Share

Reuni

Author: Atiexbhawell
last update Last Updated: 2025-01-11 10:40:02

Keesokan paginya, rumah terasa kacau dengan anak-anak Siska yang berlarian, meninggalkan remah-remah di sofa. Ibu mertua duduk santai, mengamati Luna yang sibuk menyiapkan teh.

“Luna, tehnya mana? Lama sekali,” suara ibu mertuanya tajam.

Luna buru-buru menuangkan teh, tangannya gemetar, lalu menyerahkannya dengan senyum kecil. Ibu mertuanya menyeruput sedikit dan mengerutkan dahi. “Pahit banget! Gulanya kurang, tambahin lagi.”

Tanpa berkata apa-apa, Luna kembali ke dapur dan menambahkan gula. Hendri masuk ke dapur, memeriksa meja makan. “Ibu pesan, jangan lupa belanja untuk arisan lusa. Kamu harus siapkan semuanya.”

“Tapi lusa aku ada reuni,” jawab Luna pelan, mengaduk teh mertuanya.

Hendri mendekat, matanya tajam. “Reuni? Untuk apa? Acara begitu enggak penting.”

“Aku sudah janji dengan teman-temanku,” Luna mencoba memberi ruang pada keberaniannya.

“Sudah berani kamu?” suara Hendri meninggi, “aku bilang tidak perlu pergi. Titik!” tekan Hendri sembari menekan kuat bahu Luna.

Hendri berbalik, lalu meninggalkan dapur dengan wajah kesal.

Luna menghela nafas besar. Air yang menggenang di sudut matanya hampir menetes, tetapi ia menahannya.

Ia membawa teh mertuanya kembali ke depan, mencoba mengabaikan kekacauan akibat ulah keponakannya.

"Lun, ada air di situ, pel dulu! Nanti Sheril kepleset lagi," titah Siska menunjuk genangan air dekat pintu.

Belum sempat Luna mengambil alat pel, Rasya berlari dan terpleset, lalu menangis keras. Siska malah mencubit anaknya, membuat tangis Rasya semakin kencang.

Luna hanya menggeleng. Ia menyesal mengambil cuti di saat yang tidak tepat, merasa seperti babu di rumahnya sendiri.

Hari reuni akhirnya tiba. Rumah kosong karena Siska dan ibu mertuanya pergi belanja. Luna berdiri di depan cermin, mengenakan dresscode yang sudah ditentukan dan rambut yang digulung rapi. Ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri—versi yang terlihat lebih berani, fresh, dan cantik, meski hatinya masih ragu karena Hendri sudah melarangnya pergi.

Luna tahu bahwa sebagai istri seharusnya dia menuruti perintah suami, tetapi ... Luna menatap tulang selangkanya yang kebiruan dari pantulan cermin.

Untuk kali ini saja, Luna ingin melupakan apa yang terjadi di rumah ini meski sejenak.

Luna pergi dengan taxi online yang dia pesan sebelun ia bersiap. Sita sudah menunggu di depan aula dan menyambut Luna dengan senang. “Wah, akhirnya kamu datang juga!”

Mereka masuk ke aula yang ramai. Wajah-wajah lama terlihat asing, kecuali satu sosok yang langsung menarik perhatian Luna: Adrian.

Adrian mengenakan kemeja biru dongker, tampan dengan tubuh semakin berotot. “Dia udah nanyain kamu tadi,” bisik Sita.

Tatapan mereka bertemu, dan waktu terasa berhenti.

“Luna,” sapa Adrian menghampirinya.

“Hai,” balas Luna, merasa gugup.

“Aku pikir kamu tidak akan datang,” ujar Adrian lembut. “Apa kabar?”

“Aku baik, kamu sendiri?” Luna mencoba tersenyum meski ada kekacauan di dadanya.

"Sangat baik, terlebih setelah bertemu denganmu."

Adrian tersenyum manis, membuat Luna merasakan sensasi hangat di hatinya, meski ia sadar seharusnya tidak merasa demikian karena ia sudah menikah.

Mereka berbicara lama, mengenang kenangan masa SMA. Akhirnya, Adrian menanyakan sesuatu yang lebih dalam. “Bagaimana pernikahan kamu? Bahagia?”

Luna mengangguk. “Ya.”

“Baguslah ... setidaknya kamu beruntung. Tidak sepertiku,” jawab Adrian terdengar ambigu.

“Kenapa denganmu? Bukankah, kamu menikahi wanita pilihan orang tuamu?” tanya Luna, mengingat luka masa lalu mereka yang terhalang restu orang tua Adrian.

"Iya, kamu benar." sahut Adrian dengan nada suara dan senyum yang berbeda.

Akan tetapi, Luna tak ambil pusing. Toh, kenyataannya mereka sama-sama sudah menikah meskipun dulu pernah menjadi teman dekat.

***

Luna kembali ke rumah malam itu, Hendri duduk di ruang keluarga menonton televisi. Ia menoleh begitu Luna masuk.

“Sudah puas reuniannya, pembangkang?” hardiknya tajam.

Luna berjalan menuju kamar, Hendri menginterupsi. “Hei, aku bicara padamu!”

Luna berbalik menatapnya tajam. “Aku lelah, Hendri. Sangat lelah.”

Plak!

Tamparan keras mendarat di wajah Luna. Hendri marah, “Oh, begini hasil reunian kamu, hah? Mulai berani melawanku?”

“Kau pikir sudah hebat sekali dengan datang ke acara tidak berguna itu?” umpatan Hendri, hendak menampar Luna lagi, tapi Luna menahan tangannya.

Luna menatap Hendri tajam lalu menghempaskan tangan itu dengan kasar, membuat Hendri tertegun.

Luna segera masuk kamar, mengunci pintu. Ia duduk di tepi ranjang, air mata mengalir. Ini bukan kekerasan pertama, tapi tetap terasa begitu sakit.

Luna membuka tas, buku kecil itu masih ada. Ia membaca kalimat terakhir yang ditulis Adrian: “Jangan takut pada perubahan, karena itu jalan menuju kebahagiaan.”

Matanya terpaku pada kata-kata itu. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. Dari Adrian yang membuat seluruh tubuhnya membeku, bahkan matanya melebar sempurna.

"Aku di depan rumahmu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Awal kenangan

    Luna berdiri cemas di dekat jendela, tak menyangka Adrian akan begitu nekat mengikutinya sampai ke rumah. Dia mondar-mandir dengan detak jantung yang menggila, dia takut jika laki-laki itu akan nekat masuk dan bertemu dengan Hendri.Meski tidak terjadi apa-apa antara dirinya dan Adrian, tetapi Luna tetap merasa khawatir terlebih hubungannya dengab Hendri akhir-akhir ini memang sedang kurang baik. Ponsel dalam genggamannya kembali bergetar, membuatnya tersentak dari lamunan. Kali ini tanda panggilan masuk.Adrian!Laki-laki yang berhasil memporak-porandakan hatinya itu menghubungi."Halo--" jawab Luna dengan segera."Jangan khawatir. Aku hanya memastikan kamu sampai di rumah dengan selamat." ujar Adrian seolah dapat membaca kekhawatiran yang dirasakan Luna."Astaga, Adrian." geram Luna tertahan. Seluruh tulang belulangnya terasa lemas. Terdengar kekehan kecil di seberang sana, kemudian panggilan segera berakhir.Luna menatap layar ponselnya yang kembali gelap setelah Adrian memutuska

    Last Updated : 2025-01-11
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Mulai berani

    "Apa jangan-jangan, Hendri memiliki wanita lain?"Luna terpaku di tempatnya, pikirannya sibuk menyimpulkan semua sikap Hendri selama ini dan mengkaitkan dengan apa yang dia pikirkan."Kalau memang benar, pantas saja tidak pernah menganggapku lagi selama ini." gumamnya pada dirinya sendiri.Di dalam sana, Hendri dan Ibunya masih asyik membicarakan wanita bernama Ratna itu."Apakah aku harus mulai peduli?" bisik hati Luna.Sesaat ia terdiam, memikirkan langkah apa yang harus dia ambil. Setelahnya dia masuk untuk memulai misi pertamanya.Melihat Luna masuk, Hendri dan Ibunya berhenti berbicara. Setelah mencuci tangan di wastafel, Luna mengambil duduk di meja makan, berselang satu kursi di samping kanan Hendri."Ngapain kamu?" tanya Ibu mertuanya."Sarapan, Bu." sahut Luna cuek, lalu meraih roti dan selai coklat yang berada di tengah meja."Lun--""Kenapa? Bukankah kamu tahu kalau ini kebiasaanku setiap hari, Mas? Aku tidak akan bisa bekerja kalau belum sarapan. Jadi, jangan mentang-menta

    Last Updated : 2025-01-11
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Mencari tahu

    Luna masih memandang kepergian Hendri yang semakin menjauh, rasa sesak kian memenuhi dadanya manakala mobil hitam suaminya itu tak lagi terjangkau oleh indera penglihatannya. Setelah memetralkan perasaannya, Luna kembali membuka ponselnya, mengetikkan nama "Ratna" di kolom pencarian media sosial. Ada banyak hasil, tetapi tidak ada yang sesuai dengan kriteria yang ia bayangkan. Nama itu terlalu umum, dan Luna tahu ia membutuhkan lebih banyak informasi untuk mempersempit pencariannya. Luna memutuskan untuk menghubungi Ayu lagi. [Ay, kamu punya foto Ratna atau tahu alamat rumahnya?] Pesannya hanya dibaca tanpa balasan. Luna merasa sedikit kecewa, tetapi ia mencoba memahami bahwa Ayu mungkin sedang sibuk. Ia memutuskan untuk bersiap dan segera pergi ke rumah ibunya seperti rencana semula. Tak butuh waktu lama, dia sudah rapi dengan dress terusan tanpa lengan berwarna pastel. Ia biarkan rambut panjangnya tergerai indah. "Mau ke mana kamu?" tanya ibu mertuanya yang melihat Luna s

    Last Updated : 2025-01-11
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Secercah harapan

    [Ayo bertemu, Aluna] Luna terdiam beberapa saat menatap pesan dari Adrian. Nama itu membangkitkan kenangan lama, tetapi ia tahu ini bukan saatnya untuk membuka kembali masa lalu. Dengan cepat, ia menutup layar ponselnya tanpa membalas pesan tersebut. Ia tak ingin menambah rumit hidupnya yang sudah cukup melelahkan. "Aku nggak bisa, Adrian," gumamnya pada diri sendiri, seolah mencoba meyakinkan hatinya bahwa keputusan itu benar. Setelah memastikan dirinya cukup tenang, Luna memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Meski ada keengganan untuk menghadapi ibu mertuanya yang sering membuat suasana hati buruk, ia tahu tidak ada pilihan lain. Rafi masih di rumah ibunya dan ia tidak ingin berlama-lama di luar untuk menghindari masalah baru. Terlebih ini sudah malam. Ketika Luna sampai di rumah, suasana rumah sudah terlihat gelap. Namun begitu dia masuk, lampu di ruang tengah masih menyala terang, menandakan ibu mertuanya dan Siska, kakak iparnya, masih ada di rumahnya. Dengan langkah pel

    Last Updated : 2025-01-11
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Keraguan

    Luna terbangun dengan mata yang masih sembap akibat tangisannya semalam. Sinar matahari samar menerobos dari sela-sela tirai mengingatkannya bahwa hari baru telah dimulai, meski hatinya masih terasa berat. Ia menghela napas panjang dan bangkit dari tempat tidur, mencoba menyusun keberanian untuk menghadapi hari ini. Suara di luar kamar terdengar samar-samar—suara ibu mertuanya yang sedang mengomel entah dengan siapa di pagi buta seperti ini.Setelah mencuci muka, Luna meraih ponselnya, berniat mengecek pesan masuk. Tidak ada kabar apapun dari Hendri, pun kabar lanjutan dari Ayu tentang Ratna. Akan tetapi matanya justru menatap pesan dari Adrian kemarin. Sejenak ia terpikir untuk menghapusnya, namun sesuatu menahannya. Ada bagian dari dirinya yang penasaran dan ingin tahu apa yang sebenarnya ingin Adrian bicarakan. Namun, ia tahu, membalas pesan itu hanya akan membuka luka lama yang sudah susah payah ia tutup.Pikiran itu terhenti ketika pintu kamarnya diketuk keras. "Luna, bangun ..

    Last Updated : 2025-01-22
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Tidak mendapat jawaban

    Dengan langkah berat, Luna meraih tasnya dan berjalan keluar dari gedung kantor. Udara malam yang sejuk sedikit mengurangi rasa penatnya, tetapi tidak mampu menghapus kegelisahan di hatinya. Setelah menimbang dan memikirkan dengan matang, akhirnya Luna memutuskan untuk tetap pergi ke butik. Dia harus menuntaskan rasa penasaran yang bercokol di pikirannya. Untuk hasilnya, dia akan pikirkan nanti.Sesampainya di butik, Luna berdiri sejenak di depan pintu kaca yang dihiasi ornamen emas. Butik itu terlihat elegan meski ukurannya kecil, dengan pajangan busana yang mewah di etalase. Luna melangkah masuk, diiringi suara lonceng kecil yang tergantung di pintu."Selamat malam. Ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang wanita muda dengan senyum ramah, mengenakan seragam butik yang rapi.Luna tersenyum tipis. "Saya lihat-lihat dulu, ya, Mbak.""Baik, Bu, silakan!"Wanita itu mengangguk sopan, membiarkan Luna menjelajahi butik dengan leluasa. Luna memandangi gaun-gaun mahal yang terpajang, merasa

    Last Updated : 2025-01-22
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Kabar tak menyenangkan

    Langkah kaki Luna terus menggema di lorong rumah sakit yang dingin. Aroma obat-obatan menyeruak, semakin mempertegas suasana yang penuh kekhawatiran. Tubuhnya hampir lunglai, tapi kekuatan seorang ibu membuatnya bertahan. Ia tidak peduli dengan pandangan orang-orang di sekitarnya yang menatap penuh keheranan pada langkah tergesa dan wajahnya yang penuh kecemasan."Ibu!" Luna berseru, suaranya parau.Di ujung lorong, ibunya terlihat duduk di bangku tunggu dengan wajah pucat. Tangannya bergetar, menggenggam erat saputangan yang telah basah oleh air mata. Begitu melihat Luna, wanita itu berdiri dengan tubuh limbung, lalu membiarkan dirinya tenggelam dalam dekapan anaknya.Luna bisa merasakan tubuh ibunya yang gemetar hebat. "Gimana Rafi sama Ayah, Bu?" tanyanya dengan napas tersengal, suaranya pecah. Ia takut mendengar jawabannya, namun ia harus tahu.Ibunya tidak langsung menjawab. Isakannya terdengar makin keras, membuat dada Luna semakin sesak. "Mereka … mereka masih di dalam," ucapny

    Last Updated : 2025-01-23
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Perdebatan

    "Kenapa, Lun?" Luna menatap ponselnya yang mulai meredup, "gak diangkat, Bu. Mungkin sudah tidur." sahut Luna pelan. Dalam hatinya meragukan jawabannya sendiri."Yasudah, kirim pesan saja." Luna mengangguk lalu menuliskan pesan yang kemudian dikirimkan ke nomor suaminya.Hening, ibu dan anak itu larut dalam pikirannya masing-masing. Sampai hampir tengah malam, Luna mengajak ibunya untuk ke ruangan Rafi saja agar bisa beristirahat. Toh, di ruang ICU pasien tidak boleh ditemani.Malam kian larut, tetapi Luna tak dapat memejamkan mata sedikit pun. Suara anak perempuan itu terus terngiang di telinganya.Siapa anak itu?Benarkah Hendri memiliki wanita lain? Atau malah anak itu adalah anak Hendri dengan wanita bernama Ratna itu?Segala tanya dan duga memenuhi kepalanya. Luna mencoba mengusir pikiran-pikiran itu dengan memejamkan matanya, tetapi suara anak perempuan itu terus menghantui. Terekam dengan jelas bagaimana anak itu memanggil 'papa' sedangkan yang dia hubungi adalah nomor ponsel

    Last Updated : 2025-01-24

Latest chapter

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Familly time

    Adrian mengajak Luna dan Rafi ke pusat perbelanjaan besar yang agak jauh dari rumah, alasannya mencari playground yang lebih besar dan lengkap untuk Rafi. Meaki harus ditempuh dengan 1 jam lebih perjalanan.Namun begitu, pilihan Adrian benar-benar membuat Rafi bahagia karena hampir semua permainan yang dia idamkan ada di sana.Rafi segera menjajal satu persatu wahana permainan di sana, tak lupa bersorak riang setiap kali ia berhasil menaklukkan permainan yang ia coba. Matanya berbinar-binar penuh semangat, dan tawa kecilnya terus mengalun, membuat Luna tak henti-hentinya tersenyum.“Mama, lihat! Aku bisa naik ini sendiri!” seru Rafi sambil memanjat dinding panjat mini dengan penuh percaya diri. Tangannya yang mungil menggenggam erat pegangan demi pegangan, sementara kakinya dengan cekatan mencari pijakan."Hati-hati, Sayang!" seru Luna dari pinggir arena sementara Adrian berdiri di bawah, siap siaga jika sewaktu-waktu Rafi kehilangan keseimbangan. “Hati-hati, Boy. Pegang yang kuat, ya

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Semakin dekat

    "Kami belum menemukan keberadaan Pak Hendri, Bu." Luna dan Bu Septi saling berpandangan dengan tatapan khawatir. Sedangkan Pak Pramono menyandarkan punggungnya disertai helaan nafas panjang.Setelah hampir dua minggu lamanya menanti, akhirnya Luna mendapatkan kabar dari pengacaranya. Sayangnya, kabar yang dia terima tidak seperti yang dia inginkan."Jadi Hendri benar-benar kabur?" ulamg Pak Pramono lagi. Memastikan apa yang dia dengar tidaklah salah."Betul, Pak. Sejak kejadian hari itu, sampai hari ini tidak ada yang tahu keberadaan Pak Hendri. Menurut informasi, Pak Hendri sudah hengkang dari perusahaan tempatnya bekerja sehari sebelum hari kejadian dan beliau juga tidak perbah terlihat pulang ke kediaman Bu Luna." tambah Pak Sandy selaku pengacara Luna."Jadi, siapa yang tinggal di rumah saya?" tanya Luna penasaran."Hanya Bu Marni dan Bu Siska saja. Itu pun hanya sekitar satu minggu. Setelahnya rumah Ibu kosong." Kenyataan ini membuat Luna terkejut luar biasa. Pasalnya dia mengi

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Baper

    "Terimakasih," kata Luna setelah mobil Adrian berhenti tepat di depan gerbang rumah Pak Pramono."Sama-sama ... salam buat Rafi, Ayah dan Ibu, ya ... maaf gak bisa mampir." balas Adrian tersenyum begitu lebar.Luna mengangguk, lalu bersiap untuk turun. Akan tetapi Adrian lebih dulu turun dan memutari mobil kemudian membukakan pintu untuknya.Perlakuan sederhana yang membuat wanita berbunga-bunga, tapi tidak semua laki-laki mau melakukannya. Namun, Adrian melakukannya. Membuat hati Luna tak karuan rasanya. Antara senang, bahagia tetapi juga malu yang mendera sebab mereka tak hanya berdua saja, tetapi ada Angga yang ikut serta.Ia bahkan bisa melihat raut keheranan dari asisten pribadi Adrian itu ketika melihat atasannya membukakan pintu untuknya."Terimakasih sekali lagi, malah jadi ngerepotin." ungkap Luna setelah turun dari mobil."Iya, Aluna ... aku senang melakukannya." balas Adrian menatap lekat wajah Luna, namun buru-buru dia sudahi mengagumi wajah ayu itu. Bisa-bisa, dia tidak j

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Mati kutu

    Luna melangkah terburu meninggalkan basement setelah mengambil tasnya dari dalam mobil Adrian. Jam masuk masih tersisa 5 menit lagi tetapi dia harus buru-buru sebab perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya setelah kejadian beberapa saat lalu.Luna memejamkan mata sesaat di samping mesin fingerprint, jantungnya masih berdetak tak karuan. Teringat lagi kejadian di taman tadi, bisa-bisanya dia ikut terbuai dan menikmati moment bersama Adrian."Ngapain, Lu?" Sakit?" tepukan Alya di bahunya sontak membuatnya membuka mata lebar-lebar.Luna gugup mendapat tatapan seintens itu dari Alya. "E-enggak ... gue baik-baik aja, kok." "Ya, terus ngapain di sini? Muka Lu merah gitu?" tanya Alya semakin keheranan, ia berniat menyentuh kening Luna tetapi Luna segera menghindar."Lu baru dateng juga?" tanya Luna mengalihkan perhatian Alya. Alya mengangguk, lalu melakukan absensi dengan tatapan mata tetap tertuju pada Luna yang masih berdiri di sebelah mesin fingerprint."Yuk!" ajaknya setelah absen be

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Takut nyaman

    Beberapa hari setelah Luna merasa benar-benar sehat, ia kembali masuk ke kantor. Tentu saja dengan persiapan mental yang lebih besar untuk menghadapi berbagai pertanyaan dari teman-temannya.Luna tak membawa mobil sendiri, melainkan dijemput oleh Adrian. Awalnya Luna menolak, tetapi Adrian meyakinkan kalau hanya untuk hari ini saja. Akhirnya Luna mengalah dan pergi bersama Adrian.Sampai di loby utama, Adrian tak menurunkan Luna tetapi membawanya serta ke basement."Masih terlalu pagi, aku mau ajak kamu sebentar." Ucap Adrian sembari melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya."Ke mana?" tanya Luna menatapnya heran."Ikut aja!" Kata Adrian lalu membuka pintu mobil dan segera turun diikuti Luna kemudian.Adrian menarik pelan lengan Luna agar mengikutinya melangkah menuju basement paling ujung lalu berhenti tepat di depan sebuah motor sport berwarna merah."Ini ...?" "Kamu masih mengingatnya 'kan?" kata Adrian tak lepas menatap wajah cantik Luna yang sudah membaik dari lu

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Ancaman

    Ketenangan malam yang sempat menyelimuti rumah keluarga Luna mendadak terusik oleh ketukan pintu yang keras dan tergesa-gesa. Bu Septi yang tengah memangku Rafi sontak menoleh ke arah suaminya."Siapa malam-malam begini?" bisik Bu Septi cemas.Pak Pramono yang juga terkejut segera bangkit dan membuka pintu. Sosok perempuan paruh baya berdiri di ambang pintu dengan wajah merah padam dan nafas tersengal."Luna! Keluar kamu!" suara melengking itu menggema, membuat Luna yang tengah berbincang dengan Adrian di ruang tengah langsung menegang."Ibu ...." gumam Luna pelan, menyadari siapa tamu tak diundang itu.Bu Ratih, ibu Hendri, melangkah masuk dengan tatapan tajam penuh amarah. Ia menatap Luna seolah hendak menerkamnya."Bagus, ya! Kamu benar-benar sudah gil4, Luna! Kalau mau pisah, ya, pisah aja gak usah kamu laporkan anakku ke polisi?!" bentaknya tanpa peduli bahwa ia adalah tamu di rumah itu.Luna menelan ludah, tangannya mengepal di pangkuannya."Bu, tolong tenang dulu. Kita bisa bic

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Terjawab

    "Aku ...""Eh, ada nak Adrian, to ... Kok, gak masuk?" Suara cempreng Bu Septi menyela Adrian yang hendak bicara. Luna menghela nafas kecewa. Padahal sedikit lagi segala tanya dalam benaknya akan menemukan jawaban. Malah ibunya terlanjur datang."Iya, Bu ... saya juga baru saja datang, kok." balas Adrian menyalami Bu Septi."Hayuk masuk, udah mau Maghrib." kata Bu Septi lagi lalu beralih memanggil cucunya yang masih asyik bermain di halaman.Adrian hendak membantu Luna berdiri, tapi dengan tegas Luna menolak. "Aku bisa sendiri, Adrian." "Yasudah ... pelan-pelan saja." kata Adrian perhatian.Usai shalat Maghrib, mereka berkumpul duduk di ruang keluarga, berbincang hangat selayaknya keluarga dekat."Em ... maaf, Nak Adrian. Kalau boleh, Bapak mau bicara sesuatu." kata Pak Pramono mengalihkan perhatian semua orang.Mbak Jum segera mengajak Rafi untuk menyingkir dari sana karena dia tahu akan ada pembicaraan orang dewasa."Iya, Pak, silakan." jawab Adrian tetap tenang."Terimakasih seka

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Penasaran

    Dua hari kemudian Luna sudah diperbolehkan pulang, dibantu Bu Septi Luna melangkah perlahan menuju lift yang akan mengantarnya turun ke lantai satu gedung rumah sakit itu."Tadi, Adrian bilang akan jenguk kamu di rumah." kata Bu Septi setelah kotak berjalan itu tertutup sempurna."Adrian?" gumam Luna memastikan. Bu Septi mengangguk.Sejak dua hari yang lalu, Adrian belum datang lagi ke rumah sakit. Luna berpikir bahwa Adrian memang tengah sibuk dengan pekerjaannya. Adrian juga mengatakan hal yang sama di chat kemarin."Tadi pas kamu mandi, dia telepon ke hp kamu, jadi Ibu yang jawab kalau hari ini kamu boleh pulang, gitu." beritahu Bu Septi diakhiri dengan kekehan kecil. Membuat Luna menggeleng pelan."Ibu, ih," decak Luna dengan senyum kecil."Sama Ibu gak boleh main rahasia-rahasiaan." goda Bu Septi lagi."Rahasia apa, sih, Bu? Luna gak ada apa-apa sama Adrian, cuma teman." kilah Luna menyangkal meski wajahnya memanas."Iya, Ibu juga tahu." kekeh Bu Septi dengan nada menggoda."Tapi

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Bersemi kembali

    "Semua proses hukum sudah aku serahkan sama pengacara, kamu tinggal ikuti prosesnya saja." Beritahu Adrian yang baru datang lagi setelah pulang dari kantor. Kini Luna sudah lebih baik, tapi masih hatus dirawat di rumah sakit.Selama dua hari dirawat, selama itu pula Adrian menemaninya bersama Rafi dan Mbak Jum. Kalau siang, Luna ditemani oleh keluarganya yang kemarin baru datang dari acara wisuda Andra di Jogja.Ayah dan Ibu Luna sangat marah dan kecewa terhadap perilaku menantunya. Mereka sering memperingati Luna untuk berpisah saja andai Hendri tak juga mau berubah. Namun, Luna masih saja bertahan walau Hendri memamg kerap melakukan kekerasan fisik terhadapnya.Puncaknya adalah kemarin, Luna sampai harus mendapat perawatan intensif akibat perbuatan Hendri. Sejak saat itu juga, Pak Pramono tidak lagi mengijinkan Luna membela Hendri walau sekedar ucapan. Pak Pramono dan Bu Septi jugalah yang mendesak Luna untuk segera melaporkan tindak kekerasan ini pada pihak yang berwajib."Terima

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status