"Cinta yang akan membuatmu tenang adalah mencintainya semata-mata karena Allah."Layla Mumtazah***Honeymoon Tipis-Tipis Ala Abziar part 2Setelah shalat Isya, Alesha segera melepaskan mukena silver yang memang selalu ia siapkan di dalam tasnya jika berpergian, agar tak harus ribet menggunakan mukena yang berada di masjid.Pintu kamar tiba-tiba saja dibuka di saat Alesha tengah meletakkan mukena di dalam lemari. Abizar yang melihat sang istri tak mengenakan jilbab segera menutup pintu kembali dan berkata pada pelayan restoran hotel."Tunggu sebentar, ya, Pak," ucapnya.Alesha yang sadar segera mengenakan jilbab saat mendengar Abziar tengah berbicara dengan seseorang di depan pintu.Tak lama pintu terbuka lagi, kali ini dua pria berseragam masuk bersama sambil membawa hidangan makan malam. Mereka lalu menata semua itu di atas meja kaca berbentuk bundar di dekat rak televisi.Namun, saat ini yang menjadi perhatian Alesha adalah kue cantik yang diletakkan di tengah meja, sementara hidan
"Ini caraku mencintaimu, caraku menjagamu. Mungkin tak terlihat jelas, tetapi bisakah kamu rasakan ketulusannya."Layla Mumtazah (Queen Romance)***"Sayang, bangun," bisik Abizar di telinga Alesha yang masih tertidur nyenyak sembari memunggungi sang suami.Abizar melihat ke arah jam, waktu Subuh hampir masuk dan pasti sebentar lagi azan berkumandang. Namun, melihat Alesha yang masih tidur dengan nyenyak membuat Abizar justru terdiam memandangi wajah sang istri. Ia bahkan, tersenyum tanpa sadar mengingat kejadian semalam.Abizar lalu mengusap lembut pucuk kepala sang istri, ia juga mendaratkan ciuman di kening Alesha."Aku akan mandi lalu ke masjid, jadi cepatlah bangun untuk mandi dan shalat Subuh, ya," pinta Abziar lagi di telinga sang istri.Namun, Alesha hanya menggerakkan tubuhnya perlahan seakan-akan mencari posisi nyaman, ia lalu berbalik dan meletakan tangan kirinya di pinggang Abizar tanpa sadar.Abizar yang masih berada di tempat tidur dengan posisi miring itu hanya bisa te
"Ajarkan aku melupakanmu walau itu akan begitu berat."Layla Mumtazah***"Kamu mencintai dia?" Perempuan berjilbab merah muda itu tak percaya dengan apa yang saat ini ia dengar."Ya, aku mencintainya, tetapi kamu merebutnya dariku!" tegasnya."Jadi selama ini, sikap perhatianmu karena cinta, bukan karena hubungan persaudaraan yang terikat di antara kita?" Perempuan itu menatap dengan yakin sembari mengangguk. "Kamu tak ingin tahu, bagaimana bisa ada foto kami berdua seperti ini."Membuat lawan bicaranya meremas ujung jilbab yang ia kenakan sendiri, hatinya terbakar cemburu melihat foto di layar ponsel yang diperlihatkan padanya."Aku akan menceritakan segalanya, tetapi kita bertemu malam ini di luar. Hanya kamu dan aku." Wanita itu keluar dari dapur meninggalkan perempuan berjilbab merah muda itu dengan prasangka yang menggelayuti hati.***Braaak!Tubuh seseorang kini terpental, melayang di udara sebelum akhirnya jatuh berguling di jalan raya."Tidaaak!"Alesha segera membuka mata,
"Bagaimana bisa kamu memahamiku sementara kamu sendiri tak bisa memahami hatimu. Ini salah? Ya, untukmu ini kesalahan, tetapi untukku ini adalah cinta."Excel.***Arum menggeleng, menyadarkan diri dari tindakan bodoh yang hampir ia lakukan. Abizar melewatinya begitu saja dan segera menuju pintu utama. Ya, perempuan cantik dengan gamis hitam itu hanya membayangkan apa yang ingin ia lakukan, tetapi semua itu hanya berada dalam khayalannya saja.Arum membalikkan badan, menatap punggung Abizar yang kini semakin menjauh darinya. Air mata itu tak bisa ia hindari lagi, mengalir begitu saja membasahi kedua pipi mulusnya.Bagaimana bisa aku menghentikan rasa ini, rasa yang mencekikku setiap melihatmu. Aku ingin memiliki dirimu. Ya, aku tahu ini gila, tetapi aku tak munafik aku masih sangat mencintaimu.Tiba di dalam kamar Arum menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur begitu saja, ia lalu menenggelamkan wajah di bantal putih lembut itu. Rasa sakit seakan-akan mencakar hatinya, ia tak bisa m
"Berhentilah untuk bermimpi memilikiku karena kita tak akan pernah kembali bersama. Semua telah usai terbawa arus ombak."Layla Mumtazah.***Alesha yang sore ini telah bersiap-siap untuk menyambut kedatangan sang suami, begitu bingung saat tiba di ruang tamu. Semua keluarga telah berkumpul sambil memakan cemilan, tumben sekali. Hanya Abizar dan Ansyar yang belum terlihat saat ini."Sha, sini duduk," pinta Ummi. "Kami sedang mencicipi kue buatan Arum, katanya dia sedang mencoba resep baru."Alesha mengangguk, ia segera duduk di samping Ummi dan ikut menikmati kue buatan sang kakak ipar."Bagaimana Ummi, enak gak?" tanya Arum yang berdiri sambil memegang nampan."Enak, Ummi suka. Enak 'kan, Sha?" tanya Ummi ke Alesha.Alesha menoleh sambil tersenyum lalu mengangguk."Setelah ini akan ada hidangan lagi, tapi menunggu Abinya Nisya dan Abizar datang," ucap Arum lalu segera pergi ke dapur.Alesha tak mengambil pusing hal itu, ia hanya ingin menyambut sang suami saat ini. Apalagi ia telah b
"Kamu tak akan bisa mempertahankan dia yang tak ingin dipertahankan."Layla Mumtazah***Pemuda berbaju koko dan sarung coklat muda bercorak batik putih itu menarik perhatian Arum. Gadis itu jatuh cinta saat pertama kali tak sengaja bertemu dengannya di aula pesantren.Tatapan mata Arum tak pernah lepas dari pemuda itu. Ia hanya bisa tersenyum sendiri saat memperhatikannya, cinta dalam diam itu pun tanpa ia sadari tumbu semakin besar setiap harinya."Dari siapa?" tanya Arum.Fatimah menggeleng. "Dia gak sebut nama, tapi aku tahu orangnya," jawab Fatimah.Keduanya lalu duduk di tepi tempat tidur. Fatimah mulai merapikan baju-bajunya di lemari karena hari ini ia akan pulang.Arum mulai membuka surat pernyataan cinta, cinta dari seorang pemuda yang tak ia kenal, tetapi isi surat itu mampu meluluhkan hatinya."Apa isinya?" tanya Fatimah penasaran setelah selesai dengan barang-barangnya.Arum hanya diam, ia sibuk membolak-balik kertas itu, tetapi tak ada nama sang pengirim. Tentu saja hal
"Aku berharap ini adalah rasa sakit untuk terakhir kalinya."***"Atasi mereka!" Abizar segera menaiki anak tangga ke lantai dua setelah mengatakan itu pada anak buahnya.Laki-laki berdada bidang itu tak main-main dengan ucapannya saat ini. Baginya Alesha adalah sang istri yang harus ia jaga, apalagi dari seorang Excel yang bisa melakukan apa saja.Braaak!Pintu ruang kerja itu terbuka dengan sekali tendang karena memang tak terkunci, sementara anak buah Excel yang telah babak belur itu jatuh pingsan setelah menunjukkan ruang kerja sang bos.Excel yang terkejut menatap ke arah pintu yang telah terbuka, melihat Abizar berdiri dengan gagahnya di ambang pintu sambil membawa kotak dan buket bunga. Laki-laki berhidung mancung itu kemudian melangkah mendekati meja kerja Excel.Mata Abizar seperti elang yang siap menerkam sang mangsa, laki-laki itu lalu meletakkan kotak dan buket bunga di atas meja."Apa ini?" Excel bingung, atau tepatnya pura-pura lugu."Aku rasa kamu tahu apa ini!" Dengkus
"Takdirmu adalah dia, sementara takdirku adalah luka."Layla Mumtazah***"Aku mencintaimu," ucap Abizar lembut di telinga Alesha.Alesha tersenyum dengan begitu manis mendengar hal itu. "Aku juga mencintaimu," jawabnya lalu membenamkan wajah di dada Abizar.Kedua insan itu kini terbaring letih setelah selesai dengan aktivitas yang baru saja mereka lakukan bersama. Abizar mengecup pucuk kepala sang istri sebelum akhirnya mereka terlelap tidur.***Sinar mentari masuk ke celah-celah ventilasi udara, membuat perempuan berkulit putih itu segera meraih bantal di sampingnya untuk menutupi wajah sementara jam dinding di kamar besar itu terus berjalan, tetapi si pemilik belum juga ingin beranjak dari tempat tidur, hingga suara dering telepon membuatnya terpaksa bangun."Hallo," ucapnya malas setelah meletakkan ponsel di telinga."Ayo, kita bertemu pagi ini."Mendengar suara itu membuat perempuan berambut panjang itu segera membuka mata, ia bahkan langsung duduk di atas tempat tidur seketika.
"Biarkan aku membagi rasa ini, rasa yang hampir mati dan menjadi abu."Layla Mumtazah***Arum terbangun dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya, ia tak pernah bisa tertidur nyenyak saat wajah pucat Fatimah selalu datang dalam mimpinya. Berkali-kali ia berusaha menenangkan diri karena tak ingin membuat Ansyar terbangun.Perempuan cantik dengan mata indah itu bangkit dari tempat tidur, ia melangkah ke kamar mandi untuk mencuci wajah, tetapi saat ia hendak mencuci muka justru adegan kecelakaan Fatimah seakan-akan terlihat jelas di kaca seperti layar bioskop yang sedang memutar film. Lalu tiba-tiba sosok Fatimah berwajah pucat berdiri di hadapannya, memiringkan kepala dan tersenyum miring dengan tatapan kosong.Tubuh Arum seketika merosot ke lantai, ia tak mampu untuk berteriak karena merasakan sekujur tubuhnya lemas seketika. "Aku mohon berhenti menggangguku," lirihnya sambil memejamkan mata."Apakah kamu tak ingin menebus dosamu padaku, berhentilah mengganggu kehidupan Abizar."
"Sekali memulai aku tak dapat mengakhirinya."Layla Mumtazah***"Ummi, ini jus untuk Alesha," ucap Arum sembari tersenyum. Wanita berjilbab moca itu meletakkan gelas berisi jus buah di atas meja, akan ada permainan kecil untuk Alesha saat ini. Hal itu tentu saja membuat Arum tersenyum senang."Rum, kamu tahu kan, Alesha tengah hamil saat ini, ia mulai mengalami mual jika mencium bau-bauan. Jadi untuk sementara jangan biarkan dia mencuci baju dan piring untuk menghindari mual yang lebih parah karena mencium sabun-sabun itu," ujar ummi yang tentu saja membuat Arum kesal.Saat ini seisi rumah seakan-akan berpusat pada Alesha, semua orang ingin memperhatikan dirinya sebagai ratu.Arum menatap sembari menggangguk patuh pada sang mertua. "Baik ummi, tenang saja Arum mengerti."Ummi yang telah selesai mencuci piring, menggelap tangganya yang basah lalu menyentuh pundak Arum dan tersenyum. "Semoga kamu dan Ansyar juga disegerakan memilki momongan lagi, ya."Arum mengangguk, ia terpaksa ters
"Aku milikmu atas kehendak Allah, jagalah aku seperti ibuku menjagaku sewaktu kecil."Layla Mumtazah.***Sore ini Alesha meminta izin untuk pergi ke suatu tempat, tentu saja ia tak pergi sendiri karena sang pawang tak akan membiarkan perempuan secantik bidadari itu untuk pergi sendirian."Jadi kita mau ke mana, Bi?" tanya Abizar."Nanti kamu juga akan tahu," ujar Alesha sembari menatap ke luar kaca.Kurang lebih dua puluh lima menit perjalanan dengan mobil pastinya, kini Alesha sudah sampai ketempat tujuan yang ia inginkan. Perempuan berjilbab hitam itu terduduk di tanah sembari menyentuh batu nisan sang ayah."Pa, maafkan Alesha, baru sekarang datang ke sini. Pa, sekarang Alesha sudah menikah," ucap perempuan berkulit putih itu dengan mata berkaca-kaca.Abizar menyentuh pundak Alesha, ia menoleh sembari mengangguk."Papa, Alesha rindu, saat tahu bahwa Alesha hamil, Alesha benar-benar teringat akan Papa. Alesha ingin sekali bisa bermanja-manja dengan Papa seperti saat kecil dulu, tet
"Kebahagiaan itu akan hadir ketika keikhlasan mulai menguasai hati."Layla Mumtazah."Bi, ini ...?" Abizar menatap Alesha penuh dengan kebahagiaan juga rasa haru.Alesha mengangguk-angguk menatap mata Abizar yang mulai menitikkan butir bening."Alhamdulillah, ya, Allah, alhamdulilah," ucap syukur Abizar sembari memeluk erat tubuh Alesha."Kamu akan jadi seorang ayah dan aku akan menjadi seorang ibu," ujar Alesha sembari menangis.Laki-laki berkemeja putih polos itu lalu melepaskan pelukan dari sang istri, meletakkan kedua tangan di pundak Alesha dan berkata, "Mulai saat ini, kamu harus jaga kesehatan untuk dirimu dan calon anak kita, kamu harus menjaga makanan, vitamin, tak boleh bergadang, jangan kerja keras, semuanya harus sesuai dengan apa yang aku katakan."Alesha terdiam, ia merasa heran dengan sifat Abizar saat ini, perempuan cantik itu merasa ada sisi posesif sang suami yang tiba-tiba muncul."Akan ada janin yang tumbuh dalam rahimmu, akan ada kehadiran malaikat kecil dalam hid
"Terkadang kita hanya mau tahu dengan egois meminta yang terbaik, tanpa mau tahu bahwa Allah telah mempersiapkan yang lebih baik dari yang kita minta."Layla Mumtazah.Alesha menelan ludahnya sendiri saat melihat Ansyar berdiri di sana sembari menatap heran, di samping laki-laki berkemeja maroon itu Nisya tengah berdiri sambil tersenyum manis melihat wajah sang ibu, Arum. Sementara Zahrah berada di belakang punggung sang kakak."Apakah saat ini sudah waktunya sarapan?" tanya Alesha tiba-tiba mencoba mencairkan suasana.Nisya mengangguk. Sementara Ansyar terlihat memicingkan mata menatap sang istri.Arum bergegas membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arah putrinya. "Nisya, ke sini Sayang, duduklah," pinta Arum sambir menarik kursi.Tentu saja gadis kecil berjilbab merah muda itu segera menuruti apa perkataan sang ibu, Ansyar dan Zahrah pun bergegas duduk dan menunggu sarapan mereka.Abizar mau tak mau pun akhirnya memilih untuk duduk bersama, meninggalkan Alesha yang buru-buru menyeles
"Aku tanpamu bagaikan dunia tanpa internet."Layla Mumtazah***Abizar segera bangkit dan duduk di hadapan Alesha. "Apa yang kamu bicarakan ini?""Mba Arum selalu mengatakan bahwa ia tak ada di tempat kejadian kecelakaan itu, tapi Kyoona melihatnya. Kyoona begitu yakin bahwa wanita yang ia lihat di dekat TKP adalah Mba Arum."Abizar tiba-tiba terdiam, ia menatap wajah Alesha. "Malam itu Fatimah mengatakan akan bertemu dengan Arum, tetapi saat itu Arum mengatakan bahwa ia tak jadi menemui Fatimah, hal itu membuatku menyusulnya dan meninggalkannya sebentar untuk membeli es krim sebelum kejadian itu terjadi.""Apakah kamu yakin bahwa Mba Arum gak jadi datang malam itu?""Entahlah, aku tak sempat berpikir apa pun, melihat tubuh Fatimah bersimbah darah di hadapanku.""Maafkan aku," lirih Alesha penuh penyesalan.Abizar segera merengkuh tubuh Alesha dan memeluknya dengan erat. "Ini bukan kesalahanmu. Lupakan saja, semua sudah takdir dari Allah."Alesha menenggelamkan wajahnya dalam dekapan
"Apa pun akan aku lakukan untukmu, walau jarum jam bergerak berbalik arah pun aku akan tetap ada untukmu."Layla Mumtazah.***Arum menatap kosong untuk sesaat saat mendengar ucapan Alesha, tetapi ia lalu berkata dengan cepat. "Mungkin kamu sudah lupa aku pernah berkata bahwa aku tak ada di sana saat kejadian itu terjadi. Apakah sekarang kamu ingin menuduhku?"Alesha tersenyum tipis melihat raut takut di wajah Arum. "Aku hanya bertanya bukan menuduh.""Apakah kamu sedang berusaha untuk mengambing hitamkan aku atas kesalahanmu?" Arum memicingkan mata pada Alesha."Aku hanya bertanya Mba, kenapa Mba berpikiran sejauh ini.""Dengar baik-baik Alesha, Fatimah itu sahabatku, satu kamar sejak di pesantren, satu rumah setelah kami menikah, jadi kamu jangan memfitnah diriku."Alesha memilih diam, melihat bahwa Arum seperti terusik dan tak suka dengan pertanyaannya, membuat istri Abizar itu semakin yakin pasti ada sesuatu tiga tahun yang lalu.***Malam tiba dengan cepat, setelah sore hujan men
"Kamu adalah awan saat sinar matahari begitu terik."Layla Mumtazah.***Apa itu cinta?Aku rasa tak ada yang bisa menjelaskan apa itu cinta dengan baik bahkan, sekelas pujangga pun. Kecuali seseorang yang sedang jatuh cinta dan itu adalah aku."Assalammualaikum, Bi ... ada apa bidadariku?" ucap Abziar saat menerima panggilan telepon dari Alesha."Waalaikumsalam, suamiku," balas Alesha tak kalah lembut dari suara Abizar."Mendengar suara istriku ini membuatku ingin buru-buru pulang," ucap Abizar sambil menatap layar laptopnya."Mau ngapain?""Mau bikin adonan kue bolu sama kamu, Bi," ujar Abizar membuat Alesha tersipu malu.Sekertaris Abizar yang masih berdiri di sampingnya saat ini hanya bisa menahan senyum mendengar perkataan sang bos. Ia tak menyangka saja bahwa sang bos masih harus masuk ke dapur untuk membantu sang istri memasak dan membuat kue."Kenapa kamu masih di sini, aku akan panggil lagi nanti setelah semuanya selesai aku tanda tangani," kata Abizar membuat pria itu mengan
"Hentikan debaran ini yang membuatku merasa sesak karena tak bisa memiliki dirimu."Layla Mumtazah.***Arum yang hari ini mengenakan gamis dusty pink dengan garis hitam di kedua sisi lengannya dipadukan dengan jilbab hitam menutupi dada membuatnya nampak begitu anggun, sama seperti saat Kyoona melihatnya tiga tahun yang lalu."Bawa semuanya," titah Arum yang dibarengi dengan anggukan kepala Alesha.Di ruang tamu itu Kyoona masih berdiri menatap wanita yang kini berada di hadapannya setelah Alesha masuk untuk meletakkan kantong-kantong plastik di dapur."Tunggu," ucap Kyoona saat Arum melewatinya begitu saja.Perempuan berjilbab hitam itu menghentikan langkah kakinya dan menoleh, ia mengerutkan kening saat melihat Kyoona, mata Arum melihat dari ujung kepala hingga ke kaki sahabat Alesha itu."Iya, ada apa?" tanya Arum sambil menatap Kyoona."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Kyoona yang membuat Arum menaikan kedua pundaknya."Aku rasa kita tak pernah bertemu karena aku baru