Share

Mulai berani

Author: Atiexbhawell
last update Last Updated: 2025-01-11 10:43:25

"Apa jangan-jangan, Hendri memiliki wanita lain?"

Luna terpaku di tempatnya, pikirannya sibuk menyimpulkan semua sikap Hendri selama ini dan mengkaitkan dengan apa yang dia pikirkan.

"Kalau memang benar, pantas saja tidak pernah menganggapku lagi selama ini." gumamnya pada dirinya sendiri.

Di dalam sana, Hendri dan Ibunya masih asyik membicarakan wanita bernama Ratna itu.

"Apakah aku harus mulai peduli?" bisik hati Luna.

Sesaat ia terdiam, memikirkan langkah apa yang harus dia ambil. Setelahnya dia masuk untuk memulai misi pertamanya.

Melihat Luna masuk, Hendri dan Ibunya berhenti berbicara. Setelah mencuci tangan di wastafel, Luna mengambil duduk di meja makan, berselang satu kursi di samping kanan Hendri.

"Ngapain kamu?" tanya Ibu mertuanya.

"Sarapan, Bu." sahut Luna cuek, lalu meraih roti dan selai coklat yang berada di tengah meja.

"Lun--"

"Kenapa? Bukankah kamu tahu kalau ini kebiasaanku setiap hari, Mas? Aku tidak akan bisa bekerja kalau belum sarapan. Jadi, jangan mentang-mentang ada Ibu di sini, lalu aku tidak bisa menjadi diriku sendiri ... di rumahku sendiri." sela Luna saat Hendri hendak menghardiknya. Ia menekan kata rumahku agar Hendri ingat kalau memang rumah yang mereka tempati adalah rumah Luna yang sudah dia miliki sebelum menikah dengan Hendri.

Mendengar itu, Hendri mendelik tak suka. Begitu juga ibunya.

"Lancang kamu, Lun." geram Hendri, tetapi Luna abaikan. Dia asyik mengoles selai ke atas rotinya.

"Kamu katanya ke luar kota? Sama siapa, Mas?" tanya Luna mengabaikan raut kesal Hendri dan tatapan sinis ibu mertuanya.

"Bukan urusan kamu." jawab Hendri tegas.

"Oh ... aku masih istri kamu, kan? Jadi aku berhak tahu suamiku pergi ke mana dan dengan siapa."

Luna menatap Hendri tajam. Tidak ada lagi rasa takut atau ragu dalam dirinya. Ia tahu, selama ini ia terlalu banyak menahan diri, terlalu sering mengalah demi menjaga keharmonisan yang hanya ia perjuangkan seorang diri. Kali ini, ia memutuskan untuk berhenti menjadi bayangan di rumahnya sendiri.

"Kenapa diam, Mas? Aku tunggu jawabannya," ucap Luna tenang, meski dadanya bergemuruh.

"Kalau aku bilang, aku pergi dengan teman kerja, kamu mau apa?" Hendri akhirnya bersuara, namun nada ketusnya tetap bertahan.

"Teman kerja yang mana?" Luna mendesak.

Hendri terdiam, tampak berpikir keras mencari alasan. Sementara itu, ibunya, yang sejak tadi duduk di meja makan, tampak gelisah. Wanita tua itu menatap Luna dengan pandangan tajam, seolah menyalahkan menantunya karena berani menginterogasi anak lelakinya.

"Luna, kamu jangan keterlaluan. Hendri itu suamimu, kepala rumah tangga. Dia tidak perlu lapor setiap kali pergi ke luar kota. Kalau kamu terlalu banyak tanya, kamu hanya membuat anak saya makin gak betah di rumah," ujar sang ibu mertua, menyelamatkan Hendri dari tekanan.

Luna menghela napas panjang. Ia tersenyum tipis dan sinis, lalu menatap ibu mertuanya dengan tegas.

"Bu, kalau memang suami saya masih ingin dihormati sebagai kepala rumah tangga, bukankah dia juga seharusnya menghormati istrinya di rumah ini? Atau mungkin Ratna itu yang sekarang lebih layak disebut istrinya?" sindir Luna sambil tetap tenang, meski ucapannya penuh makna.

Hendri dan Ibunya nampak tegang mendengar Luna menyebut nama Ratna. Terlihat jelas dari kedua pasang mata yang melebar itu.

"Jaga mulutmu, Luna!" Hendri tiba-tiba membentak. Kali ini ia bangkit dari kursinya, menatap Luna dengan amarah yang meluap.

Namun Luna tetap tenang. Ia tidak mundur sedikit pun. Dengan sikapnya yang mulai tegar, ia justru merasa semakin yakin bahwa ada sesuatu yang selama ini disembunyikan Hendri.

"Kenapa? Aku salah? Kalau aku salah, buktikan. Katakan aku hanya berprasangka. Tapi, kalau kamu tetap diam, aku akan anggap dugaanku benar," tantang Luna.

Hendri tampak semakin gusar, tetapi ia tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ibunya tampak lebih agresif.

"Luna, kamu itu perempuan nggak tahu diri! Sudah kami biarkan tinggal di rumah ini, kamu malah kurang ajar. Berani-beraninya kamu menuduh suamimu yang nggak-nggak!" hardik ibu mertua.

Luna mendengar semua itu dengan senyum getir. "Rumah ini? Maaf, Bu. Kalau memang rumah ini tidak pantas untuk keluarga besar Hendri, saya bisa tinggal sendiri. Ini rumah saya, warisan dari almarhum ayah saya. Hendri hanya menumpang," ucapnya dengan nada tajam.

Hendri langsung melotot, wajahnya memerah. "Luna, berhenti bicara yang nggak perlu!"

"Yang nggak perlu?" Luna mengulangi perkataannya. "Mas, aku cuma ingin tahu kebenarannya. Aku sudah cukup lelah bertahan sendiri di pernikahan ini. Kalau memang ada orang lain, katakan saja. Aku janji, aku tidak akan menuntut apa-apa dan tidak akan mempersulit prosesnya."

Luna tidak memalingkan pandangannya. Ia tetap menatap Hendri, menunggu jawaban yang ia tahu mungkin akan menghancurkan hatinya, tetapi juga membebaskannya dari pernikahan yang tak lagi sehat ini. Di sudut pikirannya, ia sudah menyiapkan diri untuk menghadapi apa pun.

Hendri tidak menjawab. Ia memalingkan wajahnya yang merah padam dengan dada naik turun seirama dengan nafasnya. Sementara ibunya terus berbicara, mencoba mengalihkan pembicaraan. "Sudahlah, Luna. Kalau kamu nggak suka, kenapa nggak keluar saja dari rumah ini? Jangan memperkeruh suasana!"

Luna menatap ibu mertuanya dengan dingin. "Keluar dari rumah saya sendiri? Apa itu maksud Ibu?"

Suasana menjadi semakin tegang. Tidak ada yang berbicara selama beberapa saat. Luna menatap Hendri, berharap setidaknya ada pengakuan, tetapi yang ia dapatkan hanyalah keheningan yang semakin membuat hatinya remuk. Akhirnya, Luna memutuskan untuk bangkit dari kursinya.

"Aku nggak akan maksa. Tapi, aku juga nggak akan diam saja. Kalau Mas Hendri nggak mau jujur, aku yang akan mencari tahu sendiri. Dan kalau aku menemukan apa yang selama ini kalian sembunyikan, jangan harap aku akan tinggal diam," ucap Luna, sebelum melangkah pergi.

Saat sampai di kamarnya, Luna segera mengambil ponsel. Jemarinya bergerak cepat, mencari sesuatu yang bisa membantunya mengungkap rahasia Hendri. Ia membuka media sosial Hendri, mencoba mencari nama Ratna. Namun, tidak ada hasil.

"Dia terlalu pintar untuk meninggalkan jejak di sini," gumam Luna.

Ia kemudian membuka galeri foto di media sosial Hendri, mencari potret Hendri yang diambil beberapa bulan terakhir. Namun, dia tidak menemukan petunjuk apapun. Lalu ia teringat dengan Ayu, teman kuliahnya yang bekerja di perusahaan yang sama dengan Hendri. Gegas dia mencari kontak Ayu dan mengirimkan pesan pada perempuan itu.

[Ay, kamu kenal nggak sama Ratna?]

Tanyanya setelah berbasa-basi sesaat melalui pesan chat.

[Aku nggak kenal langsung, sih, tapi aku pernah lihat dia. Sepertinya dia bekerja di bawah komando Pak Sakti, di bagian marketing. Ada apa, Lun?]

Jawaban itu membuat hati Luna mencelos. Ia tidak tahu apakah harus lega karena kecurigaannya benar atau semakin marah karena Hendri ternyata selama ini tidak hanya berbohong, tetapi juga bermain api di belakangnya.

Tetapi dia juga ragu, apakah Ratna yang dibicarakan Hendri dan ibunya adalah Ratna yang sama dengan yang dimaksud Ayu? Lalu, bagaimana jika bukan?

Luna memutuskan untuk tidak terburu-buru. Ia tahu, bertindak gegabah hanya akan membuat Hendri semakin defensif. Maka, ia harus menyusun rencana lebih dulu agar Hendri tidak semakin curiga.

"Pantas saja kamu berubah, Mas, ternyata ada orang lain di hatimu." bisik Luna pada dirinya sendiri. Tatapannya lurus keluar jendela, di sana Hendri sudah bersiap pergi yang katanya akan ke luar kota untuk urusan pekerjaan.

"Benarkah urusan pekerjaan, Mas?" tanyanya entah pada siapa, yang jelas pertanyaan itu tidak akan segera mendapatkan jawabannya.

Related chapters

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Mencari tahu

    Luna masih memandang kepergian Hendri yang semakin menjauh, rasa sesak kian memenuhi dadanya manakala mobil hitam suaminya itu tak lagi terjangkau oleh indera penglihatannya. Setelah memetralkan perasaannya, Luna kembali membuka ponselnya, mengetikkan nama "Ratna" di kolom pencarian media sosial. Ada banyak hasil, tetapi tidak ada yang sesuai dengan kriteria yang ia bayangkan. Nama itu terlalu umum, dan Luna tahu ia membutuhkan lebih banyak informasi untuk mempersempit pencariannya. Luna memutuskan untuk menghubungi Ayu lagi. [Ay, kamu punya foto Ratna atau tahu alamat rumahnya?] Pesannya hanya dibaca tanpa balasan. Luna merasa sedikit kecewa, tetapi ia mencoba memahami bahwa Ayu mungkin sedang sibuk. Ia memutuskan untuk bersiap dan segera pergi ke rumah ibunya seperti rencana semula. Tak butuh waktu lama, dia sudah rapi dengan dress terusan tanpa lengan berwarna pastel. Ia biarkan rambut panjangnya tergerai indah. "Mau ke mana kamu?" tanya ibu mertuanya yang melihat Luna s

    Last Updated : 2025-01-11
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Secercah harapan

    [Ayo bertemu, Aluna] Luna terdiam beberapa saat menatap pesan dari Adrian. Nama itu membangkitkan kenangan lama, tetapi ia tahu ini bukan saatnya untuk membuka kembali masa lalu. Dengan cepat, ia menutup layar ponselnya tanpa membalas pesan tersebut. Ia tak ingin menambah rumit hidupnya yang sudah cukup melelahkan. "Aku nggak bisa, Adrian," gumamnya pada diri sendiri, seolah mencoba meyakinkan hatinya bahwa keputusan itu benar. Setelah memastikan dirinya cukup tenang, Luna memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Meski ada keengganan untuk menghadapi ibu mertuanya yang sering membuat suasana hati buruk, ia tahu tidak ada pilihan lain. Rafi masih di rumah ibunya dan ia tidak ingin berlama-lama di luar untuk menghindari masalah baru. Terlebih ini sudah malam. Ketika Luna sampai di rumah, suasana rumah sudah terlihat gelap. Namun begitu dia masuk, lampu di ruang tengah masih menyala terang, menandakan ibu mertuanya dan Siska, kakak iparnya, masih ada di rumahnya. Dengan langkah pel

    Last Updated : 2025-01-11
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Keraguan

    Luna terbangun dengan mata yang masih sembap akibat tangisannya semalam. Sinar matahari samar menerobos dari sela-sela tirai mengingatkannya bahwa hari baru telah dimulai, meski hatinya masih terasa berat. Ia menghela napas panjang dan bangkit dari tempat tidur, mencoba menyusun keberanian untuk menghadapi hari ini. Suara di luar kamar terdengar samar-samar—suara ibu mertuanya yang sedang mengomel entah dengan siapa di pagi buta seperti ini.Setelah mencuci muka, Luna meraih ponselnya, berniat mengecek pesan masuk. Tidak ada kabar apapun dari Hendri, pun kabar lanjutan dari Ayu tentang Ratna. Akan tetapi matanya justru menatap pesan dari Adrian kemarin. Sejenak ia terpikir untuk menghapusnya, namun sesuatu menahannya. Ada bagian dari dirinya yang penasaran dan ingin tahu apa yang sebenarnya ingin Adrian bicarakan. Namun, ia tahu, membalas pesan itu hanya akan membuka luka lama yang sudah susah payah ia tutup.Pikiran itu terhenti ketika pintu kamarnya diketuk keras. "Luna, bangun ..

    Last Updated : 2025-01-22
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Tidak mendapat jawaban

    Dengan langkah berat, Luna meraih tasnya dan berjalan keluar dari gedung kantor. Udara malam yang sejuk sedikit mengurangi rasa penatnya, tetapi tidak mampu menghapus kegelisahan di hatinya. Setelah menimbang dan memikirkan dengan matang, akhirnya Luna memutuskan untuk tetap pergi ke butik. Dia harus menuntaskan rasa penasaran yang bercokol di pikirannya. Untuk hasilnya, dia akan pikirkan nanti.Sesampainya di butik, Luna berdiri sejenak di depan pintu kaca yang dihiasi ornamen emas. Butik itu terlihat elegan meski ukurannya kecil, dengan pajangan busana yang mewah di etalase. Luna melangkah masuk, diiringi suara lonceng kecil yang tergantung di pintu."Selamat malam. Ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang wanita muda dengan senyum ramah, mengenakan seragam butik yang rapi.Luna tersenyum tipis. "Saya lihat-lihat dulu, ya, Mbak.""Baik, Bu, silakan!"Wanita itu mengangguk sopan, membiarkan Luna menjelajahi butik dengan leluasa. Luna memandangi gaun-gaun mahal yang terpajang, merasa

    Last Updated : 2025-01-22
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Kabar tak menyenangkan

    Langkah kaki Luna terus menggema di lorong rumah sakit yang dingin. Aroma obat-obatan menyeruak, semakin mempertegas suasana yang penuh kekhawatiran. Tubuhnya hampir lunglai, tapi kekuatan seorang ibu membuatnya bertahan. Ia tidak peduli dengan pandangan orang-orang di sekitarnya yang menatap penuh keheranan pada langkah tergesa dan wajahnya yang penuh kecemasan."Ibu!" Luna berseru, suaranya parau.Di ujung lorong, ibunya terlihat duduk di bangku tunggu dengan wajah pucat. Tangannya bergetar, menggenggam erat saputangan yang telah basah oleh air mata. Begitu melihat Luna, wanita itu berdiri dengan tubuh limbung, lalu membiarkan dirinya tenggelam dalam dekapan anaknya.Luna bisa merasakan tubuh ibunya yang gemetar hebat. "Gimana Rafi sama Ayah, Bu?" tanyanya dengan napas tersengal, suaranya pecah. Ia takut mendengar jawabannya, namun ia harus tahu.Ibunya tidak langsung menjawab. Isakannya terdengar makin keras, membuat dada Luna semakin sesak. "Mereka … mereka masih di dalam," ucapny

    Last Updated : 2025-01-23
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Perdebatan

    "Kenapa, Lun?" Luna menatap ponselnya yang mulai meredup, "gak diangkat, Bu. Mungkin sudah tidur." sahut Luna pelan. Dalam hatinya meragukan jawabannya sendiri."Yasudah, kirim pesan saja." Luna mengangguk lalu menuliskan pesan yang kemudian dikirimkan ke nomor suaminya.Hening, ibu dan anak itu larut dalam pikirannya masing-masing. Sampai hampir tengah malam, Luna mengajak ibunya untuk ke ruangan Rafi saja agar bisa beristirahat. Toh, di ruang ICU pasien tidak boleh ditemani.Malam kian larut, tetapi Luna tak dapat memejamkan mata sedikit pun. Suara anak perempuan itu terus terngiang di telinganya.Siapa anak itu?Benarkah Hendri memiliki wanita lain? Atau malah anak itu adalah anak Hendri dengan wanita bernama Ratna itu?Segala tanya dan duga memenuhi kepalanya. Luna mencoba mengusir pikiran-pikiran itu dengan memejamkan matanya, tetapi suara anak perempuan itu terus menghantui. Terekam dengan jelas bagaimana anak itu memanggil 'papa' sedangkan yang dia hubungi adalah nomor ponsel

    Last Updated : 2025-01-24
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Tak sengaja

    "Tidak, aku tidak boleh seperti ini." tegas Luna pada dirinya sendiri. Tubuh yang merosot dia bawa untuk bangkit berdiri, menghapus jejak air mata yang membasahi kedua pipinya. Kemudian membawa langkah kembali ke depan ruang ICU dimana ibunya berada."Gimana, Lun?" tanya Bu Septi. Luna mengulas senyum."Hendri sudah tahu, Bu." sahutnya pelan."Dia tidak menyalahkan kamu 'kan, Nak?" tersirat kekhawatiran yang mendalam dalam tanya Bu Septi karena dia pun sedikit banyak sudah tahu tabiat menantunya itu."Tidak, Bu, jangan khawatir." Luna menggenggam erat telapak tangan ibunya. Dalam hati merutuki kebohongannya pada sang ibu."Andra naik apa katanya, Bu?" tanya Luna mengalihkan fokus Bu Septi padanya."Ibu belum lihat hp lagi, Lun. Cuma katanya semalam mau cari tiket kereta terakhir sudah gak dapat. Paling subuh mau berangkat dari sana tapi gak tahu naik apanya." jawab Bu Septi mengingat percakapan dengan adik Luna."Coba Luna telepon dulu," putus Luna lalu mencari kontak adiknya yang se

    Last Updated : 2025-01-25
  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Bertemu Adrian

    "Aluna?""Adrian?"Keduanya sama-sama terkejut bisa bertemu dalam ketidak sengajaan seperti ini."Kamu ngapain di sini?" tanya Adrian setelah menguasai diri dari keterkejutannya."Aku ... em, anak sama Ayahku dirawat di sini." jawab Luna terus terang. "Hah? Kok, bisa? Maksudku, kenapa?" Adrian kembali terkejut mendengarnya."Iya, mereka kecelakaan semalam." jelas Luna pelan."Oh, sorry ... semoga mereka lekas pulih, ya, Aluna. Kamu yang kuat buat mereka." hibur Adrian menepuk pelan bahu Luna. Membuat jantung Luna terasa riuh di dalam sana."Kamu sendiri ngapain di sini? Bukannya kamu sudah kembali ke Surabaya?" cecar Luna ikut penasaran."Belum ... rencananya aku balik besok lusa. Aku ada janji temu sama temanku, salah satu dokter di sini." jawab Adrian sembari memgulas senyum, tatapannya begitu teduh menusuk manik mata Luna."Em, sorry, Lun ... aku ketemu teman dulu, ya, katakan di mana ruangan anakmu, nanti aku datang ke sana kalau kamu tak keberatan." pinta Adrian yang memang suda

    Last Updated : 2025-01-27

Latest chapter

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Bersemi kembali

    "Semua proses hukum sudah aku serahkan sama pengacara, kamu tinggal ikuti prosesnya saja." Beritahu Adrian yang baru datang lagi setelah pulang dari kantor. Kini Luna sudah lebih baik, tapi masih hatus dirawat di rumah sakit.Selama dua hari dirawat, selama itu pula Adrian menemaninya bersama Rafi dan Mbak Jum. Kalau siang, Luna ditemani oleh keluarganya yang kemarin baru datang dari acara wisuda Andra di Jogja.Ayah dan Ibu Luna sangat marah dan kecewa terhadap perilaku menantunya. Mereka sering memperingati Luna untuk berpisah saja andai Hendri tak juga mau berubah. Namun, Luna masih saja bertahan walau Hendri memamg kerap melakukan kekerasan fisik terhadapnya.Puncaknya adalah kemarin, Luna sampai harus mendapat perawatan intensif akibat perbuatan Hendri. Sejak saat itu juga, Pak Pramono tidak lagi mengijinkan Luna membela Hendri walau sekedar ucapan. Pak Pramono dan Bu Septi jugalah yang mendesak Luna untuk segera melaporkan tindak kekerasan ini pada pihak yang berwajib."Terima

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Panik

    "Hendri ...." gumam Luna sedikit merasa takut, terlebih melihat raut wajah Handri.Luna mematung di tempat sedangkan Hendri semakin bergerak maju. Manatao tajam Luna yang seolah terhipnotis sehingga ia tidak mampu bergerak.Saat jarak semakin terpangkas, Luna tersadar dari kebekuannya."Sudah kuperingatkan jangan biarkan anakku pergi dengan orang asing, Luna! Apa kamu sebodoh itu?" bentak Hendri tanpa ba bi bu mendorong Luna sehingga terhuyung ke belakang."Aku--"Tamparan keras lebih dulu mendarat di pipi Luna sebelum sempat ia menyanggah tuduhan Hendri."Kamu ... berani sekali mengijinkan orang itu membawa anakku!"Tendangan Hendri berikan pada Luna yang masih belum bisa menguasai dirinya dari rasa terkejut.Luna terpental hingga tubuhnya menabrak pintu dengan kasar, menimbulkan dentuman yang cukup keras sehingga menarik perhatian Mbak Jum yang sedang berada di dapur."Ya Allah ... Ibu!" pekik Mbak Jum segera memburu Luna yang bersandar pada daun pintu. Membantunya untuk berdiri.Na

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Misi gagal

    Satu minggu berlalu, kini Luna benar-benar memulai pencariannya. Berbekal nama dan foto yang dia dapat dari Ayu, kini Luna berada di halaman sebuah butik yang pernah dia datangi dulu.Benar, orang yang berada di dalam foto yang dia pegang itu beberapa saat yang lalu masuk ke dalam sana bersama seorang wanita paruh baya. Mungkin saja itu ibunya.Setelah beberapa saat, Luna memutuskan untuk ikut masuk ke dalam. Berlagak mencari aksesoris agar tak terlalu kentara kalau dia sedang menguntit seseorang.Tangan memilah aksesoris tetapi mata jeli mencari wanita yang dia kuntit. Wanita bernama Ratna itu tengah asyik memilih gaun yang terpajang di manekin.Dengan gugup Luna membawa langkah mendekat kemudian menyapa seolah tidak sengaja bertemu."Mbak Ratna?" sapa Luna mencolek sedikit lengan wanita berambut sebahu itu.Ratna menoleh dengan kening berkerut menatap Luna. "Iya, siapa, ya?" "Oh, saya Aluna ... kita pernah ketemu waktu acara gathering di Bandung tahun lalu." sahut Luna sok akrab."

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Khawatir

    Waktu bergerak begitu lambat, membuat Luna gusar. Sejak pagi pesan yang dikirimkan Luna pada Mbak Jum belum juga terbaca. Fokusnya pada pekerjaan buyar, pikirannya dihantui oleh kemungkinan yang dia ciptakan sendiri.'Bagaimana kalau Hendri membawa Rafi pergi?''Bagaimana kalau Hensri memisahkannya dari Rafi?''Bagaimana kalau mereka kenapa-kenapa?''Bagaimana kalau Hendri bicara yang tidak-tidak pada Rafi?'Dan segala kemungkinan buruk yang mengacaukan mood kerjanya pagi itu. Luna kembalieraih ponselnya, mnekan nomor Mbak Jum yang sudah puluhan kali dia coba hubungi. Namun, kali ini pun gagal lagi.Dengan kesal, Luna meletakkan ponselnya sedikit keras sehingga menarik perhatian Alya yang berada tepat di samping kanannya."Lu napa dah, Lun?" tanya Alya dengan tatapan khawatir."Kesel gue," sahut Luna apa adanya."Iya, kesel kenapa? Tumben-tumbenan, Lu?"Luna tak menjawab, dia menghela nafas berat lalu bangkit dari duduknya. "Aneh, deh." gerutu Alya yang masih bisa dia dengar, tapi

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Kedatangan Hendri

    Setelah puas menikmati kebersamaan mereka, Luna mengajak Rafi untuk pulang karena hari juga semakin larut. Rafi tampak mengantuk, tetapi senyumnya masih melekat, tanda betapa bahagianya ia malam ini. Adrian menawarkan diri untuk mengantar mereka, tetapi Luna menolak karena dia membawa mobil sendiri. "Terima kasih sudah menemani kami, Adrian," ucap Luna ketika mereka sampai di parkiran, tepatnya di samping mobil Luna.Adrian tersenyum, "sama-sama. Aku senang bisa menghabiskan waktu dengan kalian, terutama Rafi. Dia anak yang luar biasa." kata Adrian semabri mengusap kepala Rafi."Kapan-kapan kita main lagi, ya, Om." pinta Rafi dengan senyum lebarnya."Tentu, Sayang. Lain waktu kita jalan-jalan lagi." balas Adrian tak keberatan. Lalu kembali beralib menatap Luna."Hati-hati, ya, jangan ngebut." pesannya perhatian.Luna hanya mengangguk, lalu menggandeng tangan kecil Rafi untuk masuk ke dalam mobil. "Dadah, Om Adrian!" seru Rafi saat mobil Luna melintasi dirinya yang masih memperhatika

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Kebersamaan

    Tepat jam lima sore, pekerjaan Luna akhirnya selesai sehingga dia tidak perlu lembur di hari itu. Dalam benaknya sudah menyusun beberapa rencana untuk menikmati waktu lebih banyak bersama Rafi, putranya.'Bagaimana kalau nonton? Dinner? Atau ke play ground?' batinnya sedang memilah kegiatan apa yang akan dia lakukan bersama Rafi nanti. Ah, hatinya sudah tak sabar untuk segera sampai rumah."Al ... yuk, pulang!" ajaknya pada Alya yang juga sudah selesai pekerjaannya. Sedangkan yang lain masih nampak sibuk."Bentar, deh, udah janji sama Suna mau nge-mall." jawab Alya menunjuk Suna dengan dagunya."Yaudah, gue duluan, ya!" pamit Luna sembari menyambar tasnya."Oke! Hati-hati!" pesan Alya sembari melambaikan tangannya.Dengan semangat Luna bergegas membawa lamgkah menuju parkiran, saat pintu lift terbuka di dalam sana sudah ada Adrian dengan beberapa orang di dalam. Meski canggung, Luna akhirnya ikut masuk ke dalam lift.Dia memgangguk hormat sebagai sapaan kepada Adrian dan dibalas deng

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Harus profesional

    Luna memijit pelipisnya, dia mendadak pening oleh tatapan penuh intimidasi dari teman-teman satu devisinya. Hal itu tak lain dan tak bukan adalah karena sapaan Adrian padanya tadi pagi."Oh ayolah ... emang kalian kenyang dengan melototin gue kayak gini?" kata Luna frustasi.Alya, Meta, Dania, Silvia, Irna dan Suna tak terpengaruh. Mereka tetap menunggu jawaban dari Luna tentang hubungannya dengan bos baru mereka.Aluna menghela nafas pasrah, merasa lelah karena jawaban apapun tak membuat mereka percaya begitu saja."Oke fine ... Adrian--""Tuh 'kan ... panggilannya aja udah sedekat itu gaes ...." sela Alya mengompori teman-temannya."Astaga! Oke, gue sama Pak Adrian ... jelas, ya ... Pak Adrian Wira Atmaja ... satu sekolah pas SMA. Satu kelas pas kelas 3 selama hampir 8 bulan sebelum beliau pindah ke Jerman waktu itu." jelas Luna.Mata para teman-temannya semakin membulat. Irna menepuk bahu Luna dengan dramatis, seolah baru saja mendengar kabar yang sangat mengejutkan."Beneran cuma

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Bertemu lagi

    "Ada apa?" todong Luna begitu panggilan tersambung dengan kakak iparnya itu."Kamu kebangetan banget, sih, Lun! Hendri sudah baik-baikin kamu, tapi kamu sok banget. Bisa apa kamu tanpa Hendri? Sadar dirilah minimal, Lun." cerocos Siska panjang lebar membuat Luna geleng-geleng kepala. Dalam keadaan terjepit begini saja wabita itu masih bisa mengomel padanya."Sudah?" tanya Luna setelah beberapa detik mereka diam karena Luna enggan menanggapi ocehan Siska."Kamu--""Maaf, Mbak ... Aku tidak berminat membantumu. Kalau soal tempat tinggal, kalian boleh tinggal di rumahku sementara ini, tapi nanti setelah aku dan Hendri resmi bercerai kalian harus keluar dari rumahku. Kalau soal hutang-hutangmu, maaf ... aku gak bisa dan gak mau bantu!" tegas Luna menyela Siska.Luna segera memutus panggilan tanpa menunggu reaksi Siska di seberang sana. Ya, Luna sudah tahu ke mana arah tujuan Siska meminta Hendri bersikap baik padanya. Tak lain dan tak bukan adalah untuk membuatnya bersedia membayar hutan

  • JEJAK RINDU YANG TERLARANG   Terkuak

    Luna tersenyum tipis saat wajah Hendri pias. Benar dugaannya, kalau Hendri sedang dimanfaatkan oleh kakaknya.Dua hari yang lalu, Luna bertemu Arman ---suami Siska---kemudian mengatakan kalau mereka sudah berpisah dan sedang dalam proses cerai. Hal itu sontak membuat Luna terkejut, pasalnya yang dia ketahui mereka selalu terlihat mesra.Dari cerita Arman, kemudian perubahan Hendri yang mendadak cukup membuat Luna mengetahui alur cerita yang sesungguhnya."Lun--""Maaf, Hendri ... untuk kali ini aku tidak bisa membantumu atau pun Siska.""Kamu tahu dari mana?" tanya Hendri yang sudah terdengar seperti aslinya ... ketus.Luna tersenyum sinis, "tidak penting aku tahu dari nana. Yang jelas, aku sudah bisa menebak apa yang sedang kalian rencanakan." "Baguslah kalau kau sudah tahu, artinya aku tidak perlu lagi berpura-pura seperti ini." sikap Hendri kembali seperti semula. Nada bicaranya pun sudah kembali ketus.Luna terkekeh pelan, membuat Hendri semakin kesal dibuatnya."Yang jelas, aku

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status