Bulan pun kesal. Semua rencana yang dijalaninya ternyata gagal. Barra tidak mengejarnya. Justru Nyonya Cynthia yang menghalangi kepergiannya."Kenapa jadi Bu Cynthia sih. Keterlaluan Barra!" gerutu Bulan dalam hati."Saya benar-benar kecewa sama Barra, Bu. Daffa ini anak kandungnya. Tetapi, dia malah lebih memilih Mawar dan Safia," ungkap Bulan dengan wajah sinis."Kamu tenang aja. Saya akan membuat hidup mereka bagai di neraka," sahut Cynthia yang memang sangat membenci menantunya itu."Dan tidak lama lagi, saya akan paksa mereka keluar dari rumah ini!" ucap Cynthia ketus.Bulan mulai cemas. Karena ia mulai melihat cinta di hati Barra untuk Mawar. Itulah kenapa dia sekarang lebih membela istri dan anak angkatnya itu."Percuma aja, Bu, kalau ternyata Barra masih menginginkan mereka ada di sini," jawab Bulan tertunduk lesu."Saya punya hak di sini. Siapa saja yang boleh dan tidak boleh ada di dalam rumah ini. Biarkan itu menjadi urusan saya!" tegas Cynthia. Bulan pun mulai tersenyum.
Tanpa berpamitan dengan Mawar, Barra langsung pergi begitu saja ke rumah Bulan untuk bertemu Daffa. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada putranya itu."Ini pasti rencana Bulan. Aku yakin ini hanya akal-akalan dia. Tapi, aku juga nggak bisa menghalangi Mas Barra. Takutnya malah salah paham," pikir Mawar.Di rumah kontrakannya, Daffa masih saja menangis. Ia tetap ngotot ingin pergi ke rumah ayahnya. Bulan yang mencoba membujuk putranya pun tidak dipedulikan.a"Daffa, udah dong. Masa kamu nangis terus. Mama begini juga karena sayang sama kamu. Jangan nangis lagi ya," bujuk Bulan."Enggak. Pokoknya aku mau ke rumah papa. Aku mau ketemu Mama Mawar!" ucap Daffa."Assalamualaikum."Barra akhirnya sampai. Ketika melihat ayahnya, Daffa pun langsung berlari memeluknya. Ia adukan semua keluh kesahnya."Daffa, kamu kenapa nangis?" tanya Barra."Daffa mau ketemu Mama Mawar dan Safia tapi nggak dibolehin sama mama," rengek Daffa. Air matanya pun tumpah di hadapan ayahnya."Hey, jangan nangis."Meng
Mawar belum juga bisa memejamkan matanya. Ia hanya bolak-balik di atas balkon menatap langit malam itu. Cuaca nampak seirama dengan suasana hatinya yang sedang gelisah. Mawar mulai merasakan ada ketakutan jika suaminya tergoda."Kenapa ya Mas Barra belum pulang? Apa aku ke sana aja ya?" pikir Mawar.Di rumah kontrakannya, Bulan tengah menggoda mantan suami Bintang itu. Berbagai cara pun ditempuhnya agar Barra tergoda dan mau memadu kasih malam itu. Agar Barra tidak lagi bisa lepas dari genggamannya.Bulan pun tiba-tiba menyandar ke bahu Barra, dan Barra membalas dengan sebuah pelukan hangat."Mas Barra!" bentak Mawar.Bulan dan Barra pun terkejut melihat kedatangan Mawar yang tiba-tiba ke rumah kontrakannya. Barra pun bangkit dan melepaskan pelukannya."Keterlaluan kamu, Bintang. Kenapa kamu goda suami aku?" pekik Mawar.Bulan pun berusaha membela dirinya. Ia justru seolah menjadi korban atas tuduhan Mawar yang dianggapnya tidak mendasar."Mawar, ini nggak seperti yang kamu pikirkan.
"Safia pergi? Ini pasti gara-gara kemarin aku sakit. Kalau aku nggak sakit, Safia pasti nggak pergi ...." ucap Daffa ketika tahu Safia pergi.Tiba-tiba, Daffa kembali merasakan sakit dan ia jatuh pingsan. Bulan dan Barra pun seketika panik."Daffa, Daffa. Bangun, Daffa!" teriak Bulan.Bulan kembali menyalahkan Mawar yang dianggap menjadi penyebab Daffa kembali tumbang."Ini semua gara-gara kamu. Kamu senang kan. Kamu pasti sengaja biar Daffa begini!" bentak Bulan terisak."Aku nggak ngapa-ngapain Daffa," seru Mawar. Ia pun membela dirinya di hadapan Barra yang hanya diam membisu."Aku tahu, kamu sengaja memanfaatkan Safia menghilang, agar kondisi Daffa semakin memburuk, iya kan?" cecar Bulan."Ngaku kamu?!"Mawar yang terus dicecar mantan istri suaminya itu tidak terima. Ia yakin jika Bulan sengaja memanfaatkan sakitnya sang putra."Jangan salahkan orang!" pekik Mawar."Daffa drop seperti ini karena ulah kamu sendiri. Daffa hanya ingin ketemu Safia dan kamu melarangnya. Itu yang menye
"Ini semua kesalahanku, Bu. Kalau tadi aku nggak bawa Daffa ke sini, mungkin kejadiannya nggak akan begini. Semua gara-gara anak angkat itu dan Mawar!" gerutu Bulan ketika berbicara dengan Nyonya Cynthia.Barra pun nampak masih berbicara dengan dokter yang memeriksa kondisi kesehatan Daffa. Tanpa mereka sadari, jika Daffa sudah bangun dari pingsannya."Kamu tenang saja, Bintang. Biar saya yang akan memberi pelajaran pada Mawar dan anak angkatnya itu," balas Cynthia."Sebaiknya aku cari Safia sendiri aja. Mereka pasti nggak mau cari Safia," gumam Daffa dalam hati. Daffa pun berjalan mengendap-endap keluar dari kamarnya. Namun, Nyonya Cynthia pun menyadari kaburnya sang cucu."Barra, kejar Daffa!" teriak Cynthia, Barra pun langsung mengejar putra sulungnya itu."Daffa, tunggu. Kamu mau ke mana?" tanya Barra ketika berhasil mencegah kepergiannya."Aku mau cari Safia,Pa," sahut Daffa. Ia sedih karena tidak ada satupun yang perduli pada saudara kembarnya itu."Tapi kamu masih sakit. Daff
"Ini kan topinya Jihan?"Bu Laksmi kembali mengingat tiap kejadian hari itu. Hari di mana ia harus kehilangan Bintang untuk selamanya. Hari di mana Jihan menghilang dan hanya menemukan topi milik cucu perempuannya itu."Aku harus mencari anak perempuan itu. Aku nggak bisa berdiam diri saja di sini," gumam Nenek Daffa dan Jihan dalam hati.Dengan tertatih ia mencoba menggerakkan kakinya. Turun dari ranjang, untuk meraih kursi rodanya. Tapi, tiba-tiba ia terjatuh ke lantai."Ya Allah, kuatkan aku ...."Bu Laksmi tidak menyerah. Perlahan ia mencoba bangkit dan akhirnya meraih kursi rodanya. Akhirnya, Bu Laksmi pun berhasil keluar dengan kursi rodanya.Ketika sedang berjalan di koridor, ia melihat Barra memasuki sebuah ruangan. Ruang Anggrek, di mana Mawar tengah menjalani perawatan."Barra? Mau ngapain dia di sana?" gumam Bu Laksmi. Bu Laksmi mulai berpikir. Dengan kondisinya yang terbatas, ia tidak mungkin mencari Jihan sendirian. Bu Laksmi harus meminta bantuan Barra. Walau pada akhi
Mawar akhirnya keluar dari rumah sakit bersama Barra. Tapi, ia sudah memesan lebih dulu taksi online karena suaminya itu tetap enggan mengantarkannya ke rumah omanya."Mana sih taksinya kok belum datang?" gerutu Mawar saat menunggu di pintu gerbang rumah sakit.Barra masih tetap menunggu kepergian istrinya. Tidak lama, sebuah mobil Avanza berwarna putih berhenti di dekatnya."Atas nama Ibu Mawar?" tanya seorang pria yang keluar dari mobil berwarna putih itu."Iya. Bapak supir taksi online?""Iya, Bu.""Maaf, Bu, apa ibu sedang sakit? Biar saya bantu masuk ke dalam mobil," seru sang supir."Enggak usah,Pak. Saya baik-baik aja," jawab Mawar.Saat tengah berusaha menuju mobil, tiba-tiba kepala Mawar sakit dsn pandangannya kabur. Hingga supir itu berusaha membantunya."Bu, biar saya bantu," ujar si supir yang memapah Mawar.Barra yang masih belum beranjak pergi, langsung berteriak kencang dan memarahi sang supir taksi yang memapah istrinya itu."Heh! Main pegang aja. Biar saya yang urus!"
Mawar pun tersenyum bahagia mendengar suara Mbok Darmi. Artinya suaminya berada di rumah, bukan bersama Bintang.[Oh, kamu ada di rumah, Mas? Aku senang deh kamu mau mendengar kata-kata aku.][Oh ya, aku ijin ya malam ini menginap di rumah Oma. Biar besok aku bujuk Safia untuk pulang ke rumah.][Terserah deh. Ada nggak ada kamu juga sama aja!]Barra pun langsung mematikan teleponnya. Dengan ketus, ia memandang Mbok Darmi, ibu asuhnya sejak kecil itu."Ah, gara-gara Mbok Darmi, jadi ketahuan deh," gerutu Barra dalam hati."Ya begini deh. Kalau gede gengsi. Hati sama omongan berbeda," goda Mbok Darmi. Nyonya Cynthia pun memperhatikan asisten rumah tangganya itu sinis."Nanti kalau orangnya udah nggak ada, baru dicari," timpal Mbok Darmi."Enggak bakal, Mbok!" sahut Barra."Mbok, udah nggak usah banyak omong deh. Lebih baik sekarang pergi ke dapur, buatin saya teh!" suruh Cynthia."Baik, Nyonya." Mbok Darmi pun langsung mengerjakan apa yang diperintahkan majikannya itu.----"Barra, kamu
"Maksud kamu apa sih?" sahut Barra. Barra pun mengalihkan pembicaraan itu. Ia tidak mau jika Mawar mengetahui pernikahan sirinya dengan Bulan. Apalagi sampai papinya tahu, semuanya tambah rumit di tengah permasalahan perusahaan yang sedang diujung jurang kehancuran."Cukup, cukup! Bisa nggak kamu tidak selalu curiga? Aku sama dia ini berhubungan sebatas soal Daffa. Tidak lebih. Udah, aku mau mandi. Kamu siapkan makan malam ya. Taruh aja di ruang kerja, nanti aku makan!" ujar Barra ketus. Ia pun langsung masuk ke dalam kamarnya.Mawar tidak percaya begitu saja perkataan suaminya. Ia mengalah dan memasak makan malam untuk suaminya. Besok ia akan mencari tahu sendiri semuanya. Jika benar, maka Mawar pun akan menyiapkan sebuah hadiah kecil untuk pernikahan suaminya.....Pagi itu Mawar berangkat lebih awal. Ia harus mencari banyak informasi soal video pernikahan siri Barra. Mawar yakin, jika video itu benar Barra dan Bulan yang sedang ijab qabul, walau dari arah belakang, ia tahu persis
"Pak, beberapa investor membatalkan sepihak. Mereka sudah tidak mau bekerjasama lagi. Ini bahaya. Perusahaan kita bisa bangkrut!" ucap Roy, orang kepercayaan papa mertua Mawar itu."Loh, kenapa?"Roy pun mulai menjelaskan semuanya. Memberikan ponselnya dan memperlihatkan sebuah rekaman video yang kini ramai beredar di sosial media. Mata Mark pun terbelalak."Barra!" Mata Mark memerah. Wajahnya menahan amarah. Putra sulungnya itu telah menghancurkan perusahaan yang telah lama dan susah payah ia bangun.Sebuah rekaman video pernikahan siri Barra dan Bulan ramai beredar di sosial media dengan liar. Dengan narasi yang memojokkan. Para klien besar itu pun memutuskan kerjasama begitu saja karena dianggap Barra akan merusak citra perusahaannya.Komentar para penggiat sosial media begitu mengerikan bukan hanya menyerang Barra, tapi keluarga dan desakan untuk menghentikan kerjasama. Para klien besar itupun tidak mau mengambil resiko buruk untuk perusahaannya."Di mana Barra? Hubungi dia! Suruh
"Mawar! Kamu darimana aja? Jam segini baru pulang? Ingat ya! Kamu itu udah punya suami. Lihat tuh anak pungut kamu, berisik daritadi nyari kamu!" Bukannya mendapatkan sambutan hangat saat pulang ke rumahnya, Mawar justru mendapat caci maki dari suaminya. Padahal ia sudah lelah seharian bekerja. Mengurus perusahaan yang ditinggalkan Oma juga mengurus proyek kerjasamanya dengan perusahaan suami dan mertuanya sendiri."Maaf, Mas. Tadi aku harus meeting dengan bos aku. Enggak mungkin kan, aku menolak perintah. Nanti aku dipecat, kamu siap menafkahi dan menanggung semua kebutuhanku? Enggak kan?!" jawab Mawar lantang."Berani kamu ngelawan suami sekarang ya???" balas Barra."Udahlah, Mas. Aku capek, mau istirahat. Kamu udah makan? Kalau belum biar nanti aku suruh bibi siapkan makanan buat kamu.""Bi, bibi ..." teriak Mawar."Eh, Heh! Bisa nggak berisik kan? Lebih baik aku makan di luar, daripada makan masakan bibi terus!" jawab Barra ketus.Barra pun langsung pergi begitu saja. Bahkan pan
Setelah meeting dengan tim internalnya, Mawar pun memutuskan akan membantu perusahaan mertuanya itu. Perusahaan yang dibangun papa Mark dari nol, penuh perjuangan. Mawar pun tahu, sama seperti papanya dulu yang jatuh bangun membangun perusahaan. Dan dulu, papa Mark juga pernah membantu papanya dan oma hingga Retro Company tetap berdiri tegak hingga bisa ia dan Balqis lanjutkan saat ini."Kak, lantas siapa yang akan mewakili kakak dalam penandatanganan kerjasama kita?" tanya Balqis."Gimana kalau kamu saja? Kalau mereka tanya, ya tinggal bilang sekarang kamu diangkat jadi karyawan tetap perusahaan ini dan menjadi manager. Ya kamu bilang saja, pimpinan kamu sedang mengurus perusahaan kita yang di Singapura. Gimana?" tutur Mawar."Apa mereka akan percaya?" jawab Balqis."Mereka percaya atau nggak, itu hak mereka. Ingat Balqis, kakak punya misi membalas sakit hati kakak sama Barra dan pelakor itu. Kamu mau bantu kakak kan?" tanya Mawar."Ya sudah. Aku ikut kakak aja deh."Mawar pun terse
RETRO COMPANYSebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, dan beberapa anak perusahaan itu kembali berjaya. Setelah memiliki pimpinan baru. Mawar dan Balqis. Dua anak keturunan Ibu Rima yang tersisa.Walau tidak pernah bekerja sejak lulus kuliah, tapi latar belakang pendidikan Mawar membuatnya tidak mengalami kesulitan yang berarti saat menghandle perusahaan peninggalan sang nenek. Ada beberapa orang kepercayaan sang nenek yang juga membantunya.Tanpa sepengetahuan Barra, Mawar membangun karirnya sendiri. Barra hanya tahu jika istrinya itu bekerja sebagai staf pegawai biasa. Karena sejak kembali dekat dengan Bulan, Barra tidak lagi membiayainya. Mawar pun terpaksa bangkit demi anaknya.Pagi itu seperti biasanya Mawar bersiap ke kantor setelah mengantar Safia. Gadis kecilnya yang beranjak besar. Saat hendak berangkat ke kantor, Barra dan kedua orangtuanya menegurnya."Mawar, kenapa kamu tidak bekerja di kantor papi aja sih kalau hanya untuk mencari pengalaman?" tanya papi Mark,
Barra tersentak mendengar jawaban istrinya itu. Ia tidak menyangka jika Mawar yang biasa penurut kini sudah mulai berani melawannya. Memang sejak awal menikah, Mawar selalu menuruti semua perkataan Barra, juga ibu mertuanya. Namun, Mawar yang lelah akhirnya berontak. Sudah cukup baginya selama ini pengorbanannya. Mawar selama ini hanya dianggap sebagai patung dan tidak ada gunanya.Mawar kini tidak mau lagi berdiam diri atas semua kezaliman suami dan ibu mertuanya. Juga mantan istri suaminya itu yang selalu menjadikan anak sebagai alatnya. Mawar ingin mereka semua merasakan penderitaan yang ia alami selama ini."Mulai berani ya kamu melawan? Sudah berani kurang ajar ya kamu sama aku, Hah?! balas Barra yang tak mau kalah.Matanya melotot ke arah Mawar yang hampir saja keluar dari tempatnya. Seperti sudah tidak ada lagi cinta dan sayang seorang suami untuk istrinya sehingga Mawar pun mulai berpikir untuk mengakhiri rumah tangganya dengan Barra. Tidak ada satu alasan lagi untuk Mawar me
Mawar akhirnya mendatangi kantor Sandi Arifin Law Firm. Tempat di mana sang nenek mengurus surat warisan yang selama ini disembunyikan dari kedua cucu perempuannya.Semasa hidupnya, nenek Mawar dan Balqis itu hidup sederhana sepeninggal kedua orangtua Mawar. Bahkan Mawar harus sambil bekerja saat kuliah demi mencari uang tambahan agar tidak memberatkan sang nenek. Namun, hari ini sebuah kejutan diterima Mawar dan Balqis sepeninggal nenek mereka."Selamat siang Mbak Mawar, Mbak Balqis. Silakan duduk!" sambut Pak Arifin yang ternyata pengacara kepercayaan keluarganya."Terimakasih, Pak.""Saya senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan kalian. Tetapi, saya juga sedih karena artinya nenek anda sudah tidak ada lagi. Saya turut berdukacita. Kalian sabar dan kuat ya!" ucap Pak Arifin mencoba menguatkan kedua cucu Ibu Rima."Maaf, Pak. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa betul nenek kami meninggalkan warisan?" tanya Mawar. Ia pun melirik ke arah Balqis."Betul, Mbak. Sebentar saya ambilkan berk
Bintang terdiam. Begitupun dengan Barra dan Mawar. Semua tidak berkutik saat pemilik kekayaan MBC Company bertindak merelai pertengkaran anak dan menantu kesayangannya itu."Bintang, sebaiknya kamu pulang! Tidak baik kamu berlama-lama di rumah mantan suami kamu!" usir Mark secara halus."Daffa biar tinggal di sini. Saya juga masih rindu sama cucu saya! Barra, Mawar, masuk kalian!" tegas Mark. Barra pun langsung masuk ke kamarnya disusul Mawar. Sedangkan Bintang alias Bulan langsung menatap Cynthia yang terdiam."Saya pamit dulu. Assalamualaikum." Bulan pun langsung pergi. Di teras rumah Tuan Mark itu, Bulan menatap tajam ke arah ruang tamu."Kita lihat saja nanti, apa yang akan kulakukan untuk menghancurkan kamu, Tuan!" batin Bulan......"Yah, Daffa harus study tour ke Labuhan bajo. Biayanya 5 juta. Apa boleh?" tanya Daffa saat menyampaikan keinginannya."Oh, boleh dong. Kapan berangkatnya? Besok pagi ayah transfer ya?" seru Barra. Daffa pun mengangguk. "Makasih, Yah."Di saat bers
POV MAWAR10 tahun kemudian "Mas, besok Daffa harus ke rumah sakit. Kamu bisa temani aku kan?" Bulan kembali menghubungi Barra. Meminta mantan suami Bintang itu menemaninya seperti biasa mengecek kondisi kesehatan Daffa."Oke. Besok aku jemput kamu dan Daffa di rumah ya." Barra pun dengan cepat membalas pesan Bulan. Hingga usia Daffa 18 tahun, Barra dan Tuan Mark tidak pernah mengetahui siapa sesungguhnya Bulan. Rahasia Cynthia yang sudah dipegangnya pun membuat Mama Barra itu tidak berkutik dan tetap menyimpan rahasia Bulan. Sedangkan Roy, karena kondisinya yang tidak kunjung mengalami perubahan akhirnya dibawa keluarganya ke kampung. Sejak saat itulah Tuan Mark tidak pernah lagi mengetahui kabarnya.Mawar tetap menyayangi Daffa. Walau hubungannya dengan Bulan tidak juga membaik. Daffa pun sering menginap di rumahnya dan Barra. Daffa pun sangat dekat dengan Mawar juga anak angkatnya Safia.Safia dan Daffa yang berada di satu sekolah yang sama pun semakin dekat. Selalu pulang dan