"Ajarkan aku melupakanmu walau itu akan begitu berat."Layla Mumtazah***"Kamu mencintai dia?" Perempuan berjilbab merah muda itu tak percaya dengan apa yang saat ini ia dengar."Ya, aku mencintainya, tetapi kamu merebutnya dariku!" tegasnya."Jadi selama ini, sikap perhatianmu karena cinta, bukan karena hubungan persaudaraan yang terikat di antara kita?" Perempuan itu menatap dengan yakin sembari mengangguk. "Kamu tak ingin tahu, bagaimana bisa ada foto kami berdua seperti ini."Membuat lawan bicaranya meremas ujung jilbab yang ia kenakan sendiri, hatinya terbakar cemburu melihat foto di layar ponsel yang diperlihatkan padanya."Aku akan menceritakan segalanya, tetapi kita bertemu malam ini di luar. Hanya kamu dan aku." Wanita itu keluar dari dapur meninggalkan perempuan berjilbab merah muda itu dengan prasangka yang menggelayuti hati.***Braaak!Tubuh seseorang kini terpental, melayang di udara sebelum akhirnya jatuh berguling di jalan raya."Tidaaak!"Alesha segera membuka mata,
"Bagaimana bisa kamu memahamiku sementara kamu sendiri tak bisa memahami hatimu. Ini salah? Ya, untukmu ini kesalahan, tetapi untukku ini adalah cinta."Excel.***Arum menggeleng, menyadarkan diri dari tindakan bodoh yang hampir ia lakukan. Abizar melewatinya begitu saja dan segera menuju pintu utama. Ya, perempuan cantik dengan gamis hitam itu hanya membayangkan apa yang ingin ia lakukan, tetapi semua itu hanya berada dalam khayalannya saja.Arum membalikkan badan, menatap punggung Abizar yang kini semakin menjauh darinya. Air mata itu tak bisa ia hindari lagi, mengalir begitu saja membasahi kedua pipi mulusnya.Bagaimana bisa aku menghentikan rasa ini, rasa yang mencekikku setiap melihatmu. Aku ingin memiliki dirimu. Ya, aku tahu ini gila, tetapi aku tak munafik aku masih sangat mencintaimu.Tiba di dalam kamar Arum menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur begitu saja, ia lalu menenggelamkan wajah di bantal putih lembut itu. Rasa sakit seakan-akan mencakar hatinya, ia tak bisa m
"Berhentilah untuk bermimpi memilikiku karena kita tak akan pernah kembali bersama. Semua telah usai terbawa arus ombak."Layla Mumtazah.***Alesha yang sore ini telah bersiap-siap untuk menyambut kedatangan sang suami, begitu bingung saat tiba di ruang tamu. Semua keluarga telah berkumpul sambil memakan cemilan, tumben sekali. Hanya Abizar dan Ansyar yang belum terlihat saat ini."Sha, sini duduk," pinta Ummi. "Kami sedang mencicipi kue buatan Arum, katanya dia sedang mencoba resep baru."Alesha mengangguk, ia segera duduk di samping Ummi dan ikut menikmati kue buatan sang kakak ipar."Bagaimana Ummi, enak gak?" tanya Arum yang berdiri sambil memegang nampan."Enak, Ummi suka. Enak 'kan, Sha?" tanya Ummi ke Alesha.Alesha menoleh sambil tersenyum lalu mengangguk."Setelah ini akan ada hidangan lagi, tapi menunggu Abinya Nisya dan Abizar datang," ucap Arum lalu segera pergi ke dapur.Alesha tak mengambil pusing hal itu, ia hanya ingin menyambut sang suami saat ini. Apalagi ia telah b
"Kamu tak akan bisa mempertahankan dia yang tak ingin dipertahankan."Layla Mumtazah***Pemuda berbaju koko dan sarung coklat muda bercorak batik putih itu menarik perhatian Arum. Gadis itu jatuh cinta saat pertama kali tak sengaja bertemu dengannya di aula pesantren.Tatapan mata Arum tak pernah lepas dari pemuda itu. Ia hanya bisa tersenyum sendiri saat memperhatikannya, cinta dalam diam itu pun tanpa ia sadari tumbu semakin besar setiap harinya."Dari siapa?" tanya Arum.Fatimah menggeleng. "Dia gak sebut nama, tapi aku tahu orangnya," jawab Fatimah.Keduanya lalu duduk di tepi tempat tidur. Fatimah mulai merapikan baju-bajunya di lemari karena hari ini ia akan pulang.Arum mulai membuka surat pernyataan cinta, cinta dari seorang pemuda yang tak ia kenal, tetapi isi surat itu mampu meluluhkan hatinya."Apa isinya?" tanya Fatimah penasaran setelah selesai dengan barang-barangnya.Arum hanya diam, ia sibuk membolak-balik kertas itu, tetapi tak ada nama sang pengirim. Tentu saja hal
"Aku berharap ini adalah rasa sakit untuk terakhir kalinya."***"Atasi mereka!" Abizar segera menaiki anak tangga ke lantai dua setelah mengatakan itu pada anak buahnya.Laki-laki berdada bidang itu tak main-main dengan ucapannya saat ini. Baginya Alesha adalah sang istri yang harus ia jaga, apalagi dari seorang Excel yang bisa melakukan apa saja.Braaak!Pintu ruang kerja itu terbuka dengan sekali tendang karena memang tak terkunci, sementara anak buah Excel yang telah babak belur itu jatuh pingsan setelah menunjukkan ruang kerja sang bos.Excel yang terkejut menatap ke arah pintu yang telah terbuka, melihat Abizar berdiri dengan gagahnya di ambang pintu sambil membawa kotak dan buket bunga. Laki-laki berhidung mancung itu kemudian melangkah mendekati meja kerja Excel.Mata Abizar seperti elang yang siap menerkam sang mangsa, laki-laki itu lalu meletakkan kotak dan buket bunga di atas meja."Apa ini?" Excel bingung, atau tepatnya pura-pura lugu."Aku rasa kamu tahu apa ini!" Dengkus
"Takdirmu adalah dia, sementara takdirku adalah luka."Layla Mumtazah***"Aku mencintaimu," ucap Abizar lembut di telinga Alesha.Alesha tersenyum dengan begitu manis mendengar hal itu. "Aku juga mencintaimu," jawabnya lalu membenamkan wajah di dada Abizar.Kedua insan itu kini terbaring letih setelah selesai dengan aktivitas yang baru saja mereka lakukan bersama. Abizar mengecup pucuk kepala sang istri sebelum akhirnya mereka terlelap tidur.***Sinar mentari masuk ke celah-celah ventilasi udara, membuat perempuan berkulit putih itu segera meraih bantal di sampingnya untuk menutupi wajah sementara jam dinding di kamar besar itu terus berjalan, tetapi si pemilik belum juga ingin beranjak dari tempat tidur, hingga suara dering telepon membuatnya terpaksa bangun."Hallo," ucapnya malas setelah meletakkan ponsel di telinga."Ayo, kita bertemu pagi ini."Mendengar suara itu membuat perempuan berambut panjang itu segera membuka mata, ia bahkan langsung duduk di atas tempat tidur seketika.
"Kuakui aku tak rela melihatmu dekat dengan siapa pun walau aku telah merelakanmu."Layla Mumtazah***"Bi ... tolong ambilkan handuk," pinta Abizar.Alesha yang tengah merapikan tempat tidur, segera meraih handuk dari dalam lemari lalu mengetuk pintu kamar mandi.Abizar segera membuka pintu memberikan celah sedikit hanya untuk mengulurkan tangannya ke luar. Alesha yang melihat hal itu hanya tersenyum sembari menggeleng."Lain kali, bawa handuk jika mau mandi," ucap Alesha mengingatkan.Abizar diam tak menjawab karena saat ini ia bukannya menarik handuk dari tangan sang istri, tetapi justru menarik pergelangan tangan Alesha. Membuat perempuan cantik berhidung mancung itu terkejut seketika. Kini tubuh keduanya saling menempel begitu saja tanpa bisa terhindari."Apa kamu tak ingin menggosokkan punggung suamimu ini?" tanya Abizar lirih di telinga Alesha."Bukankah alat mandi itu bisa sampai ke punggung," jawab Alesha sambil menunjuk ke peralatan mandi di kotak.Abizar menggeleng. "Tak ad
"Atas dasar apa kamu bertahta di pikiranku hingga aku kehilangan kendali akan rindu yang menguasai hati?"Abizar.***"Sha," panggil ibu Abizar pada sang menantu.Alesha yang tengah menyiram tanaman segera mendekat ke arah sang mertua yang tengah berdiri di teras."Iya, Ummi," ucapnya sambil melangkah untuk mendekat.Ummi tersenyum dan meminta istri Abizar itu untuk ikut dengannya. Alesha mengangguk dan mengikuti langkah sang mertua. Tiba di ruang tengah, ummi meraih kotak bewarna merah muda dengan pita putih lalu menyodorkan ke arah Alesha yang menatap bingung."Apa ini, Ummi?" tanyanya sambil menerima kotak cantik itu."Ummi gak tahu," jawab wanita paruh baya itu sembari tersenyum. "Abizar mengirimkan ini untukmu, ia ingin malam ini setelah shalat Isya kamu menemuinya di Restoran RR," jelas sang mertua.Alesha tersenyum mendengar ucapan sang mertua, pasalnya ia ingat benar bahwa sang suami akan mengajaknya untuk makan malam di luar."Terimakasih banyak, Ummi," ucap Alesha dengan tul