"Ketika amarah mengacaukan segalanya, maka beristighfarlah kembali mengingat Allah, tujuan sebenarnya kita di dunia ini itu untuk apa?"Layla Mumtazah***Alesha segera keluar dari mobil walau kepalanya masih terasa sedikit pusing, tak lama Abizar menyusul keluar dari mobil juga."Kamu yakin Kyoona di sini?" tanya Abziar.Alesha mengangguk yakin.Keduanya berjalan berdampingan begitu dekat, hingga hanya terlihat sedikit celah di antara mereka saat ini. Naik beberapa tangga untuk sampai ke tempat yang mereka tuju.Alesha mengedarkan pandangan saat berdiri di depan ruang IGD, ia melihat ke arah kanan dan benar saja ada Andre di sana. Perempuan itu segera menuju ke arah kakak laki-laki Kyoona, sementara Abizar mengikuti sang istri dari belakang."Kak, bagaimana Kyoona?" tanya Alesha saat telah berdiri di belakang Andre.Pemuda tinggi itu membalikkan badan dan melihat ke arah Alesha, ia sedikit terkejut dengan penampilan Alesha yang saat ini menutup aurat, sungguh sangat berbeda dari sebe
"Aku menginginkanmu dan itu membuatku menggila."Layla Mumtazah***Andre segera keluar dari kamar rawat di mana Kyoona telah dipindahkan dari ruang IGD. Ia meninggalkan Excel dan Kyoona untuk saling berbicara sementara Alesha duduk sendiri di kursi tunggu, menunggu Abizar yang tengah shalat Asyar saat ini.Excel menatap tubuh Kyoona yang terbaring di atas tempat tidur, perempuan berambut panjang itu menoleh dan menatap wajah pria yang begitu ia cintai, hingga membuatnya begitu tergila-gila."Kamu datang untukku?" ucap Kyoona, senyum mengembang di bibirnya.Excel menatap tak suka pada Kyoona. "Apakah kamu harus membuat kehebohan seperti ini?" tanya Excel saat telah berdiri di samping tempat tidur itu."Ada apa dengan wajahmu?" Kyoona melihat wajah Excel yang terluka, ia segera duduk di atas tempat tidur."Tanyakan saja pada kakakmu itu." Dengkusnya."Aku tak bermaksud seperti itu, aku hanya tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan selain mengakhiri hidup ini.""Aku tak peduli soal hid
"Kamu adalah candu dan juga obat penawar."Layla Mumtazah***Bulan madu tipis-tipis ala Abidzar.Alesha dan Abizar kini telah tiba di tempat parkir, laki-laki itu tiba-tiba saja menghentikan tangan Alesha yang hendak membuka pintu mobil.Alesha menoleh, menatap heran.Tanpa mengatakan apa pun Abizar segera membuka pintu mobil dan mempersilahkan sang istri untuk masuk. Diperlakukan seperti itu, tentu saja membuat Alesha merasa bingung tetapi ia tak munafik, sebagai seorang istri dan wanita ia menikmatinya dengan senang hati."Kok, bengong buruan masuk!" tegur Abizar.Alesha yang sedang berbunga-bunga karena diperlakukan seperti itu sampai diam mematung sangking terpanah akan sikap sang suami.Abizar segera menutup pintu setelah Alesha berada di dalam. Laki-laki itu dengan cepat juga masuk ke mobil.Mobil merah itu kini telah melaju meninggalkan rumah sakit, tentu juga meninggalkan masalah Excel dan Kyoona di sana."Kita mau ke mana?" tanya Alesha yang tahu bahwa jalan itu bukan menuju
"Cinta yang akan membuatmu tenang adalah mencintainya semata-mata karena Allah."Layla Mumtazah***Honeymoon Tipis-Tipis Ala Abziar part 2Setelah shalat Isya, Alesha segera melepaskan mukena silver yang memang selalu ia siapkan di dalam tasnya jika berpergian, agar tak harus ribet menggunakan mukena yang berada di masjid.Pintu kamar tiba-tiba saja dibuka di saat Alesha tengah meletakkan mukena di dalam lemari. Abizar yang melihat sang istri tak mengenakan jilbab segera menutup pintu kembali dan berkata pada pelayan restoran hotel."Tunggu sebentar, ya, Pak," ucapnya.Alesha yang sadar segera mengenakan jilbab saat mendengar Abziar tengah berbicara dengan seseorang di depan pintu.Tak lama pintu terbuka lagi, kali ini dua pria berseragam masuk bersama sambil membawa hidangan makan malam. Mereka lalu menata semua itu di atas meja kaca berbentuk bundar di dekat rak televisi.Namun, saat ini yang menjadi perhatian Alesha adalah kue cantik yang diletakkan di tengah meja, sementara hidan
"Ini caraku mencintaimu, caraku menjagamu. Mungkin tak terlihat jelas, tetapi bisakah kamu rasakan ketulusannya."Layla Mumtazah (Queen Romance)***"Sayang, bangun," bisik Abizar di telinga Alesha yang masih tertidur nyenyak sembari memunggungi sang suami.Abizar melihat ke arah jam, waktu Subuh hampir masuk dan pasti sebentar lagi azan berkumandang. Namun, melihat Alesha yang masih tidur dengan nyenyak membuat Abizar justru terdiam memandangi wajah sang istri. Ia bahkan, tersenyum tanpa sadar mengingat kejadian semalam.Abizar lalu mengusap lembut pucuk kepala sang istri, ia juga mendaratkan ciuman di kening Alesha."Aku akan mandi lalu ke masjid, jadi cepatlah bangun untuk mandi dan shalat Subuh, ya," pinta Abziar lagi di telinga sang istri.Namun, Alesha hanya menggerakkan tubuhnya perlahan seakan-akan mencari posisi nyaman, ia lalu berbalik dan meletakan tangan kirinya di pinggang Abizar tanpa sadar.Abizar yang masih berada di tempat tidur dengan posisi miring itu hanya bisa te
"Ajarkan aku melupakanmu walau itu akan begitu berat."Layla Mumtazah***"Kamu mencintai dia?" Perempuan berjilbab merah muda itu tak percaya dengan apa yang saat ini ia dengar."Ya, aku mencintainya, tetapi kamu merebutnya dariku!" tegasnya."Jadi selama ini, sikap perhatianmu karena cinta, bukan karena hubungan persaudaraan yang terikat di antara kita?" Perempuan itu menatap dengan yakin sembari mengangguk. "Kamu tak ingin tahu, bagaimana bisa ada foto kami berdua seperti ini."Membuat lawan bicaranya meremas ujung jilbab yang ia kenakan sendiri, hatinya terbakar cemburu melihat foto di layar ponsel yang diperlihatkan padanya."Aku akan menceritakan segalanya, tetapi kita bertemu malam ini di luar. Hanya kamu dan aku." Wanita itu keluar dari dapur meninggalkan perempuan berjilbab merah muda itu dengan prasangka yang menggelayuti hati.***Braaak!Tubuh seseorang kini terpental, melayang di udara sebelum akhirnya jatuh berguling di jalan raya."Tidaaak!"Alesha segera membuka mata,
"Bagaimana bisa kamu memahamiku sementara kamu sendiri tak bisa memahami hatimu. Ini salah? Ya, untukmu ini kesalahan, tetapi untukku ini adalah cinta."Excel.***Arum menggeleng, menyadarkan diri dari tindakan bodoh yang hampir ia lakukan. Abizar melewatinya begitu saja dan segera menuju pintu utama. Ya, perempuan cantik dengan gamis hitam itu hanya membayangkan apa yang ingin ia lakukan, tetapi semua itu hanya berada dalam khayalannya saja.Arum membalikkan badan, menatap punggung Abizar yang kini semakin menjauh darinya. Air mata itu tak bisa ia hindari lagi, mengalir begitu saja membasahi kedua pipi mulusnya.Bagaimana bisa aku menghentikan rasa ini, rasa yang mencekikku setiap melihatmu. Aku ingin memiliki dirimu. Ya, aku tahu ini gila, tetapi aku tak munafik aku masih sangat mencintaimu.Tiba di dalam kamar Arum menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur begitu saja, ia lalu menenggelamkan wajah di bantal putih lembut itu. Rasa sakit seakan-akan mencakar hatinya, ia tak bisa m
"Berhentilah untuk bermimpi memilikiku karena kita tak akan pernah kembali bersama. Semua telah usai terbawa arus ombak."Layla Mumtazah.***Alesha yang sore ini telah bersiap-siap untuk menyambut kedatangan sang suami, begitu bingung saat tiba di ruang tamu. Semua keluarga telah berkumpul sambil memakan cemilan, tumben sekali. Hanya Abizar dan Ansyar yang belum terlihat saat ini."Sha, sini duduk," pinta Ummi. "Kami sedang mencicipi kue buatan Arum, katanya dia sedang mencoba resep baru."Alesha mengangguk, ia segera duduk di samping Ummi dan ikut menikmati kue buatan sang kakak ipar."Bagaimana Ummi, enak gak?" tanya Arum yang berdiri sambil memegang nampan."Enak, Ummi suka. Enak 'kan, Sha?" tanya Ummi ke Alesha.Alesha menoleh sambil tersenyum lalu mengangguk."Setelah ini akan ada hidangan lagi, tapi menunggu Abinya Nisya dan Abizar datang," ucap Arum lalu segera pergi ke dapur.Alesha tak mengambil pusing hal itu, ia hanya ingin menyambut sang suami saat ini. Apalagi ia telah b
"Biarkan aku membagi rasa ini, rasa yang hampir mati dan menjadi abu."Layla Mumtazah***Arum terbangun dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya, ia tak pernah bisa tertidur nyenyak saat wajah pucat Fatimah selalu datang dalam mimpinya. Berkali-kali ia berusaha menenangkan diri karena tak ingin membuat Ansyar terbangun.Perempuan cantik dengan mata indah itu bangkit dari tempat tidur, ia melangkah ke kamar mandi untuk mencuci wajah, tetapi saat ia hendak mencuci muka justru adegan kecelakaan Fatimah seakan-akan terlihat jelas di kaca seperti layar bioskop yang sedang memutar film. Lalu tiba-tiba sosok Fatimah berwajah pucat berdiri di hadapannya, memiringkan kepala dan tersenyum miring dengan tatapan kosong.Tubuh Arum seketika merosot ke lantai, ia tak mampu untuk berteriak karena merasakan sekujur tubuhnya lemas seketika. "Aku mohon berhenti menggangguku," lirihnya sambil memejamkan mata."Apakah kamu tak ingin menebus dosamu padaku, berhentilah mengganggu kehidupan Abizar."
"Sekali memulai aku tak dapat mengakhirinya."Layla Mumtazah***"Ummi, ini jus untuk Alesha," ucap Arum sembari tersenyum. Wanita berjilbab moca itu meletakkan gelas berisi jus buah di atas meja, akan ada permainan kecil untuk Alesha saat ini. Hal itu tentu saja membuat Arum tersenyum senang."Rum, kamu tahu kan, Alesha tengah hamil saat ini, ia mulai mengalami mual jika mencium bau-bauan. Jadi untuk sementara jangan biarkan dia mencuci baju dan piring untuk menghindari mual yang lebih parah karena mencium sabun-sabun itu," ujar ummi yang tentu saja membuat Arum kesal.Saat ini seisi rumah seakan-akan berpusat pada Alesha, semua orang ingin memperhatikan dirinya sebagai ratu.Arum menatap sembari menggangguk patuh pada sang mertua. "Baik ummi, tenang saja Arum mengerti."Ummi yang telah selesai mencuci piring, menggelap tangganya yang basah lalu menyentuh pundak Arum dan tersenyum. "Semoga kamu dan Ansyar juga disegerakan memilki momongan lagi, ya."Arum mengangguk, ia terpaksa ters
"Aku milikmu atas kehendak Allah, jagalah aku seperti ibuku menjagaku sewaktu kecil."Layla Mumtazah.***Sore ini Alesha meminta izin untuk pergi ke suatu tempat, tentu saja ia tak pergi sendiri karena sang pawang tak akan membiarkan perempuan secantik bidadari itu untuk pergi sendirian."Jadi kita mau ke mana, Bi?" tanya Abizar."Nanti kamu juga akan tahu," ujar Alesha sembari menatap ke luar kaca.Kurang lebih dua puluh lima menit perjalanan dengan mobil pastinya, kini Alesha sudah sampai ketempat tujuan yang ia inginkan. Perempuan berjilbab hitam itu terduduk di tanah sembari menyentuh batu nisan sang ayah."Pa, maafkan Alesha, baru sekarang datang ke sini. Pa, sekarang Alesha sudah menikah," ucap perempuan berkulit putih itu dengan mata berkaca-kaca.Abizar menyentuh pundak Alesha, ia menoleh sembari mengangguk."Papa, Alesha rindu, saat tahu bahwa Alesha hamil, Alesha benar-benar teringat akan Papa. Alesha ingin sekali bisa bermanja-manja dengan Papa seperti saat kecil dulu, tet
"Kebahagiaan itu akan hadir ketika keikhlasan mulai menguasai hati."Layla Mumtazah."Bi, ini ...?" Abizar menatap Alesha penuh dengan kebahagiaan juga rasa haru.Alesha mengangguk-angguk menatap mata Abizar yang mulai menitikkan butir bening."Alhamdulillah, ya, Allah, alhamdulilah," ucap syukur Abizar sembari memeluk erat tubuh Alesha."Kamu akan jadi seorang ayah dan aku akan menjadi seorang ibu," ujar Alesha sembari menangis.Laki-laki berkemeja putih polos itu lalu melepaskan pelukan dari sang istri, meletakkan kedua tangan di pundak Alesha dan berkata, "Mulai saat ini, kamu harus jaga kesehatan untuk dirimu dan calon anak kita, kamu harus menjaga makanan, vitamin, tak boleh bergadang, jangan kerja keras, semuanya harus sesuai dengan apa yang aku katakan."Alesha terdiam, ia merasa heran dengan sifat Abizar saat ini, perempuan cantik itu merasa ada sisi posesif sang suami yang tiba-tiba muncul."Akan ada janin yang tumbuh dalam rahimmu, akan ada kehadiran malaikat kecil dalam hid
"Terkadang kita hanya mau tahu dengan egois meminta yang terbaik, tanpa mau tahu bahwa Allah telah mempersiapkan yang lebih baik dari yang kita minta."Layla Mumtazah.Alesha menelan ludahnya sendiri saat melihat Ansyar berdiri di sana sembari menatap heran, di samping laki-laki berkemeja maroon itu Nisya tengah berdiri sambil tersenyum manis melihat wajah sang ibu, Arum. Sementara Zahrah berada di belakang punggung sang kakak."Apakah saat ini sudah waktunya sarapan?" tanya Alesha tiba-tiba mencoba mencairkan suasana.Nisya mengangguk. Sementara Ansyar terlihat memicingkan mata menatap sang istri.Arum bergegas membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arah putrinya. "Nisya, ke sini Sayang, duduklah," pinta Arum sambir menarik kursi.Tentu saja gadis kecil berjilbab merah muda itu segera menuruti apa perkataan sang ibu, Ansyar dan Zahrah pun bergegas duduk dan menunggu sarapan mereka.Abizar mau tak mau pun akhirnya memilih untuk duduk bersama, meninggalkan Alesha yang buru-buru menyeles
"Aku tanpamu bagaikan dunia tanpa internet."Layla Mumtazah***Abizar segera bangkit dan duduk di hadapan Alesha. "Apa yang kamu bicarakan ini?""Mba Arum selalu mengatakan bahwa ia tak ada di tempat kejadian kecelakaan itu, tapi Kyoona melihatnya. Kyoona begitu yakin bahwa wanita yang ia lihat di dekat TKP adalah Mba Arum."Abizar tiba-tiba terdiam, ia menatap wajah Alesha. "Malam itu Fatimah mengatakan akan bertemu dengan Arum, tetapi saat itu Arum mengatakan bahwa ia tak jadi menemui Fatimah, hal itu membuatku menyusulnya dan meninggalkannya sebentar untuk membeli es krim sebelum kejadian itu terjadi.""Apakah kamu yakin bahwa Mba Arum gak jadi datang malam itu?""Entahlah, aku tak sempat berpikir apa pun, melihat tubuh Fatimah bersimbah darah di hadapanku.""Maafkan aku," lirih Alesha penuh penyesalan.Abizar segera merengkuh tubuh Alesha dan memeluknya dengan erat. "Ini bukan kesalahanmu. Lupakan saja, semua sudah takdir dari Allah."Alesha menenggelamkan wajahnya dalam dekapan
"Apa pun akan aku lakukan untukmu, walau jarum jam bergerak berbalik arah pun aku akan tetap ada untukmu."Layla Mumtazah.***Arum menatap kosong untuk sesaat saat mendengar ucapan Alesha, tetapi ia lalu berkata dengan cepat. "Mungkin kamu sudah lupa aku pernah berkata bahwa aku tak ada di sana saat kejadian itu terjadi. Apakah sekarang kamu ingin menuduhku?"Alesha tersenyum tipis melihat raut takut di wajah Arum. "Aku hanya bertanya bukan menuduh.""Apakah kamu sedang berusaha untuk mengambing hitamkan aku atas kesalahanmu?" Arum memicingkan mata pada Alesha."Aku hanya bertanya Mba, kenapa Mba berpikiran sejauh ini.""Dengar baik-baik Alesha, Fatimah itu sahabatku, satu kamar sejak di pesantren, satu rumah setelah kami menikah, jadi kamu jangan memfitnah diriku."Alesha memilih diam, melihat bahwa Arum seperti terusik dan tak suka dengan pertanyaannya, membuat istri Abizar itu semakin yakin pasti ada sesuatu tiga tahun yang lalu.***Malam tiba dengan cepat, setelah sore hujan men
"Kamu adalah awan saat sinar matahari begitu terik."Layla Mumtazah.***Apa itu cinta?Aku rasa tak ada yang bisa menjelaskan apa itu cinta dengan baik bahkan, sekelas pujangga pun. Kecuali seseorang yang sedang jatuh cinta dan itu adalah aku."Assalammualaikum, Bi ... ada apa bidadariku?" ucap Abziar saat menerima panggilan telepon dari Alesha."Waalaikumsalam, suamiku," balas Alesha tak kalah lembut dari suara Abizar."Mendengar suara istriku ini membuatku ingin buru-buru pulang," ucap Abizar sambil menatap layar laptopnya."Mau ngapain?""Mau bikin adonan kue bolu sama kamu, Bi," ujar Abizar membuat Alesha tersipu malu.Sekertaris Abizar yang masih berdiri di sampingnya saat ini hanya bisa menahan senyum mendengar perkataan sang bos. Ia tak menyangka saja bahwa sang bos masih harus masuk ke dapur untuk membantu sang istri memasak dan membuat kue."Kenapa kamu masih di sini, aku akan panggil lagi nanti setelah semuanya selesai aku tanda tangani," kata Abizar membuat pria itu mengan
"Hentikan debaran ini yang membuatku merasa sesak karena tak bisa memiliki dirimu."Layla Mumtazah.***Arum yang hari ini mengenakan gamis dusty pink dengan garis hitam di kedua sisi lengannya dipadukan dengan jilbab hitam menutupi dada membuatnya nampak begitu anggun, sama seperti saat Kyoona melihatnya tiga tahun yang lalu."Bawa semuanya," titah Arum yang dibarengi dengan anggukan kepala Alesha.Di ruang tamu itu Kyoona masih berdiri menatap wanita yang kini berada di hadapannya setelah Alesha masuk untuk meletakkan kantong-kantong plastik di dapur."Tunggu," ucap Kyoona saat Arum melewatinya begitu saja.Perempuan berjilbab hitam itu menghentikan langkah kakinya dan menoleh, ia mengerutkan kening saat melihat Kyoona, mata Arum melihat dari ujung kepala hingga ke kaki sahabat Alesha itu."Iya, ada apa?" tanya Arum sambil menatap Kyoona."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Kyoona yang membuat Arum menaikan kedua pundaknya."Aku rasa kita tak pernah bertemu karena aku baru