"Sudah selesai," ucap Mbak Dinda yang telah merias wajahku barusan. Tangannya begitu ajaib dengan lincah mendandaniku dengan begitu cantik, ia merubah wajahku secara sempurna. "Sekarang pakai sepatu kaca ini, dan coba melenggang kangkung, agar langkahnya terlihat cantik," ungkap Mbak Dinda sembari memperagakan."Mbak gak salah apa ngasih sepatu ke sepatu kaca sih, gimana kalau nanti aku jadi sundel bolong.""Loh kok sundel bolong sih, perasaan sepatu kaca yang pake cinderella Mbak," sahut Mbak Dinda sembari mengernyitkan dahi.Kini aku keluar dari kamar Bu Janita dengan mengenakan dres elegan berwarna serba putih dan juga jepit pita di kepala sebelah kiri, tak lupa juga aku menguraikan rambutku yang panjangnya sepinggang. Sesuai dengan arahan Mbak Dinda tadi, aku harus melenggang kangkung, agar langkah kakiku terlihat lebih cantik sama dengan wajahku yang memukau.Beberapa orang memandangku, melihat takjub akan kecantikan yang terpancar."Eh Ceu Odah, itu siapa kok cantik banget ya,
Tatkala Haris telah melenggang pergi ternyata kini aku dikejutkan dengan kedatangan Rojali. Wajahku langsung saja gelisah, gimana kalau dia tau bahwa barusan aku tak sengaja bertemu dengan Haris."Ngapain Lo disitu?" tanya Jali heran sembari melirik sebelah kanan dan kiri."Bukan urusan Lo!" jawabku simple. Aku hendak pergi untuk masuk dalam toilet akan tetapi dengan cekatan tangan Jali memegangi tanganku, menahan agar aku tidak pergi."Tunggu! Jelas banget itu urusan gue dong! Soalnya Lo terlihat aneh begitu, berdiri sendiri disini sambil wajah gelisah… pasti Lo sedang merencanakan sesuatu 'kan?" tebaknya sembari mendongakkan wajah."Maksud Lo apa nuduh gue sembarangan kayak gini! Gue gak terima!" aku membantah semua tuduhan yang dilayangkan Jali.Dia cowok tapi bibirnya dower banget lebih persis dengan bibir ceu Odah, atau jangan-jangan dia anak kandung Ceu Odah lagi."Udah ah lepaskan tangan gue! Gue mau masuk dalam toilet!" sentakku sembari mencoba menepiskan tangan yang saat itu
"Hahahah."Tawaku begitu terbahak, aku tak hentinya menertawakan tingkah lelaki itu yang sangat amat ketakutan. akan tetapi setelah kuperhatikan tiba-tiba saja wajah Jali memerah dan sekujur tubuhnya bintik-bintik merah. Dan alangkah aku semakin terkejut tatkala melihat pria itu jatuh pingsan."Rojali," seruku sembari mata ini membulat, heran dan juga panik bercampur menjadi satu."Rojali!" seru bude Meri panik tatkala melihat keponakannya tak sadarkan diri. Bude Meri segera menghampiri Jali yang terbaring lemah di lantai sedangkan aku masih berdiri dengan merasakan kepanikan. "Jali, bangun Nak, ini bude. Sayang kamu tidak apa-apa 'kan?" tanya Bude Meri tatakala mengguncang-guncangkan tubuh keponakannya itu.Serempak hanya ada di dalam ruangan, Bude Meri kini menoleh ke arahku, "Apa yang kamu lakukan pada Jali, Diandra?!" cerca Bude Meri dengan tatapan yang begitu tajam."Aku tidak melakukan apapun, tadi aku hanya melemparkan cicak pada bajunya," ungkapku lirih."Apa cicak?!" Bude M
"Janita apa kamu masih mau mempertahankan pertunangan Rojali dengan wanita miskin itu?" tanya Bude Meri ketika sarapan pagi.Di meja makan tersebut terdapat Haris, Bu Janita dan juga Bude Meri. "Maksud Mbak apa?""Janita, Janita, coba kamu pikir, kemarin Diandra membuat kesalahan yang sangat Patal dengan menakuti Jali dengan seekor cicak. Yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Kelakuan wanita itu seperti bocah kecil begitu… Apa yang mau kamu pertahankan coba? Sudah miskin, hanya anak pembantu juga… masih ada wanita-wanita muda yang lebih layak untuk dijadikan calon istri Jali, contohnya Alina. Dia lebih pintar dan juga dari keluarga terhormat. Bahkan Alina juga punya sopan santun tak seperti wanita pilihan kamu itu," papar Bude Meri. Bulir-bulir bening berjatuhan tanpa permisi tatkala aku berniat ingin melihat keadaan Jali, akan tetapi sejenak aku ingin mendengarkan percakapan keluar dari calon tunangan ku dengan bersembunyi di balik tembok. Sengaja kedatanganku kesini mengendap-ngen
Bu Janita beralih ke dapur, untuk berencana mengambil air, tatkala ia berada di ambang pintu dapur betapa ia di kejutkan dengan adegan luar biasa yang di lakukan Haris bersama Kakak perempuannya.Janita meneguk air liurnya dengan susah payah, sembari kedua bola mata membulat. Ia sangat syok tatkala melihat perlakuan mesra sang suami yang baru satu hari mengucapkan ijab qobul itu. "Janita," seru Mbak Meri terkaget.Haris mengurungkan kembali tangan yang mengulur menyuapi Meri -sang kakak ipar."Aku lupa mengambil air Mbak, makannya aku kesini," sahut Janita sembari mengucurkan air dari teko hingga kepenuhan, terlihat dari raut wajah wanita setengah baya itu nampak cemburu."Janita tunggu!" sergah Meri tatkala Janita akan mengantarkan ulang minuman untuk Jali."Ada apa Mbak?""Ini tidak yang seperti kamu lihat, tadi tanganku tiba-tiba sakit dan Haris mencoba membantuku menyuapi roti. Kamu jangan marah apalagi salah tanggap. Betul 'kan Haris?" tanya Meri beralih pada Haris pria berondon
"Hai Papa baru apa kabar? Pasti kabarnya baik banget dong. Jangan lupa baca doa sebelum keluar rumah, nanti kalau kenapa-kenapa bahaya loh. Siapa juga yang bahagia pasti gue tentunya," sapa Jali sembari menyindir sang Papa tiri.Haris yang hendak pergi keluar rumah untuk mengantarkan istri yang baru saja dinikahinya kemarin itu meminta agar Haris mengantarkan hari ini untuk ke kantor. "Maksud Lo apa ngomong kayak gini Rojali Abdul Manaf?!" jawab Haris sembari mengangkat sebelah alis. Heran sekali tatkala anak tiri yang seumuran dengannya tiba-tiba berkata seperti itu."Gue cuma mau ngasih Lo selamat atas keberhasilan Lo sebab telah menikahi Mama gue. Sekarang cita-cita Lo berarti sudah terjawab sudah kalau Lo ingin menguasai harta kekayaan Mama gue bukan?!... Sudah bisa ditebak kok memang pria murahan seperti Lo itu hanya menginginkan harta saja 'kan?!... Lucu banget sih Lo. Kalau mau uang itu kerja bukan morotin wanita," sindir keras mulut Jali.Tatkala telinga Haris mendengar itu
"Mak apa ada Diandra?" Terdengar sahutan suara pria menanyakan namaku. Dari suaranya sudah tak asing lagi. Dia adalah Rojali.Aku yang sedang santai dengan ponsel di tangan, menoleh ia arah suara tersebut terlihat Jali berdiri di samping Emak. Sedangkan aku melihatnya di balik kaca."Ada sedang di dalam masuk aja," papar Mak Jamilah kembali melakukan aktivitasnya menyapu halaman rumah yang banyak dedaunan gugur sebab sedang musim angin dan hujan."Emak kenapa gak kerja? Padahal Mama sudah menunggu emak dari tadi?" tanya Jali kembali."Emak sedang sakit pinggul jal, sepertinya Emak sudah terlalu tau hingga tenaga Emak sudah tidak kuat sekarang. Ditambah badan Emak sedang tidak sehat sama sekali Jadi Emak sementara ini akan beristirahat dulu Jali," tutur Mak Jamilah."Kalau begitu semoga cepet sembuh ya Mak, pokoknya doaku selalu menyertaimu," ungkap Jali sembari melenggang ke arah rumah untuk mencariku.Aku menghela nafas dengan kasar, sebelum dia masuk alangkah baiknya aku sudah siap
"Nih tisu," sahut Jali dengan tangan menyodorkan selembar tisu.Awalnya aku menoleh pada wajahnya setelah itu aku melirik tisu yang berada di tangan Jali.Tanganku mengulur untuk mengambil tisu yang Jali sodorkan, "Terimakasih.""Lo gak usah sedih gitu dong, gue jadi tak kuasa melihatnya. Gue suka gak enakan kalau lihat cewek menangis. Percuma juga Lo nangisin laki-laki kayak Haris itu. Seharusnya Lo bersyukur tidak dijodohkan dengannya," papar Jali sambari menghembuskan bokongnya di kursi bersamaku."Iya omongan Lo ada benarnya juga sih, tapi seenggaknya gue perlu waktu untuk melupakan seseorang. Apalagi Haris seenggaknya telah membuat hari-hari yang kulalui berwarna.""Iya sih gue paham itu. Malah sekarang gue yang bingung, gimana caranya agar Haris menceraikan Mama gue. Dan agar Mama tau kalau Haris bukan laki-laki yang mencintainya apa adanya," ungkap Jali mengeluarkan seluruh uneg-uneg yang dipendamnya selama ini.Aku ikut heran tatkala mendengar itu."Maksud Lo?" tanyaku."Lo ma
Hati gelisah tak menentu, kemana lagi Jali harus mencari istrinya yang hingga kini belum pulang. Sedangkan setahu Jali, Dian tidak punya sahabat ataupun kerabat lagi selain emaknya sendiri, kalau ke rumah Alina mana mungkin, sudah lama mereka tidak akur disebabkan memperebutkan cinta seorang Rojali. "Dian, Dian Lo di mana?" gumam Jali sembari pikirannya terus mencari. Padahal diluar hujan amat deras ditambah suasana terang pun sebentar lagi akan menjadi gelap. Jali menunggu di teras rumah. Sesekali pria bertubuh tinggi itu melihat ponsel, dan menghubungi istrinya akan tetapi masih tidak ada jawaban."Percuma kamu menunggu wanita itu sampai kapanpun sebab dia tidak akan balik lagi kesini," kata Bu Janita yang hendak menemani Jali."Ma, apa Mama tau Dian kemana? Mana mungkin Mama tidak tau seharian ini Dian dirumah bersama Mama?" tanya Jali dengan tatapan kosong itu. "Mama tidak tau apapun Jali!" selalu itu yang terlontar dari jawaban sang Mama.Sebentar lagi adzan magrib akan berkum
Setelah kepulangan Jali dari kantor untuk menggantikan Bu Janita kerja. Lantaran Bu Janita hari ini tidak bisa masuk dikarenakan kepalanya yang terasa pening sebab terlalu memikirkan pernikahan sang anak.Jali melenggang gontai sembari matanya terus melirik ke arah ruangan kamar dan juga semua penjuru ruangan. Disisi lain dia mencari sang istri yang tak terlihat batang hidungnya sama sekali. Hatinya bertanya dimanakah istrinya. Akan tetapi pikirannya langsung menjawab positif bahwa sang istri sedang keluar atau memasak di dapur. Setelah beberapa saat rebahan di kamar, Jali pun merasa terheran. Biasanya kalau Jali baru pulang, jam segini paling istrinya ada di kamar. Akan tetapi kali ini tidak terlihat sama sekali.Dengan rasa penasaran yang memuncak pria berhidung mancung itu melenggang menuju lanttai bawah. Ia mencari di setiap penjuru ruangan dilihatnya secara saksama, namun tak ada sosok sang istri yang terlihat melainkan ada sang Mama yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Saya beri kamu 2 pilihan, kamu mau pergi dari rumah ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan jali atau kamu mau bercerai dengan anak saya? Sebab saya tidak rela anak saya harus bersanding denganmu."Wanita setengah baya itu memberikan dua pilihan yang membuat nafas Diandra sesak. Awalnya Dian sangat enggan dan menolak untuk membuka mulut lantas pilihan tersebut sangat susah untuk dipilih. Bu Janita melangkah mengelilingi kediaman menantunya yang saat ini masih berdiri, mematung dengan pikiran yang melayang jauh entah kemana. "Cepat bicara?! Kesabaran saya sudah habis, saya benar-benar marah dan benci sama kamu Dian, andai saya tau kalau kamu itu wanita miskin yang memang matre mungkin saya tidak akan pernah mau menjodohkan kamu. Nyatanya saya hanya di bohongi oleh wajah polos yang kamu miliki!"Begitu geram Bu Janita memaksa Dian untuk memilih salah satu pilihan yang membuat Dian tidak sanggup untuk memilih. Dian terdiam mematung dengan deraian air mata yang terus saja berlinang mem
"Tadinya aku menikahi Dian atas di dasari karena paksaan Mama dan juga aku ingin membuat Haris cemburu, tapi nyatanya malah aku yang mulai menyukai Dian Ma, aku mohon jangan biarkan aku berpisah dengannya lagi Ma," ungkap Jali. Akan tetapi Bu Janita sangat kecewa dengan kedua pasangan itu terutama pada sang menantu yang tega membohonginya dan mau dibayar oleh Jali. Seharusnya Dian tidak harus melakukan itu demi sebuah uang."Tapi Mama sudah terlanjur kecewa sama kamu dan istri kamu! Jangan-jangan sekarang juga kamu membohongi Mama lagi kalau kamu mempunyai perasaan pada Dian. Pokoknya Mama tidak mau percaya dengan kamu Jali. Dan Mama tidak suka melihat Dian, terserah kamu, kalau kamu tidak mau pergi dari sini kamu ceraikan istri kamu yang murahan itu! Mama sangat eneg lihatnya. Masih banyak perempuan di luar sana yang lebih istimewa dan mempunyai harga diri," sahut Bu Janita dengan emosi yang meluap. Ia begitu kecewa saat tau bahwa pernikahan sang anak adalah pernikahan bayaran. Bah
"Sayang aku mau ke kamar duluan ya kalau kamu mau disini dulu."Jali melenggang ke lantas 2 menaiki tangga untuk menyimpan tas besar yang saat ini Dian bawa. Kali ini Dian membawa beberapa foto dan juga barang kesayangannya yang sempat ia simpan di rumah Emak.Padahal wanita muda berbulu mata lentik itu masih merasakan betah dirumah masa kecilnya dulu. Akan tetapi Jali memaksanya untuk pulang ikut bersamanya.Aku terpaku di ruangan utama, kaki Dian rasanya pegal sekali walaupun Dian baru saja menaiki mobil saat datang kesini."Berani juga ya kamu datang lagi kesini! Gak tau malah banget! Sudah menjadi pengganggu suami mertuanya, eh malah balik lagi. Kalau aku sih malas banget! Malu banget! Mau ditaruh dimana muka yang cantik ini, Dasar pengganggu suami orang. Eh bukan suami orang lebih tepatnya suami mertua sendiri! Menanti macam apa?!" Ledekan pedas itu sudah sering Dian dengan, dan suara yang meledek Dian pun tak lain adalah wanita yang pernah mewarnai kehidupan suaminya."Eh Rindu
"Jangan sebut istriku murahan Ma. Dian kamu yakin 'kan tidak bermaksud menggoda Haris? Sekarang kamu katakan di hadapan kami semua kalau kamu tidak bersalah," titah Jali sembari memandang sang istri penuh rasa bersalah sebab sebelumnya ia septa tak percaya."Iya, aku sama sekali tak mencintai siapapun terkecuali suamiku sendiri," ungkap Dian.Wanita muda cantik terkejut tatkala sang suami kini mulai mempercayainya, dengan senang hati Dian memeluk Jali di hadapan semua anggota keluarganya membuat Emak Jamilah seketika terharu melihat adegan sepasang sejoli yang tak ingin dipisahkan itu.Dian pun tak menyangka kalau akhirnya dia bisa lagi memeluk tubuh sang suami dengan erat setelah permasalahan yang hampir saja membuat dirinya dan Jali berpisah untuk selamanya.Mak Jamilah tersenyum penuh kebahagiaan yang tiada Tara, ia ikut senang dengan kehadiran Jali yang datang disaat waktu begitu tepat."Sayang pokoknya aku gak mau tau, Jali dan Dian harus bercerai, mereka tidak boleh disatukan, s
Pagi ini langit amatlah mendung ditemani rintikan hujan membasahi genting dan juga halaman semuanya nampak basah. Dian yang kala itu sedang termenung, berharap hadirnya kedatangan seseorang, tapi mungkin semuanya hanya bayangan semata. Mata mungkin suaminya datang kesini."Dian ayo makan," titah Mak Jamilah tatkala sang cucu malah tak bergeming sama sekali. Mak Jamilah pun mengambil tindakan dengan mengambilkan nasi pada piring kosong milik Dian. "Mak, gak usah repot-repot, Dian sedang malas makan, nanti saja makannya ya," sahut Dian sembari menolak sepiring nasi putih yang disodorkan Mak Jamilah."Dian kamu kemana?" seru Mak Jamilah pada sang cucu yang tiba-tiba saja gegas bangkit meninggalkan meja makan.Mak Jamilah pun nampak bingun dengan keadaan semua ini. Dian kembali duduk di ruang utama sembari matanya terus saja memandangi air hujan yang semakin siang semakin deras. Percikan kerinduan mulai terasa, nyatanya jauh dari sang suami membuatnya sangat terpuruk. Padahal baru saj
"Dian, kamu kenapa Nak, kenapa harus menangis? Apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu kesini sendiri? Suamimu mana?" Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut nenek tua yang telah keriput dimakan usia. Emak Jamila begitu kaget saat melihat keadaan sang cucu yang telah menangis tersedu-sedu. Mata lentik Dian kini berubah menjadi bengkak disertai warna merah."Mak Dian di fitnah oleh Haris dan bude Meri, mereka menuduh Dian berselingkuh, padahal aku sama sekali tidak melakukan hal keji itu, apalagi saat ini statusku istri orang. Mana berani aku melakukan itu," tak hentinya wanita muda itu menangis.Dian memeluk tubuh sang nenek, walaupun air matanya tak henti terus saja luruh. Dengan perlahan Mak Jamilah mengelus bahu Dian dengan telapak tangan begitu lembut."Kita masuk Nak, bicarakan di dalam saja, tidak enak kalau orang lain melihat kamu sedang menangis begini," sahut Mak Jamilah sembari memapah tubuh Dian yang nampak lemas itu.Mak Jamila membawa cucunya masuk kedalam rumah dan me
"Apa maksud kalian dengan semua ini?!" tiba-tiba saja Bu Janita bersama Jali datang sembari melotot.Bagi Janita hari ini adalah hari yang terburuk, rasanya seperti si sambar gledek disiang bolong. Menantu kesayangannya berselingkuh dengan suami muda yang amat dicintainya.Janita memperlihatkan sebuah gambar, yang memang mambuat Dian dan Haris tentu saja terlonjak kaget, gambar yang di perlihatkan Janita, yakni gambar saat Haris mencium Diandra tadi.Mata Dian melirik bergantian pada kediaman bude Meri, wanita berparas cantik itu yakin bahwa Foto itu pemberian dari bude Meri, pantas saja ia merasa bahwa ada sinar Blige ponsel pada saat Haris hampir saja menodainya."Ma, tadi Haris mau melukai aku makannya dia menciumi secara paksa, tadi aku sudah coba melawan akan tetapi tanganku tak bisa melawan dan memberontak," ungkapku tergopoh menjelaskan pada sang mertua.Akan tetapi sepertinya Bu Janita tak percaya sama sekali sebab ia membaca pesan dari bude Meri bahwa Diandra menggoda Haris -