🏵️🏵️🏵️
Rania tidak pernah menyangka kalau pemuda yang baru ia kenal seminggu yang lalu, kini sedang berbincang dengan kedua orang tuanya. Baginya, ini merupakan hal yang sangat langka. Padahal selama ini, tidak sedikit laki-laki yang berkenalan dengannya, tetapi tidak senekat Leo.
Pak Bagas Wardana—ayah Rania, melemparkan senyuman kepada putri bungsunya lalu meminta gadis itu duduk. Sementara Bu Farida—ibu Rania, masih tertegun melihat ketampanan Leo. Ternyata Pak Bagas memperhatikan sikap istrinya tersebut.
“Kita ke ruang TV, yuk, Mah.” Laki-laki itu berdiri lalu meraih tangan Bu Farida.
“Papa duluan aja. Mama mau ikutan ngobrol.”
“Mama ada-ada aja. Biarkan mereka ngomong berdua. Masa mau ikut campur urusan anak muda.” Pak Bagas tetap masih bersikeras menghentikan keinginan istrinya.
“Iya, deh.” Bu Farida pun, berdiri. “Om dan Tante ke dalam dulu, ya, Nak Leo.” Wanita itu menunjukkan deretan gigi putihnya di depan Leo lalu ia dan sang suami beranjak dari ruangan itu.
“Abang kenapa masih di sini?” Rania bertanya kepada Azzam yang masih berdiri di dekat sofa.
“Cie, nggak mau diganggu, ya. Udah nggak sabar ingin berduaan.” Azzam justru menggoda adiknya itu.
“Udah, ah. Abang masuk sana. Aku mau ngomong penting sama, nih, cowok.” Rania menunjuk ke arah Leo.
“Iya, deh, ngerti.” Azzam mengangkat alis kanannya. “Bro, hati-hati dengan adik saya. Bawel banget.” Azam melihat ke arah Leo. Setelah itu, ia pun beranjak ke kamarnya.
“Abang mau ngapain ke sini?” Rania langsung melontarkan pertanyaan kepada Leo setelah Azzam pergi. Saat ini, mereka duduk dengan posisi berhadapan.
“Tebak aja sendiri.” Leo memberikan jawaban dengan santai.
“Ih, nyebelin. Nggak ada kasih kabar, tiba-tiba nongol.” Rania kesal mendengar jawaban Leo.
“Mau kasih kabar lewat apa? Saya nggak punya nomor HP kamu.”
“Pokoknya saya tetap nggak terima. Nggak bisa bayangin, deh, kalau Papa dan Mama mikir yang aneh-aneh. Kalau mereka nanya, saya harus jawab apa? Apalagi Bang Azzam yang super kepo. Benar-benar bikin ribet.”
“Bawel.”
“Apa?” Rania memandang Leo dengan tatapan kesal.
“Bukan hanya saya yang bilang kamu bawel. Ternyata Abang kamu juga.” Leo menyunggingkan bibirnya.
“Nggak perlu basa-basi lagi. Apa tujuan Abang ke sini?”
“Mau lamar kamu.”
“Tuh, kan, makin nyebelin. Kalau memang nggak ada yang penting, Abang silakan pulang. Saya juga mau istirahat.” Rania menganggap ucapan Leo sebagai candaan semata.
“Lamaran kamu anggap nggak penting? Niat saya ke sini serius untuk lamar kamu.” Leo menunjukkan wajah serius.
Rania kini bergeming karena tidak tahu harus berkata apa setelah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Leo. Baginya, ini merupakan kejadian yang tidak biasa. Ia sangat ingat kalau pertemuan pertamanya dengan Leo hanya dua jam, artinya 120 menit. Ia tidak percaya jika pemuda yang baru ia kenal itu memiliki niat untuk melamar dirinya.
Setelah Leo berpisah dengan Rania seminggu yang lalu, pemuda itu langsung mengutarakan niatnya kepada sang ayah di kantor. Ia mengaku terpesona melihat Rania. Ia juga tidak sungkan meminta izin dan doa dari ayahnya agar merestui niatnya untuk mempersunting Rania.
“Leo ingin mempersunting gadis pilihan Leo, Pih.” Leo bersemangat menyampaikan niatnya di depan Pak Zainal seminggu yang lalu.
“Apa kamu yakin? Ingat, loh, perusahaan ini juga tanggung jawabmu. Apa kamu bisa membagi waktu untuk keluarga dan karir?” Pak Zainal ingin mengetahui jawaban anak semata wayangnya tersebut.
“Bisa, Pih. Leo sangat yakin.” Leo menunjukkan keseriusannya.
Setelah pulang kantor, Leo dan ayahnya kembali membicarakan tentang lamaran kepada Bu May. Wanita itu pun menyerahkan segalanya kepada anaknya. Ia dan suaminya sangat bahagia mendengar cerita putra mereka tentang Rania.
Leo sangat bersyukur karena telah mendapatkan restu dari ayah dan ibunya. Ia pun akhirnya memilih untuk berkunjung ke rumah Rania hari ini. Ia ingin menyampaikan niatnya kepada sang pujaan hati. Namun, setelah dirinya mengutarakan niat itu, Rania justru tidak percaya.
“Nia ... saya serius ingin melamar kamu.” Leo kembali mengucapkan tujuannya kepada Rania.
“Saya nggak mau dengar. Sekarang Abang pergi.”
“Saya akan buktikan keseriusan saya. Tunggu aja.” Leo pun akhirnya beranjak karena Rania meminta dirinya segera pergi.
Rania kini kembali memasuki kamar setelah berhasil meminta Leo pergi dari rumahnya. Gadis itu menghempaskan diri ke tempat tidur. Ia masih belum mampu memahami apa yang Leo sampaikan tadi. Baginya, ini merupakan lelucon yang unik.
🏵️🏵️🏵️
Rania—gadis berusia dua puluh tahun, saat ini masih duduk di bangku kuliah tingkat tiga. Sebagai mahasiswi, ia belum pernah memikirkan untuk menikah di usia muda karena masih fokus dalam pendidikannya. Ia memiliki cita-cita menjadi seorang dosen.
Saat ini, ia ingin tetap mempertahankan prestasinya di kampus. Gadis itu tidak pernah absen sebagai juara kelas sejak duduk di bangku SD. Setelah memasuki bangku kuliah, ia juga selalu memperoleh IPK tertinggi di kelasnya. Oleh karena itu, ia pun sering mendapatkan beasiswa.
Ia tidak hanya berprestasi, tetapi juga memiliki sikap dermawan. Beasiswa yang ia dapatkan dari hasil prestasi selalu disumbangkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Ia biasanya menyumbangkannya ke Panti Asuhan Umi Al Fitrah Tanjungpinang.
“Hei, ngelamun aja dari tadi.” Liza menepuk bahu Rania.
Liza adalah sahabat Rania sejak mereka duduk di bangku kuliah. Kedua gadis itu juga memilih jurusan yang sama. Liza sangat heran melihat sikap Rania yang tidak seperti biasanya. Padahal hari Sabtu kemarin, temannya itu masih berbincang dengan ceria.
“Kamu lagi ada masalah?” tanya Liza kepada Rania.
“Nggak, kok.”
“Tumben menyendiri. Biasa juga ke kantin bareng.”
“Aku lagi pengen sendiri.”
“Kamu kecapekan liburan, ya, kemarin? Jalan sama siapa?” Liza memainkan alisnya di depan sahabatnya tersebut.
“Aku di rumah aja, kok.”
“Tapi kamu hari ini beda dari biasanya. Kayak lagi mikir gitu.”
“Aku mikirin dia.”
“Cie, dia siapa, tuh?”
“Udah, ah. Pak Fadli udah masuk, tuh.”
Sekarang, mahasiswa dan mahasiswi di kelas Rania mengikuti mata kuliah Matematika Keuangan. Ini merupakan pelajaran favorit gadis itu. Namun kali ini, ia tidak fokus karena masih memikirkan apa yang Leo ucapkan kemarin. Ia merasa belum siap jika hal itu benar terjadi.
Setelah mata kuliah selesai, kelas pun bubar. Hari ini, Rania tidak membawa kendaraan sendiri karena Azzam yang mengantarnya ke kampus. Jadi, ia akan pulang bersama Liza. Namun, sebelum tiba di pintu gerbang, ia sangat terkejut melihat Leo, sosok yang telah membuat konsentrasi belajarnya buyar hari ini.
Ia ingin menghindar, tetapi Leo telah melihatnya. Pemuda itu pun menghampiri Rania lalu mengajaknya masuk mobil. Mahasiswi tingkat tiga itu tidak mampu mengelak dan menolak. Sementara Liza sangat tertegun menyaksikan ketampanan Leo hingga mengabaikan Rania yang berpamitan.
“Aku benci kamu, Bang.” Rania kesal. Ia langsung melontarkan apa yang ia rasakan terhadap Leo.
“Eh, panggilannya udah beda. Pakai kamu.” Leo tersenyum melihat bibir manyun Rania.
“Biarin. Mulai sekarang, aku mau jadi cewek galak di depan kamu.”
“Terserah kamu aja. Aku nggak apa-apa, kok.”
“Ih, kamu benar-benar nyebelin. Mau kamu apa, sih?”
“Hari ini, aku akan datang lagi ke rumahmu. Tunggu aku, ya.”
“Ngapain ikutan pakai aku.”
“Bawel, bawel.”
🏵️🏵️🏵️
Waktu menunjukkan pukul 15.30 Wib, Rania heran melihat ayah dan kakaknya telah tiba di rumah. Padahal biasanya, kedua lelaki itu hampir setiap hari pulang kantor jam lima. Pak Bagas pun menjelaskan kalau tadi, ia dan Azzam langsung pulang setelah bertemu klien.
Rania sangat bersyukur karena Pak Bagas akan turut menyambut kedatangan Leo beserta keluarga besar dari pihak ayahnya. Ia tidak menyangka kalau Leo menepati janjinya untuk berkunjung ke rumahnya. Kedua orang tua gadis itu juga sangat terkejut setelah mendengar tujuan keluarga Leo.
Rania makin terkejut lagi setelah mengetahui Pak Zainal dan Pak Bagas yang merupakan teman sekelas waktu SMP. Kedua lelaki itu berbincang panjang lebar sambil mengenang masa-masa saat masih memakai seragam putih biru. Melihat keakraban orang tua tersebut, Leo sangat bahagia.
“Saya, sih, terima lamaran ini, tapi saya tetap menyerahkan keputusan kepada Nia karena dia yang akan menjalaninya nanti.” Pak Bagas berterus terang tentang apa yang ia rasakan.
“Kamu bujuk Nia, dong, Gas.” Pak Zainal berharap banyak kepada sahabatnya tersebut.
“Saya tidak mau ada pemaksaan, Nal. Begini aja, saya kasih tantangan untuk Leo. Jika dia berhasil membujuk Nia dalam waktu dua jam, saya janji akan menyetujui pernikahan mereka. Sekarang, kita kasih mereka berdua kesempatan ngobrol di teras depan.” Pak Bagas tidak ingin memaksakan kehendak terhadap Rania, walaupun sebenarnya ia menyukai Leo yang sangat berwibawa dan dewasa.
Leo dan Rania pun beranjak dari ruang tamu menuju teras depan. Saat ini, Rania sangat bingung harus bersikap seperti apa. Di satu sisi, ia tidak ingin mempermalukan kedua orang tuanya dan kakaknya. Namun di sisi lain, ia belum siap menikah di usia muda dan masih berstatus sebagai mahasiswi. Ia tidak tahu apakah dirinya akan menerima atau menolak Leo.
=============
🏵️🏵️🏵️Cuaca tampak cerah walaupun hari sudah sore. Leo sangat menikmati suasana saat ini, tetapi tidak dengan Rania. Gadis itu masih bingung harus menentukan keputusan. Ia tidak mengerti kenapa pertemuannya dengan laki-laki yang baru ia kenal itu, akhirnya membawa perasaan yang membingungkan.Saat ini, posisi Leo dan Rania sedang duduk berhadapan. Mereka masih terdiam dengan pikiran masing-masing. Leo ingin memulai pembicaraan, tetapi merasa sungkan karena melihat wajah Rania yang murung.Sementara itu, Rania tidak tahu harus memulai dari mana untuk memberikan jawaban kepada Leo. Ia mengaku mengagumi pemuda itu, tetapi pernikahan belum tebersit dalam benaknya karena belum siap menjadi seorang istri.“Apa jawaban kamu, Nia?” Leo pun akhirnya membuka suara.“Aku harus jawab apa? Kenapa kamu senekat ini?” Rania mulai menunjukkan wajah kesalnya.“Apa salah jika aku ingin menghalalkan gadis yang kudambakan?”“Dambakan? Apa kamu nggak ingat kalau pertemuan kita hanya dua jam? Itu sama d
🏵️🏵️🏵️Leo sangat terkejut mendengar teriakan Rania. Pemuda itu segera berlari menuju pintu kamar mandi. Ia panik karena takut terjadi sesuatu terhadap istrinya. Ia pun mengetuk pintu sambil memanggil gadis yang ia cintai tersebut. Ia berusaha meyakinkan diri bahwa Rania baik-baik saja.“Sayang, ada apa? Buka pintunya!” Rania tidak memberikan respons, tetapi justru makin takut karena lampu yang berada tidak jauh darinya, berkelip tidak hanya sekali. Ia pun memilih keluar dari bathtub lalu meraih handuk untuk menutupi tubuhnya. Ia berniat akan mengenakan pakaian, tetapi dirinya lupa kalau tadi tidak membawa baju ganti.Kini, ia tidak memiliki pilihan lain. Ia berpikir akan meminta Leo mengambil pakaiannya di tas yang ia bawa dari rumah orang tuanya. Namun, ia bingung karena merasa canggung jika Leo harus melihat isi tasnya. Ia benar-benar dihadapkan pada situasi yang serba salah.“Sayang, kenapa diam aja? Buka pintunya. Kamu baik-baik aja, ‘kan?” Leo kembali mengetuk pintu.Mendeng
🏵️🏵️🏵️Malam ini merupakan malam kedua untuk Rania tinggal di rumah Leo. Saat ini, anggota keluarga yang masih berada di rumah sang mertua adalah kakek dan nenek Leo dari pihak ayahnya. Mereka bersemangat berbincang bersama. Sementara Rania dan Leo lebih memilih menjadi pendengar.Kakek dan nenek Leo menceritakan masa lalu anak sulung mereka—Pak Zainal. Saat masih sekolah, laki-laki itu termasuk siswa nakal dan keras kepala. Oleh karena kenakalannya, ia beberapa kali mendapat surat panggilan dari kepala sekolah.“Dulu, papi mertuamu, nih ... nakal, Nia. Beda dengan pakcik dan makcikmu.” Bu Julia—nenek Leo, melihat ke arah Rania. Mahasiswi itu memberikan respons dengan tersenyum.“Tapi kenakalan saya nggak turun ke Leo, Mak.” Pak Zainal memberikan respons. Sementara Rania melirik ke arah Leo. Wanita itu tiba-tiba mengingat apa yang terjadi tadi malam. Baginya, suaminya itu usil.“Leo, kan, anak baik.” Pak Thamrin—kakek Leo, langsung mem
🏵️🏵️🏵️Serba salah, itu yang Leo rasakan saat ini. Ia tidak bermaksud untuk menyembunyikan apa pun dari Rania. Ia sengaja tidak memberitahukan tentang dirinya yang tinggal di Tanjungpinang sejak kecil. Ia melakukan itu karena ingin memberikan kejutan.Akan tetapi, rencana Leo yang ingin menceritakan langsung tentang masa-masa sekolahnya kepada Rania, akhirnya gagal karena penjelasan sang ibu. Ia menyesal karena tidak memberitahukan niatnya terlebih dahulu kepada wanita yang telah melahirkannya itu.“Lagi lihat siapa, Bro?” tanya Damar—sahabat Leo, lima tahun yang lalu. Kala itu, Leo masih memakai seragam putih abu-abu dan duduk di bangku kelas dua belas. Saat itu, ia baru selesai menyelesaikan UN.“Kok, aku baru lihat cewek cantik itu, Bro?” Leo terpana melihat seorang siswi yang baru keluar dari sekolahnya. Siswi tersebut merupakan pendamping hidupnya sekarang.“Ke mana aja, Bro? Makanya jangan sibuk dengan fans, sampai nggak tahu ada cewek cantik di sebelah.” “Kau kenal dia?” Leo
🏵️🏵️🏵️Rania mengerutkan dahi karena Leo kembali melingkarkan tangan di pinggangnya. Dia melihat jelas kalau suaminya itu tidak memberikan respons setelah membaca pesan yang masuk. Ia penasaran dan ingin tahu apa alasannya yang menunjukkan wajah santai.“Pesan dari siapa? Kok, nggak dibalas?” tanya Rania.“Nggak tahu dari siapa. Nomornya nggak tersimpan.”“Kan, kamu bisa nanya. Apa isi pesannya?” Rania makin ingin tahu.“Cie, ternyata kamu peduli, Sayang.” Leo memegang pipi Rania.“Aku hanya ingin tahu aja. Tapi kalau kamu nggak mau kasih tahu, nggak apa-apa.”“Jangan ngambek lagi, dong. Itu tadi ucapan selamat untuk pernikahan kita.” Leo pun memberitahukan isi pesan masuk di ponselnya.“Kamu cuek aja? Nggak ngucapin terima kasih? Kok, kamu tega?” Rania menjauhkan tangan Leo dari pipinya.“Udah, Sayang. Nggak perlu diperpanjang. Nanti aku pasti balas. Tapi sekarang aku lagi nggak ingin diganggu. Aku mau bermesraan dengan istriku.” Leo memainkan rambut panjang Rania.“Terserah kamu,
🏵️🏵️🏵️Saat ini, hati Leo sangat panas menyaksikan pemandangan yang tidak diharapkan. Ia tidak tahu apa tujuan Bayu menemui Rania. Ia tidak bermaksud untuk mengekang kebebasan istrinya dalam berteman dengan siapa pun. Ia hanya berharap agar wanita yang ia cintai tersebut mampu menjaga jarak dengan lelaki lain.Di samping itu, ia tidak terima jika pria yang pernah memiliki perasaan lebih terhadap Rania, kini kembali muncul. Namun, ia berusaha untuk tetap berpikiran positif karena mengingat Bayu adalah sepupu Damar, sahabatnya. Ia tidak ingin terjadi kesalahpahaman.Ia pun akhirnya melangkah menghampiri Rania. Hatinya sudah yakin untuk tidak menunjukkan rasa cemburunya di depan wanita itu. Di samping itu, ia juga berpikir bahwa istrinya adalah miliknya.“Kuliahnya udah kelar, Sayang?” Ia langsung melingkarkan tangan kirinya ke pinggang Rania. Sementara Bayu segera melepaskan jabatan tangannya dari wanita yang masih ia cintai tersebut.“Udah, Bang.” Rania menyunggingkan senyuman.“Eh,
🏵️🏵️🏵️Leo tersenyum melihat mangkuk yang kini sudah kosong karena isinya telah berpindah ke perut Rania. Ia baru dua hari ini melihat istrinya tersebut makan sangat lahap, padahal sebelumnya paling susah kalau diajak makan nasi. Rania lebih suka makan sayur-sayuran dan buah-buahan.Kini, Rania menunjukkan wajah ceria karena sudah kenyang. Ia meraba perutnya yang tampak lebih menonjol dari biasanya. Ia pun tiba-tiba ingat kalau dirinya lebih bersemangat makan sejak dua hari yang lalu. Ia tidak terima jika badannya tiba-tiba tidak langsing lagi.“Bang, aku gemukan, ya? Kok, perutku nggak rata seperti biasa? Kok, menonjol sedikit? Aku harus diet, nih.” Rania bertanya kepada Leo sambil memegang perutnya.“Nggak, kok. Masih tetap langsing dan cantik.” Leo turut menempelkan tangannya ke perut Rania.“Kenapa perutku lebih besar dari biasanya?” Rania masih heran.“Mungkin ada isinya.” Leo berbisik di telinga istrinya.“Isi nasi?” Rania tidak mengerti apa maksud suaminya.“Siapa tahu ada ba
🏵️🏵️🏵️Rania merasa aneh, kenapa kontak yang mengirim pesan ke ponsel Leo tidak tersimpan, padahal pesan itu menjelaskan kalau sebelumnya si pengirim sudah pernah menghubungi laki-laki itu. Rania tidak mengerti kenapa suaminya tidak terbuka terhadap dirinya.Rania dapat mengerti isi pesan masuk di ponsel Leo. Ia belajar bahasa Thailand karena mengidolakan James Jirayu. Rania ingin langsung menanyakan siapa pengirim pesan itu kepada Leo, tetapi ia tidak ingin menunjukkan kecemburuannya di depan laki-laki tersebut.Rania berusaha bersikap santai. Ia kembali ke sofa sambil membawa ponsel Leo. Ia berharap, walaupun dirinya tidak bertanya tentang pesan itu, tetapi Leo bersedia memberikan penjelasan. Ia telah berjanji pada diri sendiri untuk memercayai suaminya itu.“Pesan dari siapa, Sayang?” tanya Leo setelah Rania duduk di sampingnya.“Nggak tahu. Nggak ada namanya.” Rania pun menyerahkan ponsel itu kepada suaminya.Rania melirik Leo yang sedang membaca pesan tanpa nama tersebut. Ia ki
🏵️🏵️🏵️Istri mana yang tidak luluh jika suaminya berusaha meminta maaf, apalagi kesalahan itu tidak sepenuhnya berasal dari sang suami. Hal itu yang Rania rasakan saat ini. Ia tidak mampu menolak apa yang Leo lakukan. Ia seolah-olah telah terhipnotis oleh pesona laki-laki tersebut.Leo menyandarkan kepala Rania ke dadanya, tidak ada penolakan sama sekali. Leo sangat lega karena Rania kini tidak menangis lagi. Namun, ia masih tetap memikirkan apa yang mertua dan kakak iparnya pikirkan saat ini setelah mendengar tangisan Rania tadi.Leo tidak tahu kenapa dirinya tidak mampu bersikap tegas terhadap Rania setelah mereka menikah. Ia bahkan berjanji ingin selalu memenuhi apa pun yang Rania inginkan. Ia mengakui bahwa dirinya terlalu mencintai istrinya itu.“Duduk dulu, ya, Sayang. Aku ambilin air putih ke dapur.” Rania pun duduk di tempat tidur.Saat Leo akan melangkah, Rania langsung meraih tangannya. “Jangan pergi! Aku mau kamu di sini.” Leo tersenyum melihat sikap Rania, ia pun langsu
🏵️🏵️🏵️Bunga yang baru berseri, kini tiba-tiba layu. Hati yang telah memberi, sekarang seakan membeku. Siapa yang akan menduga kalau hubungan yang awalnya baik-baik saja, saat ini sedang diuji. Pernikahan yang baru berjalan beberapa bulan, sekarang dilanda kebingungan.Rania tidak mampu membendung air matanya yang kini telah menganak sungai. Sebelumnya, ia tidak pernah berpikir kalau seseorang yang dulu mengisi hati Leo, kini kembali membawa luka. Ia merasa terlalu polos karena selalu yakin dan percaya bahwa pernikahannya akan baik-baik saja.Kepercayaan dalam diri Rania, akhirnya kini goyah. Wanita itu tidak ingin menyalahkan Leo, tetapi ia hanya merasa heran karena suaminya tidak segera memblokir nomor kontak yang telah membuat perasaannya sekarang tercabik. Ia tidak mengerti dengan hati Leo yang sebenarnya.[Apa kamu lupa dengan apa yang kita lakukan dulu?]Rania membaca pesan masuk di ponsel Leo menggunakan bahasa Thai. Dadanya sesak. Ia ingin melampiaskan kekesalannya saat ini
🏵️🏵️🏵️Leo heran melihat wajah Rania yang kini menunjukkan kemarahan. Ia pun meraih tangannya, tetapi langsung ditepiskan. Ia makin tidak mengerti kenapa wanita itu bersikap demikian. Ia segera meraih ponselnya yang telah Rania taruh di tempat tidur.Leo melihat layar, ternyata panggilan masuk sudah tidak ada. Kini, ia dihadapkan pada situasi yang sangat membingungkan. Ia ingin bertanya kepada Rania, tetapi melihat sikap sang istri yang tiba-tiba dingin, ia pun mengurungkan niat itu.Rania merupakan anak bungsu yang kemauannya selalu dituruti orang tuanya. Leo pernah berbincang dengan sang ibu mertua seminggu sebelum acara pernikahannya berlangsung dengan Rania.“Nia itu manja dan egois, tapi sebenarnya baik. Kamu harus sabar menghadapinya.” Bu Farida mengungkapkan kebenaran tentang Rania kepada Leo.“Iya, Tante. Leo janji akan berusaha mengerti dengan Rania.” Leo memberikan jawaban dengan yakin kala itu.“Satu hal lagi. Menurut Tante, kamu itu laki-laki beruntung yang mampu meluluh
🏵️🏵️🏵️Leo kini duduk bersebelahan dengan ayahnya. Ia sangat membutuhkan solusi dari laki-laki paruh baya itu. Ia tidak berani bertindak sendiri karena apa yang terjadi saat ini menyangkut orang-orang tersayang. Leo tidak ingin mengecewakan kakeknya, tetapi juga tidak sanggup tinggal terpisah dengan Rania.Kejadian ini benar-benar membuat Leo hampir tidak percaya. Ia tahu kalau Siwat merupakan orang kepercayaan sang kakek. Selama ini, keluarga dari pihak ibunya juga percaya kalau Siwat mampu melakukan yang terbaik untuk perusahan yang dipercayakan kepadanya.Leo masih sangat ingat seperti apa kedekatannya dengan Siwat. Selama berada di Thailand, ia sangat dekat dengan sosok yang dipercayai kakeknya tersebut. Melihat kebaikan Siwat selama ini, Leo tidak ingin percaya dengan apa yang telah sang kakek ucapkan.“Leo harus gimana, Pih? Leo nggak tega ninggalin Nia dalam keadaan hamil. Dia butuh Leo.” Leo ingin mendengar pendapat Pak Zainal.“Papi juga nggak setuju kalau kamu ninggalin Ni
🏵️🏵️🏵️Rania merasa aneh, kenapa kontak yang mengirim pesan ke ponsel Leo tidak tersimpan, padahal pesan itu menjelaskan kalau sebelumnya si pengirim sudah pernah menghubungi laki-laki itu. Rania tidak mengerti kenapa suaminya tidak terbuka terhadap dirinya.Rania dapat mengerti isi pesan masuk di ponsel Leo. Ia belajar bahasa Thailand karena mengidolakan James Jirayu. Rania ingin langsung menanyakan siapa pengirim pesan itu kepada Leo, tetapi ia tidak ingin menunjukkan kecemburuannya di depan laki-laki tersebut.Rania berusaha bersikap santai. Ia kembali ke sofa sambil membawa ponsel Leo. Ia berharap, walaupun dirinya tidak bertanya tentang pesan itu, tetapi Leo bersedia memberikan penjelasan. Ia telah berjanji pada diri sendiri untuk memercayai suaminya itu.“Pesan dari siapa, Sayang?” tanya Leo setelah Rania duduk di sampingnya.“Nggak tahu. Nggak ada namanya.” Rania pun menyerahkan ponsel itu kepada suaminya.Rania melirik Leo yang sedang membaca pesan tanpa nama tersebut. Ia ki
🏵️🏵️🏵️Leo tersenyum melihat mangkuk yang kini sudah kosong karena isinya telah berpindah ke perut Rania. Ia baru dua hari ini melihat istrinya tersebut makan sangat lahap, padahal sebelumnya paling susah kalau diajak makan nasi. Rania lebih suka makan sayur-sayuran dan buah-buahan.Kini, Rania menunjukkan wajah ceria karena sudah kenyang. Ia meraba perutnya yang tampak lebih menonjol dari biasanya. Ia pun tiba-tiba ingat kalau dirinya lebih bersemangat makan sejak dua hari yang lalu. Ia tidak terima jika badannya tiba-tiba tidak langsing lagi.“Bang, aku gemukan, ya? Kok, perutku nggak rata seperti biasa? Kok, menonjol sedikit? Aku harus diet, nih.” Rania bertanya kepada Leo sambil memegang perutnya.“Nggak, kok. Masih tetap langsing dan cantik.” Leo turut menempelkan tangannya ke perut Rania.“Kenapa perutku lebih besar dari biasanya?” Rania masih heran.“Mungkin ada isinya.” Leo berbisik di telinga istrinya.“Isi nasi?” Rania tidak mengerti apa maksud suaminya.“Siapa tahu ada ba
🏵️🏵️🏵️Saat ini, hati Leo sangat panas menyaksikan pemandangan yang tidak diharapkan. Ia tidak tahu apa tujuan Bayu menemui Rania. Ia tidak bermaksud untuk mengekang kebebasan istrinya dalam berteman dengan siapa pun. Ia hanya berharap agar wanita yang ia cintai tersebut mampu menjaga jarak dengan lelaki lain.Di samping itu, ia tidak terima jika pria yang pernah memiliki perasaan lebih terhadap Rania, kini kembali muncul. Namun, ia berusaha untuk tetap berpikiran positif karena mengingat Bayu adalah sepupu Damar, sahabatnya. Ia tidak ingin terjadi kesalahpahaman.Ia pun akhirnya melangkah menghampiri Rania. Hatinya sudah yakin untuk tidak menunjukkan rasa cemburunya di depan wanita itu. Di samping itu, ia juga berpikir bahwa istrinya adalah miliknya.“Kuliahnya udah kelar, Sayang?” Ia langsung melingkarkan tangan kirinya ke pinggang Rania. Sementara Bayu segera melepaskan jabatan tangannya dari wanita yang masih ia cintai tersebut.“Udah, Bang.” Rania menyunggingkan senyuman.“Eh,
🏵️🏵️🏵️Rania mengerutkan dahi karena Leo kembali melingkarkan tangan di pinggangnya. Dia melihat jelas kalau suaminya itu tidak memberikan respons setelah membaca pesan yang masuk. Ia penasaran dan ingin tahu apa alasannya yang menunjukkan wajah santai.“Pesan dari siapa? Kok, nggak dibalas?” tanya Rania.“Nggak tahu dari siapa. Nomornya nggak tersimpan.”“Kan, kamu bisa nanya. Apa isi pesannya?” Rania makin ingin tahu.“Cie, ternyata kamu peduli, Sayang.” Leo memegang pipi Rania.“Aku hanya ingin tahu aja. Tapi kalau kamu nggak mau kasih tahu, nggak apa-apa.”“Jangan ngambek lagi, dong. Itu tadi ucapan selamat untuk pernikahan kita.” Leo pun memberitahukan isi pesan masuk di ponselnya.“Kamu cuek aja? Nggak ngucapin terima kasih? Kok, kamu tega?” Rania menjauhkan tangan Leo dari pipinya.“Udah, Sayang. Nggak perlu diperpanjang. Nanti aku pasti balas. Tapi sekarang aku lagi nggak ingin diganggu. Aku mau bermesraan dengan istriku.” Leo memainkan rambut panjang Rania.“Terserah kamu,
🏵️🏵️🏵️Serba salah, itu yang Leo rasakan saat ini. Ia tidak bermaksud untuk menyembunyikan apa pun dari Rania. Ia sengaja tidak memberitahukan tentang dirinya yang tinggal di Tanjungpinang sejak kecil. Ia melakukan itu karena ingin memberikan kejutan.Akan tetapi, rencana Leo yang ingin menceritakan langsung tentang masa-masa sekolahnya kepada Rania, akhirnya gagal karena penjelasan sang ibu. Ia menyesal karena tidak memberitahukan niatnya terlebih dahulu kepada wanita yang telah melahirkannya itu.“Lagi lihat siapa, Bro?” tanya Damar—sahabat Leo, lima tahun yang lalu. Kala itu, Leo masih memakai seragam putih abu-abu dan duduk di bangku kelas dua belas. Saat itu, ia baru selesai menyelesaikan UN.“Kok, aku baru lihat cewek cantik itu, Bro?” Leo terpana melihat seorang siswi yang baru keluar dari sekolahnya. Siswi tersebut merupakan pendamping hidupnya sekarang.“Ke mana aja, Bro? Makanya jangan sibuk dengan fans, sampai nggak tahu ada cewek cantik di sebelah.” “Kau kenal dia?” Leo