🏵️🏵️🏵️
Cuaca tampak cerah walaupun hari sudah sore. Leo sangat menikmati suasana saat ini, tetapi tidak dengan Rania. Gadis itu masih bingung harus menentukan keputusan. Ia tidak mengerti kenapa pertemuannya dengan laki-laki yang baru ia kenal itu, akhirnya membawa perasaan yang membingungkan.
Saat ini, posisi Leo dan Rania sedang duduk berhadapan. Mereka masih terdiam dengan pikiran masing-masing. Leo ingin memulai pembicaraan, tetapi merasa sungkan karena melihat wajah Rania yang murung.
Sementara itu, Rania tidak tahu harus memulai dari mana untuk memberikan jawaban kepada Leo. Ia mengaku mengagumi pemuda itu, tetapi pernikahan belum tebersit dalam benaknya karena belum siap menjadi seorang istri.
“Apa jawaban kamu, Nia?” Leo pun akhirnya membuka suara.
“Aku harus jawab apa? Kenapa kamu senekat ini?” Rania mulai menunjukkan wajah kesalnya.
“Apa salah jika aku ingin menghalalkan gadis yang kudambakan?”
“Dambakan? Apa kamu nggak ingat kalau pertemuan kita hanya dua jam? Itu sama dengan 120 menit. Waktu yang sangat singkat. Bagaimana mungkin kamu langsung melamarku? Ini lelucon.”
“Keseriusanku kamu anggap lelucon?”
“Aku nggak tahu apa yang ada dalam pikiranmu.”
“Dalam pikiranku ingin mempersunting dirimu.”
“Tapi aku belum siap jadi istrimu.”
“Ingat, Nia, aku lebih tua darimu. Kenapa dari tadi nggak ada panggilan ‘Abang’ untukku? Padahal awal pertemuan kita, kamu masih lembut walaupun bawel.”
“Biarin. Sekarang kamu mau apa?”
“Aku mau nikah denganmu.”
Tiba-tiba suasana hening. Rania tidak tahu lagi harus bagaimana memberikan penjelasan kepada Leo. Namun, Leo tidak tinggal diam, ia tetap berusaha meyakinkan Rania agar bersedia menikah dengannya. Ia pun akhirnya memberikan penjelasan, kenapa ingin melamar gadis pujaannya itu.
Ia mengaku kalau awal pertemuannya dengan Rania telah menumbuhkan sebuah rasa yang berbeda. Ia tidak tahu kenapa perasaan yang disebut dengan cinta itu, tiba-tiba muncul. Ia yakin telah merasakan cinta pada pandangan pertama.
Setelah ia mengukir nama Rania di hatinya, ia pun mencari tahu tentang sang gadis pujaan yang ternyata merupakan sosok yang ia idamkan karena memiliki banyak prestasi dan dermawan. Ia makin terharu karena di balik kecerewetan mahasiswi yang ia suka tersebut, tersimpan sifat mengagumkan.
Di samping itu, ia makin yakin kalau dirinya ditakdirkan berjodoh dengan Rania karena ayah mereka telah saling kenal sejak masih SMP. Ia mengambil kesimpulan kalau pertemuan yang tidak disengaja dengan Rania merupakan jalan yang telah diberikan oleh Yang Kuasa.
“Sayang, ini udah hampir dua jam. Pembicaraan kalian belum kelar juga?” Bu Farida tiba-tiba muncul saat Leo dan Rania masih berbincang.
“Iya, Mah. Banyak yang harus diobrolin.” Rania memberikan alasan kepada ibunya.
“Papa bilang ngobrol dua jam, artinya nggak harus dua jam. Sekarang cepetan masuk karena yang lain udah pada nungguin dari tadi.” Bu Farida menunjukkan wajah serius.
“Sebentar, Mah, sedikit lagi.”
“Ya, udah ... Mama tunggu di dalam.” Bu Farida pun beranjak kembali memasuki rumah.
Setelah mendengar penjelasan Leo panjang lebar, akhirnya Rania pun memutuskan untuk menerima lamaran. Namun, ia mengajukan beberapa syarat. Ia melakukan itu karena belum memiliki cinta terhadap pemuda itu.
“Baiklah, aku akan menerima lamaranmu, Bang.” Rania akhirnya berhasil mengeluarkan kata-kata itu.
“Serius?” Leo sedikit terkejut.
“Iya, tapi ada syaratnya.”
“Apa syaratnya?”
“Kamu harus janji untuk tidak memaksaku menjalankan kewajiban sebagai seorang istri sebelum aku benar-benar mengetahui perasaanku. Terus, kita juga tidurnya nggak boleh satu tempat tidur, harus pisah.”
“Iya, aku janji. Tapi kalau aku khilaf, gimana?” Leo mengembangkan senyumnya.
“Aku serius. Aku nggak sedang bercanda.” Rania kesal mendengar jawaban Leo.
“Iya, maaf. Aku juga bercanda.”
Perbincangan Leo dan Rania berlangsung selama dua jam, kini mereka pun kembali memasuki ruang tamu. Rania akhirnya memberikan jawaban di depan kedua keluarga. Semuanya sangat bahagia mendengar keputusan yang disampaikan oleh gadis cantik itu.
Leo tiba-tiba membisikkan sesuatu kepada Rania. “Setelah 120 menit, akhirnya kamu resmi jadi calon istriku.”
🏵️🏵️🏵️
Sebulan berlalu, Leo dan Rania akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri. Sebelum akad nikah, Rania meminta maaf kepada Azzam. Ia merasa bersalah karena akan segera menikah sebelum sang kakak mengikat hubungan suci dengan Ayu—kekasihnya.
“Maafin aku, Bang. Aku nggak bermaksud untuk langkahin Abang, tapi Papa dan Mama bilang kalau jodoh itu jangan ditunda-tunda.” Rania menyampaikan ucapan maaf kepada Azzam seminggu sebelum acara pernikahannya dengan Leo.
“Santai aja, Dek. Kamu nggak perlu merasa bersalah. Abang nggak merasa dilangkahin, kok. Abang, kan masih muda, he-he! Lagi pun, kamu itu cewek. Mungkin kalau kamu cowok, Abang bisa marah.” Azzam mengusap-usap kepala adiknya.
Rania sangat bersyukur karena Azzam tidak mempermasalahkan status dirinya yang harus menikah lebih dulu. Kini, gadis cantik itu sudah resmi menjadi seorang istri dan berada di kamar yang sama dengan Leo. Baginya, ini masih seperti mimpi.
“Sayang, kamu nggak mandi?” Rania terkejut mendengar suara Leo yang baru keluar dari kamar mandi. Saat ini, gadis itu sedang duduk di tempat tidur. Ia masih mengenakan gaun pengantin.
“Apa? Sayang?” Rania risi mendengar sapaan yang Leo gunakan.
“Kenapa? Sekarang kamu udah sah menjadi istriku. Wajar, dong, aku memanggilmu dengan sebutan itu.” Ucapan Leo sangat sering membuat Rania kesal.
Gadis itu kembali mengingat percakapan mereka sebelum acara pernikahan. Kala itu, Leo menjemputnya ke kampus. Pemuda tersebut langsung meraih tangannya yang sedang berbicara dengan seorang mahasiswa.
“Apa-apaan, sih, Bang? Lepasin!” Leo pun melepaskan genggamannya.
“Aku minta maaf. Aku hanya merasa cemburu melihat keakraban kamu dengan cowok tadi.” Leo pun menyatukan kedua telapak tangannya di depan Rania.
“Belum nikah aja, kamu udah seperti ini.”
“Maaf. Aku seperti ini karena belum tahu perasaan kamu padaku.”
“Tapi kamu nggak perlu seperti tadi. Aku malu. Kamu nggak lihat tatapan mereka ke kita?”
“Maka dari itu, mulai sekarang, kamu harus jaga jarak dengan cowok-cowok lain.”
“Kamu nyebelin.”
“Aku bermaksud baik, Nia. Coba kamu Bayangin kalau kita udah nikah, tapi kamu masih sedekat tadi dengan cowok lain, apa nggak salah?”
“Tapi sekarang kita belum nikah.”
“Iya, tahu. Tapi kamu harus belajar.”
“Terserah.”
Saat itu, Rania merasa kalau Leo telah mengekang dirinya. Ia pun menceritakan apa yang terjadi kepada ibunya. Namun, wanita yang telah melahirkan dirinya tersebut membenarkan tindakan Leo.
“Leo itu udah melakukan hal yang benar, Sayang. Seorang istri harus bisa menjaga jarak dengan lelaki yang bukan mahramnya.” Kata-kata itu yang terlontar dari bibir Bu Farida kala itu.
Rania pun berusaha mengerti dan menerima pendapat ibunya. Sejak saat itu, ia mulai menjaga jarak dengan mahasiswa-mahasiswa di kampusnya, walaupun ia tidak setuju sepenuhnya dengan apa yang diucapkan oleh orang terdekatnya.
Kini, ia sudah resmi menyandang status sebagai pendamping hidup Leo. Ia berjanji akan berusaha menempatkan diri sebagai istri walaupun belum merasakan cinta terhadap suaminya itu.
“Jangan mendekat!” Rania menggeser posisi duduknya ketika Leo mendekatinya.
“Kenapa, Sayang?”
“Kamu lupa dengan janji kita?”
“Nggak. Aku hanya ingin peluk. Nggak boleh?” Leo berharap mendapatkan izin dari wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya itu.
“Tetap nggak boleh.” Rania mengelak.
“Ya, udah, aku mau ambil bantal sama guling aja. Aku tidur di sofa.”
Leo segera meraih benda yang ia butuhkan. Namun, sebelum beranjak, ia mendaratkan ciuman di kening Rania. Wanita itu pun sangat kesal karena menganggap Leo telah melanggar kesepakatan mereka.
“Baaang!” Rania pun menjerit.
“Sayang, suaramu. Gimana kalau ada yang dengar? Kamu lupa kalau keluarga masih pada ngumpul di ruang TV? Walaupun kamar kita di lantai dua, tapi suara kamu yang sekencang ini bisa kedengaran sampai ke bawah.”
“Itu semua karena kamu.” Rania tidak mampu menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia malu jika keluarga Leo mendengar teriakannya.
“Jangan nangis, dong. Aku benar-benar minta maaf. Aku janji nggak akan mengulanginya lagi sebelum kamu izinin.” Leo meraih tangan Rania, tetapi langsung ditepiskan.
“Minggir! Aku mau mandi.” Rania pun beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.
“Mau ditemenin, nggak? Ini udah malam, loh!” Leo kembali menggoda Rania yang akhirnya tersenyum mendengar tawaran suaminya tersebut.
Awalnya, Rania menerima pinangan Leo karena tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Di samping itu, ia juga mengagumi pemuda yang kini berstatus sebagai suaminya itu. Namun, melihat perhatian Leo dalam sebulan terakhir ini, ia memiliki kebanggaan tersendiri.
Ketika ia sedang asyik memanjakan diri di bathtub, tiba-tiba lampu kamar mandi berkelip. Ia pun ketakutan lalu menjerit. "Bang Leooo!"
============
🏵️🏵️🏵️Leo sangat terkejut mendengar teriakan Rania. Pemuda itu segera berlari menuju pintu kamar mandi. Ia panik karena takut terjadi sesuatu terhadap istrinya. Ia pun mengetuk pintu sambil memanggil gadis yang ia cintai tersebut. Ia berusaha meyakinkan diri bahwa Rania baik-baik saja.“Sayang, ada apa? Buka pintunya!” Rania tidak memberikan respons, tetapi justru makin takut karena lampu yang berada tidak jauh darinya, berkelip tidak hanya sekali. Ia pun memilih keluar dari bathtub lalu meraih handuk untuk menutupi tubuhnya. Ia berniat akan mengenakan pakaian, tetapi dirinya lupa kalau tadi tidak membawa baju ganti.Kini, ia tidak memiliki pilihan lain. Ia berpikir akan meminta Leo mengambil pakaiannya di tas yang ia bawa dari rumah orang tuanya. Namun, ia bingung karena merasa canggung jika Leo harus melihat isi tasnya. Ia benar-benar dihadapkan pada situasi yang serba salah.“Sayang, kenapa diam aja? Buka pintunya. Kamu baik-baik aja, ‘kan?” Leo kembali mengetuk pintu.Mendeng
🏵️🏵️🏵️Malam ini merupakan malam kedua untuk Rania tinggal di rumah Leo. Saat ini, anggota keluarga yang masih berada di rumah sang mertua adalah kakek dan nenek Leo dari pihak ayahnya. Mereka bersemangat berbincang bersama. Sementara Rania dan Leo lebih memilih menjadi pendengar.Kakek dan nenek Leo menceritakan masa lalu anak sulung mereka—Pak Zainal. Saat masih sekolah, laki-laki itu termasuk siswa nakal dan keras kepala. Oleh karena kenakalannya, ia beberapa kali mendapat surat panggilan dari kepala sekolah.“Dulu, papi mertuamu, nih ... nakal, Nia. Beda dengan pakcik dan makcikmu.” Bu Julia—nenek Leo, melihat ke arah Rania. Mahasiswi itu memberikan respons dengan tersenyum.“Tapi kenakalan saya nggak turun ke Leo, Mak.” Pak Zainal memberikan respons. Sementara Rania melirik ke arah Leo. Wanita itu tiba-tiba mengingat apa yang terjadi tadi malam. Baginya, suaminya itu usil.“Leo, kan, anak baik.” Pak Thamrin—kakek Leo, langsung mem
🏵️🏵️🏵️Serba salah, itu yang Leo rasakan saat ini. Ia tidak bermaksud untuk menyembunyikan apa pun dari Rania. Ia sengaja tidak memberitahukan tentang dirinya yang tinggal di Tanjungpinang sejak kecil. Ia melakukan itu karena ingin memberikan kejutan.Akan tetapi, rencana Leo yang ingin menceritakan langsung tentang masa-masa sekolahnya kepada Rania, akhirnya gagal karena penjelasan sang ibu. Ia menyesal karena tidak memberitahukan niatnya terlebih dahulu kepada wanita yang telah melahirkannya itu.“Lagi lihat siapa, Bro?” tanya Damar—sahabat Leo, lima tahun yang lalu. Kala itu, Leo masih memakai seragam putih abu-abu dan duduk di bangku kelas dua belas. Saat itu, ia baru selesai menyelesaikan UN.“Kok, aku baru lihat cewek cantik itu, Bro?” Leo terpana melihat seorang siswi yang baru keluar dari sekolahnya. Siswi tersebut merupakan pendamping hidupnya sekarang.“Ke mana aja, Bro? Makanya jangan sibuk dengan fans, sampai nggak tahu ada cewek cantik di sebelah.” “Kau kenal dia?” Leo
🏵️🏵️🏵️Rania mengerutkan dahi karena Leo kembali melingkarkan tangan di pinggangnya. Dia melihat jelas kalau suaminya itu tidak memberikan respons setelah membaca pesan yang masuk. Ia penasaran dan ingin tahu apa alasannya yang menunjukkan wajah santai.“Pesan dari siapa? Kok, nggak dibalas?” tanya Rania.“Nggak tahu dari siapa. Nomornya nggak tersimpan.”“Kan, kamu bisa nanya. Apa isi pesannya?” Rania makin ingin tahu.“Cie, ternyata kamu peduli, Sayang.” Leo memegang pipi Rania.“Aku hanya ingin tahu aja. Tapi kalau kamu nggak mau kasih tahu, nggak apa-apa.”“Jangan ngambek lagi, dong. Itu tadi ucapan selamat untuk pernikahan kita.” Leo pun memberitahukan isi pesan masuk di ponselnya.“Kamu cuek aja? Nggak ngucapin terima kasih? Kok, kamu tega?” Rania menjauhkan tangan Leo dari pipinya.“Udah, Sayang. Nggak perlu diperpanjang. Nanti aku pasti balas. Tapi sekarang aku lagi nggak ingin diganggu. Aku mau bermesraan dengan istriku.” Leo memainkan rambut panjang Rania.“Terserah kamu,
🏵️🏵️🏵️Saat ini, hati Leo sangat panas menyaksikan pemandangan yang tidak diharapkan. Ia tidak tahu apa tujuan Bayu menemui Rania. Ia tidak bermaksud untuk mengekang kebebasan istrinya dalam berteman dengan siapa pun. Ia hanya berharap agar wanita yang ia cintai tersebut mampu menjaga jarak dengan lelaki lain.Di samping itu, ia tidak terima jika pria yang pernah memiliki perasaan lebih terhadap Rania, kini kembali muncul. Namun, ia berusaha untuk tetap berpikiran positif karena mengingat Bayu adalah sepupu Damar, sahabatnya. Ia tidak ingin terjadi kesalahpahaman.Ia pun akhirnya melangkah menghampiri Rania. Hatinya sudah yakin untuk tidak menunjukkan rasa cemburunya di depan wanita itu. Di samping itu, ia juga berpikir bahwa istrinya adalah miliknya.“Kuliahnya udah kelar, Sayang?” Ia langsung melingkarkan tangan kirinya ke pinggang Rania. Sementara Bayu segera melepaskan jabatan tangannya dari wanita yang masih ia cintai tersebut.“Udah, Bang.” Rania menyunggingkan senyuman.“Eh,
🏵️🏵️🏵️Leo tersenyum melihat mangkuk yang kini sudah kosong karena isinya telah berpindah ke perut Rania. Ia baru dua hari ini melihat istrinya tersebut makan sangat lahap, padahal sebelumnya paling susah kalau diajak makan nasi. Rania lebih suka makan sayur-sayuran dan buah-buahan.Kini, Rania menunjukkan wajah ceria karena sudah kenyang. Ia meraba perutnya yang tampak lebih menonjol dari biasanya. Ia pun tiba-tiba ingat kalau dirinya lebih bersemangat makan sejak dua hari yang lalu. Ia tidak terima jika badannya tiba-tiba tidak langsing lagi.“Bang, aku gemukan, ya? Kok, perutku nggak rata seperti biasa? Kok, menonjol sedikit? Aku harus diet, nih.” Rania bertanya kepada Leo sambil memegang perutnya.“Nggak, kok. Masih tetap langsing dan cantik.” Leo turut menempelkan tangannya ke perut Rania.“Kenapa perutku lebih besar dari biasanya?” Rania masih heran.“Mungkin ada isinya.” Leo berbisik di telinga istrinya.“Isi nasi?” Rania tidak mengerti apa maksud suaminya.“Siapa tahu ada ba
🏵️🏵️🏵️Rania merasa aneh, kenapa kontak yang mengirim pesan ke ponsel Leo tidak tersimpan, padahal pesan itu menjelaskan kalau sebelumnya si pengirim sudah pernah menghubungi laki-laki itu. Rania tidak mengerti kenapa suaminya tidak terbuka terhadap dirinya.Rania dapat mengerti isi pesan masuk di ponsel Leo. Ia belajar bahasa Thailand karena mengidolakan James Jirayu. Rania ingin langsung menanyakan siapa pengirim pesan itu kepada Leo, tetapi ia tidak ingin menunjukkan kecemburuannya di depan laki-laki tersebut.Rania berusaha bersikap santai. Ia kembali ke sofa sambil membawa ponsel Leo. Ia berharap, walaupun dirinya tidak bertanya tentang pesan itu, tetapi Leo bersedia memberikan penjelasan. Ia telah berjanji pada diri sendiri untuk memercayai suaminya itu.“Pesan dari siapa, Sayang?” tanya Leo setelah Rania duduk di sampingnya.“Nggak tahu. Nggak ada namanya.” Rania pun menyerahkan ponsel itu kepada suaminya.Rania melirik Leo yang sedang membaca pesan tanpa nama tersebut. Ia ki
🏵️🏵️🏵️Leo kini duduk bersebelahan dengan ayahnya. Ia sangat membutuhkan solusi dari laki-laki paruh baya itu. Ia tidak berani bertindak sendiri karena apa yang terjadi saat ini menyangkut orang-orang tersayang. Leo tidak ingin mengecewakan kakeknya, tetapi juga tidak sanggup tinggal terpisah dengan Rania.Kejadian ini benar-benar membuat Leo hampir tidak percaya. Ia tahu kalau Siwat merupakan orang kepercayaan sang kakek. Selama ini, keluarga dari pihak ibunya juga percaya kalau Siwat mampu melakukan yang terbaik untuk perusahan yang dipercayakan kepadanya.Leo masih sangat ingat seperti apa kedekatannya dengan Siwat. Selama berada di Thailand, ia sangat dekat dengan sosok yang dipercayai kakeknya tersebut. Melihat kebaikan Siwat selama ini, Leo tidak ingin percaya dengan apa yang telah sang kakek ucapkan.“Leo harus gimana, Pih? Leo nggak tega ninggalin Nia dalam keadaan hamil. Dia butuh Leo.” Leo ingin mendengar pendapat Pak Zainal.“Papi juga nggak setuju kalau kamu ninggalin Ni
🏵️🏵️🏵️Pak Bagas dan Bu Farida terkejut melihat Rania yang langsung berlari menuju kamarnya. Kedua orang tua itu tidak mengerti kenapa anak bungsu mereka tiba-tiba kembali pulang tanpa memberi kabar sebelumnya. Sementara Azzam menghampiri ayah dan ibunya yang sedang bersantai di depan TV. Ia tidak lupa membawa masuk koper milik Rania.Azzam pun memilih duduk menghadap Pak Bagas dan Bu Farida. Ia meminta agar kedua orang tuanya tersebut tidak terkejut dengan apa yang akan ia sampaikan. Azzam merasa berat untuk menyampaikan apa yang terjadi terhadap Rania kepada ayah dan ibunya, tetapi ia ingin tetap jujur dengan kenyataan yang sebenarnya.Azzam menghela napas lalu mulai menceritakan penderitaan yang Rania alami saat ini. Ia berusaha tenang mengungkapkan fakta tentang Leo. Pak Bagas dan Bu Farida kembali terkejut dan mereka mengaku tidak percaya dengan apa yang Azzam sampaikan.“Nggak mungkin Azzam bohong, Pah, Mah. Nia sedih banget sekarang. Dari rumah Leo sampai ke sini, dia nangis
🏵️🏵️🏵️Rania menepati janji yang pernah ia ucapkan, mencabut gugatan cerai dari pengadilan. Terbukti saat ini, dirinya kembali tinggal di rumah Leo. Ia bahkan lebih bahagia daripada saat awal menikah. Kini, tiga bulan telah berlalu, Rania pun memasuki tingkat akhir dalam pendidikannya di STIE Pembangunan Tanjungpinang. Ia sangat bahagia karena Leo selalu memberikan dukungan dan semangat kepadanya. Di samping itu, hubungan mereka juga makin membaik dan mesra.Akan tetapi, Rania sering merasa bersalah karena menganggap dirinya tidak mampu memenuhi harapan Leo. Ia takut jika tidak dapat memberikan keturunan untuk keluarga suaminya. Ia sering sedih mengingat keadaannya yang sekarang.“Kenapa kamu masih mempertahankan aku, Bang? Gimana kalau aku nggak bisa kasih keturunan untuk keluargamu?" Rania mengingatkan kembali tentang kekurangan yang ia miliki saat ini.“Aku terima kamu apa adanya, Sayang. Kamu jangan ngomong seperti itu.”“Mungkin kamu bisa terima aku, tapi bagaimana dengan Papi
🏵️🏵️🏵️Dua minggu berlalu, Leo dinyatakan sembuh oleh Dokter Wildan. Ia kembali melakukan aktivitas seperti biasanya. Sementara Rania sangat bahagia karena Leo kini lebih segar dan bersemangat. Ia merasa telah berhasil membuat sang suami lebih cepat pulih dari sakitnya.Akan tetapi, walaupun Rania telah menunjukkan sikap lembut di depan Leo, wanita itu tetap belum bersedia kembali ke rumah keluarga suaminya itu. Ia mengaku belum siap untuk tinggal seatap dengan Leo. Ia meminta waktu untuk menata hatinya.Leo dan orang tuanya mengerti keadaan Rania. Mereka pun mengatakan akan tetap setia menunggu kesediaan Rania agar kembali tinggal bersama Leo. Pak Zainal dan Bu May tidak ingin memaksakan kehendak. Kedua orang tua tersebut memberikan kebebasan kepada sang menantu.“Kenapa kamu jemput aku, Bang? Aku bisa pulang sendiri. Naik angkot atau numpang Liza.” Rania tidak menyangka kalau Leo menjemputnya ke kampus saat mata kuliah telah berakhir.“Tadi aku yang ngantar kamu, wajar kalau aku j
🏵️🏵️🏵️Rania bingung harus berbuat apa sekarang. Ia tidak sanggup melihat Leo sakit, tetapi juga tidak ingin terlihat lemah di depan laki-laki tersebut. Hanya satu cara yang dapat Rania lakukan saat ini, mengalihkan pembicaraan.“Oh, ya ... kemarin Makcik Rika telepon, beliau meminta kita jalan-jalan ke Pontianak.”“Kamu sengaja mengalihkan pembicaraan, Sayang?” Rania merasa gagal mencari cara agar Leo tidak mendesak dirinya untuk menjawab pertanyaan yang sulit.“Kok, kamu nuduhnya gitu? Aku serius. Beliau juga cerita kalau Aura, SMA di sini. Dia tinggal di rumah Atok dan Nenek.” Rania tetap berusaha agar Leo mendengar ucapannya.“Aku lagi nggak ingin bahas orang lain sekarang. Aku maunya bicara tentang kita.”“Kamu anggap Aura sebagai orang lain? Dia adik sepupu kamu, Bang.”“Kita bisa bahas itu nanti. Aku ingin serius bicara denganmu, Sayang. Tolong jawab pertanyaanku.” Leo langsung mendekap wanita yang ia cintai tersebut.Kondisi Leo saat ini membuat Rania benar-benar tidak mampu
🏵️🏵️🏵️Dokter Wildan dan Pak Zainal segera memapah Leo ke kamar. Sementara Bu May dan Rania mengikuti mereka dari belakang. Dokter Wildan meminta agar Rania bersedia menemani Leo dalam keadaan seperti sekarang ini.Rania tidak mampu menolak permintaan dokter yang menangani Leo. Ia pun mengiakan kalau dirinya bersedia menjaga laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya tersebut. Ia juga tidak ingin melihat kesedihan di wajah kedua mertuanya.Kini, Leo telah tertidur setelah Dokter Wildan memberikannya obat. Sementara Rania masih penasaran dengan sakit yang diderita laki-laki itu. Ia masih mengingat sang suami yang tiba-tiba sesak hingga membuat dirinya panik.“Leo sakit apa, Dok?” tanya Rania. Ia berharap mendapat penjelasan dari Dokter Wildan.Mendengar pertanyaan Rania, Dokter Wildan melihat ke arah Pak Zainal dan Bu May secara bergantian. Kedua orang tua Leo pun memberikan isyarat kepada Dokter Wildan. Rasa penasaran Rania kian memuncak.“Baiklah, saya akan mengatakan hal yang
🏵️🏵️🏵️ Pertemuan yang telah dijanjikan kepada Bayu, berakhir dengan sakit tak berdarah. Azzam tidak mampu melarang Rania supaya tidak memenuhi permintaan Bu May. Rania mengaku tidak tega menolak keinginan ibu mertuanya. Kini, Bayu makin kesal karena Rania masih berkunjung ke rumah Leo, padahal gugatan cerai dari wanita itu sudah masuk ke pengadilan agama. Bayu tidak mengerti dengan pemikiran Rania. Perempuan itu mengaku sangat membenci Leo, tetapi kenyataannya masih berhubungan dengan mantan suaminya tersebut. Awalnya, Bayu sudah ikhlas dengan penolakan Rania yang lebih memilih menikah dengan Leo. Namun, mengingat pertemuannya dengan laki-laki tersebut di kampus Rania saat itu, Bayu pun merasa kalau Leo mengolok-olok dirinya. Bayu tidak terima dengan ucapan Leo kala itu. Ia berharap agar pernikahan Leo dan Rania tidak dalam keadaan baik-baik saja. Harapan itu pun menjadi kenyataan, terbukti saat ini Rania telah menggugat cerai sang suami. “Apa lagi yang kamu harapkan dari Leo,
🏵️🏵️🏵️Malam ini, Leo sangat rapi karena ingin menemui Rania. Tadi siang, laki-laki itu gagal membujuk wanita yang ia cintai tersebut saat di kampus. Ia kembali menerima penolakan seperti biasa. Namun, ia tidak menyerah, tetapi tetap berusaha agar dapat bertemu dengan sang pujaan hati.Leo pun berpamitan kepada ibunya yang sedang membantu asisten rumah tangga menyiapkan makan malam di meja makan. Ia tidak mengetahui rencana yang telah Bu May susun malam ini. Ia tidak menyadari kalau dirinya akan bertemu dengan Rania sebentar lagi.Saat Leo berpamitan, Bu May meminta anak semata wayangnya untuk tidak pergi. Laki-laki itu pun menjelaskan kalau dirinya ingin bertemu dengan Rania. Namun, sang ibu tetap melarang. Leo bingung melihat sikap ibunya yang tidak seperti biasanya.“Leo mau ketemu Nia, Mih.” Leo tetap bersikeras ingin pergi.“Untuk malam ini, Mami nggak kasih izin kamu pergi. Malam ini, kita makan bersama. Sekarang, kamu duduk.” Bu May menunjukkan wajah serius.“Ada apa dengan M
🏵️🏵️🏵️Leo ingin tahu siapa yang telah mengirim pesan kepadanya. Ia pun langsung menekan tombol simbol telepon berwarna hijau, tetapi ditolak. Sekarang, pesan kembali masuk ke ponsel Leo. Ia sangat heran melihat pengakuan dari si pengiriman pesan.[Ternyata jodoh Abang dan Nia sangat singkat, ya. Apa mungkin seorang Bayu yang lebih pantas mendampingi Nia?]Laki-laki yang tidak Leo suka selama ini, dengan berani mengakui dirinya lebih pantas mendampingi Rania. Leo sangat marah dan ingin memberikan pelajaran kepada orang itu. Pengakuannya membuat Leo makin bersemangat untuk memperjuangkan hubungannya dengan Rania.Leo tidak peduli walaupun telah digugat cerai oleh Rania. Ia justru selalu menunjukkan perhatiannya kepada wanita yang ia cintai tersebut. Ia juga akan berusaha untuk kembali merebut kepercayaan dan perhatian Rania. [Nia istriku selamanya. Aku nggak akan biarkan siapa pun merebutnya dari hidupku. Kamu itu bukan siapa-siapa untuknya, kamu itu nggak lebih dari cowok yang suda
🏵️🏵️🏵️Apa yang Rania lakukan saat ini, membuat anggota keluarga terkejut. Pak Bagas dan Bu Farida tidak menyangka kalau putri mereka tersebut kini benar-benar marah. Sementara Pak Zainal dan Bu May hanya terdiam dan termenung. Mereka hampir tidak percaya melihat pemandangan yang terjadi di depan mata.Setelah melampiaskan kemarahan dan kekesalannya, Rania pun memilih beranjak menuju kamar. Kini, Leo memegang pipi kirinya yang tampak memerah karena bekas tangan Rania. Laki-laki itu tiba-tiba tersenyum mengingat tindakan yang dilakukan istrinya tadi.Orang tua dan mertua Leo, juga kakak iparnya sangat heran. Mereka tidak mengerti kenapa Leo justru tidak merasa kesakitan atau marah dengan apa yang Rania lakukan. Azzam menggeleng melihat reaksi laki-laki yang ia anggap telah melukai hati adiknya tersebut.Leo menunjukkan senyuman di depan anggota keluarga bukan karena ia tidak sedih dengan perbuatan Rania. Ia justru tidak menyangka kalau wanita yang ia cintai tersebut tega melakukan se