🏵️🏵️🏵️
Rania tidak pernah menyangka kalau pemuda yang baru ia kenal seminggu yang lalu, kini sedang berbincang dengan kedua orang tuanya. Baginya, ini merupakan hal yang sangat langka. Padahal selama ini, tidak sedikit laki-laki yang berkenalan dengannya, tetapi tidak senekat Leo.
Pak Bagas Wardana—ayah Rania, melemparkan senyuman kepada putri bungsunya lalu meminta gadis itu duduk. Sementara Bu Farida—ibu Rania, masih tertegun melihat ketampanan Leo. Ternyata Pak Bagas memperhatikan sikap istrinya tersebut.
“Kita ke ruang TV, yuk, Mah.” Laki-laki itu berdiri lalu meraih tangan Bu Farida.
“Papa duluan aja. Mama mau ikutan ngobrol.”
“Mama ada-ada aja. Biarkan mereka ngomong berdua. Masa mau ikut campur urusan anak muda.” Pak Bagas tetap masih bersikeras menghentikan keinginan istrinya.
“Iya, deh.” Bu Farida pun, berdiri. “Om dan Tante ke dalam dulu, ya, Nak Leo.” Wanita itu menunjukkan deretan gigi putihnya di depan Leo lalu ia dan sang suami beranjak dari ruangan itu.
“Abang kenapa masih di sini?” Rania bertanya kepada Azzam yang masih berdiri di dekat sofa.
“Cie, nggak mau diganggu, ya. Udah nggak sabar ingin berduaan.” Azzam justru menggoda adiknya itu.
“Udah, ah. Abang masuk sana. Aku mau ngomong penting sama, nih, cowok.” Rania menunjuk ke arah Leo.
“Iya, deh, ngerti.” Azzam mengangkat alis kanannya. “Bro, hati-hati dengan adik saya. Bawel banget.” Azam melihat ke arah Leo. Setelah itu, ia pun beranjak ke kamarnya.
“Abang mau ngapain ke sini?” Rania langsung melontarkan pertanyaan kepada Leo setelah Azzam pergi. Saat ini, mereka duduk dengan posisi berhadapan.
“Tebak aja sendiri.” Leo memberikan jawaban dengan santai.
“Ih, nyebelin. Nggak ada kasih kabar, tiba-tiba nongol.” Rania kesal mendengar jawaban Leo.
“Mau kasih kabar lewat apa? Saya nggak punya nomor HP kamu.”
“Pokoknya saya tetap nggak terima. Nggak bisa bayangin, deh, kalau Papa dan Mama mikir yang aneh-aneh. Kalau mereka nanya, saya harus jawab apa? Apalagi Bang Azzam yang super kepo. Benar-benar bikin ribet.”
“Bawel.”
“Apa?” Rania memandang Leo dengan tatapan kesal.
“Bukan hanya saya yang bilang kamu bawel. Ternyata Abang kamu juga.” Leo menyunggingkan bibirnya.
“Nggak perlu basa-basi lagi. Apa tujuan Abang ke sini?”
“Mau lamar kamu.”
“Tuh, kan, makin nyebelin. Kalau memang nggak ada yang penting, Abang silakan pulang. Saya juga mau istirahat.” Rania menganggap ucapan Leo sebagai candaan semata.
“Lamaran kamu anggap nggak penting? Niat saya ke sini serius untuk lamar kamu.” Leo menunjukkan wajah serius.
Rania kini bergeming karena tidak tahu harus berkata apa setelah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Leo. Baginya, ini merupakan kejadian yang tidak biasa. Ia sangat ingat kalau pertemuan pertamanya dengan Leo hanya dua jam, artinya 120 menit. Ia tidak percaya jika pemuda yang baru ia kenal itu memiliki niat untuk melamar dirinya.
Setelah Leo berpisah dengan Rania seminggu yang lalu, pemuda itu langsung mengutarakan niatnya kepada sang ayah di kantor. Ia mengaku terpesona melihat Rania. Ia juga tidak sungkan meminta izin dan doa dari ayahnya agar merestui niatnya untuk mempersunting Rania.
“Leo ingin mempersunting gadis pilihan Leo, Pih.” Leo bersemangat menyampaikan niatnya di depan Pak Zainal seminggu yang lalu.
“Apa kamu yakin? Ingat, loh, perusahaan ini juga tanggung jawabmu. Apa kamu bisa membagi waktu untuk keluarga dan karir?” Pak Zainal ingin mengetahui jawaban anak semata wayangnya tersebut.
“Bisa, Pih. Leo sangat yakin.” Leo menunjukkan keseriusannya.
Setelah pulang kantor, Leo dan ayahnya kembali membicarakan tentang lamaran kepada Bu May. Wanita itu pun menyerahkan segalanya kepada anaknya. Ia dan suaminya sangat bahagia mendengar cerita putra mereka tentang Rania.
Leo sangat bersyukur karena telah mendapatkan restu dari ayah dan ibunya. Ia pun akhirnya memilih untuk berkunjung ke rumah Rania hari ini. Ia ingin menyampaikan niatnya kepada sang pujaan hati. Namun, setelah dirinya mengutarakan niat itu, Rania justru tidak percaya.
“Nia ... saya serius ingin melamar kamu.” Leo kembali mengucapkan tujuannya kepada Rania.
“Saya nggak mau dengar. Sekarang Abang pergi.”
“Saya akan buktikan keseriusan saya. Tunggu aja.” Leo pun akhirnya beranjak karena Rania meminta dirinya segera pergi.
Rania kini kembali memasuki kamar setelah berhasil meminta Leo pergi dari rumahnya. Gadis itu menghempaskan diri ke tempat tidur. Ia masih belum mampu memahami apa yang Leo sampaikan tadi. Baginya, ini merupakan lelucon yang unik.
🏵️🏵️🏵️
Rania—gadis berusia dua puluh tahun, saat ini masih duduk di bangku kuliah tingkat tiga. Sebagai mahasiswi, ia belum pernah memikirkan untuk menikah di usia muda karena masih fokus dalam pendidikannya. Ia memiliki cita-cita menjadi seorang dosen.
Saat ini, ia ingin tetap mempertahankan prestasinya di kampus. Gadis itu tidak pernah absen sebagai juara kelas sejak duduk di bangku SD. Setelah memasuki bangku kuliah, ia juga selalu memperoleh IPK tertinggi di kelasnya. Oleh karena itu, ia pun sering mendapatkan beasiswa.
Ia tidak hanya berprestasi, tetapi juga memiliki sikap dermawan. Beasiswa yang ia dapatkan dari hasil prestasi selalu disumbangkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Ia biasanya menyumbangkannya ke Panti Asuhan Umi Al Fitrah Tanjungpinang.
“Hei, ngelamun aja dari tadi.” Liza menepuk bahu Rania.
Liza adalah sahabat Rania sejak mereka duduk di bangku kuliah. Kedua gadis itu juga memilih jurusan yang sama. Liza sangat heran melihat sikap Rania yang tidak seperti biasanya. Padahal hari Sabtu kemarin, temannya itu masih berbincang dengan ceria.
“Kamu lagi ada masalah?” tanya Liza kepada Rania.
“Nggak, kok.”
“Tumben menyendiri. Biasa juga ke kantin bareng.”
“Aku lagi pengen sendiri.”
“Kamu kecapekan liburan, ya, kemarin? Jalan sama siapa?” Liza memainkan alisnya di depan sahabatnya tersebut.
“Aku di rumah aja, kok.”
“Tapi kamu hari ini beda dari biasanya. Kayak lagi mikir gitu.”
“Aku mikirin dia.”
“Cie, dia siapa, tuh?”
“Udah, ah. Pak Fadli udah masuk, tuh.”
Sekarang, mahasiswa dan mahasiswi di kelas Rania mengikuti mata kuliah Matematika Keuangan. Ini merupakan pelajaran favorit gadis itu. Namun kali ini, ia tidak fokus karena masih memikirkan apa yang Leo ucapkan kemarin. Ia merasa belum siap jika hal itu benar terjadi.
Setelah mata kuliah selesai, kelas pun bubar. Hari ini, Rania tidak membawa kendaraan sendiri karena Azzam yang mengantarnya ke kampus. Jadi, ia akan pulang bersama Liza. Namun, sebelum tiba di pintu gerbang, ia sangat terkejut melihat Leo, sosok yang telah membuat konsentrasi belajarnya buyar hari ini.
Ia ingin menghindar, tetapi Leo telah melihatnya. Pemuda itu pun menghampiri Rania lalu mengajaknya masuk mobil. Mahasiswi tingkat tiga itu tidak mampu mengelak dan menolak. Sementara Liza sangat tertegun menyaksikan ketampanan Leo hingga mengabaikan Rania yang berpamitan.
“Aku benci kamu, Bang.” Rania kesal. Ia langsung melontarkan apa yang ia rasakan terhadap Leo.
“Eh, panggilannya udah beda. Pakai kamu.” Leo tersenyum melihat bibir manyun Rania.
“Biarin. Mulai sekarang, aku mau jadi cewek galak di depan kamu.”
“Terserah kamu aja. Aku nggak apa-apa, kok.”
“Ih, kamu benar-benar nyebelin. Mau kamu apa, sih?”
“Hari ini, aku akan datang lagi ke rumahmu. Tunggu aku, ya.”
“Ngapain ikutan pakai aku.”
“Bawel, bawel.”
🏵️🏵️🏵️
Waktu menunjukkan pukul 15.30 Wib, Rania heran melihat ayah dan kakaknya telah tiba di rumah. Padahal biasanya, kedua lelaki itu hampir setiap hari pulang kantor jam lima. Pak Bagas pun menjelaskan kalau tadi, ia dan Azzam langsung pulang setelah bertemu klien.
Rania sangat bersyukur karena Pak Bagas akan turut menyambut kedatangan Leo beserta keluarga besar dari pihak ayahnya. Ia tidak menyangka kalau Leo menepati janjinya untuk berkunjung ke rumahnya. Kedua orang tua gadis itu juga sangat terkejut setelah mendengar tujuan keluarga Leo.
Rania makin terkejut lagi setelah mengetahui Pak Zainal dan Pak Bagas yang merupakan teman sekelas waktu SMP. Kedua lelaki itu berbincang panjang lebar sambil mengenang masa-masa saat masih memakai seragam putih biru. Melihat keakraban orang tua tersebut, Leo sangat bahagia.
“Saya, sih, terima lamaran ini, tapi saya tetap menyerahkan keputusan kepada Nia karena dia yang akan menjalaninya nanti.” Pak Bagas berterus terang tentang apa yang ia rasakan.
“Kamu bujuk Nia, dong, Gas.” Pak Zainal berharap banyak kepada sahabatnya tersebut.
“Saya tidak mau ada pemaksaan, Nal. Begini aja, saya kasih tantangan untuk Leo. Jika dia berhasil membujuk Nia dalam waktu dua jam, saya janji akan menyetujui pernikahan mereka. Sekarang, kita kasih mereka berdua kesempatan ngobrol di teras depan.” Pak Bagas tidak ingin memaksakan kehendak terhadap Rania, walaupun sebenarnya ia menyukai Leo yang sangat berwibawa dan dewasa.
Leo dan Rania pun beranjak dari ruang tamu menuju teras depan. Saat ini, Rania sangat bingung harus bersikap seperti apa. Di satu sisi, ia tidak ingin mempermalukan kedua orang tuanya dan kakaknya. Namun di sisi lain, ia belum siap menikah di usia muda dan masih berstatus sebagai mahasiswi. Ia tidak tahu apakah dirinya akan menerima atau menolak Leo.
=============
🏵️🏵️🏵️Cuaca tampak cerah walaupun hari sudah sore. Leo sangat menikmati suasana saat ini, tetapi tidak dengan Rania. Gadis itu masih bingung harus menentukan keputusan. Ia tidak mengerti kenapa pertemuannya dengan laki-laki yang baru ia kenal itu, akhirnya membawa perasaan yang membingungkan.Saat ini, posisi Leo dan Rania sedang duduk berhadapan. Mereka masih terdiam dengan pikiran masing-masing. Leo ingin memulai pembicaraan, tetapi merasa sungkan karena melihat wajah Rania yang murung.Sementara itu, Rania tidak tahu harus memulai dari mana untuk memberikan jawaban kepada Leo. Ia mengaku mengagumi pemuda itu, tetapi pernikahan belum tebersit dalam benaknya karena belum siap menjadi seorang istri.“Apa jawaban kamu, Nia?” Leo pun akhirnya membuka suara.“Aku harus jawab apa? Kenapa kamu senekat ini?” Rania mulai menunjukkan wajah kesalnya.“Apa salah jika aku ingin menghalalkan gadis yang kudambakan?”“Dambakan? Apa kamu nggak ingat kalau pertemuan kita hanya dua jam? Itu sama d
🏵️🏵️🏵️Leo sangat terkejut mendengar teriakan Rania. Pemuda itu segera berlari menuju pintu kamar mandi. Ia panik karena takut terjadi sesuatu terhadap istrinya. Ia pun mengetuk pintu sambil memanggil gadis yang ia cintai tersebut. Ia berusaha meyakinkan diri bahwa Rania baik-baik saja.“Sayang, ada apa? Buka pintunya!” Rania tidak memberikan respons, tetapi justru makin takut karena lampu yang berada tidak jauh darinya, berkelip tidak hanya sekali. Ia pun memilih keluar dari bathtub lalu meraih handuk untuk menutupi tubuhnya. Ia berniat akan mengenakan pakaian, tetapi dirinya lupa kalau tadi tidak membawa baju ganti.Kini, ia tidak memiliki pilihan lain. Ia berpikir akan meminta Leo mengambil pakaiannya di tas yang ia bawa dari rumah orang tuanya. Namun, ia bingung karena merasa canggung jika Leo harus melihat isi tasnya. Ia benar-benar dihadapkan pada situasi yang serba salah.“Sayang, kenapa diam aja? Buka pintunya. Kamu baik-baik aja, ‘kan?” Leo kembali mengetuk pintu.Mendeng
🏵️🏵️🏵️Malam ini merupakan malam kedua untuk Rania tinggal di rumah Leo. Saat ini, anggota keluarga yang masih berada di rumah sang mertua adalah kakek dan nenek Leo dari pihak ayahnya. Mereka bersemangat berbincang bersama. Sementara Rania dan Leo lebih memilih menjadi pendengar.Kakek dan nenek Leo menceritakan masa lalu anak sulung mereka—Pak Zainal. Saat masih sekolah, laki-laki itu termasuk siswa nakal dan keras kepala. Oleh karena kenakalannya, ia beberapa kali mendapat surat panggilan dari kepala sekolah.“Dulu, papi mertuamu, nih ... nakal, Nia. Beda dengan pakcik dan makcikmu.” Bu Julia—nenek Leo, melihat ke arah Rania. Mahasiswi itu memberikan respons dengan tersenyum.“Tapi kenakalan saya nggak turun ke Leo, Mak.” Pak Zainal memberikan respons. Sementara Rania melirik ke arah Leo. Wanita itu tiba-tiba mengingat apa yang terjadi tadi malam. Baginya, suaminya itu usil.“Leo, kan, anak baik.” Pak Thamrin—kakek Leo, langsung mem
🏵️🏵️🏵️Serba salah, itu yang Leo rasakan saat ini. Ia tidak bermaksud untuk menyembunyikan apa pun dari Rania. Ia sengaja tidak memberitahukan tentang dirinya yang tinggal di Tanjungpinang sejak kecil. Ia melakukan itu karena ingin memberikan kejutan.Akan tetapi, rencana Leo yang ingin menceritakan langsung tentang masa-masa sekolahnya kepada Rania, akhirnya gagal karena penjelasan sang ibu. Ia menyesal karena tidak memberitahukan niatnya terlebih dahulu kepada wanita yang telah melahirkannya itu.“Lagi lihat siapa, Bro?” tanya Damar—sahabat Leo, lima tahun yang lalu. Kala itu, Leo masih memakai seragam putih abu-abu dan duduk di bangku kelas dua belas. Saat itu, ia baru selesai menyelesaikan UN.“Kok, aku baru lihat cewek cantik itu, Bro?” Leo terpana melihat seorang siswi yang baru keluar dari sekolahnya. Siswi tersebut merupakan pendamping hidupnya sekarang.“Ke mana aja, Bro? Makanya jangan sibuk dengan fans, sampai nggak tahu ada cewek cantik di sebelah.” “Kau kenal dia?” Leo
🏵️🏵️🏵️Rania mengerutkan dahi karena Leo kembali melingkarkan tangan di pinggangnya. Dia melihat jelas kalau suaminya itu tidak memberikan respons setelah membaca pesan yang masuk. Ia penasaran dan ingin tahu apa alasannya yang menunjukkan wajah santai.“Pesan dari siapa? Kok, nggak dibalas?” tanya Rania.“Nggak tahu dari siapa. Nomornya nggak tersimpan.”“Kan, kamu bisa nanya. Apa isi pesannya?” Rania makin ingin tahu.“Cie, ternyata kamu peduli, Sayang.” Leo memegang pipi Rania.“Aku hanya ingin tahu aja. Tapi kalau kamu nggak mau kasih tahu, nggak apa-apa.”“Jangan ngambek lagi, dong. Itu tadi ucapan selamat untuk pernikahan kita.” Leo pun memberitahukan isi pesan masuk di ponselnya.“Kamu cuek aja? Nggak ngucapin terima kasih? Kok, kamu tega?” Rania menjauhkan tangan Leo dari pipinya.“Udah, Sayang. Nggak perlu diperpanjang. Nanti aku pasti balas. Tapi sekarang aku lagi nggak ingin diganggu. Aku mau bermesraan dengan istriku.” Leo memainkan rambut panjang Rania.“Terserah kamu,
🏵️🏵️🏵️Saat ini, hati Leo sangat panas menyaksikan pemandangan yang tidak diharapkan. Ia tidak tahu apa tujuan Bayu menemui Rania. Ia tidak bermaksud untuk mengekang kebebasan istrinya dalam berteman dengan siapa pun. Ia hanya berharap agar wanita yang ia cintai tersebut mampu menjaga jarak dengan lelaki lain.Di samping itu, ia tidak terima jika pria yang pernah memiliki perasaan lebih terhadap Rania, kini kembali muncul. Namun, ia berusaha untuk tetap berpikiran positif karena mengingat Bayu adalah sepupu Damar, sahabatnya. Ia tidak ingin terjadi kesalahpahaman.Ia pun akhirnya melangkah menghampiri Rania. Hatinya sudah yakin untuk tidak menunjukkan rasa cemburunya di depan wanita itu. Di samping itu, ia juga berpikir bahwa istrinya adalah miliknya.“Kuliahnya udah kelar, Sayang?” Ia langsung melingkarkan tangan kirinya ke pinggang Rania. Sementara Bayu segera melepaskan jabatan tangannya dari wanita yang masih ia cintai tersebut.“Udah, Bang.” Rania menyunggingkan senyuman.“Eh,
🏵️🏵️🏵️Leo tersenyum melihat mangkuk yang kini sudah kosong karena isinya telah berpindah ke perut Rania. Ia baru dua hari ini melihat istrinya tersebut makan sangat lahap, padahal sebelumnya paling susah kalau diajak makan nasi. Rania lebih suka makan sayur-sayuran dan buah-buahan.Kini, Rania menunjukkan wajah ceria karena sudah kenyang. Ia meraba perutnya yang tampak lebih menonjol dari biasanya. Ia pun tiba-tiba ingat kalau dirinya lebih bersemangat makan sejak dua hari yang lalu. Ia tidak terima jika badannya tiba-tiba tidak langsing lagi.“Bang, aku gemukan, ya? Kok, perutku nggak rata seperti biasa? Kok, menonjol sedikit? Aku harus diet, nih.” Rania bertanya kepada Leo sambil memegang perutnya.“Nggak, kok. Masih tetap langsing dan cantik.” Leo turut menempelkan tangannya ke perut Rania.“Kenapa perutku lebih besar dari biasanya?” Rania masih heran.“Mungkin ada isinya.” Leo berbisik di telinga istrinya.“Isi nasi?” Rania tidak mengerti apa maksud suaminya.“Siapa tahu ada ba
🏵️🏵️🏵️Rania merasa aneh, kenapa kontak yang mengirim pesan ke ponsel Leo tidak tersimpan, padahal pesan itu menjelaskan kalau sebelumnya si pengirim sudah pernah menghubungi laki-laki itu. Rania tidak mengerti kenapa suaminya tidak terbuka terhadap dirinya.Rania dapat mengerti isi pesan masuk di ponsel Leo. Ia belajar bahasa Thailand karena mengidolakan James Jirayu. Rania ingin langsung menanyakan siapa pengirim pesan itu kepada Leo, tetapi ia tidak ingin menunjukkan kecemburuannya di depan laki-laki tersebut.Rania berusaha bersikap santai. Ia kembali ke sofa sambil membawa ponsel Leo. Ia berharap, walaupun dirinya tidak bertanya tentang pesan itu, tetapi Leo bersedia memberikan penjelasan. Ia telah berjanji pada diri sendiri untuk memercayai suaminya itu.“Pesan dari siapa, Sayang?” tanya Leo setelah Rania duduk di sampingnya.“Nggak tahu. Nggak ada namanya.” Rania pun menyerahkan ponsel itu kepada suaminya.Rania melirik Leo yang sedang membaca pesan tanpa nama tersebut. Ia ki
🏵️🏵️🏵️Leo tidak mampu berkata-kata setelah melihat istri yang sangat ia cintai, kini berdiri di hadapannya. Ia pun langsung mendekap wanita itu, tetapi penolakan yang ia dapatkan. Rania meronta-ronta hingga berhasil melepaskan pelukan Leo. Ia masih sangat kesal terhadap laki-laki itu.Orang tua Rania yang sejak tadi duduk di ruang keluarga, langsung memasuki kamar putri mereka tersebut. Mereka sangat heran melihat sang anak bungsu yang menjauh dari Leo, bahkan mendorong tubuh laki-laki itu.Bu Farida berusaha membujuk Rania lalu memeluknya. Wanita paruh baya itu mengajak Rania duduk di tempat tidur dan memintanya menceritakan apa yang terjadi. Sementara Leo langsung berlutut di depan istri yang sangat ia cintai tersebut.“Sayang, kamu kenapa?” Leo meraih tangan Rania lalu menggenggamnya.“Sampai kapan kamu bohongin aku terus?” Rania langsung melontarkan pertanyaan itu kepada Leo.“Bohong apa, Sayang? Aku nggak ngerti.” Leo tidak mengerti dengan ucapan Rania.“Hebat kamu, Bang. Kamu
🏵️🏵️🏵️Dua bulan berlalu, tetapi Leo masih belum mampu menceritakan apa yang membuatnya merasa bersalah terhadap Rania. Ia sangat tahu seperti apa sifat istrinya tersebut. Ia tidak ingin terjadi kesalahpahaman lagi di antara mereka.Leo juga tidak ingin mengganggu kebahagiaan Rania saat ini, di mana wanita itu sangat senang menyaksikan pernikahan Azzam—kakak semata wayangnya. Rania mengaku terharu karena akhirnya melihat Azzam menikah dengan Ayu.Bukan hanya itu saja alasan yang membuat Leo belum mampu mengutarakan kejujuran kepada Rania. Ia juga tidak ingin melihat istrinya sedih. Apalagi saat ini, Leo sedang mengharapkan keajaiban agar Rania kembali hamil.“Bang, kita nginap di sini aja, ya, malam ini.” Rania berharap agar Leo memenuhi keinginannya untuk menginap di rumah orang tuanya setelah acara pernikahan Azzam dan Ayu selesai.“Iya, Sayang. Aku ngikut aja.” Leo mengembangkan senyuman di depan Rania.“Terima kasih, Bang.” Rania bahagia mendengar jawaban Leo. Ia pun mengajak su
🏵️🏵️🏵️Rania kembali menginjakkan kaki di rumah keluarga Leo. Ia tidak tahu apakah hatinya bahagia atau justru sebaliknya. Di satu sisi, ia merasa bahwa sewajarnya dirinya berada di rumah suaminya. Namun di sisi lain, ia tetap kesal mengingat Laura.Kini, Rania merebahkan tubuh di kamar. Ia ingin menanyakan tentang Laura. Namun sebelum niat itu terucap, Leo pun memintanya untuk mendengar penjelasan tentang Laura. Rania terkejut, tetapi juga bahagia setelah mengetahui keadaan Laura yang sebenarnya.Rania ingin memeluk Leo karena menganggap laki-laki itu tetap setia dengan cintanya terhadapnya. Namun, ia mencoba untuk menahan diri dan berpura-pura bersikap biasa saja walaupun hati kecilnya mengatakan kalau ia sangat bahagia saat ini.“Kok, respons kamu biasa aja, Sayang? Kamu nggak bahagia?” Leo tidak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan istrinya.“Aku harus bilang apa?” Rania memberikan balasan dengan nada santai.“Aku sudah menepati janjiku untuk membuktikan kalau aku hanya milikm
🏵️🏵️🏵️Tiga bulan berlalu, penyelidikan Leo tentang niat Laura, akhirnya membuahkan hasil. Kini, kenyataan yang sebenarnya pun terungkap. Laura sengaja mengaku mengandung anak Leo karena dirinya ingin mendapatkan laki-laki yang ia cintai tersebut.Laura tidak dapat mengelak lagi saat keluarga Leo memeriksakan usia kandungannya ke rumah sakit hari ini. Dalam perkiraan ketika kepulangan Leo dari Thailand, seharusnya usia kehamilan Laura memasuki delapan bulan, tetapi kenyataannya sungguh di luar dugaan.Bu May selama ini sudah menaruh curiga melihat bentuk perut Laura yang tidak sewajarnya. Dugaan wanita paruh baya itu benar-benar membuat hati Leo bahagia. Usia kehamilan Laura baru memasuki lima bulan. Ia telah melakukan kebohongan besar demi mewujudkan keinginannya.Sejak Leo meninggalkan Thailand tujuh bulan yang lalu, Laura merasa hancur. Ia pun sering menghabiskan waktunya di tempat hiburan malam didampingi Siwat. Oleh karena keduanya sedang dalam keadaan mabuk, hubungan yang belu
🏵️🏵️🏵️Pak Bagas dan Bu Farida terkejut melihat Rania yang langsung berlari menuju kamarnya. Kedua orang tua itu tidak mengerti kenapa anak bungsu mereka tiba-tiba kembali pulang tanpa memberi kabar sebelumnya. Sementara Azzam menghampiri ayah dan ibunya yang sedang bersantai di depan TV. Ia tidak lupa membawa masuk koper milik Rania.Azzam pun memilih duduk menghadap Pak Bagas dan Bu Farida. Ia meminta agar kedua orang tuanya tersebut tidak terkejut dengan apa yang akan ia sampaikan. Azzam merasa berat untuk menyampaikan apa yang terjadi terhadap Rania kepada ayah dan ibunya, tetapi ia ingin tetap jujur dengan kenyataan yang sebenarnya.Azzam menghela napas lalu mulai menceritakan penderitaan yang Rania alami saat ini. Ia berusaha tenang mengungkapkan fakta tentang Leo. Pak Bagas dan Bu Farida kembali terkejut dan mereka mengaku tidak percaya dengan apa yang Azzam sampaikan.“Nggak mungkin Azzam bohong, Pah, Mah. Nia sedih banget sekarang. Dari rumah Leo sampai ke sini, dia nangis.
🏵️🏵️🏵️Rania menepati janji yang pernah ia ucapkan, mencabut gugatan cerai dari pengadilan. Terbukti saat ini, dirinya kembali tinggal di rumah Leo. Ia bahkan lebih bahagia daripada saat awal menikah. Kini, tiga bulan telah berlalu, Rania pun memasuki tingkat akhir dalam pendidikannya di STIE Pembangunan Tanjungpinang. Ia sangat bahagia karena Leo selalu memberikan dukungan dan semangat kepadanya. Di samping itu, hubungan mereka juga makin membaik dan mesra.Akan tetapi, Rania sering merasa bersalah karena menganggap dirinya tidak mampu memenuhi harapan Leo. Ia takut jika tidak dapat memberikan keturunan untuk keluarga suaminya. Ia sering sedih mengingat keadaannya yang sekarang.“Kenapa kamu masih mempertahankan aku, Bang? Gimana kalau aku nggak bisa kasih keturunan untuk keluargamu?" Rania mengingatkan kembali tentang kekurangan yang ia miliki saat ini.“Aku terima kamu apa adanya, Sayang. Kamu jangan ngomong seperti itu.”“Mungkin kamu bisa terima aku, tapi bagaimana dengan Papi
🏵️🏵️🏵️Dua minggu berlalu, Leo dinyatakan sembuh oleh Dokter Wildan. Ia kembali melakukan aktivitas seperti biasanya. Sementara Rania sangat bahagia karena Leo kini lebih segar dan bersemangat. Ia merasa telah berhasil membuat sang suami lebih cepat pulih dari sakitnya.Akan tetapi, walaupun Rania telah menunjukkan sikap lembut di depan Leo, wanita itu tetap belum bersedia kembali ke rumah keluarga suaminya itu. Ia mengaku belum siap untuk tinggal seatap dengan Leo. Ia meminta waktu untuk menata hatinya.Leo dan orang tuanya mengerti keadaan Rania. Mereka pun mengatakan akan tetap setia menunggu kesediaan Rania agar kembali tinggal bersama Leo. Pak Zainal dan Bu May tidak ingin memaksakan kehendak. Kedua orang tua tersebut memberikan kebebasan kepada sang menantu.“Kenapa kamu jemput aku, Bang? Aku bisa pulang sendiri. Naik angkot atau numpang Liza.” Rania tidak menyangka kalau Leo menjemputnya ke kampus saat mata kuliah telah berakhir.“Tadi aku yang ngantar kamu, wajar kalau aku j
🏵️🏵️🏵️Rania bingung harus berbuat apa sekarang. Ia tidak sanggup melihat Leo sakit, tetapi juga tidak ingin terlihat lemah di depan laki-laki tersebut. Hanya satu cara yang dapat Rania lakukan saat ini, mengalihkan pembicaraan.“Oh, ya ... kemarin Makcik Rika telepon, beliau meminta kita jalan-jalan ke Pontianak.”“Kamu sengaja mengalihkan pembicaraan, Sayang?” Rania merasa gagal mencari cara agar Leo tidak mendesak dirinya untuk menjawab pertanyaan yang sulit.“Kok, kamu nuduhnya gitu? Aku serius. Beliau juga cerita kalau Aura, SMA di sini. Dia tinggal di rumah Atok dan Nenek.” Rania tetap berusaha agar Leo mendengar ucapannya.“Aku lagi nggak ingin bahas orang lain sekarang. Aku maunya bicara tentang kita.”“Kamu anggap Aura sebagai orang lain? Dia adik sepupu kamu, Bang.”“Kita bisa bahas itu nanti. Aku ingin serius bicara denganmu, Sayang. Tolong jawab pertanyaanku.” Leo langsung mendekap wanita yang ia cintai tersebut.Kondisi Leo saat ini membuat Rania benar-benar tidak mampu
🏵️🏵️🏵️Dokter Wildan dan Pak Zainal segera memapah Leo ke kamar. Sementara Bu May dan Rania mengikuti mereka dari belakang. Dokter Wildan meminta agar Rania bersedia menemani Leo dalam keadaan seperti sekarang ini.Rania tidak mampu menolak permintaan dokter yang menangani Leo. Ia pun mengiakan kalau dirinya bersedia menjaga laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya tersebut. Ia juga tidak ingin melihat kesedihan di wajah kedua mertuanya.Kini, Leo telah tertidur setelah Dokter Wildan memberikannya obat. Sementara Rania masih penasaran dengan sakit yang diderita laki-laki itu. Ia masih mengingat sang suami yang tiba-tiba sesak hingga membuat dirinya panik.“Leo sakit apa, Dok?” tanya Rania. Ia berharap mendapat penjelasan dari Dokter Wildan.Mendengar pertanyaan Rania, Dokter Wildan melihat ke arah Pak Zainal dan Bu May secara bergantian. Kedua orang tua Leo pun memberikan isyarat kepada Dokter Wildan. Rasa penasaran Rania kian memuncak.“Baiklah, saya akan mengatakan hal yang