"Mas, maaf ya, kadang ibu suka ngelantur ngomongnya. Sebaiknya mas temani Daffa aja ya," ujar Bulan.Bulan yang takut jika ibunya akan kembali salah bicara mencari cara agar mantan suami siri Bintang itu tidak bicara lagi pada ibunya."Mawar mana?""Aku nggak tahu. Kayaknya udah pulang, mungkin nggak betah di sini," sahut Bulan."Masa sih?""Orang tadi dia kok yang ngajak aku ke sini. Daffa, kamu ikut papa pulang aja ya. Buat mama temani nenek di sini," ajak Barra."Enggak, aku mau di sini aja sama nenek," sahut Daffa.Bulan yang takut jika rahasianya terbongkar pun berusaha membujuk Barra agar bicara sama Daffa. Namun, Barra tetap bersikeras pulang membawa Daffa."Rumah sakit nggak baik buat anak kecil. Biar kamu di sini temani ibu. Aku akan pulang sama Daffa. Yuk, Daffa!" ajak Barra. Setelah dibujuk, Daffa akhirnya mau pulang bersama papanya."Bulan, tolong ambilkan ibu obat," pinta Ibu Laksmi. Namun, permintaan itu ditolak kasar oleh Bulan."Ibu ambil sendiri aja ya. Aku mau beli m
"Baguslah. Dengan kondisi ibu yang seperti ini, semua rahasiaku aman," batin Bulan.Bukannya bersedih, Bulan justru bahagia dengan kondisi Ibu Laksmi. Mawar pun tidak bisa membuktikan jika bukan dia penyebab mantan mertua suaminya itu menjadi anfal.Bulan bersama Barra dan Mawar akhirnya masuk ke kamar perawatan Ibu Laksmi yang sudah dipindahkan dari ruang ICU. Kondisinya sudah membaik dan sadar."Aku nggak akan memaafkan Mawar kalau terjadi sesuatu pada ibuku, Mas," ujar Bulan terisak. Barra pun membawa mantan istrinya itu dalam pelukannya."Kamu tenang aja. Nanti aku akan memarahinya," sahut Barra.Bulan pun dapat tersenyum bahagia. Bukan hanya posisinya aman, tapi ia mendapat simpatik dari Barra, mantan suami Bintang --saudara kembarnya."Tadi aku ke kamar nenek. Katanya nenek pindah ke sini. Nenek nggak apa-apa kan?" tanya Daffa ketika datang menengok neneknya."Nenek kondisinya semakin memburuk. Ini semua gara-gara Mama Mawar!" jawab Bukan ketus. Ia ingin jika Daffa membenci istr
Mawar akhirnya mengikuti saran Mbok Darmi. Ia mengantarkan semangkuk bubur dan teh hangat yang sebelumnya sudah dibuatkan Mbok Darmi.Mawar pun mendatangi ruang kerja Barra. Suaminya itu tengah sibuk dengan di depan layar laptopnya."Mas, ini dimakan dulu ya buburnya. Biar kamu nggak masuk angin," tutur Mawar ketika menaruh mangkuk bubur di meja kerja suaminya."Kamu jangan sok baik deh. Padahal aslinya jahat!" balas Barra ketus."Menjauhkan Ibunya dari anaknya. Padahal aku sudah memberi kesempatan pada kamu," sindir Barra."Bertahun-tahun kita menikah, Mas. Tapi sampai sekarang kamu nggak tahu aku kayak gimana?" sahut Mawar tertunduk lesu."Mungkin kamu butuh waktu. Aku terima kok. Enggak masalah kalau kamu belum percaya sama aku. Tapi aku, akan tetap bertahan di pernikahan ini!" tegas Mawar.Mawar tetap dengan keputusannya sejak awal menikah dengan Barra. Ia akan tetap berusaha agar Barra bisa mencintainya. Dan ia yakin, waktu itu akan tiba."Kenapa kamu bisa setenang ini?" tanya Ba
Daffa akhirnya bersama Nyonya Cynthia mendatangi rumah sakit tempat Ibu Laksmi di rawat. Demi mengantar Daffa yang sudah merindukan neneknya."Nenek!"Daffa pun memeluk neneknya itu sangat erat. Ibu Laksmi pun merasakan hal yang sama. Walau belum bisa berbicara normal, ia tetap memperhatikan cucu kesayangannya itu."Bu, wajah Ibu kenapa pucat?" tanya Bintang ketika melihat wajah Mama Barra itu."Ibu habis begadang semalam. Ternyata Daffa tidurnya nggak bisa diam ya," ujar Nyonya Cynthia."Aduh! Maafin aku ya, Bu. Aku tuh sebenarnya udah menitipkan Daffa sama Mawar. Tapi ternyata dia nggak bertanggungjawab. Hanya baik di depan aja," tutur Bintang."Maaf ya, Bu. Aku mau tanya. Kok Ibu bisa sih mengangkat dua jadi menantu?" tutur Bintang memprovokasi Mama Barra itu."Kalau aku jadi Ibu, pasti aku nggak akan sabar. Aku pasti sudah usir Mawar dari dulu," ujar Bintang. Nyonya Cynthia pun terdiam."Sebenarnya aku sudah berniat mengusir Mawar. Tapi saya menunggu waktu yang tepat. Nanti ada sa
Nyonya Cynthia tetap menolak keinginan Mawar yang ingin agar nama Safia tercantum di kartu keluarga."Ma, tolong, Ma. Safia masih kecil. Dia butuh keluarga untuk melindunginya ...." pinta Mawar memelas."Tidak!""Kalau saya bilang tidak mau, ya tidak mau!" hardik Nyonya Cynthia."Barra, Bintang, ayo cepat!" ajak Nyonya Cynthia. Barra pun tidak bisa membantah perintah Mamanya itu.Ketika Barra dan Nyonya Cynthia beranjak pergi, Bintang pun mendeskripsikan Mawar."Darah itu lebih kental daripada air. Selamanya Safia tidak akan dianggap di keluarga ini. Sama seperti kamu, akan selalu jadi istri yang tidak dianggap!" bisik Bintang yang akhirnya pergi menyusul Barra dan Nyonya Cynthia.Beberapa jam berlaluNyonya Cynthia bersama Barra dan Bulan -- saudara kembar Bintang serta Daffa pulang menuju rumah. Di dalam mobil, Nyonya Cynthia nampak bahagia ketika cucu lelakinya itu telah resmi menjadi bagian keluarganya."Alhamdulillah, akhirnya Daffa sekarang sudah resmi menjadi bagian keluarga ki
"Daffa, alhamdulilah kamu udah pulang, Nak!" sambut Mawar ketika melihat Daffa memasuki ruang tamu rumah Tuan Mark."Safia mana Mama Mawar?" tanya Daffa. "Safia ada di kamarnya," sahut Mawar."Jadi Safia masih ada di rumah ini?" sindir Bulan. Bulan memang sangat ingin mengusir Safia dan Mawar dari rumah Tuan Mark dan Nyonya Cynthia. Bulan pun mulai memprovokasi mantan suami Bintang itu."Mas, kalau anak itu masih ada di rumah ini, aku jadi khawatir dengan keadaan Daffa," tutur Bulan."Mawar, mama kan juga sudah bilang ke kamu agar segera mengusir anak itu dari rumah ini. Biar tidak ada masalah lagi!" pekik Cynthia. "Mas, aku mohon. Usir anak itu dari sini, Mas," bujuk Bulan.Barra masih terdiam. Mawar yang tidak ingin kehilangan Safia pun berusaha meminta suaminya itu agar tidak membiarkan Safia pergi."Mas, aku mohon. Safia kan masih kecil. Aku juga nggak bisa jauh dari Safia," ujar Mawar. Dengan terisak ia mencoba membujuk suaminya."Oh, bagus dong. Lebih bagus lagi kalau kamu da
Bulan pun kesal. Semua rencana yang dijalaninya ternyata gagal. Barra tidak mengejarnya. Justru Nyonya Cynthia yang menghalangi kepergiannya."Kenapa jadi Bu Cynthia sih. Keterlaluan Barra!" gerutu Bulan dalam hati."Saya benar-benar kecewa sama Barra, Bu. Daffa ini anak kandungnya. Tetapi, dia malah lebih memilih Mawar dan Safia," ungkap Bulan dengan wajah sinis."Kamu tenang aja. Saya akan membuat hidup mereka bagai di neraka," sahut Cynthia yang memang sangat membenci menantunya itu."Dan tidak lama lagi, saya akan paksa mereka keluar dari rumah ini!" ucap Cynthia ketus.Bulan mulai cemas. Karena ia mulai melihat cinta di hati Barra untuk Mawar. Itulah kenapa dia sekarang lebih membela istri dan anak angkatnya itu."Percuma aja, Bu, kalau ternyata Barra masih menginginkan mereka ada di sini," jawab Bulan tertunduk lesu."Saya punya hak di sini. Siapa saja yang boleh dan tidak boleh ada di dalam rumah ini. Biarkan itu menjadi urusan saya!" tegas Cynthia. Bulan pun mulai tersenyum.
Tanpa berpamitan dengan Mawar, Barra langsung pergi begitu saja ke rumah Bulan untuk bertemu Daffa. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada putranya itu."Ini pasti rencana Bulan. Aku yakin ini hanya akal-akalan dia. Tapi, aku juga nggak bisa menghalangi Mas Barra. Takutnya malah salah paham," pikir Mawar.Di rumah kontrakannya, Daffa masih saja menangis. Ia tetap ngotot ingin pergi ke rumah ayahnya. Bulan yang mencoba membujuk putranya pun tidak dipedulikan.a"Daffa, udah dong. Masa kamu nangis terus. Mama begini juga karena sayang sama kamu. Jangan nangis lagi ya," bujuk Bulan."Enggak. Pokoknya aku mau ke rumah papa. Aku mau ketemu Mama Mawar!" ucap Daffa."Assalamualaikum."Barra akhirnya sampai. Ketika melihat ayahnya, Daffa pun langsung berlari memeluknya. Ia adukan semua keluh kesahnya."Daffa, kamu kenapa nangis?" tanya Barra."Daffa mau ketemu Mama Mawar dan Safia tapi nggak dibolehin sama mama," rengek Daffa. Air matanya pun tumpah di hadapan ayahnya."Hey, jangan nangis."Meng
"Maksud kamu apa sih?" sahut Barra. Barra pun mengalihkan pembicaraan itu. Ia tidak mau jika Mawar mengetahui pernikahan sirinya dengan Bulan. Apalagi sampai papinya tahu, semuanya tambah rumit di tengah permasalahan perusahaan yang sedang diujung jurang kehancuran."Cukup, cukup! Bisa nggak kamu tidak selalu curiga? Aku sama dia ini berhubungan sebatas soal Daffa. Tidak lebih. Udah, aku mau mandi. Kamu siapkan makan malam ya. Taruh aja di ruang kerja, nanti aku makan!" ujar Barra ketus. Ia pun langsung masuk ke dalam kamarnya.Mawar tidak percaya begitu saja perkataan suaminya. Ia mengalah dan memasak makan malam untuk suaminya. Besok ia akan mencari tahu sendiri semuanya. Jika benar, maka Mawar pun akan menyiapkan sebuah hadiah kecil untuk pernikahan suaminya.....Pagi itu Mawar berangkat lebih awal. Ia harus mencari banyak informasi soal video pernikahan siri Barra. Mawar yakin, jika video itu benar Barra dan Bulan yang sedang ijab qabul, walau dari arah belakang, ia tahu persis
"Pak, beberapa investor membatalkan sepihak. Mereka sudah tidak mau bekerjasama lagi. Ini bahaya. Perusahaan kita bisa bangkrut!" ucap Roy, orang kepercayaan papa mertua Mawar itu."Loh, kenapa?"Roy pun mulai menjelaskan semuanya. Memberikan ponselnya dan memperlihatkan sebuah rekaman video yang kini ramai beredar di sosial media. Mata Mark pun terbelalak."Barra!" Mata Mark memerah. Wajahnya menahan amarah. Putra sulungnya itu telah menghancurkan perusahaan yang telah lama dan susah payah ia bangun.Sebuah rekaman video pernikahan siri Barra dan Bulan ramai beredar di sosial media dengan liar. Dengan narasi yang memojokkan. Para klien besar itu pun memutuskan kerjasama begitu saja karena dianggap Barra akan merusak citra perusahaannya.Komentar para penggiat sosial media begitu mengerikan bukan hanya menyerang Barra, tapi keluarga dan desakan untuk menghentikan kerjasama. Para klien besar itupun tidak mau mengambil resiko buruk untuk perusahaannya."Di mana Barra? Hubungi dia! Suruh
"Mawar! Kamu darimana aja? Jam segini baru pulang? Ingat ya! Kamu itu udah punya suami. Lihat tuh anak pungut kamu, berisik daritadi nyari kamu!" Bukannya mendapatkan sambutan hangat saat pulang ke rumahnya, Mawar justru mendapat caci maki dari suaminya. Padahal ia sudah lelah seharian bekerja. Mengurus perusahaan yang ditinggalkan Oma juga mengurus proyek kerjasamanya dengan perusahaan suami dan mertuanya sendiri."Maaf, Mas. Tadi aku harus meeting dengan bos aku. Enggak mungkin kan, aku menolak perintah. Nanti aku dipecat, kamu siap menafkahi dan menanggung semua kebutuhanku? Enggak kan?!" jawab Mawar lantang."Berani kamu ngelawan suami sekarang ya???" balas Barra."Udahlah, Mas. Aku capek, mau istirahat. Kamu udah makan? Kalau belum biar nanti aku suruh bibi siapkan makanan buat kamu.""Bi, bibi ..." teriak Mawar."Eh, Heh! Bisa nggak berisik kan? Lebih baik aku makan di luar, daripada makan masakan bibi terus!" jawab Barra ketus.Barra pun langsung pergi begitu saja. Bahkan pan
Setelah meeting dengan tim internalnya, Mawar pun memutuskan akan membantu perusahaan mertuanya itu. Perusahaan yang dibangun papa Mark dari nol, penuh perjuangan. Mawar pun tahu, sama seperti papanya dulu yang jatuh bangun membangun perusahaan. Dan dulu, papa Mark juga pernah membantu papanya dan oma hingga Retro Company tetap berdiri tegak hingga bisa ia dan Balqis lanjutkan saat ini."Kak, lantas siapa yang akan mewakili kakak dalam penandatanganan kerjasama kita?" tanya Balqis."Gimana kalau kamu saja? Kalau mereka tanya, ya tinggal bilang sekarang kamu diangkat jadi karyawan tetap perusahaan ini dan menjadi manager. Ya kamu bilang saja, pimpinan kamu sedang mengurus perusahaan kita yang di Singapura. Gimana?" tutur Mawar."Apa mereka akan percaya?" jawab Balqis."Mereka percaya atau nggak, itu hak mereka. Ingat Balqis, kakak punya misi membalas sakit hati kakak sama Barra dan pelakor itu. Kamu mau bantu kakak kan?" tanya Mawar."Ya sudah. Aku ikut kakak aja deh."Mawar pun terse
RETRO COMPANYSebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, dan beberapa anak perusahaan itu kembali berjaya. Setelah memiliki pimpinan baru. Mawar dan Balqis. Dua anak keturunan Ibu Rima yang tersisa.Walau tidak pernah bekerja sejak lulus kuliah, tapi latar belakang pendidikan Mawar membuatnya tidak mengalami kesulitan yang berarti saat menghandle perusahaan peninggalan sang nenek. Ada beberapa orang kepercayaan sang nenek yang juga membantunya.Tanpa sepengetahuan Barra, Mawar membangun karirnya sendiri. Barra hanya tahu jika istrinya itu bekerja sebagai staf pegawai biasa. Karena sejak kembali dekat dengan Bulan, Barra tidak lagi membiayainya. Mawar pun terpaksa bangkit demi anaknya.Pagi itu seperti biasanya Mawar bersiap ke kantor setelah mengantar Safia. Gadis kecilnya yang beranjak besar. Saat hendak berangkat ke kantor, Barra dan kedua orangtuanya menegurnya."Mawar, kenapa kamu tidak bekerja di kantor papi aja sih kalau hanya untuk mencari pengalaman?" tanya papi Mark,
Barra tersentak mendengar jawaban istrinya itu. Ia tidak menyangka jika Mawar yang biasa penurut kini sudah mulai berani melawannya. Memang sejak awal menikah, Mawar selalu menuruti semua perkataan Barra, juga ibu mertuanya. Namun, Mawar yang lelah akhirnya berontak. Sudah cukup baginya selama ini pengorbanannya. Mawar selama ini hanya dianggap sebagai patung dan tidak ada gunanya.Mawar kini tidak mau lagi berdiam diri atas semua kezaliman suami dan ibu mertuanya. Juga mantan istri suaminya itu yang selalu menjadikan anak sebagai alatnya. Mawar ingin mereka semua merasakan penderitaan yang ia alami selama ini."Mulai berani ya kamu melawan? Sudah berani kurang ajar ya kamu sama aku, Hah?! balas Barra yang tak mau kalah.Matanya melotot ke arah Mawar yang hampir saja keluar dari tempatnya. Seperti sudah tidak ada lagi cinta dan sayang seorang suami untuk istrinya sehingga Mawar pun mulai berpikir untuk mengakhiri rumah tangganya dengan Barra. Tidak ada satu alasan lagi untuk Mawar me
Mawar akhirnya mendatangi kantor Sandi Arifin Law Firm. Tempat di mana sang nenek mengurus surat warisan yang selama ini disembunyikan dari kedua cucu perempuannya.Semasa hidupnya, nenek Mawar dan Balqis itu hidup sederhana sepeninggal kedua orangtua Mawar. Bahkan Mawar harus sambil bekerja saat kuliah demi mencari uang tambahan agar tidak memberatkan sang nenek. Namun, hari ini sebuah kejutan diterima Mawar dan Balqis sepeninggal nenek mereka."Selamat siang Mbak Mawar, Mbak Balqis. Silakan duduk!" sambut Pak Arifin yang ternyata pengacara kepercayaan keluarganya."Terimakasih, Pak.""Saya senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan kalian. Tetapi, saya juga sedih karena artinya nenek anda sudah tidak ada lagi. Saya turut berdukacita. Kalian sabar dan kuat ya!" ucap Pak Arifin mencoba menguatkan kedua cucu Ibu Rima."Maaf, Pak. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa betul nenek kami meninggalkan warisan?" tanya Mawar. Ia pun melirik ke arah Balqis."Betul, Mbak. Sebentar saya ambilkan berk
Bintang terdiam. Begitupun dengan Barra dan Mawar. Semua tidak berkutik saat pemilik kekayaan MBC Company bertindak merelai pertengkaran anak dan menantu kesayangannya itu."Bintang, sebaiknya kamu pulang! Tidak baik kamu berlama-lama di rumah mantan suami kamu!" usir Mark secara halus."Daffa biar tinggal di sini. Saya juga masih rindu sama cucu saya! Barra, Mawar, masuk kalian!" tegas Mark. Barra pun langsung masuk ke kamarnya disusul Mawar. Sedangkan Bintang alias Bulan langsung menatap Cynthia yang terdiam."Saya pamit dulu. Assalamualaikum." Bulan pun langsung pergi. Di teras rumah Tuan Mark itu, Bulan menatap tajam ke arah ruang tamu."Kita lihat saja nanti, apa yang akan kulakukan untuk menghancurkan kamu, Tuan!" batin Bulan......"Yah, Daffa harus study tour ke Labuhan bajo. Biayanya 5 juta. Apa boleh?" tanya Daffa saat menyampaikan keinginannya."Oh, boleh dong. Kapan berangkatnya? Besok pagi ayah transfer ya?" seru Barra. Daffa pun mengangguk. "Makasih, Yah."Di saat bers
POV MAWAR10 tahun kemudian "Mas, besok Daffa harus ke rumah sakit. Kamu bisa temani aku kan?" Bulan kembali menghubungi Barra. Meminta mantan suami Bintang itu menemaninya seperti biasa mengecek kondisi kesehatan Daffa."Oke. Besok aku jemput kamu dan Daffa di rumah ya." Barra pun dengan cepat membalas pesan Bulan. Hingga usia Daffa 18 tahun, Barra dan Tuan Mark tidak pernah mengetahui siapa sesungguhnya Bulan. Rahasia Cynthia yang sudah dipegangnya pun membuat Mama Barra itu tidak berkutik dan tetap menyimpan rahasia Bulan. Sedangkan Roy, karena kondisinya yang tidak kunjung mengalami perubahan akhirnya dibawa keluarganya ke kampung. Sejak saat itulah Tuan Mark tidak pernah lagi mengetahui kabarnya.Mawar tetap menyayangi Daffa. Walau hubungannya dengan Bulan tidak juga membaik. Daffa pun sering menginap di rumahnya dan Barra. Daffa pun sangat dekat dengan Mawar juga anak angkatnya Safia.Safia dan Daffa yang berada di satu sekolah yang sama pun semakin dekat. Selalu pulang dan