Bab 6
Tidur Sekamar
"Bagaimana hubunganmu dengan Nico?" lanjut Bagas.
"Hubungan apaan? Gue sama Nico gak ada hubungan apa-apa."
"Beneran? Sepertinya, dia suka sama lo."
"Iya sih, memang benar dia suka sama gue, malah dia pernah nembak gue. Hanya saja, gue nganggap dia teman doang."
"Kenapa?"
"Ya … gak papa. Kan, emang perasaan gak bisa dipaksain."
"Dia ganteng, lho! Pasti banyak yang suka. Meskipun, masih gantengan gue jauh sih!"
Naura tertawa terpingkal mendengar kepedean Bagas.
"Ha … ha … ha…. Ih … Kak Bagas! Orang lagi serius juga, bisa aja bercandanya!"
"Siapa yang lagi bercanda? Emangnya kegantengan gue bercanda? Ya gak lah! Coba lihat! Di luar sana, banyak cewek-cewek ngantri pengen jadi pacar Kakak," jawab Bagas percaya diri.
Naura masih melanjutkan tawanya.
"Ya udah lah, ya. Terserah Kakak saja!"
"Apanya yang terserah? Lo gak mengakui kegantengan gue?" tanya Bagas penasaran.
"Iya, Kak Bagas yang super super ganteng. Gue percaya! Ya udah, yuk, tidur. Udah malam," ajak Naura.
"Ngapain ngajak tidur? Pengen gue peluk, ya! Atau mau yang lain? Sini … sini…," ujar Bagas sambil merentangkan kedua tangannya dan tersenyum jahil.
"Dasar mesum!" jawab Naura sambil melempar Bagas dengan guling. Lalu, dia tidur membelakangi Bagas. Ia segera memejamkan matanya, berusaha untuk tidur.
"Hei … gak boleh lho, tidur membelakangi suami!"
Naura segera berbalik sambil mendekap gulingnya tanpa membuka matanya.
Tidak lama kemudian dia terlelap. Bagas memandang Naura sambil tersenyum.
"Kamu tidak berubah, Ra. Begitu nempel bantal langsung tertidur. Selamat tidur, ya! Semoga mimpi indah. Kakak janji akan berusaha mencintai kamu. Jujur, selama kebersamaan kita 3 bulan ini, kakak mulai merasakan ada yang berbeda. Walaupun kamu masih tetap gadis kecil yang manja dan cengeng, ternyata kamu juga memiliki sisi dewasa dan bertanggung jawab. Kakak rasa, kakak sudah mulai menyukai kamu. Tapi kakak belum yakin dengan perasaan kakak. Kamu bantu kakak ya? Bantu kakak untuk meyakinkan diri kakak kalau kamu memang pantas untuk menjadi istri kakak," ujar Bagas dalam hati, lalu mencium kening Naura.
Pagi harinya,Naura terbangun. Dia merasa badannya terasa berat. Terasa seperti ada yang menindihnya. Begitu dia membuka matanya, dia melihat wajah tampan suaminya. Mereka tidur sambil berpelukan.
Jarak mereka yang begitu dekat,membuat jantung Naura berdegup kencang. Dia tidak berani bergerak karena takut membangunkan sang suami.
Dia hanya memandangi wajah tampan suaminya. Garis alis yang tegas,mata elang yang menyorot tajam, hidung mancung,dan bibir yang seksi.
"Sudah puas memandangi wajah tampan suamimu?" tanya Bagas yang tiba-tiba membuka matanya.
Naura tergeragap. Dia tidak menyangka akan terpergok.
"Siapa yang memandangi elo? GR. Udah, minggirin ini tangan lo! Gue mau bangun, mau masak buat sarapan."
Bagas malah mempererat pelukannya.
"Ih … Kak Bagas, lepasin!"
"Kamu lupa janji kita semalam? Tidak ada istilah lo gue lagi."
"Iya, Maaf. Kelupaan tadi. Udah, lepasin dulu! Aku mau masak!"
"Coba panggil sayang dulu. Kalo gak, gak tak lepasin ini."
"Ih ... kak Bagas jahil."
Naura merajuk sambil mengerucutkan bibirnya Bagas justru tertawa senang melihat bibir gadis itu. Terlihat lucu.
"Bilang sayang dulu."
"Sayang, lepasin dulu ya. Aku mau mandi trus masak."
"Oke, sayang," ujar Bagas sambil mengecup kening istrinya sebelum melepas pelukannya.
Begitu terlepas, Naura langsung kabur ke kamar mandi. Dia yakin, wajahnya kini memerah seperti kepiting rebus. Bagas terkekeh geli melihatnya.
Setelah selesai mandi, Naura kebingungan. Pasalnya, dia lupa membawa handuk. Cukup lama dia mondar-mandir di kamar mandi.
Bagas yang menunggu menjadi cemas. Dia mengetuk pintu kamar mandi.
"Ra, kamu gak papa? Kok, gak keluar-keluar?" tanya Bagas.
"Kak … bisa minta tolong, gak?" tanya Naura ragu.
"Minta tolong apa? Kamu kenapa?" tanya Bagas semakin cemas.
"Tolong … ambilin handuk piyama. Tadi, aku lupa belum bawa," ujar Naura.
Bagas tersenyum jahil.
"Kenapa gak ambil sendiri? Aku janji gak akan ngintip, deh!"
"Kak …." Naura merengek.
Bagas terkekeh.
"Ini handuknya!" ujar Bagas.
Naura membuka pintu sedikit dan segera meraih handuk yang diulurkan Bagas. Bagas masih melanjutkan aksi jahilnya. Dia menahan handuk tersebut sehingga terjadi aksi tarik menarik.
"Kak Bagas, jangan gitu, deh!" ujar Naura. Sepertinya, dia sudah mulai dongkol menghadapi aksi kejahilan Bagas.
Tak lama kemudian, dia keluar dari kamar mandi sambil memanyunkan bibirnya.
"Hobi banget manyun-manyunin bibir!" sindir Bagas.
"Biarin!" jawab Naura jutek.
Bagas menggelengkan kepalanya, lalu bergegas ke kamar mandi. Saat keluar, dia sudah tidak mendapati istrinya.
Akhirnya, dia menyusul Naura. Dia yakin, gadis itu ada di dapur. Terlihat dari bau harum masakan.
"Masak apa?" tanya Bagas sembari mendekati Naura.
"Jangan dekat-dekat! Duduk sana saja!" jawab Naura masih jutek.
"Dih, nyonya Bagas pagi-pagi udah galak saja! Lagi PMS, neng?" goda Bagas.
"Berani ngoceh lagi … gue lempar pake ini!" ujar Naura sambil mengacungkan sotilnya.
"Waduh, sadis! Ampun, deh! Gak lagi!" ujar Bagas sambil menangkupkan tangannya.
Bagas mencari aman. Dia hafal, kalau Naura sudah benar-benar marah, dia tidak akan selamat. Butuh waktu berhari-hari untuk mengembalikan moodnya.
Naura menyajikan nasi goreng sosis dan secangkir kopi dalam diam. Bagas merasa tak enak.
"Ra, rencanamu hari ini apa?" tanya Bagas.
"Gak ada," jawab Naura singkat.
"Jalan, yuk!"
Naura diam. Tak menanggapi.
"Ayolah! Mumpung hari Minggu!"rayu Bagas.
"Malas."
"Ra … maaf, deh! Jangan ngambek gitu, dong!"
Naura tetap melanjutkan makannya. Bagas mengacak rambutnya frustasi.
Ra …."
Hening.
"Ra …."
Masih hening.
"Naura Rayyani Raya binti Hendrawan."
"Apa sih? Berisik tau gak! Lanjutin makannya!" jawab Naura jutek.
"Habis ini kita jalan, ya? Kita belanja. Gimana?" tawar Bagas.
"Gak salah lo ngajak gue belanja. Gak takut, saldo ATMnya habis gue porotin?"
"Habisin aja, gak papa. Aku ikhlas lahir batin. Ntar aku bisa cari lagi," jawab Bagas sambil tersenyum manis.
"Oke. Kita ke mall. Tapi ingat, jangan sampai lo menyesal!"
Bagas tersenyum lega. Meski masih jutek dan tadi Naura kembali menggunakan kata lo gue, Naura mau diajak jalan.
Setelah selesai sarapan, Naura melanjutkan acara beberes rumah. Setelah selesai semuanya, mereka bersiap menuju mall.
Kalau orang bilang, mall adalah surganya wanita, ungkapan itu benar adanya. Begitu melihat tas-tas model baru, Naura langsung sumringah bahagia. Model-model baru dan limited edition baru saja di launching.
Dengan setia, Bagas mengikuti istrinya kesana kemari. Bahkan, tak segan, dia membawakan belanjaan istrinya.
Saat sedang asyik belanja, tiba-tiba ada yang menghampiri Bagas.
"Kak Bagas …!" panggil wanita itu seraya mencium pipi kanan dan kiri Bagas.
Bagas yang tak siap, tak sempat menghindar.
"Kamu …." ucapan Bagas terputus saking terkejutnya.
Bab 6
Tidur Sekamar"Bagaimana hubunganmu dengan Nico?" lanjut Bagas."Hubungan apaan? Gue sama Nico gak ada hubungan apa-apa."
"Beneran? Sepertinya, dia suka sama lo."
"Iya sih, memang benar dia suka sama gue, malah dia pernah nembak gue. Hanya saja, gue nganggap dia teman doang."
"Kenapa?"
"Ya … gak papa. Kan, emang perasaan gak bisa dipaksain."
"Dia ganteng, lho! Pasti banyak yang suka. Meskipun, masih gantengan gue jauh sih!"
Naura tertawa terpingkal mendengar kepedean Bagas.
"Ha … ha … ha…. Ih … Kak Bagas! Orang lagi serius juga, bisa aja bercandanya!""Siapa yang lagi bercanda? Emangnya kegantengan gue bercanda? Ya gak lah! Coba lihat! Di luar sana, banyak cewek-cewek ngantri pengen jadi pacar Kakak," jawab Bagas percaya diri.Naura masih melanjutkan tawanya.
"Ya udah lah, ya. Terserah Kakak saja!""Apanya yang terserah? Lo gak mengakui kegantengan gue?" tanya Bagas penasaran.
"Iya, Kak Bagas yang super super ganteng. Gue percaya! Ya udah, yuk, tidur. Udah malam," ajak Naura.
"Ngapain ngajak tidur? Pengen gue peluk, ya! Atau mau yang lain? Sini … sini…," ujar Bagas sambil merentangkan kedua tangannya dan tersenyum jahil.
"Dasar mesum!" jawab Naura sambil melempar Bagas dengan guling. Lalu, dia tidur membelakangi Bagas. Ia segera memejamkan matanya, berusaha untuk tidur.
"Hei … gak boleh lho, tidur membelakangi suami!"
Naura segera berbalik sambil mendekap gulingnya tanpa membuka matanya.
Tidak lama kemudian dia terlelap. Bagas memandang Naura sambil tersenyum.
"Kamu tidak berubah, Ra. Begitu nempel bantal langsung tertidur. Selamat tidur, ya! Semoga mimpi indah. Kakak janji akan berusaha mencintai kamu. Jujur, selama kebersamaan kita 3 bulan ini, kakak mulai merasakan ada yang berbeda. Walaupun kamu masih tetap gadis kecil yang manja dan cengeng, ternyata kamu juga memiliki sisi dewasa dan bertanggung jawab. Kakak rasa, kakak sudah mulai menyukai kamu. Tapi kakak belum yakin dengan perasaan kakak. Kamu bantu kakak ya? Bantu kakak untuk meyakinkan diri kakak kalau kamu memang pantas untuk menjadi istri kakak," ujar Bagas dalam hati, lalu mencium kening Naura.
Pagi harinya,Naura terbangun. Dia merasa badannya terasa berat. Terasa seperti ada yang menindihnya. Begitu dia membuka matanya, dia melihat wajah tampan suaminya. Mereka tidur sambil berpelukan.
Jarak mereka yang begitu dekat,membuat jantung Naura berdegup kencang. Dia tidak berani bergerak karena takut membangunkan sang suami.
Dia hanya memandangi wajah tampan suaminya. Garis alis yang tegas,mata elang yang menyorot tajam, hidung mancung,dan bibir yang seksi.
"Sudah puas memandangi wajah tampan suamimu?" tanya Bagas yang tiba-tiba membuka matanya.Naura tergeragap. Dia tidak menyangka akan terpergok.
"Siapa yang memandangi elo? GR. Udah, minggirin ini tangan lo! Gue mau bangun, mau masak buat sarapan."
Bagas malah mempererat pelukannya.
"Ih … Kak Bagas, lepasin!""Kamu lupa janji kita semalam? Tidak ada istilah lo gue lagi."
"Iya, Maaf. Kelupaan tadi. Udah, lepasin dulu! Aku mau masak!"
"Coba panggil sayang dulu. Kalo gak, gak tak lepasin ini."
"Ih ... kak Bagas jahil."
Naura merajuk sambil mengerucutkan bibirnya Bagas justru tertawa senang melihat bibir gadis itu. Terlihat lucu.
"Bilang sayang dulu."
"Sayang, lepasin dulu ya. Aku mau mandi trus masak."
"Oke, sayang," ujar Bagas sambil mengecup kening istrinya sebelum melepas pelukannya.
Begitu terlepas, Naura langsung kabur ke kamar mandi. Dia yakin, wajahnya kini memerah seperti kepiting rebus. Bagas terkekeh geli melihatnya.
Setelah selesai mandi, Naura kebingungan. Pasalnya, dia lupa membawa handuk. Cukup lama dia mondar-mandir di kamar mandi.
Bagas yang menunggu menjadi cemas. Dia mengetuk pintu kamar mandi.
"Ra, kamu gak papa? Kok, gak keluar-keluar?" tanya Bagas.
"Kak … bisa minta tolong, gak?" tanya Naura ragu.
"Minta tolong apa? Kamu kenapa?" tanya Bagas semakin cemas.
"Tolong … ambilin handuk piyama. Tadi, aku lupa belum bawa," ujar Naura.Bagas tersenyum jahil.
"Kenapa gak ambil sendiri? Aku janji gak akan ngintip, deh!""Kak …." Naura merengek.
Bagas terkekeh.
"Ini handuknya!" ujar Bagas.Naura membuka pintu sedikit dan segera meraih handuk yang diulurkan Bagas. Bagas masih melanjutkan aksi jahilnya. Dia menahan handuk tersebut sehingga terjadi aksi tarik menarik.
"Kak Bagas, jangan gitu, deh!" ujar Naura. Sepertinya, dia sudah mulai dongkol menghadapi aksi kejahilan Bagas.
Tak lama kemudian, dia keluar dari kamar mandi sambil memanyunkan bibirnya.
"Hobi banget manyun-manyunin bibir!" sindir Bagas.
"Biarin!" jawab Naura jutek.
Bagas menggelengkan kepalanya, lalu bergegas ke kamar mandi. Saat keluar, dia sudah tidak mendapati istrinya.
Akhirnya, dia menyusul Naura. Dia yakin, gadis itu ada di dapur. Terlihat dari bau harum masakan.
"Masak apa?" tanya Bagas sembari mendekati Naura.
"Jangan dekat-dekat! Duduk sana saja!" jawab Naura masih jutek.
"Dih, nyonya Bagas pagi-pagi udah galak saja! Lagi PMS, neng?" goda Bagas.
"Berani ngoceh lagi … gue lempar pake ini!" ujar Naura sambil mengacungkan sotilnya.
"Waduh, sadis! Ampun, deh! Gak lagi!" ujar Bagas sambil menangkupkan tangannya.
Bagas mencari aman. Dia hafal, kalau Naura sudah benar-benar marah, dia tidak akan selamat. Butuh waktu berhari-hari untuk mengembalikan moodnya.
Naura menyajikan nasi goreng sosis dan secangkir kopi dalam diam. Bagas merasa tak enak.
"Ra, rencanamu hari ini apa?" tanya Bagas.
"Gak ada," jawab Naura singkat.
"Jalan, yuk!"
Naura diam. Tak menanggapi.
"Ayolah! Mumpung hari Minggu!"rayu Bagas."Malas."
"Ra … maaf, deh! Jangan ngambek gitu, dong!"
Naura tetap melanjutkan makannya. Bagas mengacak rambutnya frustasi.
Ra …."
Hening.
"Ra …."
Masih hening.
"Naura Rayyani Raya binti Hendrawan."
"Apa sih? Berisik tau gak! Lanjutin makannya!" jawab Naura jutek.
"Habis ini kita jalan, ya? Kita belanja. Gimana?" tawar Bagas.
"Gak salah lo ngajak gue belanja. Gak takut, saldo ATMnya habis gue porotin?"
"Habisin aja, gak papa. Aku ikhlas lahir batin. Ntar aku bisa cari lagi," jawab Bagas sambil tersenyum manis.
"Oke. Kita ke mall. Tapi ingat, jangan sampai lo menyesal!"
Bagas tersenyum lega. Meski masih jutek dan tadi Naura kembali menggunakan kata lo gue, Naura mau diajak jalan.
Setelah selesai sarapan, Naura melanjutkan acara beberes rumah. Setelah selesai semuanya, mereka bersiap menuju mall.
Kalau orang bilang, mall adalah surganya wanita, ungkapan itu benar adanya. Begitu melihat tas-tas model baru, Naura langsung sumringah bahagia. Model-model baru dan limited edition baru saja di launching.
Dengan setia, Bagas mengikuti istrinya kesana kemari. Bahkan, tak segan, dia membawakan belanjaan istrinya.
Saat sedang asyik belanja, tiba-tiba ada yang menghampiri Bagas.
"Kak Bagas …!" panggil wanita itu seraya mencium pipi kanan dan kiri Bagas.
Bagas yang tak siap, tak sempat menghindar. "Kamu …." ucapan Bagas terputus saking terkejutnya.Bab 7Naura Cemburu" Kak Bagas …!" panggil wanita itu seraya mencium pipi kanan dan kiri Bagas.Bagas yang tak siap, tak sempat menghindar."Kamu …." ucapan Bagas terputus saking terkejutnya."Iya … ini aku. Kakak apa kabar?" ujar wanita itu."Aku … baik. Sama siapa?" tanya Bagas."Sendiri aja. Kak Ronald masih di Aussie, ngurusin bisnisnya. Kakak sama siapa?"Bagas ingin menjawab, tapi didahului oleh Naura."Sayang … dia siapa?" tanya Naura sambil bergelayut manja di lengan Bagas."Ow … iya, Sayang! Kenalin! Ini Alice, adiknya Ronald, sahabat aku pas kuliah."Naura
Bab 8Bagas Sakit"Kalo cewek gak mau, ya jangan dipaksa!" sela Bagas yang tiba-tiba sudah muncul."Emangnya lo siapa? Gak usah ikut campur!" ujar Nico ngegas."Lo belum tahu siapa gue? Dengarkan baik-baik. Gue suaminya Naura. Jadi, jangan pernah lo coba ganggu dia lagi! Ngerti lo!" ujar Bagas."Apa benar yang dia katakan, Ra?" tanya Nico kepada Naura."Udah dibilangin, masih saja ngeyel!" ejek Bagas."Gue tanya sama Naura, bukan sama lo!" ujar Nico sambil menunjuk muka Bagas."Apa lo pake nunjuk-nunjuk?" Bagas tersulut emosinya."Kur*ng aj*r!" teriak Nico.Bugh …. Nico menghantam wajah Bagas.Bagas yang tak siap, tak sempat meng
Bab 9Bulan MaduPukul 08.00 WIB Naura terbangun. Dia berjalan perlahan ke kamar mandi. Rasanya nyeri sekali. Tapi dia bahagia. Hari ini, dia sudah menjadi istri Bagas seutuhnya.Dia sadar, selama ini dia sudah mulai jatuh cinta pada sang suami. Cinta yang dia pendam sendiri, karena menunggu sang pujaan hati benar-benar siap membuka hati. Wajahnya merona saat ingat kejadian tadi."Masih sakit?" tanya Bagas lembut saat mendapati Naura keluar perlahan dari kamar mandi."Gak kok! Udah mendingan."Bagas menghampiri Naura, lalu membopongnya menuju tempat tidur."Istirahatlah! Kamu pasti capek!""Aku mau masak, Kak! Ini sudah siang!""Gak usah masak! Kita order saja! Satu lagi! Jangan panggil aku kak la
Bab 10Tamu Tak DiundangMereka tiba di Jakarta pukul 19.00 WIB. Mereka sepakat untuk pulang ke apartemen dahulu untuk berisitirahat. Besok mereka baru akan ke rumah orang tua mereka untuk mengantar oleh-oleh.Pagi ini, saat bangun tidur, Naura merasa mual hebat. Dia langsung berlari menuju kamar mandi.Bagas yang terkejut, langsung menyusulnya. Dia memijit lembut tengkuk Naura."Bagaimana, Sayang? Sudah enakan?" tanya Bagas.Naura hanya melambaikan tangannya dengan lemas. Setelah selesai, Bagas segera membopong tubuh istrinya ke tempat tidur. Setelah menidurkan istrinya, dia bergegas menuju dapur untuk membuat teh hangat."Diminum dulu, tehnya! Biar enakan! Habis ini kita ke dokter, ya! Wajah kamu pucat banget, gitu!" ucap Bagas.
Bab 11Kirana KembaliTing … tong….Bel rumah berbunyi.Naura bergegas membuka pintu. Saat pintu terbuka, Naura tertegun melihat siapa yang datang."Siapa, Sayang?" tanya Bagas sembari berjalan ke depan. Dia pun tertegun. Suasana pun sesaat menjadi canggung. "Selamat pagi! Maaf mengganggu waktunya! Boleh saya masuk?" tanya Kirana.Ya, tamu mereka pagi ini adalah Kirana. Naura hanya mampu menatap wanita itu dengan pandangan yang entah. Sulit untuk diterjemahkan."Pergilah!" ujar Bagas."Kak, ijinkan aku menjelaskan semuanya! Setelah selesai, terserah bagaimana penilaianmu! Aku hanya ingin menjelaskan semuanya!" mohon Kirana."Tidak ada yang perlu dijelaskan! Pergilah! Aku tidak ingin melihat mukamu lagi!""Tolong, beri aku waktu sebentar saja! Aku mohon!""Pergi, kataku!" Bagas berteriak keras. Naura terkaget. Baru kali ini, dia melihat Bagas semarah itu. Selama ini, Bagas terlihat tenang, bahkan saat mereka terpaksa menikah, dia terlihat pasrah. "Baiklah, aku akan pergi! Aku harap
Bab 12Dalang Gagalnya Pernikahan Bagas-Kirana"Iya. Terpaksa. Aku tidak akan tenang kalau belum jelasin semua!"Bagas menghela napas. Melihat situasinya, Anita segera meminta izin untuk kembali ke kantor terlebih dahulu."Sepuluh menit! Aku beri kamu waktu sepuluh menit!""Sayang, maafkan aku! Aku ta—.""Jangan panggil sayang. Kau bukan siapa-siapa ku!" ujar Bagas dingin.Kirana menunduk. Matanya sudah mulai berkaca-kaca."Em … Kak … aku … minta maaf. Maaf … karena aku sudah melakukan kesalahan besar sama kamu. Aku melakukannya karena aku disuruh.""Siapa yang menyuruhmu?" tanya Bagas dingin.Kirana diam dan menunduk. Dia tidak berani mengangkat kepalanya."Kenapa diam saja? Siapa yang menyuruhmu?" bentak Bagas. "Kak Ronald," jawab Kirana lirih.Bagas mencelos. Semua ini, diluar perkiraannya. "Kenapa?" tanya Bags lirih."Dia ingin membalas sakit hatinya. Dulu, saat kamu menolak Alice, dia sempat depresi dan mencoba bunuh diri. Perlu waktu cukup lama untuk menyembuhkan adiknya. Bahk
Bab 13Penyesalan Kirana"Kamu tidak mau menjadi kekasihku?" tanya Ronald."Tentu saja aku mau, Kak. Itu adalah impianku sejak lama. Tapi … kenapa?" tanya Kirana bingung."Kenapa? Tentu saja karena aku menginginkan kamu," jawab Ronald santai."Tapi … ini seperti mustahil. Bagaimana bisa?" Kirana masih kebingungan."Tentu saja bisa. Bahkan, aku akan menikahimu," ujar Ronald."Kakak serius?" tanya Kirana memastikan."Tentu saja. Aku akan menikahi kamu, asalkan kamu mau membantuku.""Membantu apa?" tanya Kirana."Membalas dendam kepada Bagas," sahut Ronald mantap."Apa? Tidak. Aku tidak bisa menyakiti dia. Dia terlalu baik.""Terserah kamu. Itu berarti, kamu lebih memilih menyakiti diri kamu sendiri. Apakah kamu benar-benar akan melewatkan kesempatan menikah denganku?""Kak, aku memang mencintai kamu. Tapi, tidak seperti ini.""Kirana, hidup itu pilihan. Dan sekarang, saatnya kamu memilih. Tetap bersama dia atau menikah denganku."Kirana terdiam. "Aku akan menemui kamu seminggu lagi. Pi
Bab 14TEROR FOTODi rumah, di kamarnya, Naura menangis tergugu. Dia membanting ponselnya ke atas ranjang. Dia berharap semua itu tidak nyata, tapi foto-foto itu begitu jelas.Seseorang mengirimi dia foto-foto Bagas yang sedang berpegangan tangan dengan Kirana di sebuah restoran. Hatinya benar-benar hancur.Ini yang Naura takutkan selama ini. Kehadiran Kirana kembali akan menggoyahkan hati Bagas yang sudah mulai beralih kepadanya.Mood Naura yang tadinya bagus, anjlok seketika. Sepanjang siang hingga sore hari, Naura benar-benar gelisah. Dia bahkan tidak mau keluar dari kamarnya. "Assalamualaikum," teriak Bagas saat masuk ke rumah. "Waalaikumsalam," sahut ibu mertuanya. Dia segera mencium tangan sang ibu mertua. "Naura mana, Ma?" tanya Bagas."Di kamar. Gak tahu, tuh. Dari tadi gak mau keluar. Hati-hati, moodnya lagi jelek kayaknya!" ujar Mama Naura sembari berbisik."Beneran, Ma?""Iya. Biasalah ibu hamil. Suka berubah-ubah. Kamu yang sabar aja, ya!"Bagas bergegas naik ke kamarny
Bab 51EKSTRA PART"Sayang, besok aku izin keluar ya!" ujar Kirana kepada Ronald."Mau kemana?" tanya Ronald."Ke rumah sakit.""Kamu sakit?" tanya Ronald panik."Gak, Sayang! Jadi, ceritanya itu akhir-akhir ini kan Axel sering sakit, trus beberapa kali mimisan. Akhirnya, aku periksakan ke dokter. Nah, sama dokternya disuruh periksa ke lab. Takutnya, ada yang serius." Kirana memberi penjelasan."Kenapa gak pernah cerita? Itu periksa ke labnya kapan?""Sekitar … dua minggu sebelum pernikahan kita," ujar Kiran sambil mengingat-ingat."Sebelum kamu nemuin Papa dan nglamar aku.""Itu sudah lama sekali, lho!" protes Ronald."Iya sih. Kata petugas labnya, perkiraan dua minggu hasilnya keluar. Tapi kemarin itu ternyata lebih. Baru tiga hari yang lalu dikabari kalau hasilnya sudah keluar.""Trus, kenapa gak langsung diambil?" "Lha kita kan posisinya masih bulan madu. Aku gak mau merusak suasana. Kalau sekarang kan, kita sudah di rumah. Makanya mau tak ambil."Ronald menghela nafas panjang."
Bab 50PERTEMUAN PERTAMA“Oya, siapa nama anak kita?” tanya Ronald.” Axel Dharmendra Wibawa,” sahut Kirana.“Kamu tidak memasukkan namaku?” protes Ronald.“Aku gak yakin kamu mau mengakuinya, jadi aku memasukkan nama Papa.”“Setelah kita menikah, aku akan menggantinya menjadi Axel Dharmendra Baskoro,” ujar Ronald.“Terserah kamu sajalah.”“Oya, dia pulang sekolah jam berapa?” tanyanya.“Jam 14.00 WIB.”“Nanti aku ikut jemput, ya?” tanya Ronald.“Yakin?”“Iya, dong! Aku sudah tidak sabar!” ujar Ronald.“Dia pasti senang,” ujar Kirana.“Apa yang kamu katakan padanya saat dia menanyakan Papanya?” tanya Ronald penasaran.“Aku bilang sama dia kalau Papanya sedang bekerja di tempat yang jauh mencari uang yang banyak buat dia.”“Trus, dia jawab apa?”“Awalnya gak banyak protes, tapi akhir-akhir ini dia selalu bilang kalau dia tidak butuh uang yang banyak. Dia hanya ingin punya Papa seperti teman-temannya,” sahut Kirana. Dia tampak sedih mengingat pembicaraannya dengan Axel kala itu.Ronald
Bab 49PERJUANGAN RONALD"Aku sudah meletakkan surat pengunduran diriku di meja Pak Ronald.""Kamu yakin? Aku bisa memindahkan kamu ke divisi lain kalau tidak suka disana.""Gak perlu, Pak! Saya ada alasan lain mengapa harus resign.""Baiklah, kalau memang itu keinginanmu. Aku tidak memaksa.""Ya sudah, Pak, saya pamit ya!" Usai Kirana meninggalkan kantor, tak lama kemudian Ronald datang. Dia sangat terkejut mendapati surat pengunduran diri Kirana. Dia lebih terkejut lagi mendapati hasil tes DNA delapan tahun yang lalu."Jadi, anak itu adalah anakku," ujar Ronald lirih. Ronald tampak syok. Bergegas dia melangkah ke ruangan Sakti."Apa Kirana tadi kesini?" tanya Ronald."Iya Pak, hanya mampir sebentar lalu pulang. Ada apa Pak?" tanya Sakti heran."Gak ada. Terimakasih," ujarnya, lalu meninggalkan ruangan Sakti. Sakti memandang kepergian Ronald dengan miris. Dia tahu, ada sesuatu antara Kirana dan Ronald. Sepertinya, dia harus bersiap patah hati. Ronald segera melajukan kendaraanny
BAB 48MENGUNDURKAN DIRI“Saya temannya Mama kamu,” sahut Bagas.“Oya? Wah ... kebetulan sekali! Apa kamu juga teman Papa aku?” tanya Axel polos.Bagas memandang Mama Kirana mencari jawaban.“Axel, ayo temannya diajak masuk!” ujar Mama Kirana.“Gak usah, Tante! Kami langsung pulang saja!” sahut Bagas.“Papa, kami mau kue!” rengek Kayla.“Mau kue yang mana? Sini, Oma ambilkan!”Mama Kirana menggiring Kayla dan Keysha ke bagian etalase kue.Sekarang, tinggal Bagas berdua dengan Axel.“Om, apa Om kenal dengan Papa aku?” tanya Axel lagi."Memangnya Mama kamu bilang apa?" tanya Bagas."Kata Mama, Papa sedang bekerja di tempat yang jauh. Kalau Om ketemu Papaku, tolong katakan padanya, aku gak minta uang yang banyak. Aku juga gak akan minta dibelikan mainan. Aku hanya ingin Papa pulang. Gak papa kita gak punya banyak uang, asalkan bisa selalu bersama," ujar Axel sendu."Bagas terharu mendengar ucapan Axel, lalu menghela napas panjang."Om memang kenal Papa kamu, tapi Om gak tahu dimana dia s
BAB 47QUEEN CAKE ‘N BAKERY"Pa, bagaimana kalau kita antar Axel pulang dulu? Dia belum dijemput!" ujar Kayla kepada Papanya saat dijemput pulang sekolah. Tampak, di taman Axel sedang bermain sendirian ditemani sang wali kelas. "Iya, Pa! Kasihan dia nanti sendirian!" sahut Keysha."Memangnya Axel belum dijemput?" tanya Bagas."Belum!" sahut mereka serempak."Sebentar! Papa tanya wali kelas kalian dulu!"Bagas, Kayla, dan Keysha segera menghampiri wali kelas mereka. "Selamat siang, Bu!” sapa Bagas.“Selamat siang, Pak Bagas! Ada apa, ya?” tanya Bu Dyah, walikelas mereka.“Axel kok belum pulang? Memangnya, dia belum dijemput, Bu?" tanya Bagas."Belum, Pak! Barusan mamanya telfon, katanya jemputnya agak terlambat," sahut sang wali kelas. "Bagaimana kalau dia kami antar saja? Rumahnya mana?" Wali kelas tersebut menyebutkan sebuah alamat."Kami satu arah. Bagaimana, Bu?" "Apa tidak merepotkan, Pak?""Tidak, Bu. Lagipula, sepertinya anak-anak dekat dengan dia. Mereka gak tega meninggal
Bab 46MENJADI SEKRETARIS RONALD"Maaf, Pak! Saya pinjam Ibu Kirana sebentar. Ada keperluan mendesak," ujar Sakti.Ronald memandang Sakti dengan tajam. "Urusan apa? Bukankah ini masih jam kerja? Lagipula, wawancaranya belum selesai," sahut Ronald tak suka."Maaf, Pak! Ini masalah keluarga dan sangat penting. Mohon pengertiannya!" ujar Sakti sopan.Ronald menatap Sakti dan Kirana bergantian. Apa hubungan Sakti dengan Kirana? Batinnya.Kirana pun memandang Sakti dengan tanda tanya."Apa kamu keluarganya?" tanya Ronald lagi.Sakti tersenyum tipis."Bukan, Pak! Hanya saja, baru saja keluarganya menghubungi," sahut Sakti."Ya sudah! Bawa dia pergi!" ujar Ronald pasrah."Terimakasih, Pak! Ayo!" ajak Sakti kepada Kirana. Dengan penuh tanda tanya, Kirana mengikuti langkah Sakti. "Ada apa?" tanya Kirana saat mereka sudah di luar ruangan."Tadi Mama kamu nelfon. Sebenarnya, beliau sudah menghubungi kamu tapi gak bisa, jadi beliau menghubungi nomor kantor," ujar sakti."Ada apa Mama nelpon?"
Bab 45SANG CEOKirana melajukan mobilnya dengan kencang. Namun, dia tetap terhalang kemacetan panjang. Setelah menempuh perjalanan hampir empat puluh lima menit, akhirnya Kirana tiba di kantor. Kirana melirik jam di pergelangan tangannya. Dia sudah hampir terlambat. Setelah memarkirkan kendaraannya, Kirana melangkah terburu-buru ke ruangannya. Saking terburu-burunya, dia tidak memperhatikan langkahnya.Bruk.Tabrakan pun tak terelakkan.Berkas-berkas di tangan Kirana jatuh berhamburan."Maaf, Pak!" ujar Kirana sembari menunduk. Lalu, dia berjongkok mengambil berkas-berkas tersebut."Maaf, Pak, atas kecerobohan karyawan saya!" ujar Sakti merasa tak enak. Saat ini, Sakti sedang menemani sang CEO menuju ruangannya."Hm!" Sang CEO hanya berdehem, lalu melanjutkan langkahnya ke ruangannya."Kenapa terlambat? Kemarin kan aku sudah bilang harus tepat waktu?" omel Sakti sembari membantu Kirana mengumpulkan berkas-berkas yang berceceran."Maaf, Pak! Semalam Axel demam, jadi ….""Bagaimana ke
Bab 44UNGKAPAN HATI SAKTIPagi ini, lalu lintas cukup lancar. Taksi yang ditumpanginya melaju dengan tenang. Ronald memandang setiap sudut jalanan."Kota ini sudah banyak berubah," ujarnya dalam hati.Saat di lampu merah, sekilas dia melihat seorang wanita sedang menyetir seorang diri. Ronald memperhatikan wanita itu dengan seksama. Benar saja, wanita itu adalah Kirana. Sesaat kemudian,lampu hijau menyala."Ikuti mobil merah itu, Pak!" ujar Ronald kepada sopir taksinya. "Baik, Pak!" sahut sang sopir taksi. Sopir taksi tersebut berusaha mengikuti mobil Kirana. Dua puluh menit kemudian, mobil Kirana memasuki pelataran parkir sebuah perusahaan. "Stop, Pak!" ujar Ronald. Dia mengamati kantor tersebut dari dalam taksi. Setelah puas, dia meminta sopir taksi tersebut meninggalkan lokasi."Jalan, Pak! Kembali ke tujuan awal!" ujar Ronald. "Baik, Pak!" sahut sopir taksi tersebut. Ronald menyandarkan tubuhnya ke kursi sembari memejamkan matanya. Dia tersenyum tipis. Sekarang, dia tahu haru
Bab 43❤️Delapan Tahun kemudian ❤️"Ma, aku gak mau masuk sekolah lagi!" ujar Axel sendu."Kenapa begitu, Sayang?" tanya Kirana. Dia tampak terkejut dengan pernyataan putra semata wayangnya."Teman-teman jahat, Ma!""Jahat bagaimana?""Mereka tidak mau berteman dengan aku. Mereka juga mengolok-olok aku, Ma!" ujar Axel lirih.Kirana terhenyak. Selalu begitu. Tak bisakah mereka membiarkan putranya bisa bersekolah dengan tenang? Yang melakukan kesalahan adalah orang tuanya. Jadi, biar orang tuanya yang menanggung. Jangan bebankan kepada anaknya. Anak yang masih polos dan tak tahu apa-apa. Sejak awal bersekolah, selalu masalah yang sama. Ini sekolah ketiga yang dia datangi. Di dua sekolah sebelumnya, Axel mengalami masalah yang sama. "Sayang … kita tidak mungkin pindah sekolah lagi. Apa semua teman kamu menjauhi kamu?" tanya Kirana.Axel menggeleng."Ada dua anak kembar yang berteman dengan aku. Tapi, teman-teman yang lain mencoba menghasutnya untuk menjauhi aku," ujar Axel lirih."Lalu