Bab 9
Bulan Madu
Pukul 08.00 WIB Naura terbangun. Dia berjalan perlahan ke kamar mandi. Rasanya nyeri sekali. Tapi dia bahagia. Hari ini, dia sudah menjadi istri Bagas seutuhnya.
Dia sadar, selama ini dia sudah mulai jatuh cinta pada sang suami. Cinta yang dia pendam sendiri, karena menunggu sang pujaan hati benar-benar siap membuka hati. Wajahnya merona saat ingat kejadian tadi.
"Masih sakit?" tanya Bagas lembut saat mendapati Naura keluar perlahan dari kamar mandi.
"Gak kok! Udah mendingan."
Bagas menghampiri Naura, lalu membopongnya menuju tempat tidur.
"Istirahatlah! Kamu pasti capek!"
"Aku mau masak, Kak! Ini sudah siang!"
"Gak usah masak! Kita order saja! Satu lagi! Jangan panggil aku kak la
Bab 10Tamu Tak DiundangMereka tiba di Jakarta pukul 19.00 WIB. Mereka sepakat untuk pulang ke apartemen dahulu untuk berisitirahat. Besok mereka baru akan ke rumah orang tua mereka untuk mengantar oleh-oleh.Pagi ini, saat bangun tidur, Naura merasa mual hebat. Dia langsung berlari menuju kamar mandi.Bagas yang terkejut, langsung menyusulnya. Dia memijit lembut tengkuk Naura."Bagaimana, Sayang? Sudah enakan?" tanya Bagas.Naura hanya melambaikan tangannya dengan lemas. Setelah selesai, Bagas segera membopong tubuh istrinya ke tempat tidur. Setelah menidurkan istrinya, dia bergegas menuju dapur untuk membuat teh hangat."Diminum dulu, tehnya! Biar enakan! Habis ini kita ke dokter, ya! Wajah kamu pucat banget, gitu!" ucap Bagas.
Bab 11Kirana KembaliTing … tong….Bel rumah berbunyi.Naura bergegas membuka pintu. Saat pintu terbuka, Naura tertegun melihat siapa yang datang."Siapa, Sayang?" tanya Bagas sembari berjalan ke depan. Dia pun tertegun. Suasana pun sesaat menjadi canggung. "Selamat pagi! Maaf mengganggu waktunya! Boleh saya masuk?" tanya Kirana.Ya, tamu mereka pagi ini adalah Kirana. Naura hanya mampu menatap wanita itu dengan pandangan yang entah. Sulit untuk diterjemahkan."Pergilah!" ujar Bagas."Kak, ijinkan aku menjelaskan semuanya! Setelah selesai, terserah bagaimana penilaianmu! Aku hanya ingin menjelaskan semuanya!" mohon Kirana."Tidak ada yang perlu dijelaskan! Pergilah! Aku tidak ingin melihat mukamu lagi!""Tolong, beri aku waktu sebentar saja! Aku mohon!""Pergi, kataku!" Bagas berteriak keras. Naura terkaget. Baru kali ini, dia melihat Bagas semarah itu. Selama ini, Bagas terlihat tenang, bahkan saat mereka terpaksa menikah, dia terlihat pasrah. "Baiklah, aku akan pergi! Aku harap
Bab 12Dalang Gagalnya Pernikahan Bagas-Kirana"Iya. Terpaksa. Aku tidak akan tenang kalau belum jelasin semua!"Bagas menghela napas. Melihat situasinya, Anita segera meminta izin untuk kembali ke kantor terlebih dahulu."Sepuluh menit! Aku beri kamu waktu sepuluh menit!""Sayang, maafkan aku! Aku ta—.""Jangan panggil sayang. Kau bukan siapa-siapa ku!" ujar Bagas dingin.Kirana menunduk. Matanya sudah mulai berkaca-kaca."Em … Kak … aku … minta maaf. Maaf … karena aku sudah melakukan kesalahan besar sama kamu. Aku melakukannya karena aku disuruh.""Siapa yang menyuruhmu?" tanya Bagas dingin.Kirana diam dan menunduk. Dia tidak berani mengangkat kepalanya."Kenapa diam saja? Siapa yang menyuruhmu?" bentak Bagas. "Kak Ronald," jawab Kirana lirih.Bagas mencelos. Semua ini, diluar perkiraannya. "Kenapa?" tanya Bags lirih."Dia ingin membalas sakit hatinya. Dulu, saat kamu menolak Alice, dia sempat depresi dan mencoba bunuh diri. Perlu waktu cukup lama untuk menyembuhkan adiknya. Bahk
Bab 13Penyesalan Kirana"Kamu tidak mau menjadi kekasihku?" tanya Ronald."Tentu saja aku mau, Kak. Itu adalah impianku sejak lama. Tapi … kenapa?" tanya Kirana bingung."Kenapa? Tentu saja karena aku menginginkan kamu," jawab Ronald santai."Tapi … ini seperti mustahil. Bagaimana bisa?" Kirana masih kebingungan."Tentu saja bisa. Bahkan, aku akan menikahimu," ujar Ronald."Kakak serius?" tanya Kirana memastikan."Tentu saja. Aku akan menikahi kamu, asalkan kamu mau membantuku.""Membantu apa?" tanya Kirana."Membalas dendam kepada Bagas," sahut Ronald mantap."Apa? Tidak. Aku tidak bisa menyakiti dia. Dia terlalu baik.""Terserah kamu. Itu berarti, kamu lebih memilih menyakiti diri kamu sendiri. Apakah kamu benar-benar akan melewatkan kesempatan menikah denganku?""Kak, aku memang mencintai kamu. Tapi, tidak seperti ini.""Kirana, hidup itu pilihan. Dan sekarang, saatnya kamu memilih. Tetap bersama dia atau menikah denganku."Kirana terdiam. "Aku akan menemui kamu seminggu lagi. Pi
Bab 14TEROR FOTODi rumah, di kamarnya, Naura menangis tergugu. Dia membanting ponselnya ke atas ranjang. Dia berharap semua itu tidak nyata, tapi foto-foto itu begitu jelas.Seseorang mengirimi dia foto-foto Bagas yang sedang berpegangan tangan dengan Kirana di sebuah restoran. Hatinya benar-benar hancur.Ini yang Naura takutkan selama ini. Kehadiran Kirana kembali akan menggoyahkan hati Bagas yang sudah mulai beralih kepadanya.Mood Naura yang tadinya bagus, anjlok seketika. Sepanjang siang hingga sore hari, Naura benar-benar gelisah. Dia bahkan tidak mau keluar dari kamarnya. "Assalamualaikum," teriak Bagas saat masuk ke rumah. "Waalaikumsalam," sahut ibu mertuanya. Dia segera mencium tangan sang ibu mertua. "Naura mana, Ma?" tanya Bagas."Di kamar. Gak tahu, tuh. Dari tadi gak mau keluar. Hati-hati, moodnya lagi jelek kayaknya!" ujar Mama Naura sembari berbisik."Beneran, Ma?""Iya. Biasalah ibu hamil. Suka berubah-ubah. Kamu yang sabar aja, ya!"Bagas bergegas naik ke kamarny
Bab 15BERTEMU LAGI"Sebenarnya gue juga pengen jalan. Tapi, gak enak kalo berdua aja. Sama lo sekalian gimana? Ntar, pulangnya gue anterin," sahut Nico."Duh, gimana, ya? Soalnya, bodyguardku ini protectif banget," ujar Naura bimbang."Ayolah! Kan, kita gak berdua! Sama Prilly juga?"Naura tampak menimbang-nimbang."Aku izin kak Bagas dulu, deh!" putus Naura.Akhirnya, Naura segera menghubungi Bagas untuk meminta izin. "Bagaimana?" tanya Prilly tidak sabar saat naura sudah selesai menelepon."Gue dapat izin ta—" "Yes … yuk, berangkat sekarang!"Belum selesai Naura bicara, Prilly sudah menyambarnya. "Aku belum selesai ngomong, markonah …," ujar Naura sebal kepada temannya."He … maaf. Abisnya, gue terlalu seneng sih. Ya udah gih, lanjutin. Gimana tadi?" ujar Prilly cengengesan."Aku dapat izin, tapi hanya gak boleh lama-lama," ujar Naura."Ya udah, gak papa. Kita nongkrong di cafe aja. Gak usah muterin mall. Kasihan Naura nya juga," ujar Nico."Ya udah, yuk, berangkat!" sahut Pril
Bab 16Ronald telah Kembali"Ya udah! Sekarang minum obat, ya!"Naura mengulurkan obatnya. Setelah selesai minum obat, Bagas berbaring lagi."Terimakasih, sayang!" ujar Bagas."Sama-sama," jawab Naura sembari tersenyum."Semalam kenapa bisa basah gitu bajunya? Kena flu kan, jadinya?" tanya Naura.Bagas berpikir sejenak. Dia menghela napas."Ceritanya ntar aja, ya. Ini kepalaku pusing banget," ujar Bagas."Ya udah, bobok lagi sana!" jawab Naura, lalu membetulkan letak selimut suaminya. Setelah Bagas merasa nyaman dengan posisinya, Naura segera keluar kamar."Bagaimana kondisi, Bagas?" tanya Bunda Bagas."Bunda! Kapan datang?" tanya Naura, lalu mencium tangan bundanya."Barusan! Ini bunda bawakan sup ayam! Bagas kalau sakit, sukanya makan sup ayam! Bagas sudah makan?" "Sudah, Bun! Tadi Naura buatkan bubur ayam! Ini sup ayam buat nanti siang aja ya, Bun?" "Iya, Sayang! Gak papa. Bagas bagaimana kondisinya?""Masih pusing katanya. Itu tadi habis minum obat, terus tidur.""Bagas itu gak
Bab 17Kecelakaan"Kakak belum makan?" tanya Kirana. Dia segera mengeluarkan kotak bekal yang dibawanya."Kamu juga belum makan?" "Belum, Kak! Tadi itu, rencananya aku akan makan setelah mengantar bekal dan mengembalikan payung kak Bagas. Tapi, dia hari ini tidak masuk kantor.""Kamu bertemu dia?" tanya Ronald penasaran."Iya, kak. Semalam!" Lalu, Kirana menceritakan pertemuannya tadi malam dengan Bagas."Ternyata, dia masih peduli sama kamu, ya?" ujar Ronald."Kak Bagas dari dulu memang baik. Kalaupun tadi malam itu bukan aku, pasti dia juga tetap menolongnya! Udah ah, ayo makan dulu!" ujar Kirana.Mereka makan siang sembari mengobrol ringan. Setelah selesai,mereka bersama-sama mengepak barang-barang milik Kirana."Ini sudah semua?" tanya Ronald."Iya, Kak! Aku gak punya banyak barang!" ujarnya."Ya sudah! Ayo!"Mereka segera meluncur ke apartemen milik Ronald. Apartemen yang menjadi saksi bisu kisah mereka di belakang Bagas, dulu."Kak, apa aku harus tinggal disini? Aku kost aja, y
Bab 51EKSTRA PART"Sayang, besok aku izin keluar ya!" ujar Kirana kepada Ronald."Mau kemana?" tanya Ronald."Ke rumah sakit.""Kamu sakit?" tanya Ronald panik."Gak, Sayang! Jadi, ceritanya itu akhir-akhir ini kan Axel sering sakit, trus beberapa kali mimisan. Akhirnya, aku periksakan ke dokter. Nah, sama dokternya disuruh periksa ke lab. Takutnya, ada yang serius." Kirana memberi penjelasan."Kenapa gak pernah cerita? Itu periksa ke labnya kapan?""Sekitar … dua minggu sebelum pernikahan kita," ujar Kiran sambil mengingat-ingat."Sebelum kamu nemuin Papa dan nglamar aku.""Itu sudah lama sekali, lho!" protes Ronald."Iya sih. Kata petugas labnya, perkiraan dua minggu hasilnya keluar. Tapi kemarin itu ternyata lebih. Baru tiga hari yang lalu dikabari kalau hasilnya sudah keluar.""Trus, kenapa gak langsung diambil?" "Lha kita kan posisinya masih bulan madu. Aku gak mau merusak suasana. Kalau sekarang kan, kita sudah di rumah. Makanya mau tak ambil."Ronald menghela nafas panjang."
Bab 50PERTEMUAN PERTAMA“Oya, siapa nama anak kita?” tanya Ronald.” Axel Dharmendra Wibawa,” sahut Kirana.“Kamu tidak memasukkan namaku?” protes Ronald.“Aku gak yakin kamu mau mengakuinya, jadi aku memasukkan nama Papa.”“Setelah kita menikah, aku akan menggantinya menjadi Axel Dharmendra Baskoro,” ujar Ronald.“Terserah kamu sajalah.”“Oya, dia pulang sekolah jam berapa?” tanyanya.“Jam 14.00 WIB.”“Nanti aku ikut jemput, ya?” tanya Ronald.“Yakin?”“Iya, dong! Aku sudah tidak sabar!” ujar Ronald.“Dia pasti senang,” ujar Kirana.“Apa yang kamu katakan padanya saat dia menanyakan Papanya?” tanya Ronald penasaran.“Aku bilang sama dia kalau Papanya sedang bekerja di tempat yang jauh mencari uang yang banyak buat dia.”“Trus, dia jawab apa?”“Awalnya gak banyak protes, tapi akhir-akhir ini dia selalu bilang kalau dia tidak butuh uang yang banyak. Dia hanya ingin punya Papa seperti teman-temannya,” sahut Kirana. Dia tampak sedih mengingat pembicaraannya dengan Axel kala itu.Ronald
Bab 49PERJUANGAN RONALD"Aku sudah meletakkan surat pengunduran diriku di meja Pak Ronald.""Kamu yakin? Aku bisa memindahkan kamu ke divisi lain kalau tidak suka disana.""Gak perlu, Pak! Saya ada alasan lain mengapa harus resign.""Baiklah, kalau memang itu keinginanmu. Aku tidak memaksa.""Ya sudah, Pak, saya pamit ya!" Usai Kirana meninggalkan kantor, tak lama kemudian Ronald datang. Dia sangat terkejut mendapati surat pengunduran diri Kirana. Dia lebih terkejut lagi mendapati hasil tes DNA delapan tahun yang lalu."Jadi, anak itu adalah anakku," ujar Ronald lirih. Ronald tampak syok. Bergegas dia melangkah ke ruangan Sakti."Apa Kirana tadi kesini?" tanya Ronald."Iya Pak, hanya mampir sebentar lalu pulang. Ada apa Pak?" tanya Sakti heran."Gak ada. Terimakasih," ujarnya, lalu meninggalkan ruangan Sakti. Sakti memandang kepergian Ronald dengan miris. Dia tahu, ada sesuatu antara Kirana dan Ronald. Sepertinya, dia harus bersiap patah hati. Ronald segera melajukan kendaraanny
BAB 48MENGUNDURKAN DIRI“Saya temannya Mama kamu,” sahut Bagas.“Oya? Wah ... kebetulan sekali! Apa kamu juga teman Papa aku?” tanya Axel polos.Bagas memandang Mama Kirana mencari jawaban.“Axel, ayo temannya diajak masuk!” ujar Mama Kirana.“Gak usah, Tante! Kami langsung pulang saja!” sahut Bagas.“Papa, kami mau kue!” rengek Kayla.“Mau kue yang mana? Sini, Oma ambilkan!”Mama Kirana menggiring Kayla dan Keysha ke bagian etalase kue.Sekarang, tinggal Bagas berdua dengan Axel.“Om, apa Om kenal dengan Papa aku?” tanya Axel lagi."Memangnya Mama kamu bilang apa?" tanya Bagas."Kata Mama, Papa sedang bekerja di tempat yang jauh. Kalau Om ketemu Papaku, tolong katakan padanya, aku gak minta uang yang banyak. Aku juga gak akan minta dibelikan mainan. Aku hanya ingin Papa pulang. Gak papa kita gak punya banyak uang, asalkan bisa selalu bersama," ujar Axel sendu."Bagas terharu mendengar ucapan Axel, lalu menghela napas panjang."Om memang kenal Papa kamu, tapi Om gak tahu dimana dia s
BAB 47QUEEN CAKE ‘N BAKERY"Pa, bagaimana kalau kita antar Axel pulang dulu? Dia belum dijemput!" ujar Kayla kepada Papanya saat dijemput pulang sekolah. Tampak, di taman Axel sedang bermain sendirian ditemani sang wali kelas. "Iya, Pa! Kasihan dia nanti sendirian!" sahut Keysha."Memangnya Axel belum dijemput?" tanya Bagas."Belum!" sahut mereka serempak."Sebentar! Papa tanya wali kelas kalian dulu!"Bagas, Kayla, dan Keysha segera menghampiri wali kelas mereka. "Selamat siang, Bu!” sapa Bagas.“Selamat siang, Pak Bagas! Ada apa, ya?” tanya Bu Dyah, walikelas mereka.“Axel kok belum pulang? Memangnya, dia belum dijemput, Bu?" tanya Bagas."Belum, Pak! Barusan mamanya telfon, katanya jemputnya agak terlambat," sahut sang wali kelas. "Bagaimana kalau dia kami antar saja? Rumahnya mana?" Wali kelas tersebut menyebutkan sebuah alamat."Kami satu arah. Bagaimana, Bu?" "Apa tidak merepotkan, Pak?""Tidak, Bu. Lagipula, sepertinya anak-anak dekat dengan dia. Mereka gak tega meninggal
Bab 46MENJADI SEKRETARIS RONALD"Maaf, Pak! Saya pinjam Ibu Kirana sebentar. Ada keperluan mendesak," ujar Sakti.Ronald memandang Sakti dengan tajam. "Urusan apa? Bukankah ini masih jam kerja? Lagipula, wawancaranya belum selesai," sahut Ronald tak suka."Maaf, Pak! Ini masalah keluarga dan sangat penting. Mohon pengertiannya!" ujar Sakti sopan.Ronald menatap Sakti dan Kirana bergantian. Apa hubungan Sakti dengan Kirana? Batinnya.Kirana pun memandang Sakti dengan tanda tanya."Apa kamu keluarganya?" tanya Ronald lagi.Sakti tersenyum tipis."Bukan, Pak! Hanya saja, baru saja keluarganya menghubungi," sahut Sakti."Ya sudah! Bawa dia pergi!" ujar Ronald pasrah."Terimakasih, Pak! Ayo!" ajak Sakti kepada Kirana. Dengan penuh tanda tanya, Kirana mengikuti langkah Sakti. "Ada apa?" tanya Kirana saat mereka sudah di luar ruangan."Tadi Mama kamu nelfon. Sebenarnya, beliau sudah menghubungi kamu tapi gak bisa, jadi beliau menghubungi nomor kantor," ujar sakti."Ada apa Mama nelpon?"
Bab 45SANG CEOKirana melajukan mobilnya dengan kencang. Namun, dia tetap terhalang kemacetan panjang. Setelah menempuh perjalanan hampir empat puluh lima menit, akhirnya Kirana tiba di kantor. Kirana melirik jam di pergelangan tangannya. Dia sudah hampir terlambat. Setelah memarkirkan kendaraannya, Kirana melangkah terburu-buru ke ruangannya. Saking terburu-burunya, dia tidak memperhatikan langkahnya.Bruk.Tabrakan pun tak terelakkan.Berkas-berkas di tangan Kirana jatuh berhamburan."Maaf, Pak!" ujar Kirana sembari menunduk. Lalu, dia berjongkok mengambil berkas-berkas tersebut."Maaf, Pak, atas kecerobohan karyawan saya!" ujar Sakti merasa tak enak. Saat ini, Sakti sedang menemani sang CEO menuju ruangannya."Hm!" Sang CEO hanya berdehem, lalu melanjutkan langkahnya ke ruangannya."Kenapa terlambat? Kemarin kan aku sudah bilang harus tepat waktu?" omel Sakti sembari membantu Kirana mengumpulkan berkas-berkas yang berceceran."Maaf, Pak! Semalam Axel demam, jadi ….""Bagaimana ke
Bab 44UNGKAPAN HATI SAKTIPagi ini, lalu lintas cukup lancar. Taksi yang ditumpanginya melaju dengan tenang. Ronald memandang setiap sudut jalanan."Kota ini sudah banyak berubah," ujarnya dalam hati.Saat di lampu merah, sekilas dia melihat seorang wanita sedang menyetir seorang diri. Ronald memperhatikan wanita itu dengan seksama. Benar saja, wanita itu adalah Kirana. Sesaat kemudian,lampu hijau menyala."Ikuti mobil merah itu, Pak!" ujar Ronald kepada sopir taksinya. "Baik, Pak!" sahut sang sopir taksi. Sopir taksi tersebut berusaha mengikuti mobil Kirana. Dua puluh menit kemudian, mobil Kirana memasuki pelataran parkir sebuah perusahaan. "Stop, Pak!" ujar Ronald. Dia mengamati kantor tersebut dari dalam taksi. Setelah puas, dia meminta sopir taksi tersebut meninggalkan lokasi."Jalan, Pak! Kembali ke tujuan awal!" ujar Ronald. "Baik, Pak!" sahut sopir taksi tersebut. Ronald menyandarkan tubuhnya ke kursi sembari memejamkan matanya. Dia tersenyum tipis. Sekarang, dia tahu haru
Bab 43❤️Delapan Tahun kemudian ❤️"Ma, aku gak mau masuk sekolah lagi!" ujar Axel sendu."Kenapa begitu, Sayang?" tanya Kirana. Dia tampak terkejut dengan pernyataan putra semata wayangnya."Teman-teman jahat, Ma!""Jahat bagaimana?""Mereka tidak mau berteman dengan aku. Mereka juga mengolok-olok aku, Ma!" ujar Axel lirih.Kirana terhenyak. Selalu begitu. Tak bisakah mereka membiarkan putranya bisa bersekolah dengan tenang? Yang melakukan kesalahan adalah orang tuanya. Jadi, biar orang tuanya yang menanggung. Jangan bebankan kepada anaknya. Anak yang masih polos dan tak tahu apa-apa. Sejak awal bersekolah, selalu masalah yang sama. Ini sekolah ketiga yang dia datangi. Di dua sekolah sebelumnya, Axel mengalami masalah yang sama. "Sayang … kita tidak mungkin pindah sekolah lagi. Apa semua teman kamu menjauhi kamu?" tanya Kirana.Axel menggeleng."Ada dua anak kembar yang berteman dengan aku. Tapi, teman-teman yang lain mencoba menghasutnya untuk menjauhi aku," ujar Axel lirih."Lalu