari memeluknya. Ia adukan semua keluh kesahnya."Daffa, kamu kenapa nangis?" tanya Barra."Daffa mau ketemu Mama Mawar dan Safia tapi nggak dibolehin sama mama," rengek Daffa. Air matanya pun tumpah di hadapan ayahnya."Hey, jangan nangis."Meng
Mawar belum juga bisa memejamkan matanya. Ia hanya bolak-balik di atas balkon menatap langit malam itu. Cuaca nampak seirama dengan suasana hatinya yang sedang gelisah. Mawar mulai merasakan ada ketakutan jika suaminya tergoda."Kenapa ya Mas Barra belum pulang? Apa aku ke sana aja ya?" pikir Mawar.Di rumah kontrakannya, Bulan tengah menggoda mantan suami Bintang itu. Berbagai cara pun ditempuhnya agar Barra tergoda dan mau memadu kasih malam itu. Agar Barra tidak lagi bisa lepas dari genggamannya.Bulan pun tiba-tiba menyandar ke bahu Barra, dan Barra membalas dengan sebuah pelukan hangat."Mas Barra!" bentak Mawar.Bulan dan Barra pun terkejut melihat kedatangan Mawar yang tiba-tiba ke rumah kontrakannya. Barra pun bangkit dan melepaskan pelukannya."Keterlaluan kamu, Bintang. Kenapa kamu goda suami aku?" pekik Mawar.Bulan pun berusaha membela dirinya. Ia justru seolah menjadi korban atas tuduhan Mawar yang dianggapnya tidak mendasar."Mawar, ini nggak seperti yang kamu pikirkan.
"Safia pergi? Ini pasti gara-gara kemarin aku sakit. Kalau aku nggak sakit, Safia pasti nggak pergi ...." ucap Daffa ketika tahu Safia pergi.Tiba-tiba, Daffa kembali merasakan sakit dan ia jatuh pingsan. Bulan dan Barra pun seketika panik."Daffa, Daffa. Bangun, Daffa!" teriak Bulan.Bulan kembali menyalahkan Mawar yang dianggap menjadi penyebab Daffa kembali tumbang."Ini semua gara-gara kamu. Kamu senang kan. Kamu pasti sengaja biar Daffa begini!" bentak Bulan terisak."Aku nggak ngapa-ngapain Daffa," seru Mawar. Ia pun membela dirinya di hadapan Barra yang hanya diam membisu."Aku tahu, kamu sengaja memanfaatkan Safia menghilang, agar kondisi Daffa semakin memburuk, iya kan?" cecar Bulan."Ngaku kamu?!"Mawar yang terus dicecar mantan istri suaminya itu tidak terima. Ia yakin jika Bulan sengaja memanfaatkan sakitnya sang putra."Jangan salahkan orang!" pekik Mawar."Daffa drop seperti ini karena ulah kamu sendiri. Daffa hanya ingin ketemu Safia dan kamu melarangnya. Itu yang menye