"Terkadang kita hanya mau tahu dengan egois meminta yang terbaik, tanpa mau tahu bahwa Allah telah mempersiapkan yang lebih baik dari yang kita minta."Layla Mumtazah.Alesha menelan ludahnya sendiri saat melihat Ansyar berdiri di sana sembari menatap heran, di samping laki-laki berkemeja maroon itu Nisya tengah berdiri sambil tersenyum manis melihat wajah sang ibu, Arum. Sementara Zahrah berada di belakang punggung sang kakak."Apakah saat ini sudah waktunya sarapan?" tanya Alesha tiba-tiba mencoba mencairkan suasana.Nisya mengangguk. Sementara Ansyar terlihat memicingkan mata menatap sang istri.Arum bergegas membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arah putrinya. "Nisya, ke sini Sayang, duduklah," pinta Arum sambir menarik kursi.Tentu saja gadis kecil berjilbab merah muda itu segera menuruti apa perkataan sang ibu, Ansyar dan Zahrah pun bergegas duduk dan menunggu sarapan mereka.Abizar mau tak mau pun akhirnya memilih untuk duduk bersama, meninggalkan Alesha yang buru-buru menyeles
"Kebahagiaan itu akan hadir ketika keikhlasan mulai menguasai hati."Layla Mumtazah."Bi, ini ...?" Abizar menatap Alesha penuh dengan kebahagiaan juga rasa haru.Alesha mengangguk-angguk menatap mata Abizar yang mulai menitikkan butir bening."Alhamdulillah, ya, Allah, alhamdulilah," ucap syukur Abizar sembari memeluk erat tubuh Alesha."Kamu akan jadi seorang ayah dan aku akan menjadi seorang ibu," ujar Alesha sembari menangis.Laki-laki berkemeja putih polos itu lalu melepaskan pelukan dari sang istri, meletakkan kedua tangan di pundak Alesha dan berkata, "Mulai saat ini, kamu harus jaga kesehatan untuk dirimu dan calon anak kita, kamu harus menjaga makanan, vitamin, tak boleh bergadang, jangan kerja keras, semuanya harus sesuai dengan apa yang aku katakan."Alesha terdiam, ia merasa heran dengan sifat Abizar saat ini, perempuan cantik itu merasa ada sisi posesif sang suami yang tiba-tiba muncul."Akan ada janin yang tumbuh dalam rahimmu, akan ada kehadiran malaikat kecil dalam hid
"Aku milikmu atas kehendak Allah, jagalah aku seperti ibuku menjagaku sewaktu kecil."Layla Mumtazah.***Sore ini Alesha meminta izin untuk pergi ke suatu tempat, tentu saja ia tak pergi sendiri karena sang pawang tak akan membiarkan perempuan secantik bidadari itu untuk pergi sendirian."Jadi kita mau ke mana, Bi?" tanya Abizar."Nanti kamu juga akan tahu," ujar Alesha sembari menatap ke luar kaca.Kurang lebih dua puluh lima menit perjalanan dengan mobil pastinya, kini Alesha sudah sampai ketempat tujuan yang ia inginkan. Perempuan berjilbab hitam itu terduduk di tanah sembari menyentuh batu nisan sang ayah."Pa, maafkan Alesha, baru sekarang datang ke sini. Pa, sekarang Alesha sudah menikah," ucap perempuan berkulit putih itu dengan mata berkaca-kaca.Abizar menyentuh pundak Alesha, ia menoleh sembari mengangguk."Papa, Alesha rindu, saat tahu bahwa Alesha hamil, Alesha benar-benar teringat akan Papa. Alesha ingin sekali bisa bermanja-manja dengan Papa seperti saat kecil dulu, tet
"Sekali memulai aku tak dapat mengakhirinya."Layla Mumtazah***"Ummi, ini jus untuk Alesha," ucap Arum sembari tersenyum. Wanita berjilbab moca itu meletakkan gelas berisi jus buah di atas meja, akan ada permainan kecil untuk Alesha saat ini. Hal itu tentu saja membuat Arum tersenyum senang."Rum, kamu tahu kan, Alesha tengah hamil saat ini, ia mulai mengalami mual jika mencium bau-bauan. Jadi untuk sementara jangan biarkan dia mencuci baju dan piring untuk menghindari mual yang lebih parah karena mencium sabun-sabun itu," ujar ummi yang tentu saja membuat Arum kesal.Saat ini seisi rumah seakan-akan berpusat pada Alesha, semua orang ingin memperhatikan dirinya sebagai ratu.Arum menatap sembari menggangguk patuh pada sang mertua. "Baik ummi, tenang saja Arum mengerti."Ummi yang telah selesai mencuci piring, menggelap tangganya yang basah lalu menyentuh pundak Arum dan tersenyum. "Semoga kamu dan Ansyar juga disegerakan memilki momongan lagi, ya."Arum mengangguk, ia terpaksa ters
"Biarkan aku membagi rasa ini, rasa yang hampir mati dan menjadi abu."Layla Mumtazah***Arum terbangun dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya, ia tak pernah bisa tertidur nyenyak saat wajah pucat Fatimah selalu datang dalam mimpinya. Berkali-kali ia berusaha menenangkan diri karena tak ingin membuat Ansyar terbangun.Perempuan cantik dengan mata indah itu bangkit dari tempat tidur, ia melangkah ke kamar mandi untuk mencuci wajah, tetapi saat ia hendak mencuci muka justru adegan kecelakaan Fatimah seakan-akan terlihat jelas di kaca seperti layar bioskop yang sedang memutar film. Lalu tiba-tiba sosok Fatimah berwajah pucat berdiri di hadapannya, memiringkan kepala dan tersenyum miring dengan tatapan kosong.Tubuh Arum seketika merosot ke lantai, ia tak mampu untuk berteriak karena merasakan sekujur tubuhnya lemas seketika. "Aku mohon berhenti menggangguku," lirihnya sambil memejamkan mata."Apakah kamu tak ingin menebus dosamu padaku, berhentilah mengganggu kehidupan Abizar."
Suara desahan yang memenuhi ruangan tertutup itu membuat langkah kaki Alesha terhenti. Gadis berbaju hitam itu mendekatkan daun telinga pada dinding pintu. Hatinya dipenuhi rasa penasaran. Pasalnya suara yang ia dengar begitu memenuhi otaknya dengan pikiran negatif.Desahan itu semakin jelas terdengar, suara seorang wanita yang seakan-akan tengah menikmati surga dunia. Alesha dengan perlahan-lahan memegang gagang pintu. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menekannya ke bawah.Dengan sekali dorong pintu itu terbuka. Alesha dengan jelas melihat dua insan manusia yang tak memakai pakaian berada di atas tempat tidur. Dengan cepat wanita berambut panjang itu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.Sementara Excel meraih handuk di atas nakas dan melilitkan di pinggangnya. Ia lalu mendekati Alesha yang masih berdiri mematung dengan kaki yang bergetar. Ia tak menyangka bahwa laki-laki yang akan menjadi calon imamnya itu bermain cinta dengan sahabatnya sendiri. Kyoona.Kyoona gadis blasteran
Entah sudah berapa jam Alesha menangis di mobil, saat ia mulai berhenti menangis Abizar memberinya botol air mineral. Gadis itu meraih botol itu dan segera meminumnya mungkin setelah lelah menangis saat ini ia merasa haus."Apakah sekarang saya bisa mengantarkan kamu pulang?" tanya Abizar yang masih berdiri di samping taxi-nya.Alesha mengangguk."Bisa beritahu aku di mana alamat kamu?" tanya Abizar lagi.Alesha kemudian memberitahu di mana alamat rumahnya. Abizar segera mengantarkan gadis itu sampai di depan rumah. Bahkan, ia memastikan bahwa gadis cantik itu tak sedang membohongi dirinya dan akan melakukan tindakan konyol lagi.Alesha segera masuk ke halaman rumah itu, Abizar sampai harus turun dari taxi demi memastikan gadis itu masuk ke rumahnya. Ternyata benar, penumpang yang sempat ia anggap gila itu bukanlah pasien yang tengah melarikan diri dari rumah sakit jiwa.Alesha masuk ke kamarnya dan mengunci pintu itu rapat dari dalam. Ia bahkan, masih ingin terus menangis walau pun
Di dalam kamar Alesha berdiri di depan cermin dengan balutan gaun putih yang membuatnya tampak begitu cantik. Namun, hatinya menangis. Entah ada apa dengan sang mama yang terus memintanya untuk menikah dengan Excel. Walau sang mama sudah tahu benar bagaimana Excel telah mengkhianati Alesha. Gadis itu bahkan, tak punya pilihan setelah ancaman dari sang mama yang akan bunuh diri karena malu jika sampai pernikahan itu gagal dan jadi gunjingan rekan-rekan kerjanya.Gadis cantik itu tak bisa lagi menahan rasa sakit hatinya. Alesha lalu meraih ponsel dan entah mengapa ia justru menghubungi Abizar. Gadis itu tahu ia tak bisa meminta tolong pada orang yang dikenalnya saat ini, hanya sopir taxi itulah yang bisa membawa dan menyelamatkan hidupnya.Pertemuannya dengan Abizar seminggu lalu itu di saat mengambil ponsel, membuatnya memiliki nomor sang sopir untuk berlangganan taxi padanya.Alesha yang sedang menunggu panggilannya diangkat oleh Abizar harus merasa kecewa karena entah kenapa tak jug
"Biarkan aku membagi rasa ini, rasa yang hampir mati dan menjadi abu."Layla Mumtazah***Arum terbangun dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya, ia tak pernah bisa tertidur nyenyak saat wajah pucat Fatimah selalu datang dalam mimpinya. Berkali-kali ia berusaha menenangkan diri karena tak ingin membuat Ansyar terbangun.Perempuan cantik dengan mata indah itu bangkit dari tempat tidur, ia melangkah ke kamar mandi untuk mencuci wajah, tetapi saat ia hendak mencuci muka justru adegan kecelakaan Fatimah seakan-akan terlihat jelas di kaca seperti layar bioskop yang sedang memutar film. Lalu tiba-tiba sosok Fatimah berwajah pucat berdiri di hadapannya, memiringkan kepala dan tersenyum miring dengan tatapan kosong.Tubuh Arum seketika merosot ke lantai, ia tak mampu untuk berteriak karena merasakan sekujur tubuhnya lemas seketika. "Aku mohon berhenti menggangguku," lirihnya sambil memejamkan mata."Apakah kamu tak ingin menebus dosamu padaku, berhentilah mengganggu kehidupan Abizar."
"Sekali memulai aku tak dapat mengakhirinya."Layla Mumtazah***"Ummi, ini jus untuk Alesha," ucap Arum sembari tersenyum. Wanita berjilbab moca itu meletakkan gelas berisi jus buah di atas meja, akan ada permainan kecil untuk Alesha saat ini. Hal itu tentu saja membuat Arum tersenyum senang."Rum, kamu tahu kan, Alesha tengah hamil saat ini, ia mulai mengalami mual jika mencium bau-bauan. Jadi untuk sementara jangan biarkan dia mencuci baju dan piring untuk menghindari mual yang lebih parah karena mencium sabun-sabun itu," ujar ummi yang tentu saja membuat Arum kesal.Saat ini seisi rumah seakan-akan berpusat pada Alesha, semua orang ingin memperhatikan dirinya sebagai ratu.Arum menatap sembari menggangguk patuh pada sang mertua. "Baik ummi, tenang saja Arum mengerti."Ummi yang telah selesai mencuci piring, menggelap tangganya yang basah lalu menyentuh pundak Arum dan tersenyum. "Semoga kamu dan Ansyar juga disegerakan memilki momongan lagi, ya."Arum mengangguk, ia terpaksa ters
"Aku milikmu atas kehendak Allah, jagalah aku seperti ibuku menjagaku sewaktu kecil."Layla Mumtazah.***Sore ini Alesha meminta izin untuk pergi ke suatu tempat, tentu saja ia tak pergi sendiri karena sang pawang tak akan membiarkan perempuan secantik bidadari itu untuk pergi sendirian."Jadi kita mau ke mana, Bi?" tanya Abizar."Nanti kamu juga akan tahu," ujar Alesha sembari menatap ke luar kaca.Kurang lebih dua puluh lima menit perjalanan dengan mobil pastinya, kini Alesha sudah sampai ketempat tujuan yang ia inginkan. Perempuan berjilbab hitam itu terduduk di tanah sembari menyentuh batu nisan sang ayah."Pa, maafkan Alesha, baru sekarang datang ke sini. Pa, sekarang Alesha sudah menikah," ucap perempuan berkulit putih itu dengan mata berkaca-kaca.Abizar menyentuh pundak Alesha, ia menoleh sembari mengangguk."Papa, Alesha rindu, saat tahu bahwa Alesha hamil, Alesha benar-benar teringat akan Papa. Alesha ingin sekali bisa bermanja-manja dengan Papa seperti saat kecil dulu, tet
"Kebahagiaan itu akan hadir ketika keikhlasan mulai menguasai hati."Layla Mumtazah."Bi, ini ...?" Abizar menatap Alesha penuh dengan kebahagiaan juga rasa haru.Alesha mengangguk-angguk menatap mata Abizar yang mulai menitikkan butir bening."Alhamdulillah, ya, Allah, alhamdulilah," ucap syukur Abizar sembari memeluk erat tubuh Alesha."Kamu akan jadi seorang ayah dan aku akan menjadi seorang ibu," ujar Alesha sembari menangis.Laki-laki berkemeja putih polos itu lalu melepaskan pelukan dari sang istri, meletakkan kedua tangan di pundak Alesha dan berkata, "Mulai saat ini, kamu harus jaga kesehatan untuk dirimu dan calon anak kita, kamu harus menjaga makanan, vitamin, tak boleh bergadang, jangan kerja keras, semuanya harus sesuai dengan apa yang aku katakan."Alesha terdiam, ia merasa heran dengan sifat Abizar saat ini, perempuan cantik itu merasa ada sisi posesif sang suami yang tiba-tiba muncul."Akan ada janin yang tumbuh dalam rahimmu, akan ada kehadiran malaikat kecil dalam hid
"Terkadang kita hanya mau tahu dengan egois meminta yang terbaik, tanpa mau tahu bahwa Allah telah mempersiapkan yang lebih baik dari yang kita minta."Layla Mumtazah.Alesha menelan ludahnya sendiri saat melihat Ansyar berdiri di sana sembari menatap heran, di samping laki-laki berkemeja maroon itu Nisya tengah berdiri sambil tersenyum manis melihat wajah sang ibu, Arum. Sementara Zahrah berada di belakang punggung sang kakak."Apakah saat ini sudah waktunya sarapan?" tanya Alesha tiba-tiba mencoba mencairkan suasana.Nisya mengangguk. Sementara Ansyar terlihat memicingkan mata menatap sang istri.Arum bergegas membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arah putrinya. "Nisya, ke sini Sayang, duduklah," pinta Arum sambir menarik kursi.Tentu saja gadis kecil berjilbab merah muda itu segera menuruti apa perkataan sang ibu, Ansyar dan Zahrah pun bergegas duduk dan menunggu sarapan mereka.Abizar mau tak mau pun akhirnya memilih untuk duduk bersama, meninggalkan Alesha yang buru-buru menyeles
"Aku tanpamu bagaikan dunia tanpa internet."Layla Mumtazah***Abizar segera bangkit dan duduk di hadapan Alesha. "Apa yang kamu bicarakan ini?""Mba Arum selalu mengatakan bahwa ia tak ada di tempat kejadian kecelakaan itu, tapi Kyoona melihatnya. Kyoona begitu yakin bahwa wanita yang ia lihat di dekat TKP adalah Mba Arum."Abizar tiba-tiba terdiam, ia menatap wajah Alesha. "Malam itu Fatimah mengatakan akan bertemu dengan Arum, tetapi saat itu Arum mengatakan bahwa ia tak jadi menemui Fatimah, hal itu membuatku menyusulnya dan meninggalkannya sebentar untuk membeli es krim sebelum kejadian itu terjadi.""Apakah kamu yakin bahwa Mba Arum gak jadi datang malam itu?""Entahlah, aku tak sempat berpikir apa pun, melihat tubuh Fatimah bersimbah darah di hadapanku.""Maafkan aku," lirih Alesha penuh penyesalan.Abizar segera merengkuh tubuh Alesha dan memeluknya dengan erat. "Ini bukan kesalahanmu. Lupakan saja, semua sudah takdir dari Allah."Alesha menenggelamkan wajahnya dalam dekapan
"Apa pun akan aku lakukan untukmu, walau jarum jam bergerak berbalik arah pun aku akan tetap ada untukmu."Layla Mumtazah.***Arum menatap kosong untuk sesaat saat mendengar ucapan Alesha, tetapi ia lalu berkata dengan cepat. "Mungkin kamu sudah lupa aku pernah berkata bahwa aku tak ada di sana saat kejadian itu terjadi. Apakah sekarang kamu ingin menuduhku?"Alesha tersenyum tipis melihat raut takut di wajah Arum. "Aku hanya bertanya bukan menuduh.""Apakah kamu sedang berusaha untuk mengambing hitamkan aku atas kesalahanmu?" Arum memicingkan mata pada Alesha."Aku hanya bertanya Mba, kenapa Mba berpikiran sejauh ini.""Dengar baik-baik Alesha, Fatimah itu sahabatku, satu kamar sejak di pesantren, satu rumah setelah kami menikah, jadi kamu jangan memfitnah diriku."Alesha memilih diam, melihat bahwa Arum seperti terusik dan tak suka dengan pertanyaannya, membuat istri Abizar itu semakin yakin pasti ada sesuatu tiga tahun yang lalu.***Malam tiba dengan cepat, setelah sore hujan men
"Kamu adalah awan saat sinar matahari begitu terik."Layla Mumtazah.***Apa itu cinta?Aku rasa tak ada yang bisa menjelaskan apa itu cinta dengan baik bahkan, sekelas pujangga pun. Kecuali seseorang yang sedang jatuh cinta dan itu adalah aku."Assalammualaikum, Bi ... ada apa bidadariku?" ucap Abziar saat menerima panggilan telepon dari Alesha."Waalaikumsalam, suamiku," balas Alesha tak kalah lembut dari suara Abizar."Mendengar suara istriku ini membuatku ingin buru-buru pulang," ucap Abizar sambil menatap layar laptopnya."Mau ngapain?""Mau bikin adonan kue bolu sama kamu, Bi," ujar Abizar membuat Alesha tersipu malu.Sekertaris Abizar yang masih berdiri di sampingnya saat ini hanya bisa menahan senyum mendengar perkataan sang bos. Ia tak menyangka saja bahwa sang bos masih harus masuk ke dapur untuk membantu sang istri memasak dan membuat kue."Kenapa kamu masih di sini, aku akan panggil lagi nanti setelah semuanya selesai aku tanda tangani," kata Abizar membuat pria itu mengan
"Hentikan debaran ini yang membuatku merasa sesak karena tak bisa memiliki dirimu."Layla Mumtazah.***Arum yang hari ini mengenakan gamis dusty pink dengan garis hitam di kedua sisi lengannya dipadukan dengan jilbab hitam menutupi dada membuatnya nampak begitu anggun, sama seperti saat Kyoona melihatnya tiga tahun yang lalu."Bawa semuanya," titah Arum yang dibarengi dengan anggukan kepala Alesha.Di ruang tamu itu Kyoona masih berdiri menatap wanita yang kini berada di hadapannya setelah Alesha masuk untuk meletakkan kantong-kantong plastik di dapur."Tunggu," ucap Kyoona saat Arum melewatinya begitu saja.Perempuan berjilbab hitam itu menghentikan langkah kakinya dan menoleh, ia mengerutkan kening saat melihat Kyoona, mata Arum melihat dari ujung kepala hingga ke kaki sahabat Alesha itu."Iya, ada apa?" tanya Arum sambil menatap Kyoona."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Kyoona yang membuat Arum menaikan kedua pundaknya."Aku rasa kita tak pernah bertemu karena aku baru