Home / Horor / JANGAN AMBIL TUBUHKU / Ketidakadilan

Share

Ketidakadilan

Author: Butterfly
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Luna berlari cepat, tawa riangnya terdengar jelas bergema di lorong-lorong kampung. Rasa bahagia yang ia rasakan setelah bermain bersama teman-temannya masih begitu kental, membuatnya merasa seperti seorang putri yang sedang menikmati hidupnya.

Namun, saat melihat langit mulai merah menjelang sore, ia sadar bahwa ia harus segera pulang agar tidak mendapatkan amarah dari ibunya.

Sambil memegangi boneka kesayangannya, Luna melangkahkan kaki menuju rumahnya. Begitu sampai di depan pintu, ia menghentikan langkahnya sejenak. Dalam hati, ia berharap ibunya tidak marah karena pulang terlambat.

Luna menggenggam erat kenop pintu, hendak membukanya. Namun tanpa sengaja boneka yang ia pegang jatuh dari genggamannya.

Pun Luna menunduk dan mengambil bonekanya. Ia berjongkok sebentar, lalu dengan hati-hati membuka pintu rumahnya sedikit demi sedikit. Lewat celah sempit itu, matanya melihat keluarganya tengah duduk bersama di meja makan. Wajah-wajah mereka tampak ceria, tertawa dan bercengkrama dengan hangat, seolah tidak merasa kehilangan kehadirannya.

"Irfan! Rama! Kalian jangan memakan semua lauknya!" tegur Tia pada dua adiknya, dirinya pun mengambil kembali daging ayam yang telah mereka simpan di piring masing-masing dan meletakkannya kembali di piring semula.

"Kenapa, Tia? Biarkan adik-adik mu makan kalau emang mereka mau," ucap Natasha bingung dengan tindakan putri pertamanya.

"Ibu juga. Kenapa ibu menghabiskan semua nasi dan lauk pauk lainnya?" tanya Tia menatap sang ibu seraya menghela napasnya kasar.

"Ya, kan Ibu masak lauk pauk buat dimakan. Kamu kenapa sih? Kamu takut nanti malam lapar terus gak ada lauk buat kamu makan?"

"Kalau kita makan semuanya, nanti Luna makan apa, Bu? Kasian dia pasti lapar pulang main."

"Huh...." Natasha menghela napas dan memutar bola matanya malas.

"Salah dia juga sudah sore begini belum pulang. Anggap aja ini sebagai hukuman karena dia main gak tahu waktu."

"Kirain kenapa? Cuma Luna doang ngapain dipikirin dia mau makan sama apa. Kalau dia mau makan masak aja sendiri," gerutu Natasha sambil memberikan daging ayam pada dua anak laki-lakinya.

Tia dan Gilang saling menoleh dan menatap satu sama lain, tatapan mereka seolah menyiratkan makna yang sama.

"Kalau begitu mulai besok Mas gak akan kasih kamu uang belanja lagi, Dek," putus Gilang. Dengan santainya ia minum teh hangat yang telah disediakan.

"Loh, kok gitu, Mas? Sekarang kenapa lagi?" pekik Natasha tenggorokannya jadi terasa sulit untuk menelan makanan yang ada di mulutnya.

"Dek, Luna juga anak kita. Stop bedakan dia sama saudara-saudara lainnya. Kalau kamu ada di posisi itu gimana perasaan kamu? Sudah cukup kejahatan dan ketidakadilan yang kita lakukan padanya. Jangan biarkan hidupnya terpuruk dan putus asa karena orang tuanya sendiri. Ingat, Dek. Mau bagaimana pun Luna tetap anak kita dan dia adalah titipan dari Allah."

Natasha langsung berhenti makan dan berdiri dari kursinya. Luna lagi, Luna lagi, semua masalah dalam kehidupannya pasti ulah Luna. Jadi, apa salahnya jika dirinya begitu membenci anak itu? Dia hanya membawa sial dan petaka dalam segala aspek kehidupannya. Benar-benar anak yang tidak diharapkan.

"Iya, Mas, iya. Aku berhenti makan sekarang. Irfan! Rama! Kalian juga berhenti makan. Besok-besok kita gak usah makan lagi, semua makanannya buat Luna. Kita gak dianggap keluarga di sini."

Dengan tangan kirinya, Natasha membawa Irfan ke pelukannya dan membawanya ikut pergi ke dapur untuk mencuci tangan.

Gilang hanya bisa mengelus dadanya.

Luna langsung bangkit berdiri dari duduknya, membuka pintunya dengan perlahan sambil terus memeluk bonekanya dengan erat, berusaha menekan dadanya yang terasa sesak dan panas seakan-akan akan meledak.

Gilang langsung melihat ke pintu ketika pintu dibuka.

"Luna, kenapa kamu pulang sangat sore?" tanya Gilang dari kursinya sambil menatap pada Luna.

"Maaf, Ayah!" Luna menundukkan kepalanya.

"Tidak papa. Asal jangan diulangi lagi, ya! Sekarang sini duduk dekat Ayah! Kita makan bersama."

Luna menggelengkan kepalanya. "Aku gak lapar kok, Ayah. Nanti kalau aku mau makan, aku ambil sendiri makanannya."

"Kamu yakin? Kamu baru makan pagi doang loh." Gilang memperhatikan setiap raut wajah yang tercipta di wajah Luna.

Luna mengangguk. "Iya, Ayah. Aku beneran gak lapar kok, soalnya tadi pas main dikasih makanan sama teman-teman," alibi Luna. Untuk membuat orang lain percaya kebohongannya, ia tersenyum cukup lebar.

"Aku capek abis main, Ayah. Mau ke kamar dulu, ya," pamit Luna dengan ceria demi menutupi hatinya yang sesak.

Gilang mengangguk, tapi hatinya meyakini ada hal yang disembunyikan Luna. Senyumannya memang lebar, tapi entah kenapa ia merasa senyuman itu begitu hampa.

"Tuh, lihat sendiri, kan? Anak yang kamu khawatirkan itu udah kenyang dikasih makanan sama temennya. Terus kita di sini? Kita harus tahan lapar demi dia. Jahat banget kamu Mas sama kita. Emang Luna udah ngasih apa sih sama kamu, sampai-sampai kamu begitu mengistimewakan nya, huh?"

"Mas gak pernah nyuruh kalian menahan lapar. Stop berlebihan, Dek. Kalau gini terus Mas jadi memiliki keinginan buat ninggalin kamu," tandas Gilang, segera melenggang pergi dari meja makan yang tak terasa nyaman lagi.

Kata yang ingin terucap tiba-tiba terasa hilang begitu saja, suaranya terasa tercekat di tenggorokannya, lidahnya pun terasa kelu, dan bibinya hanya terbuka lebar tanpa ada satu kalimat pun yang keluar dari sana. Natasha mendengus kesal.

Pagi menjelang Siang....

Seperti ibu-ibu pada umumnya, Natasha berkumpul bersama teman-teman dan tetangganya di salah satu rumah tetangganya sambil mengasuh anak masing-masing. Anak-anak mereka bermain bersama dan ibu-ibunya asik saling bertukar cerita.

"Bu, jasa fotografernya. Saya juga bisa mengedit foto ibu seperti pengantin yang cantik. Barangkali ada yang berminat!" ucap seorang fotografer keliling yang menawarkan jasanya.

Tempat ini adalah daerah kampung, orang-orang di sini apalagi para orang tua, jarang ada yang memiliki ponsel, dan media sosial pun tak secanggih orang-orang di kota-kota sana, makanya ketika ada seorang fotografer menawarkan jasanya, ibu-ibu di sini menyambut dengan antusias.

"Beneran bisa jadi kayak pengantin, Mas?" tanya Natasha begitu sumringah.

"Iya, Bu. Ini beberapa contohnya. Jika ada yang berminat, maka kalian bebas mau memilih gaya pengantin yang mana."

"Kalau untuk anak laki-laki bisa juga gak, Mas?"

"Oh, bisa. Bisa banget. Ini beberapa contohnya. Ada yang sambil naik motor dan lain sebaginya. Saya bisa mengedit sesuai permintaan kalian."

"Wah, Mas kalau begitu saya pengen bikin buat saya sama anak saya yang laki-laki juga."

"Silakan, Bu. Dipilih aja dulu. Untuk hasilnya nanti saya kembali lagi ke sini setelah dua sampai tiga hari."

"Oh iya, Mas. Berapa harganya?"

"Murah, kok, Bu. Satu foto cuma lima belas ribu."

"Kalau begitu saya juga mau bikin, Mas. Tunggu, ya! Saya mau manggil anak-anak saya dulu," ucap Natasha bersemangat. Ia langsung berlari untuk memanggil Tia dan Irfan yang ada di rumah.

Luna yang ada di depannya diabaikan dan seakan-akan tak terlihat.

"Luna, sini deh. Lihat! Ini cantik-cantik. Kamu mau kayak gini juga, gak?"

Luna dengan semangat berjalan ke arah para ibu-ibu. Ia duduk dan langsung memilih-milih foto yang disukainya.

"Aku kalau kayak gini bakal cantik gak, ya, Bu?" tanya Luna menunjukkan foto pengantin yang mengenakan hijab berwarna biru.

"Cantik dong."

"Luna, kamu ngapain di sini?" tanya Natasha, dua tangannya memegang tangan Rama dan Tia.

Luna langsung menyimpan fotonya.

"Dia pengen fotonya jadi kayak gini, Nats."

"Enggak, enggak, sana kamu pergi main aja. Kamu kapan-kapan aja lagi. Uangnya gak cukup," perintah Natasha menarik tangan Luna untuk berdiri dan segera pergi menjauh dari sini.

"Iya, Bu." Luna langsung melangkah menuju rumahnya.

Luna mengigit bibirnya, menahan agar suara tangisnya tak keluar, dan tangannya buru-buru menyeka air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

"Gak papa," gumam Luna berusaha tersenyum.

Related chapters

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Jangan Ambil Tubuhku

    Pagi-pagi sekali, bahkan matahari pun belum terbit, hanya ada angin dingin yang bertiup kencang di temani oleh bulan yang cantik di atas sana, Natasha saat ini sedang berjalan dengan tergesa-gesa sambil menggenggam tangan Luna begitu kuat.Ia sudah lelah dan ia sudah jengah dengan semua kesialan hidupnya yang ditimbulkan oleh Luna, maka dari itu, ia telah memikirkan berkali-kali tentang keputusannya saat ini, dan karena pertengkaran dirinya dan sang suami semalam, kini ia telah yakin tentang keputusannya terhadap kehidupan Luna."Bu, kita mau pergi ka mana?" Gadis kecil itu tak berhenti bertanya sejak ibunya memaksanya bangun."Kamu diam aja deh. Nanti juga kamu tahu sendiri. Gak usah keluarkan suara mu itu, bikin Ibu makin kesel aja tau gak," jawab Natasha dengan ketus.Walau dalam benaknya masih banyak pertanyaan yang ingin diajukan, pada akhirnya Luna memilih diam setelah sang ibu berkata seperti itu.Hanya menghabiskan waktu sepuluh menit, kini Natasha telah sampai di rumah ibunya

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Pertemuan Pertama

    Sejak usia 15 tahun, ketika Tia, sang kakak telah menikah, Luna dipindahkan kamarnya ke kamar depan, bekas sang kakak. Sementara kamarnya yang dulu digunakan oleh kedua adiknya.Kamar depan yang kini menjadi milik Luna tampak seperti kamar biasa pada umumnya. Namun, ada aura yang berbeda di dalamnya, sebuah kegelapan yang tak terlihat namun bisa dirasakan. Di sudut kamar, sebuah meja kecil yang berantakan dengan buku-buku dan coretan pensil yang membentuk kalimat-kalimat yang tak berarti, menciptakan kesan kekacauan.Namun, di tengah kamar berdiri sebuah tempat tidur yang menjadi saksi bisu atas mimpi buruk yang Luna alami setiap saatnya.Cahaya rembulan dan matahari yang menerobos masuk melalui celah-celah jendela, kerap menyinari wajah Luna yang terbaring lemah. Suara angin berdesir lembut dan bayang-bayang yang bergerak tanpa arah, menambah kegelisahan Luna. Setiap saat Luna selalu merasa gelisah. Tidur siang dan malamnya s

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Menginap

    "Jika kau bukan kuntilanak, kenapa kau duduk di sini?" tanya Hansel terus memperhatikan Luna dari ujung kepala hingga ujung kakinya."Dan kenapa kau tidak menggunakan alas kaki jika kau memang manusia?"Luna langsung menunduk melihat kakinya yang kotor dan tak mengenakkan sandal."Kau pasti kuntilanak penunggu makam ini, kan?""Apa kuntilanak bisa bahasa manusia?" tanya balik Luna dengan tatapan dingin dan wajah datarnya.Hansel langsung terdiam, memikirkan pertanyaan Luna."Tentu saja bisa. Secara dia, kan juga awalnya manusia biasa. Tapi dia meninggal dan tidak menerima kematiannya itu, makanya dia jadi kuntilanak.""Memangnya kau pernah berbicara dengan kuntilanak?" tantang Luna, dan spontan Hansel pun menggelengkan kepalanya."Kau hanya membuang-buang waktu ku," sarkas Luna sambil melenggang pergi melewati Hansel.Saat melewatinya, Hansel menoleh pada Luna, matanya terbelalak tatkala melihat wajah L

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Mungkinkah Benar?

    "Hansel, kamu tidurlah di kamar depan, ya!" Natasha memegang punggung Hansel seraya mendorongnya untuk maju mendekati kamar depan.Hansel berjalan, tapi entah kenapa, ia merasa enggan untuk itu. Terlebih setelah mendapat tatapan dingin dari Luna, matanya yang seakan-akan berbicara bahwa dirinya tidak boleh masuk ke kamar itu."Jika aku tidur di sini, lalu di mana Luna tidur nanti?" tanya Hansel di ambang pintu. Firasatnya mengatakan untuk tidak masuk ke dalam kamar, hawa hawa berbeda sudah terasa melewati celah-celah pintu. Ketakutannya semakin menjadi setelah menyadari bahwa hanya kamar depan saja yang memakai pintu, sementara kamar lainnya hanya menggunakan gorden.Natasha sontak menoleh pada Luna. "Ah, jangan hiraukan dia. Dia bisa tidur di mana pun. Di kursi juga bisa. Dia tipe orang yang tidak mempermasalahkan tempat tidur.""Tidak perlu sungkan. Ini adalah bentuk kami menghormati tamu." Natasha meyakinkan Hansel dan menepuk-nepuk p

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Di Bawah Sinar Rembulan

    Hansel duduk di samping Luna. Luna pun tidak merasa risih dengan itu. Dua orang yang tidak saling mengenal itu duduk bersampingan di bawah sinar rembulan yang terang. Melewati jendela, mereka diam-diam menatap ke langit yang gelap, membiarkan diri mereka terpesona oleh keindahan rembulan yang mengambang di malam yang tenang. Meskipun mereka tidak saling mengenal, tapi mereka merasa terhubung oleh keajaiban alam yang sama, yang sama-sama menarik perhatian mereka ke langit malam yang indah. Hansel, sosok yang tegap dan tenang, dengan tatapan yang dalam dan serius. Ia tengah berpikir keras, menerka maksud perkataan Luna beberapa saat yang lalu Sementara itu, Luna yang duduk di sampingnya terlihat anggun dan lembut, dengan senyuman kecil di wajahnya yang menunjukkan kekagumannya akan keindahan alam. Meskipun mereka tidak berbicara satu sama lain, namun keduanya merasa ada ikatan yang tak terucapkan di a

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Kembali Asing

    Luna duduk di makam sang kakek, melamun memikirkan tentang dirinya bersama Hansel malam itu. Hansel mencoba menjelaskan semua yang terjadi, tapi sampai saat ini pun dirinya tidak bisa mengingat apapun. Ia tidak bisa mengingat kejadian apa saja yang terjadi malam itu bersama Hansel meskipun sudah berusaha keras memikirkannya. Lima hari sudah berlalu sejak Hansel pulang dari rumahnya. Tidak ada yang berubah dari kedatangan dan kepergian Hansel. "Kenapa aku harus terus memikirkannya? Dia hanyalah orang asing. Enyah sana dari kepala ku," usir Luna pada pikiran yang terus memikirkan Hansel. Ia bahkan memukul kepalanya itu. Langit tiba-tiba mendung dan awan hitam berdatangan dari segala arah menjadikan alam tampak lebih gelap, Luna menengadah terus memperhatikan langit. "Aku harus pulang sebelum hujan turun," gumamnya sambil berusaha berdiri. "Akhir-akhir hujan datang lebih sering, aku harap malam nanti akan ada hujan lagi, supaya semua orang bisa merasakan kedinginan yang selalu me

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    BAR

    Hansel masuk ke bar yang biasa digunakan untuk berkumpul bersama teman-temannya, tanpa harus menghubungi mereka dulu pun Hansel yakin bahwa teman-temannya pasti ada di tempat ini. "Bro, Hansel... akhirnya lu keluar juga dari rumah. Gue denger lu tantrum tiap hari, gimana sekarang?" celoteh Lucas langsung berdiri untuk menyambut Hansel. Setibanya di sampingnya, ia segera merangkul Hansel erat. "Gue gak gila," ucap Hansel langsung menjatuhkan dirinya ke kursi. Ia mengambil gelas yang ada isinya lantas meminumnya, tidak peduli milik siapa itu. Kabar burung selalu menyebar dengan cepat, apa mungkin dirinya sekarang akan dicap sebagai orang gila. Huh... kehidupan ini."Gue gak bilang lu gila. Gue, kan nanya kabar lu doang." Lucas kembali duduk."Gue baik kok. Makasih perhatiannya," jawab Hansel santai. "Gimana perjalanan lu mendaki sendirian waktu itu? Kok pulang-pulang jadi stress? Penjaga gunungnya gak suka sama lu apa kayak gimana?" Arga bertanya dengan santai sambil menghisap rok

    Last Updated : 2024-10-29
  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Datang, Tapi Bukan Untuk Melamar

    Hansel masih dengan stelan jas kerjanya, memberhentikan mobilnya di sebuah parkiran luas di desa ini.Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya ia memutuskan untuk datang lagi ke desa ini. Desa yang tidak ia ketahui namanya, namun ia masih ingat jelas bahwa di desa ini ada gadis bernama Luna, yang kini menjadi alasan dirinya datang ke sini.Tentang teman-temannya yang memintanya untuk ikut, Hansel menolak permintaan mereka semua karena ia tidak ingin teman-temannya melihat Luna. Bahkan kepergiannya kali ini tidak diketahui siapapun bahkan oleh kedua orang tuanya.Hansel keluar dari mobilnya.Ia langsung mendapat banyak tatapan dari orang-orang sekitar."Apa karena sekarang sore makanya jadi banyak orang disekitar? Padahal waktu itu, aku tidak menemui siapapun di sini." batin Hansel.Ia tetap terus berjalan dengan percaya diri dan tidak memperdulikan tatapan mereka."Nak, kamu sangat tampan. Ibu sepertinya baru melihat mu di sini." Seorang ibu yang Hansel lewati memberanikan diri

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Merantau

    Gilang menghela napasnya pasrah, sudah berbagi cara, beribu kalimat, dan sejuta kata yang ia ucapkan kepada Luna di malam ini supaya dia tidak pergi bekerja, tapi semuanya sia-sia, semua ucapannya bagai angin lewat di telinga Luna, keputusan Luna begitu bulat, dan tidak ada satu hal pun yang bisa mengganggu gugat keputusannya tersebut. Pagi ini, Luna sudah siap dengan semua barang-barang yang harus dibawanya untuk merantau. Sebenarnya tak banyak yang dirinya bawa, hanya pakaian dan lainnya dan itupun cukup dalam satu koper. "Luna, coba pikirkanlah sekali saja! Bekerja di tempat yang jauh dari rumah bukanlah hal indah seperti yang ada dalam bayangan mu. Ketika kamu kesulitan, tidak akan ada yang membantu mu dan kamu tidak akan punya tempat pulang untuk bercerita." "Memangnya di sini aku punya tempat untuk pulang? Pernahkah kalian mendengar cerita ku?" sergah Luna, tangannya erat meremas ujung pakaian.Gilang langsung menundukkan pandangannya."Emang mau cerita apa? Setiap hari cuma

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Datang, Tapi Bukan Untuk Melamar

    Hansel masih dengan stelan jas kerjanya, memberhentikan mobilnya di sebuah parkiran luas di desa ini.Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya ia memutuskan untuk datang lagi ke desa ini. Desa yang tidak ia ketahui namanya, namun ia masih ingat jelas bahwa di desa ini ada gadis bernama Luna, yang kini menjadi alasan dirinya datang ke sini.Tentang teman-temannya yang memintanya untuk ikut, Hansel menolak permintaan mereka semua karena ia tidak ingin teman-temannya melihat Luna. Bahkan kepergiannya kali ini tidak diketahui siapapun bahkan oleh kedua orang tuanya.Hansel keluar dari mobilnya.Ia langsung mendapat banyak tatapan dari orang-orang sekitar."Apa karena sekarang sore makanya jadi banyak orang disekitar? Padahal waktu itu, aku tidak menemui siapapun di sini." batin Hansel.Ia tetap terus berjalan dengan percaya diri dan tidak memperdulikan tatapan mereka."Nak, kamu sangat tampan. Ibu sepertinya baru melihat mu di sini." Seorang ibu yang Hansel lewati memberanikan diri

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    BAR

    Hansel masuk ke bar yang biasa digunakan untuk berkumpul bersama teman-temannya, tanpa harus menghubungi mereka dulu pun Hansel yakin bahwa teman-temannya pasti ada di tempat ini. "Bro, Hansel... akhirnya lu keluar juga dari rumah. Gue denger lu tantrum tiap hari, gimana sekarang?" celoteh Lucas langsung berdiri untuk menyambut Hansel. Setibanya di sampingnya, ia segera merangkul Hansel erat. "Gue gak gila," ucap Hansel langsung menjatuhkan dirinya ke kursi. Ia mengambil gelas yang ada isinya lantas meminumnya, tidak peduli milik siapa itu. Kabar burung selalu menyebar dengan cepat, apa mungkin dirinya sekarang akan dicap sebagai orang gila. Huh... kehidupan ini."Gue gak bilang lu gila. Gue, kan nanya kabar lu doang." Lucas kembali duduk."Gue baik kok. Makasih perhatiannya," jawab Hansel santai. "Gimana perjalanan lu mendaki sendirian waktu itu? Kok pulang-pulang jadi stress? Penjaga gunungnya gak suka sama lu apa kayak gimana?" Arga bertanya dengan santai sambil menghisap rok

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Kembali Asing

    Luna duduk di makam sang kakek, melamun memikirkan tentang dirinya bersama Hansel malam itu. Hansel mencoba menjelaskan semua yang terjadi, tapi sampai saat ini pun dirinya tidak bisa mengingat apapun. Ia tidak bisa mengingat kejadian apa saja yang terjadi malam itu bersama Hansel meskipun sudah berusaha keras memikirkannya. Lima hari sudah berlalu sejak Hansel pulang dari rumahnya. Tidak ada yang berubah dari kedatangan dan kepergian Hansel. "Kenapa aku harus terus memikirkannya? Dia hanyalah orang asing. Enyah sana dari kepala ku," usir Luna pada pikiran yang terus memikirkan Hansel. Ia bahkan memukul kepalanya itu. Langit tiba-tiba mendung dan awan hitam berdatangan dari segala arah menjadikan alam tampak lebih gelap, Luna menengadah terus memperhatikan langit. "Aku harus pulang sebelum hujan turun," gumamnya sambil berusaha berdiri. "Akhir-akhir hujan datang lebih sering, aku harap malam nanti akan ada hujan lagi, supaya semua orang bisa merasakan kedinginan yang selalu me

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Di Bawah Sinar Rembulan

    Hansel duduk di samping Luna. Luna pun tidak merasa risih dengan itu. Dua orang yang tidak saling mengenal itu duduk bersampingan di bawah sinar rembulan yang terang. Melewati jendela, mereka diam-diam menatap ke langit yang gelap, membiarkan diri mereka terpesona oleh keindahan rembulan yang mengambang di malam yang tenang. Meskipun mereka tidak saling mengenal, tapi mereka merasa terhubung oleh keajaiban alam yang sama, yang sama-sama menarik perhatian mereka ke langit malam yang indah. Hansel, sosok yang tegap dan tenang, dengan tatapan yang dalam dan serius. Ia tengah berpikir keras, menerka maksud perkataan Luna beberapa saat yang lalu Sementara itu, Luna yang duduk di sampingnya terlihat anggun dan lembut, dengan senyuman kecil di wajahnya yang menunjukkan kekagumannya akan keindahan alam. Meskipun mereka tidak berbicara satu sama lain, namun keduanya merasa ada ikatan yang tak terucapkan di a

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Mungkinkah Benar?

    "Hansel, kamu tidurlah di kamar depan, ya!" Natasha memegang punggung Hansel seraya mendorongnya untuk maju mendekati kamar depan.Hansel berjalan, tapi entah kenapa, ia merasa enggan untuk itu. Terlebih setelah mendapat tatapan dingin dari Luna, matanya yang seakan-akan berbicara bahwa dirinya tidak boleh masuk ke kamar itu."Jika aku tidur di sini, lalu di mana Luna tidur nanti?" tanya Hansel di ambang pintu. Firasatnya mengatakan untuk tidak masuk ke dalam kamar, hawa hawa berbeda sudah terasa melewati celah-celah pintu. Ketakutannya semakin menjadi setelah menyadari bahwa hanya kamar depan saja yang memakai pintu, sementara kamar lainnya hanya menggunakan gorden.Natasha sontak menoleh pada Luna. "Ah, jangan hiraukan dia. Dia bisa tidur di mana pun. Di kursi juga bisa. Dia tipe orang yang tidak mempermasalahkan tempat tidur.""Tidak perlu sungkan. Ini adalah bentuk kami menghormati tamu." Natasha meyakinkan Hansel dan menepuk-nepuk p

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Menginap

    "Jika kau bukan kuntilanak, kenapa kau duduk di sini?" tanya Hansel terus memperhatikan Luna dari ujung kepala hingga ujung kakinya."Dan kenapa kau tidak menggunakan alas kaki jika kau memang manusia?"Luna langsung menunduk melihat kakinya yang kotor dan tak mengenakkan sandal."Kau pasti kuntilanak penunggu makam ini, kan?""Apa kuntilanak bisa bahasa manusia?" tanya balik Luna dengan tatapan dingin dan wajah datarnya.Hansel langsung terdiam, memikirkan pertanyaan Luna."Tentu saja bisa. Secara dia, kan juga awalnya manusia biasa. Tapi dia meninggal dan tidak menerima kematiannya itu, makanya dia jadi kuntilanak.""Memangnya kau pernah berbicara dengan kuntilanak?" tantang Luna, dan spontan Hansel pun menggelengkan kepalanya."Kau hanya membuang-buang waktu ku," sarkas Luna sambil melenggang pergi melewati Hansel.Saat melewatinya, Hansel menoleh pada Luna, matanya terbelalak tatkala melihat wajah L

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Pertemuan Pertama

    Sejak usia 15 tahun, ketika Tia, sang kakak telah menikah, Luna dipindahkan kamarnya ke kamar depan, bekas sang kakak. Sementara kamarnya yang dulu digunakan oleh kedua adiknya.Kamar depan yang kini menjadi milik Luna tampak seperti kamar biasa pada umumnya. Namun, ada aura yang berbeda di dalamnya, sebuah kegelapan yang tak terlihat namun bisa dirasakan. Di sudut kamar, sebuah meja kecil yang berantakan dengan buku-buku dan coretan pensil yang membentuk kalimat-kalimat yang tak berarti, menciptakan kesan kekacauan.Namun, di tengah kamar berdiri sebuah tempat tidur yang menjadi saksi bisu atas mimpi buruk yang Luna alami setiap saatnya.Cahaya rembulan dan matahari yang menerobos masuk melalui celah-celah jendela, kerap menyinari wajah Luna yang terbaring lemah. Suara angin berdesir lembut dan bayang-bayang yang bergerak tanpa arah, menambah kegelisahan Luna. Setiap saat Luna selalu merasa gelisah. Tidur siang dan malamnya s

  • JANGAN AMBIL TUBUHKU    Jangan Ambil Tubuhku

    Pagi-pagi sekali, bahkan matahari pun belum terbit, hanya ada angin dingin yang bertiup kencang di temani oleh bulan yang cantik di atas sana, Natasha saat ini sedang berjalan dengan tergesa-gesa sambil menggenggam tangan Luna begitu kuat.Ia sudah lelah dan ia sudah jengah dengan semua kesialan hidupnya yang ditimbulkan oleh Luna, maka dari itu, ia telah memikirkan berkali-kali tentang keputusannya saat ini, dan karena pertengkaran dirinya dan sang suami semalam, kini ia telah yakin tentang keputusannya terhadap kehidupan Luna."Bu, kita mau pergi ka mana?" Gadis kecil itu tak berhenti bertanya sejak ibunya memaksanya bangun."Kamu diam aja deh. Nanti juga kamu tahu sendiri. Gak usah keluarkan suara mu itu, bikin Ibu makin kesel aja tau gak," jawab Natasha dengan ketus.Walau dalam benaknya masih banyak pertanyaan yang ingin diajukan, pada akhirnya Luna memilih diam setelah sang ibu berkata seperti itu.Hanya menghabiskan waktu sepuluh menit, kini Natasha telah sampai di rumah ibunya

DMCA.com Protection Status