Share

JANGAN AMBIL TUBUHKU
JANGAN AMBIL TUBUHKU
Author: Butterfly

Duwi Luna

Author: Butterfly
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

2004

Suara tangisan bayi perempuan di kamarnya terdengar nyaring memecah keheningan malam. Keluarga kecil itu tampak begitu jelas tak bahagia dengan kehadiran anak kedua mereka yang baru lahir. Gilang, sang kepala keluarga, terlihat acuh tak acuh. Di sisi lain, Natasha, sang ibu, membiarkan begitu saja anaknya menangis dan tak berinisiatif untuk memberinya asi.

Natasha mendekati Gilang yang sedang menonton televisi di ruang tamu.

"Mas, apa kita buang saja anak ini?" ujar Natasha dengan mata berkaca-kaca.

Gilang terdiam sejenak, melirik ke arah istrinya yang tampak lelah dan terbebani dengan tangisan bayi yang tak kunjung henti.

"Kamu serius?" tanya Gilang dengan nada ragu.

Natasha menghela napas panjang. "Aku sudah tak tahan, Mas. Anak itu nangis terus. Aku gak mau ngurus anak perempuan lagi. Aku maunya anak laki-laki, bukan perempuan."

Gilang mengusap wajahnya, seolah mencari solusi atas masalah yang dihadapi keluarga mereka. Mereka memang menginginkan anak laki-laki sebagai penerus keluarga. Namun, alih-alih mendapatkan kebahagiaan, kehadiran bayi perempuan itu justru membuat hidup mereka semakin sulit.

Suasana rumah semakin menjadi-jadi, seakan tangisan bayi itu adalah jeritan yang menghantui setiap sudut rumah. Gilang dan Natasha berjalan masuk ke kamar menghampiri bayinya.

Gilang berkacak pinggang sambil memperhatikan si bayi. "Meski dia tidak diinginkan, tapi dia tetaplah anak kita. Jika bukan kita, siapa yang akan mau merawatnya? Dan jika kita membuangnya, bagaimana jika nanti seseorang menemukan kita? Jika kita membuang bayinya dan kasusnya terbongkar, pada akhirnya kita hanya akan berada di balik jeruji besi."

"Kita bisa membunuhnya, Mas. Nanti sama orang-orang tinggal bilang aja kalau dia meninggal karena sakit."

"Emang kamu tega buat bunuh anak sekecil ini?" Gilang menunjuk si bayi.

Natasha menggelengkan kepalanya. "Meski aku gak suka sama bayinya, aku gak sejahat itu."

Gilang merangkul pundak sang istri. "Gak papa. Biarkan dia tumbuh besar. Setelah besar kamu bisa memanfaatkan dia untuk membantu pekerjaan mu. Dia juga bisa menjadi pembantu bagi saudara-saudaranya yang lain nanti."

"Loh, Mas? Kamu emang ada rencana buat punya anak lagi?" Mata Natasha terbelalak tak percaya menatap Gilang.

Gilang mengangguk seraya tersenyum. "Kita kan pengen punya anak laki-laki, Dek. Dua anak kita sekarang perempuan, mungkin yang ketiga nanti laki-laki."

"Tapi bagaimana kalau aku melahirkan anak perempuan lagi?"

"Ya, simpel. Kita bikin lagi aja," sahut Gilang sambil terkekeh.

"Pokoknya, kita gak akan pernah berhenti punya anak sebelum punya anak laki-laki."

Natasha memukul perut Gilang pelan. "Ucapanmu itu loh, Mas. Kamu enak cuma kebagian donor sperma doang, lah aku, harus ngandung, melahirkan, menyusui, dan merawat dia sampai besar."

"Ya, nggak papa. Kan itu emang sudah jadi tugas mu," Gilang menjawab dengan enteng.

Natasha berdecak sambil menatap sang suami dari sudut matanya, kesal dengan pernyataan Gilang yang terasa kurang peduli.

"Kamu kasih asi, Dek. Mungkin dia lapar," saran Gilang mulai merasa kesal mendengar tangisan bayi yang tak berhenti.

Natasha mendengus kesal, meski pada akhirnya ia tetap memangku bayinya untuk diberikan asi.

"Mas, kita kasih nama siapa ya kira-kira?" tanya Natasha sambil bersandar di kursi.

"Loh, emang kamu belum kasih nama, Dek? Maksudku, kamu belum nyiapin nama untuk bayinya? Bukannya pas anak pertama kami udah bikin list nama yang bagus?" Gilang duduk di sampingnya dengan ekspresi heran.

"Aku kelupaan, Mas. Aku cuma nyiapin nama laki-laki aja." Natasha menggeleng pelan.

Gilang menatap langit-langit seraya mengelus dagunya, memutar otak mencari nama yang pas untuk anak keduanya.

"Gimana kalau Luna?" celetuk Gilang langsung menoleh pada sang istri. Wajahnya tampak sumringah.

"Kenapa harus Luna, Mas?" tanya Natasha, mencoba menyelami alasan di balik pilihan itu.

"Dia, kan lahir malam hari pas ada bulan purnama. Luna artinya bulan." Gilang menjelaskan sambil memandang Natasha.

"Luna doang? Masa cuma Luna sih, Mas?" keluh Natasha tak puas.

"Duwi Luna aja, Mas. Gimana tuh?" saran Natasha. Nama Duwi terlintas begitu saja di pikirannya.

"Duwi atau Dewi?" tanya Gilang memastikan. Duwi juga bagus, tapi dirinya lebih suka jika namanya Dewi Luna daripada Duwi Luna. Ekspresi Gilang tampak ragu, seolah masih berusaha memilih nama terbaik bagi buah hatinya.

"Duwi, Mas. Ngapain harus Dewi, kayak ratu aja. Takutnya nanti nih anak kalau udah dewasa malah jadi kayak ratu, suka merendahkan dan berani melawan kita, Mas. Mending Duwi aja." Bibir Natasha bergerak cepat, merasa berat untuk memberi nama Dewi pada bayi mereka.

Gilang mendengar itu sambil merenung, lalu menganggukkan kepalanya berulang kali. Meski tidak sepenuhnya setuju dengan saran istrinya, tapi apa yang dikatakan sang istri ada benarnya juga. Nama adalah doa, ia tidak ingin jika suatu hari Luna menjadi seorang seperti Dewi yang akan merasa menjadi orang paling tinggi.

Toh ini hanya nama untuk bayi yang tak terlalu diinginkan. Jadi siapapun namanya tak perlu dipermasalahkan.

"Yaudah, Dek. Mas terserah kamu aja. Kalau kamu merasa itu bagus untuknya, pakai aja namanya untuk dia." Tangan Gilang menepuk bahu Natasha perlahan.

Natasha menghembuskan napas lega, matanya memandang wajah sang bayi yang tertidur dengan damai bak bulan purnama di malam hari yang cerah.

"Mulai hari ini dia namanya Duwi Luna," ucapnya dengan keputusan.

Lebih dari satu tahun berlalu, kebahagiaan semakin melimpah dalam kehidupan Gilang dan Natasha. Pasangan ini dikaruniai anak ketiga, seorang putra yang menambah kebahagiaan keluarga. Betapa gembira mereka mengetahui buah hati terbaru ini adalah seorang laki-laki.

Tak pelak, kasih sayang dan perhatian orang tua ini seperti tak terbagi rata, seolah semuanya tertuju pada sang buah hati yang baru lahir.

Anak laki-laki mereka telah diberikan nama : Rama.

Semenjak hari kelahiran anak ketiga itu, Luna mulai diabaikan dan tak dihiraukan kehadirannya. Anak yang tengah berusaha untuk berdiri itu tak dapat bantuan dari kedua orang tuanya, dia berusaha berdiri sendiri dengan bertumpu pada dirinya sendiri.

"Mas, aku mau berhenti ngasih asi sama Luna." Natasha mengungkapkan niatnya yang sudah bulat.

"Loh, kenapa? Dia baru umur satu tahun lebih, emang udah waktunya buat gak dikasih asi?" tanya Gilang terkejut. Masih teringat jelas di benaknya, dulu ketika anak pertama mereka lahir, Natasha menyusui anaknya hingga berumur dua tahun lebih.

"Aku capek, Mas kalau harus ngasih asi untuk tiga orang setiap harinya."

"Tiga orang? Siapa aja?" Gilang mengerutkan keningnya heran.

"Luna, Rama, sama kamu. Kalau Luna gak boleh berhenti aku kasih asi, kamu aja yang berhenti minta asi tiap malam, Mas. Gimana?"

"Oh, tidak bisa begitu. Kalau aku gak dikasih asi sama kamu, aku gak akan punya tenaga buat besoknya bekerja."

Natasha terkekeh dengan ucapan sang suami yang dirasa begitu polosnya berbicara seperti itu.

"Yasudah. Mulai hari ini gini aja deh. Kamu ngasih aku sama Rama asi setiap hari, untuk Luna, nanti Mas belikan dia susu sapi yang dalam kemasan itu."

"Nah, gitu juga boleh tuh, Mas."

"Sekarang kamu kasih asi buat Rama sampai dia kenyang, gih. Biar malam nanti giliran aku gak harus berbagi lagi sama Rama. Luna biar aku yang jaga."

"Eh, di mana Luna?" tanya Gilang tersadar Luna kini tak ada di hadapannya.

"Mungkin dia keluar rumah, Mas. Cari aja! Gak akan jauh, kok. Orang dia belum bisa berjalan."

Related chapters

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Selalu Jadi yang Tersalah

    6 tahun kemudian....Kelahiran Rama, anak ketiga Gilang dan Natasha, menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi keluarga mereka. Lima tahun berselang, pasangan ini kembali dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Irfan. Namun, di tengah kebahagiaan tersebut, masih ada satu hal yang tak berubah; perlakuan tak adil kepada Luna, anak kedua mereka.Orang-orang mengira bahwa Luna juga mendapatkan kasih sayang yang sama dari orang tuanya, namun kenyataannya, perlakuan yang diterima Luna jauh dari kata sayang.Situasi ini terus berlangsung, meski Gilang dan Natasha telah dikaruniai dua anak laki-laki. Luna tetap terabaikan dan tak dicintai."Ibu, aku ingin makan ini, boleh?" tanya Luna dengan ceria menunjuk kue di atas meja."Makan aja," jawab Natasha sambil memalingkan wajahnya dari Luna."Padahal tadi udah makan, sekarang ada kue juga di makan, nanti kalau ada makanan lain pasti di makan juga, anak yang satu ini beda banget. Rakus kayak tikus aja," gerutu Natasha dengan pelan.Ta

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Pembawa Sial

    "Dek, Luna di mana?" tanya Gilang mengamati sekeliling rumah. Sejak kecelakaan yang menimpa anak-anak nya tadi, dirinya tidak melihat ada Luna di mana pun. Ia mulai mengkhawatirkannya."Kok Mas nanya aku sih? Kan aku dari tadi juga sama kamu.""Duh, Dek. Ini semua pasti salah kamu." Gilang menekan paha kirinya lalu mengangkat kakinya untuk berdiri."Kok kamu salahin aku sih, Mas?" Wajah Natasha langsung berubah masam. Ia menyimpan Irfan di sampingnya lalu berdiri mengikuti Gilang."Iyalah. Siapa yang tadi marahin Luna nyampe mukul mukul tubuhnya, huh? Kamu jadi ibu kok bisa-bisanya sih memperlakukan anak kayak gitu. Aku lihat gak ada ibu kayak gitu selain kamu.""Mas, Mas, Mas, tunggu dulu deh. Kok akhir-akhir ini kamu nyalahin aku terus kalau soal Luna? Kamu udah sayang, ya sama anak itu?" Natasha berkacak pinggang, matanya melotot memancarkan kemarahan yang membara."Ya wajar lah kalau aku sayang juga sama Luna, Luna kan anak kita juga. Dulu emang aku sempat gak suka sama kelahirann

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Ketidakadilan

    Luna berlari cepat, tawa riangnya terdengar jelas bergema di lorong-lorong kampung. Rasa bahagia yang ia rasakan setelah bermain bersama teman-temannya masih begitu kental, membuatnya merasa seperti seorang putri yang sedang menikmati hidupnya. Namun, saat melihat langit mulai merah menjelang sore, ia sadar bahwa ia harus segera pulang agar tidak mendapatkan amarah dari ibunya.Sambil memegangi boneka kesayangannya, Luna melangkahkan kaki menuju rumahnya. Begitu sampai di depan pintu, ia menghentikan langkahnya sejenak. Dalam hati, ia berharap ibunya tidak marah karena pulang terlambat.Luna menggenggam erat kenop pintu, hendak membukanya. Namun tanpa sengaja boneka yang ia pegang jatuh dari genggamannya.Pun Luna menunduk dan mengambil bonekanya. Ia berjongkok sebentar, lalu dengan hati-hati membuka pintu rumahnya sedikit demi sedikit. Lewat celah sempit itu, matanya melihat keluarganya tengah duduk bersama di meja makan. Wajah-wajah mereka tampak ceria, tertawa dan bercengkrama den

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Jangan Ambil Tubuhku

    Pagi-pagi sekali, bahkan matahari pun belum terbit, hanya ada angin dingin yang bertiup kencang di temani oleh bulan yang cantik di atas sana, Natasha saat ini sedang berjalan dengan tergesa-gesa sambil menggenggam tangan Luna begitu kuat.Ia sudah lelah dan ia sudah jengah dengan semua kesialan hidupnya yang ditimbulkan oleh Luna, maka dari itu, ia telah memikirkan berkali-kali tentang keputusannya saat ini, dan karena pertengkaran dirinya dan sang suami semalam, kini ia telah yakin tentang keputusannya terhadap kehidupan Luna."Bu, kita mau pergi ka mana?" Gadis kecil itu tak berhenti bertanya sejak ibunya memaksanya bangun."Kamu diam aja deh. Nanti juga kamu tahu sendiri. Gak usah keluarkan suara mu itu, bikin Ibu makin kesel aja tau gak," jawab Natasha dengan ketus.Walau dalam benaknya masih banyak pertanyaan yang ingin diajukan, pada akhirnya Luna memilih diam setelah sang ibu berkata seperti itu.Hanya menghabiskan waktu sepuluh menit, kini Natasha telah sampai di rumah ibunya

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Pertemuan Pertama

    Sejak usia 15 tahun, ketika Tia, sang kakak telah menikah, Luna dipindahkan kamarnya ke kamar depan, bekas sang kakak. Sementara kamarnya yang dulu digunakan oleh kedua adiknya.Kamar depan yang kini menjadi milik Luna tampak seperti kamar biasa pada umumnya. Namun, ada aura yang berbeda di dalamnya, sebuah kegelapan yang tak terlihat namun bisa dirasakan. Di sudut kamar, sebuah meja kecil yang berantakan dengan buku-buku dan coretan pensil yang membentuk kalimat-kalimat yang tak berarti, menciptakan kesan kekacauan.Namun, di tengah kamar berdiri sebuah tempat tidur yang menjadi saksi bisu atas mimpi buruk yang Luna alami setiap saatnya.Cahaya rembulan dan matahari yang menerobos masuk melalui celah-celah jendela, kerap menyinari wajah Luna yang terbaring lemah. Suara angin berdesir lembut dan bayang-bayang yang bergerak tanpa arah, menambah kegelisahan Luna. Setiap saat Luna selalu merasa gelisah. Tidur siang dan malamnya s

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Menginap

    "Jika kau bukan kuntilanak, kenapa kau duduk di sini?" tanya Hansel terus memperhatikan Luna dari ujung kepala hingga ujung kakinya."Dan kenapa kau tidak menggunakan alas kaki jika kau memang manusia?"Luna langsung menunduk melihat kakinya yang kotor dan tak mengenakkan sandal."Kau pasti kuntilanak penunggu makam ini, kan?""Apa kuntilanak bisa bahasa manusia?" tanya balik Luna dengan tatapan dingin dan wajah datarnya.Hansel langsung terdiam, memikirkan pertanyaan Luna."Tentu saja bisa. Secara dia, kan juga awalnya manusia biasa. Tapi dia meninggal dan tidak menerima kematiannya itu, makanya dia jadi kuntilanak.""Memangnya kau pernah berbicara dengan kuntilanak?" tantang Luna, dan spontan Hansel pun menggelengkan kepalanya."Kau hanya membuang-buang waktu ku," sarkas Luna sambil melenggang pergi melewati Hansel.Saat melewatinya, Hansel menoleh pada Luna, matanya terbelalak tatkala melihat wajah L

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Mungkinkah Benar?

    "Hansel, kamu tidurlah di kamar depan, ya!" Natasha memegang punggung Hansel seraya mendorongnya untuk maju mendekati kamar depan.Hansel berjalan, tapi entah kenapa, ia merasa enggan untuk itu. Terlebih setelah mendapat tatapan dingin dari Luna, matanya yang seakan-akan berbicara bahwa dirinya tidak boleh masuk ke kamar itu."Jika aku tidur di sini, lalu di mana Luna tidur nanti?" tanya Hansel di ambang pintu. Firasatnya mengatakan untuk tidak masuk ke dalam kamar, hawa hawa berbeda sudah terasa melewati celah-celah pintu. Ketakutannya semakin menjadi setelah menyadari bahwa hanya kamar depan saja yang memakai pintu, sementara kamar lainnya hanya menggunakan gorden.Natasha sontak menoleh pada Luna. "Ah, jangan hiraukan dia. Dia bisa tidur di mana pun. Di kursi juga bisa. Dia tipe orang yang tidak mempermasalahkan tempat tidur.""Tidak perlu sungkan. Ini adalah bentuk kami menghormati tamu." Natasha meyakinkan Hansel dan menepuk-nepuk p

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Di Bawah Sinar Rembulan

    Hansel duduk di samping Luna. Luna pun tidak merasa risih dengan itu. Dua orang yang tidak saling mengenal itu duduk bersampingan di bawah sinar rembulan yang terang. Melewati jendela, mereka diam-diam menatap ke langit yang gelap, membiarkan diri mereka terpesona oleh keindahan rembulan yang mengambang di malam yang tenang. Meskipun mereka tidak saling mengenal, tapi mereka merasa terhubung oleh keajaiban alam yang sama, yang sama-sama menarik perhatian mereka ke langit malam yang indah. Hansel, sosok yang tegap dan tenang, dengan tatapan yang dalam dan serius. Ia tengah berpikir keras, menerka maksud perkataan Luna beberapa saat yang lalu Sementara itu, Luna yang duduk di sampingnya terlihat anggun dan lembut, dengan senyuman kecil di wajahnya yang menunjukkan kekagumannya akan keindahan alam. Meskipun mereka tidak berbicara satu sama lain, namun keduanya merasa ada ikatan yang tak terucapkan di a

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Merantau

    Gilang menghela napasnya pasrah, sudah berbagi cara, beribu kalimat, dan sejuta kata yang ia ucapkan kepada Luna di malam ini supaya dia tidak pergi bekerja, tapi semuanya sia-sia, semua ucapannya bagai angin lewat di telinga Luna, keputusan Luna begitu bulat, dan tidak ada satu hal pun yang bisa mengganggu gugat keputusannya tersebut. Pagi ini, Luna sudah siap dengan semua barang-barang yang harus dibawanya untuk merantau. Sebenarnya tak banyak yang dirinya bawa, hanya pakaian dan lainnya dan itupun cukup dalam satu koper. "Luna, coba pikirkanlah sekali saja! Bekerja di tempat yang jauh dari rumah bukanlah hal indah seperti yang ada dalam bayangan mu. Ketika kamu kesulitan, tidak akan ada yang membantu mu dan kamu tidak akan punya tempat pulang untuk bercerita." "Memangnya di sini aku punya tempat untuk pulang? Pernahkah kalian mendengar cerita ku?" sergah Luna, tangannya erat meremas ujung pakaian.Gilang langsung menundukkan pandangannya."Emang mau cerita apa? Setiap hari cuma

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Datang, Tapi Bukan Untuk Melamar

    Hansel masih dengan stelan jas kerjanya, memberhentikan mobilnya di sebuah parkiran luas di desa ini.Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya ia memutuskan untuk datang lagi ke desa ini. Desa yang tidak ia ketahui namanya, namun ia masih ingat jelas bahwa di desa ini ada gadis bernama Luna, yang kini menjadi alasan dirinya datang ke sini.Tentang teman-temannya yang memintanya untuk ikut, Hansel menolak permintaan mereka semua karena ia tidak ingin teman-temannya melihat Luna. Bahkan kepergiannya kali ini tidak diketahui siapapun bahkan oleh kedua orang tuanya.Hansel keluar dari mobilnya.Ia langsung mendapat banyak tatapan dari orang-orang sekitar."Apa karena sekarang sore makanya jadi banyak orang disekitar? Padahal waktu itu, aku tidak menemui siapapun di sini." batin Hansel.Ia tetap terus berjalan dengan percaya diri dan tidak memperdulikan tatapan mereka."Nak, kamu sangat tampan. Ibu sepertinya baru melihat mu di sini." Seorang ibu yang Hansel lewati memberanikan diri

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    BAR

    Hansel masuk ke bar yang biasa digunakan untuk berkumpul bersama teman-temannya, tanpa harus menghubungi mereka dulu pun Hansel yakin bahwa teman-temannya pasti ada di tempat ini. "Bro, Hansel... akhirnya lu keluar juga dari rumah. Gue denger lu tantrum tiap hari, gimana sekarang?" celoteh Lucas langsung berdiri untuk menyambut Hansel. Setibanya di sampingnya, ia segera merangkul Hansel erat. "Gue gak gila," ucap Hansel langsung menjatuhkan dirinya ke kursi. Ia mengambil gelas yang ada isinya lantas meminumnya, tidak peduli milik siapa itu. Kabar burung selalu menyebar dengan cepat, apa mungkin dirinya sekarang akan dicap sebagai orang gila. Huh... kehidupan ini."Gue gak bilang lu gila. Gue, kan nanya kabar lu doang." Lucas kembali duduk."Gue baik kok. Makasih perhatiannya," jawab Hansel santai. "Gimana perjalanan lu mendaki sendirian waktu itu? Kok pulang-pulang jadi stress? Penjaga gunungnya gak suka sama lu apa kayak gimana?" Arga bertanya dengan santai sambil menghisap rok

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Kembali Asing

    Luna duduk di makam sang kakek, melamun memikirkan tentang dirinya bersama Hansel malam itu. Hansel mencoba menjelaskan semua yang terjadi, tapi sampai saat ini pun dirinya tidak bisa mengingat apapun. Ia tidak bisa mengingat kejadian apa saja yang terjadi malam itu bersama Hansel meskipun sudah berusaha keras memikirkannya. Lima hari sudah berlalu sejak Hansel pulang dari rumahnya. Tidak ada yang berubah dari kedatangan dan kepergian Hansel. "Kenapa aku harus terus memikirkannya? Dia hanyalah orang asing. Enyah sana dari kepala ku," usir Luna pada pikiran yang terus memikirkan Hansel. Ia bahkan memukul kepalanya itu. Langit tiba-tiba mendung dan awan hitam berdatangan dari segala arah menjadikan alam tampak lebih gelap, Luna menengadah terus memperhatikan langit. "Aku harus pulang sebelum hujan turun," gumamnya sambil berusaha berdiri. "Akhir-akhir hujan datang lebih sering, aku harap malam nanti akan ada hujan lagi, supaya semua orang bisa merasakan kedinginan yang selalu me

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Di Bawah Sinar Rembulan

    Hansel duduk di samping Luna. Luna pun tidak merasa risih dengan itu. Dua orang yang tidak saling mengenal itu duduk bersampingan di bawah sinar rembulan yang terang. Melewati jendela, mereka diam-diam menatap ke langit yang gelap, membiarkan diri mereka terpesona oleh keindahan rembulan yang mengambang di malam yang tenang. Meskipun mereka tidak saling mengenal, tapi mereka merasa terhubung oleh keajaiban alam yang sama, yang sama-sama menarik perhatian mereka ke langit malam yang indah. Hansel, sosok yang tegap dan tenang, dengan tatapan yang dalam dan serius. Ia tengah berpikir keras, menerka maksud perkataan Luna beberapa saat yang lalu Sementara itu, Luna yang duduk di sampingnya terlihat anggun dan lembut, dengan senyuman kecil di wajahnya yang menunjukkan kekagumannya akan keindahan alam. Meskipun mereka tidak berbicara satu sama lain, namun keduanya merasa ada ikatan yang tak terucapkan di a

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Mungkinkah Benar?

    "Hansel, kamu tidurlah di kamar depan, ya!" Natasha memegang punggung Hansel seraya mendorongnya untuk maju mendekati kamar depan.Hansel berjalan, tapi entah kenapa, ia merasa enggan untuk itu. Terlebih setelah mendapat tatapan dingin dari Luna, matanya yang seakan-akan berbicara bahwa dirinya tidak boleh masuk ke kamar itu."Jika aku tidur di sini, lalu di mana Luna tidur nanti?" tanya Hansel di ambang pintu. Firasatnya mengatakan untuk tidak masuk ke dalam kamar, hawa hawa berbeda sudah terasa melewati celah-celah pintu. Ketakutannya semakin menjadi setelah menyadari bahwa hanya kamar depan saja yang memakai pintu, sementara kamar lainnya hanya menggunakan gorden.Natasha sontak menoleh pada Luna. "Ah, jangan hiraukan dia. Dia bisa tidur di mana pun. Di kursi juga bisa. Dia tipe orang yang tidak mempermasalahkan tempat tidur.""Tidak perlu sungkan. Ini adalah bentuk kami menghormati tamu." Natasha meyakinkan Hansel dan menepuk-nepuk p

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Menginap

    "Jika kau bukan kuntilanak, kenapa kau duduk di sini?" tanya Hansel terus memperhatikan Luna dari ujung kepala hingga ujung kakinya."Dan kenapa kau tidak menggunakan alas kaki jika kau memang manusia?"Luna langsung menunduk melihat kakinya yang kotor dan tak mengenakkan sandal."Kau pasti kuntilanak penunggu makam ini, kan?""Apa kuntilanak bisa bahasa manusia?" tanya balik Luna dengan tatapan dingin dan wajah datarnya.Hansel langsung terdiam, memikirkan pertanyaan Luna."Tentu saja bisa. Secara dia, kan juga awalnya manusia biasa. Tapi dia meninggal dan tidak menerima kematiannya itu, makanya dia jadi kuntilanak.""Memangnya kau pernah berbicara dengan kuntilanak?" tantang Luna, dan spontan Hansel pun menggelengkan kepalanya."Kau hanya membuang-buang waktu ku," sarkas Luna sambil melenggang pergi melewati Hansel.Saat melewatinya, Hansel menoleh pada Luna, matanya terbelalak tatkala melihat wajah L

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Pertemuan Pertama

    Sejak usia 15 tahun, ketika Tia, sang kakak telah menikah, Luna dipindahkan kamarnya ke kamar depan, bekas sang kakak. Sementara kamarnya yang dulu digunakan oleh kedua adiknya.Kamar depan yang kini menjadi milik Luna tampak seperti kamar biasa pada umumnya. Namun, ada aura yang berbeda di dalamnya, sebuah kegelapan yang tak terlihat namun bisa dirasakan. Di sudut kamar, sebuah meja kecil yang berantakan dengan buku-buku dan coretan pensil yang membentuk kalimat-kalimat yang tak berarti, menciptakan kesan kekacauan.Namun, di tengah kamar berdiri sebuah tempat tidur yang menjadi saksi bisu atas mimpi buruk yang Luna alami setiap saatnya.Cahaya rembulan dan matahari yang menerobos masuk melalui celah-celah jendela, kerap menyinari wajah Luna yang terbaring lemah. Suara angin berdesir lembut dan bayang-bayang yang bergerak tanpa arah, menambah kegelisahan Luna. Setiap saat Luna selalu merasa gelisah. Tidur siang dan malamnya s

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Jangan Ambil Tubuhku

    Pagi-pagi sekali, bahkan matahari pun belum terbit, hanya ada angin dingin yang bertiup kencang di temani oleh bulan yang cantik di atas sana, Natasha saat ini sedang berjalan dengan tergesa-gesa sambil menggenggam tangan Luna begitu kuat.Ia sudah lelah dan ia sudah jengah dengan semua kesialan hidupnya yang ditimbulkan oleh Luna, maka dari itu, ia telah memikirkan berkali-kali tentang keputusannya saat ini, dan karena pertengkaran dirinya dan sang suami semalam, kini ia telah yakin tentang keputusannya terhadap kehidupan Luna."Bu, kita mau pergi ka mana?" Gadis kecil itu tak berhenti bertanya sejak ibunya memaksanya bangun."Kamu diam aja deh. Nanti juga kamu tahu sendiri. Gak usah keluarkan suara mu itu, bikin Ibu makin kesel aja tau gak," jawab Natasha dengan ketus.Walau dalam benaknya masih banyak pertanyaan yang ingin diajukan, pada akhirnya Luna memilih diam setelah sang ibu berkata seperti itu.Hanya menghabiskan waktu sepuluh menit, kini Natasha telah sampai di rumah ibunya

DMCA.com Protection Status