🏵️🏵️🏵️
Malam ini merupakan malam kedua untuk Rania tinggal di rumah Leo. Saat ini, anggota keluarga yang masih berada di rumah sang mertua adalah kakek dan nenek Leo dari pihak ayahnya. Mereka bersemangat berbincang bersama. Sementara Rania dan Leo lebih memilih menjadi pendengar. Kakek dan nenek Leo menceritakan masa lalu anak sulung mereka—Pak Zainal. Saat masih sekolah, laki-laki itu termasuk siswa nakal dan keras kepala. Oleh karena kenakalannya, ia beberapa kali mendapat surat panggilan dari kepala sekolah. “Dulu, papi mertuamu, nih ... nakal, Nia. Beda dengan pakcik dan makcikmu.” Bu Julia—nenek Leo, melihat ke arah Rania. Mahasiswi itu memberikan respons dengan tersenyum. “Tapi kenakalan saya nggak turun ke Leo, Mak.” Pak Zainal memberikan respons. Sementara Rania melirik ke arah Leo. Wanita itu tiba-tiba mengingat apa yang terjadi tadi malam. Baginya, suaminya itu usil. “Leo, kan, anak baik.” Pak Thamrin—kakek Leo, langsung memuji cucunya. Rania tidak percaya kalau suaminya baik karena ia menganggap laki-laki itu telah melanggar kesepakatan mereka. “Iya, Pak. Leo benar-benar ikut sifat maminya. Kalau ikut saya, pasti maminya pusing.” Pak Zainal setuju dengan penilaian ayahnya. Lagi dan lagi, Rania tidak ingin percaya, walaupun ia telah merasakan perhatian Leo dalam sebulan ini. “Leo itu paling pengertian. Hampir tak pernah nyusahin orang tua dan keluarga.” Neneknya Leo kembali bersuara. “Iya, Mak. Bagi saya, Leo anak kebanggan. Walaupun dari SD sampai SMA nggak pernah berpisah dengan papi dan maminya, dia tetap bersedia kuliah di Thailand untuk menemani Kakek dan neneknya.” Bu May juga turut membanggakan Leo. “Iya, Mih.” Pak Zainal mengiakan perkataan istrinya. “Papi beruntung punya istri seperti Mami. Mami berhasil memberikan didikan terbaik untuk anak kita. Dulu Emak sering nasihatin Papi, tapi Papi tetap nakal.” “Istrimu itu tak hanya cantik, tapi juga baik. Emak yakin kalau istri Leo juga memiliki sifat yang sama dengan May.” Leo melirik Rania. Ia tahu kalau istrinya itu memiliki sifat dermawan, tetapi ia kadang sedikit kesal mendengar cerewetnya. “Saya yakin kalau Nia persis seperti papanya, baik dan selalu menjadi kebanggan.” Pak Zainal memuji ayahnya Rania. “Oh, ya ... dulu Papi sering nyontek PR papa Nia. Terus, ada satu kenakalan Papi yang paling merugikan, itu saat berbuat curang di kantin. Papi makan empat bakwan, tapi bayarnya hanya satu. Kalau ingat kejadian itu, Papi benar-benar merasa malu dan bersalah.” Pak Zainal menepuk pelan dahinya. Kakek, nenek, dan ibunya Leo beserta Rania tertawa mendengar cerita Pak Zainal. Keluarga bahagia itu bersemangat menceritakan masa lalu masing-masing, kecuali Leo dan Rania. Mereka tetap memilih menjadi pendengar yang baik. “Ternyata udah jam sepuluh. Kami ke kamar dulu, ya, Tok, Nek.” Leo akhirnya membuka suara. “Sama Papi dan Mami nggak pamitan?” Pak Zainal menaikkan alisnya ke arah Leo. “Harap maklum, Nal, pengantin baru. Banyak yang dilupakan karena dunia serasa milik berdua.” Pak Thamrin menggoda Leo. Ia tersenyum kepada cucunya itu. “Atokmu bercanda aja, Leo. Jangan bawa ke hati, ya.” Bu Julia memberikan pengertian kepada Leo. “Iya, Nek.” Tanpa menunggu lama, Leo pun meraih tangan Rania lalu mereka berjalan menuju kamar. Rania sangat malu saat kakek Leo mengucapkan kata pengantin baru. Ia tidak pernah memikirkan kalau laki-laki tua tersebut akan berbicara tentang sesuatu yang membuatnya mengingat kesalahannya yang tidak mampu mengontrol diri saat bersama Leo tadi malam. “Ternyata Abang sekolah di kota ini? Kok, ngakunya baru beberapa bulan tinggal di Tanjungpinang?” Rania langsung melontarkan pertanyaan kepada Leo setelah mereka di kamar. Pasangan itu kini duduk di sofa dekat jendela. “Kan, enak didengar kalau sapaannya romantis.” Leo menaikkan alisnya. “Jangan mengalihkan pembicaraan. Aku lagi serius.” “Iya, aku sekolah di sini, tapi kuliah di Thailand.” “Tapi kamu nggak mungkin lupa jalan di sini. Ternyata kamu bohong waktu bantu aku saat itu.” Rania mengingat kembali awal pertemuannya dengan Leo. “Perkembangan kota ini termasuk pesat dalam waktu beberapa tahun. Bangunan aja banyak yang baru. Jadi, aku melihat banyak perubahan.” Leo memberikan penjelasan. “Tetap aja kamu bohong.” “Aku nggak bohong. Aku menetap di Thailand lima tahun setelah lulus SMA. Aku pulang ke sini pas liburan aja. Tiga tahun menyelesaikan kuliah, dua tahun bantu Kakek di perusahaan. Sampai akhirnya aku kembali ke sini dan ingin menetap di sini.” Leo bercerita panjang lebar. “Sebelumnya kamu nggak pernah cerita. Kalau Mami nggak cerita, aku nggak akan tahu. Kenapa kamu merahasiakan ini dariku, Bang? Atau jangan-jangan masih banyak yang kamu sembunyikan dariku tentang dirimu.” “Suka, deh, diperhatiin. Apakah istriku ini udah jatuh cinta?” Leo justru mengalihkan pembicaraan. “Kamu pembohong. Apa tujuanmu sebenarnya menikahiku?” Rania menunjukkan wajah serius. “Sayang, kamu kenapa? Aku nggak pernah memiliki niat untuk membohongimu. Tujuanku menikahimu karena aku ingin kamu menjadi ibu dari anak-anakku.” “Terserah. Aku mau tidur. Kamu tetap tidur di sofa.” Rania pun berdiri, tetapi Leo meraih tangannya. “Kenapa, Sayang? Kamu takut aku khilaf lagi? Kan, nggak apa-apa.” “Aku kecewa karena kamu nggak jujur.” Rania sedih karena menganggap Leo belum jujur sepenuhnya, padahal ia telah menceritakan semua tentang dirinya kepada laki-laki itu sebelum acara pernikahan mereka. Ia sedih karena mengetahui kenyataan itu setelah menyerahkan segalanya kepada suaminya tersebut. ============🏵️🏵️🏵️Serba salah, itu yang Leo rasakan saat ini. Ia tidak bermaksud untuk menyembunyikan apa pun dari Rania. Ia sengaja tidak memberitahukan tentang dirinya yang tinggal di Tanjungpinang sejak kecil. Ia melakukan itu karena ingin memberikan kejutan.Akan tetapi, rencana Leo yang ingin menceritakan langsung tentang masa-masa sekolahnya kepada Rania, akhirnya gagal karena penjelasan sang ibu. Ia menyesal karena tidak memberitahukan niatnya terlebih dahulu kepada wanita yang telah melahirkannya itu.“Lagi lihat siapa, Bro?” tanya Damar—sahabat Leo, lima tahun yang lalu. Kala itu, Leo masih memakai seragam putih abu-abu dan duduk di bangku kelas dua belas. Saat itu, ia baru selesai menyelesaikan UN.“Kok, aku baru lihat cewek cantik itu, Bro?” Leo terpana melihat seorang siswi yang baru keluar dari sekolahnya. Siswi tersebut merupakan pendamping hidupnya sekarang.“Ke mana aja, Bro? Makanya jangan sibuk dengan fans, sampai nggak tahu ada cewek cantik di sebelah.” “Kau kenal dia?” Leo
🏵️🏵️🏵️Rania mengerutkan dahi karena Leo kembali melingkarkan tangan di pinggangnya. Dia melihat jelas kalau suaminya itu tidak memberikan respons setelah membaca pesan yang masuk. Ia penasaran dan ingin tahu apa alasannya yang menunjukkan wajah santai.“Pesan dari siapa? Kok, nggak dibalas?” tanya Rania.“Nggak tahu dari siapa. Nomornya nggak tersimpan.”“Kan, kamu bisa nanya. Apa isi pesannya?” Rania makin ingin tahu.“Cie, ternyata kamu peduli, Sayang.” Leo memegang pipi Rania.“Aku hanya ingin tahu aja. Tapi kalau kamu nggak mau kasih tahu, nggak apa-apa.”“Jangan ngambek lagi, dong. Itu tadi ucapan selamat untuk pernikahan kita.” Leo pun memberitahukan isi pesan masuk di ponselnya.“Kamu cuek aja? Nggak ngucapin terima kasih? Kok, kamu tega?” Rania menjauhkan tangan Leo dari pipinya.“Udah, Sayang. Nggak perlu diperpanjang. Nanti aku pasti balas. Tapi sekarang aku lagi nggak ingin diganggu. Aku mau bermesraan dengan istriku.” Leo memainkan rambut panjang Rania.“Terserah kamu,
🏵️🏵️🏵️Saat ini, hati Leo sangat panas menyaksikan pemandangan yang tidak diharapkan. Ia tidak tahu apa tujuan Bayu menemui Rania. Ia tidak bermaksud untuk mengekang kebebasan istrinya dalam berteman dengan siapa pun. Ia hanya berharap agar wanita yang ia cintai tersebut mampu menjaga jarak dengan lelaki lain.Di samping itu, ia tidak terima jika pria yang pernah memiliki perasaan lebih terhadap Rania, kini kembali muncul. Namun, ia berusaha untuk tetap berpikiran positif karena mengingat Bayu adalah sepupu Damar, sahabatnya. Ia tidak ingin terjadi kesalahpahaman.Ia pun akhirnya melangkah menghampiri Rania. Hatinya sudah yakin untuk tidak menunjukkan rasa cemburunya di depan wanita itu. Di samping itu, ia juga berpikir bahwa istrinya adalah miliknya.“Kuliahnya udah kelar, Sayang?” Ia langsung melingkarkan tangan kirinya ke pinggang Rania. Sementara Bayu segera melepaskan jabatan tangannya dari wanita yang masih ia cintai tersebut.“Udah, Bang.” Rania menyunggingkan senyuman.“Eh,
🏵️🏵️🏵️Leo tersenyum melihat mangkuk yang kini sudah kosong karena isinya telah berpindah ke perut Rania. Ia baru dua hari ini melihat istrinya tersebut makan sangat lahap, padahal sebelumnya paling susah kalau diajak makan nasi. Rania lebih suka makan sayur-sayuran dan buah-buahan.Kini, Rania menunjukkan wajah ceria karena sudah kenyang. Ia meraba perutnya yang tampak lebih menonjol dari biasanya. Ia pun tiba-tiba ingat kalau dirinya lebih bersemangat makan sejak dua hari yang lalu. Ia tidak terima jika badannya tiba-tiba tidak langsing lagi.“Bang, aku gemukan, ya? Kok, perutku nggak rata seperti biasa? Kok, menonjol sedikit? Aku harus diet, nih.” Rania bertanya kepada Leo sambil memegang perutnya.“Nggak, kok. Masih tetap langsing dan cantik.” Leo turut menempelkan tangannya ke perut Rania.“Kenapa perutku lebih besar dari biasanya?” Rania masih heran.“Mungkin ada isinya.” Leo berbisik di telinga istrinya.“Isi nasi?” Rania tidak mengerti apa maksud suaminya.“Siapa tahu ada ba
🏵️🏵️🏵️Rania merasa aneh, kenapa kontak yang mengirim pesan ke ponsel Leo tidak tersimpan, padahal pesan itu menjelaskan kalau sebelumnya si pengirim sudah pernah menghubungi laki-laki itu. Rania tidak mengerti kenapa suaminya tidak terbuka terhadap dirinya.Rania dapat mengerti isi pesan masuk di ponsel Leo. Ia belajar bahasa Thailand karena mengidolakan James Jirayu. Rania ingin langsung menanyakan siapa pengirim pesan itu kepada Leo, tetapi ia tidak ingin menunjukkan kecemburuannya di depan laki-laki tersebut.Rania berusaha bersikap santai. Ia kembali ke sofa sambil membawa ponsel Leo. Ia berharap, walaupun dirinya tidak bertanya tentang pesan itu, tetapi Leo bersedia memberikan penjelasan. Ia telah berjanji pada diri sendiri untuk memercayai suaminya itu.“Pesan dari siapa, Sayang?” tanya Leo setelah Rania duduk di sampingnya.“Nggak tahu. Nggak ada namanya.” Rania pun menyerahkan ponsel itu kepada suaminya.Rania melirik Leo yang sedang membaca pesan tanpa nama tersebut. Ia ki
🏵️🏵️🏵️Leo kini duduk bersebelahan dengan ayahnya. Ia sangat membutuhkan solusi dari laki-laki paruh baya itu. Ia tidak berani bertindak sendiri karena apa yang terjadi saat ini menyangkut orang-orang tersayang. Leo tidak ingin mengecewakan kakeknya, tetapi juga tidak sanggup tinggal terpisah dengan Rania.Kejadian ini benar-benar membuat Leo hampir tidak percaya. Ia tahu kalau Siwat merupakan orang kepercayaan sang kakek. Selama ini, keluarga dari pihak ibunya juga percaya kalau Siwat mampu melakukan yang terbaik untuk perusahan yang dipercayakan kepadanya.Leo masih sangat ingat seperti apa kedekatannya dengan Siwat. Selama berada di Thailand, ia sangat dekat dengan sosok yang dipercayai kakeknya tersebut. Melihat kebaikan Siwat selama ini, Leo tidak ingin percaya dengan apa yang telah sang kakek ucapkan.“Leo harus gimana, Pih? Leo nggak tega ninggalin Nia dalam keadaan hamil. Dia butuh Leo.” Leo ingin mendengar pendapat Pak Zainal.“Papi juga nggak setuju kalau kamu ninggalin Ni
🏵️🏵️🏵️Leo heran melihat wajah Rania yang kini menunjukkan kemarahan. Ia pun meraih tangannya, tetapi langsung ditepiskan. Ia makin tidak mengerti kenapa wanita itu bersikap demikian. Ia segera meraih ponselnya yang telah Rania taruh di tempat tidur.Leo melihat layar, ternyata panggilan masuk sudah tidak ada. Kini, ia dihadapkan pada situasi yang sangat membingungkan. Ia ingin bertanya kepada Rania, tetapi melihat sikap sang istri yang tiba-tiba dingin, ia pun mengurungkan niat itu.Rania merupakan anak bungsu yang kemauannya selalu dituruti orang tuanya. Leo pernah berbincang dengan sang ibu mertua seminggu sebelum acara pernikahannya berlangsung dengan Rania.“Nia itu manja dan egois, tapi sebenarnya baik. Kamu harus sabar menghadapinya.” Bu Farida mengungkapkan kebenaran tentang Rania kepada Leo.“Iya, Tante. Leo janji akan berusaha mengerti dengan Rania.” Leo memberikan jawaban dengan yakin kala itu.“Satu hal lagi. Menurut Tante, kamu itu laki-laki beruntung yang mampu meluluh
🏵️🏵️🏵️Bunga yang baru berseri, kini tiba-tiba layu. Hati yang telah memberi, sekarang seakan membeku. Siapa yang akan menduga kalau hubungan yang awalnya baik-baik saja, saat ini sedang diuji. Pernikahan yang baru berjalan beberapa bulan, sekarang dilanda kebingungan.Rania tidak mampu membendung air matanya yang kini telah menganak sungai. Sebelumnya, ia tidak pernah berpikir kalau seseorang yang dulu mengisi hati Leo, kini kembali membawa luka. Ia merasa terlalu polos karena selalu yakin dan percaya bahwa pernikahannya akan baik-baik saja.Kepercayaan dalam diri Rania, akhirnya kini goyah. Wanita itu tidak ingin menyalahkan Leo, tetapi ia hanya merasa heran karena suaminya tidak segera memblokir nomor kontak yang telah membuat perasaannya sekarang tercabik. Ia tidak mengerti dengan hati Leo yang sebenarnya.[Apa kamu lupa dengan apa yang kita lakukan dulu?]Rania membaca pesan masuk di ponsel Leo menggunakan bahasa Thai. Dadanya sesak. Ia ingin melampiaskan kekesalannya saat ini
🏵️🏵️🏵️Leo tidak mampu berkata-kata setelah melihat istri yang sangat ia cintai, kini berdiri di hadapannya. Ia pun langsung mendekap wanita itu, tetapi penolakan yang ia dapatkan. Rania meronta-ronta hingga berhasil melepaskan pelukan Leo. Ia masih sangat kesal terhadap laki-laki itu.Orang tua Rania yang sejak tadi duduk di ruang keluarga, langsung memasuki kamar putri mereka tersebut. Mereka sangat heran melihat sang anak bungsu yang menjauh dari Leo, bahkan mendorong tubuh laki-laki itu.Bu Farida berusaha membujuk Rania lalu memeluknya. Wanita paruh baya itu mengajak Rania duduk di tempat tidur dan memintanya menceritakan apa yang terjadi. Sementara Leo langsung berlutut di depan istri yang sangat ia cintai tersebut.“Sayang, kamu kenapa?” Leo meraih tangan Rania lalu menggenggamnya.“Sampai kapan kamu bohongin aku terus?” Rania langsung melontarkan pertanyaan itu kepada Leo.“Bohong apa, Sayang? Aku nggak ngerti.” Leo tidak mengerti dengan ucapan Rania.“Hebat kamu, Bang. Kamu
🏵️🏵️🏵️Dua bulan berlalu, tetapi Leo masih belum mampu menceritakan apa yang membuatnya merasa bersalah terhadap Rania. Ia sangat tahu seperti apa sifat istrinya tersebut. Ia tidak ingin terjadi kesalahpahaman lagi di antara mereka.Leo juga tidak ingin mengganggu kebahagiaan Rania saat ini, di mana wanita itu sangat senang menyaksikan pernikahan Azzam—kakak semata wayangnya. Rania mengaku terharu karena akhirnya melihat Azzam menikah dengan Ayu.Bukan hanya itu saja alasan yang membuat Leo belum mampu mengutarakan kejujuran kepada Rania. Ia juga tidak ingin melihat istrinya sedih. Apalagi saat ini, Leo sedang mengharapkan keajaiban agar Rania kembali hamil.“Bang, kita nginap di sini aja, ya, malam ini.” Rania berharap agar Leo memenuhi keinginannya untuk menginap di rumah orang tuanya setelah acara pernikahan Azzam dan Ayu selesai.“Iya, Sayang. Aku ngikut aja.” Leo mengembangkan senyuman di depan Rania.“Terima kasih, Bang.” Rania bahagia mendengar jawaban Leo. Ia pun mengajak su
🏵️🏵️🏵️Rania kembali menginjakkan kaki di rumah keluarga Leo. Ia tidak tahu apakah hatinya bahagia atau justru sebaliknya. Di satu sisi, ia merasa bahwa sewajarnya dirinya berada di rumah suaminya. Namun di sisi lain, ia tetap kesal mengingat Laura.Kini, Rania merebahkan tubuh di kamar. Ia ingin menanyakan tentang Laura. Namun sebelum niat itu terucap, Leo pun memintanya untuk mendengar penjelasan tentang Laura. Rania terkejut, tetapi juga bahagia setelah mengetahui keadaan Laura yang sebenarnya.Rania ingin memeluk Leo karena menganggap laki-laki itu tetap setia dengan cintanya terhadapnya. Namun, ia mencoba untuk menahan diri dan berpura-pura bersikap biasa saja walaupun hati kecilnya mengatakan kalau ia sangat bahagia saat ini.“Kok, respons kamu biasa aja, Sayang? Kamu nggak bahagia?” Leo tidak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan istrinya.“Aku harus bilang apa?” Rania memberikan balasan dengan nada santai.“Aku sudah menepati janjiku untuk membuktikan kalau aku hanya milikm
🏵️🏵️🏵️Tiga bulan berlalu, penyelidikan Leo tentang niat Laura, akhirnya membuahkan hasil. Kini, kenyataan yang sebenarnya pun terungkap. Laura sengaja mengaku mengandung anak Leo karena dirinya ingin mendapatkan laki-laki yang ia cintai tersebut.Laura tidak dapat mengelak lagi saat keluarga Leo memeriksakan usia kandungannya ke rumah sakit hari ini. Dalam perkiraan ketika kepulangan Leo dari Thailand, seharusnya usia kehamilan Laura memasuki delapan bulan, tetapi kenyataannya sungguh di luar dugaan.Bu May selama ini sudah menaruh curiga melihat bentuk perut Laura yang tidak sewajarnya. Dugaan wanita paruh baya itu benar-benar membuat hati Leo bahagia. Usia kehamilan Laura baru memasuki lima bulan. Ia telah melakukan kebohongan besar demi mewujudkan keinginannya.Sejak Leo meninggalkan Thailand tujuh bulan yang lalu, Laura merasa hancur. Ia pun sering menghabiskan waktunya di tempat hiburan malam didampingi Siwat. Oleh karena keduanya sedang dalam keadaan mabuk, hubungan yang belu
🏵️🏵️🏵️Pak Bagas dan Bu Farida terkejut melihat Rania yang langsung berlari menuju kamarnya. Kedua orang tua itu tidak mengerti kenapa anak bungsu mereka tiba-tiba kembali pulang tanpa memberi kabar sebelumnya. Sementara Azzam menghampiri ayah dan ibunya yang sedang bersantai di depan TV. Ia tidak lupa membawa masuk koper milik Rania.Azzam pun memilih duduk menghadap Pak Bagas dan Bu Farida. Ia meminta agar kedua orang tuanya tersebut tidak terkejut dengan apa yang akan ia sampaikan. Azzam merasa berat untuk menyampaikan apa yang terjadi terhadap Rania kepada ayah dan ibunya, tetapi ia ingin tetap jujur dengan kenyataan yang sebenarnya.Azzam menghela napas lalu mulai menceritakan penderitaan yang Rania alami saat ini. Ia berusaha tenang mengungkapkan fakta tentang Leo. Pak Bagas dan Bu Farida kembali terkejut dan mereka mengaku tidak percaya dengan apa yang Azzam sampaikan.“Nggak mungkin Azzam bohong, Pah, Mah. Nia sedih banget sekarang. Dari rumah Leo sampai ke sini, dia nangis.
🏵️🏵️🏵️Rania menepati janji yang pernah ia ucapkan, mencabut gugatan cerai dari pengadilan. Terbukti saat ini, dirinya kembali tinggal di rumah Leo. Ia bahkan lebih bahagia daripada saat awal menikah. Kini, tiga bulan telah berlalu, Rania pun memasuki tingkat akhir dalam pendidikannya di STIE Pembangunan Tanjungpinang. Ia sangat bahagia karena Leo selalu memberikan dukungan dan semangat kepadanya. Di samping itu, hubungan mereka juga makin membaik dan mesra.Akan tetapi, Rania sering merasa bersalah karena menganggap dirinya tidak mampu memenuhi harapan Leo. Ia takut jika tidak dapat memberikan keturunan untuk keluarga suaminya. Ia sering sedih mengingat keadaannya yang sekarang.“Kenapa kamu masih mempertahankan aku, Bang? Gimana kalau aku nggak bisa kasih keturunan untuk keluargamu?" Rania mengingatkan kembali tentang kekurangan yang ia miliki saat ini.“Aku terima kamu apa adanya, Sayang. Kamu jangan ngomong seperti itu.”“Mungkin kamu bisa terima aku, tapi bagaimana dengan Papi
🏵️🏵️🏵️Dua minggu berlalu, Leo dinyatakan sembuh oleh Dokter Wildan. Ia kembali melakukan aktivitas seperti biasanya. Sementara Rania sangat bahagia karena Leo kini lebih segar dan bersemangat. Ia merasa telah berhasil membuat sang suami lebih cepat pulih dari sakitnya.Akan tetapi, walaupun Rania telah menunjukkan sikap lembut di depan Leo, wanita itu tetap belum bersedia kembali ke rumah keluarga suaminya itu. Ia mengaku belum siap untuk tinggal seatap dengan Leo. Ia meminta waktu untuk menata hatinya.Leo dan orang tuanya mengerti keadaan Rania. Mereka pun mengatakan akan tetap setia menunggu kesediaan Rania agar kembali tinggal bersama Leo. Pak Zainal dan Bu May tidak ingin memaksakan kehendak. Kedua orang tua tersebut memberikan kebebasan kepada sang menantu.“Kenapa kamu jemput aku, Bang? Aku bisa pulang sendiri. Naik angkot atau numpang Liza.” Rania tidak menyangka kalau Leo menjemputnya ke kampus saat mata kuliah telah berakhir.“Tadi aku yang ngantar kamu, wajar kalau aku j
🏵️🏵️🏵️Rania bingung harus berbuat apa sekarang. Ia tidak sanggup melihat Leo sakit, tetapi juga tidak ingin terlihat lemah di depan laki-laki tersebut. Hanya satu cara yang dapat Rania lakukan saat ini, mengalihkan pembicaraan.“Oh, ya ... kemarin Makcik Rika telepon, beliau meminta kita jalan-jalan ke Pontianak.”“Kamu sengaja mengalihkan pembicaraan, Sayang?” Rania merasa gagal mencari cara agar Leo tidak mendesak dirinya untuk menjawab pertanyaan yang sulit.“Kok, kamu nuduhnya gitu? Aku serius. Beliau juga cerita kalau Aura, SMA di sini. Dia tinggal di rumah Atok dan Nenek.” Rania tetap berusaha agar Leo mendengar ucapannya.“Aku lagi nggak ingin bahas orang lain sekarang. Aku maunya bicara tentang kita.”“Kamu anggap Aura sebagai orang lain? Dia adik sepupu kamu, Bang.”“Kita bisa bahas itu nanti. Aku ingin serius bicara denganmu, Sayang. Tolong jawab pertanyaanku.” Leo langsung mendekap wanita yang ia cintai tersebut.Kondisi Leo saat ini membuat Rania benar-benar tidak mampu
🏵️🏵️🏵️Dokter Wildan dan Pak Zainal segera memapah Leo ke kamar. Sementara Bu May dan Rania mengikuti mereka dari belakang. Dokter Wildan meminta agar Rania bersedia menemani Leo dalam keadaan seperti sekarang ini.Rania tidak mampu menolak permintaan dokter yang menangani Leo. Ia pun mengiakan kalau dirinya bersedia menjaga laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya tersebut. Ia juga tidak ingin melihat kesedihan di wajah kedua mertuanya.Kini, Leo telah tertidur setelah Dokter Wildan memberikannya obat. Sementara Rania masih penasaran dengan sakit yang diderita laki-laki itu. Ia masih mengingat sang suami yang tiba-tiba sesak hingga membuat dirinya panik.“Leo sakit apa, Dok?” tanya Rania. Ia berharap mendapat penjelasan dari Dokter Wildan.Mendengar pertanyaan Rania, Dokter Wildan melihat ke arah Pak Zainal dan Bu May secara bergantian. Kedua orang tua Leo pun memberikan isyarat kepada Dokter Wildan. Rasa penasaran Rania kian memuncak.“Baiklah, saya akan mengatakan hal yang