"Auww," jeritku menggelegar. Semua para undangan pandangan yang datang berpusat pada kediamanku yang saat ini masih terbengkalai dengan baju yang Kumal dan kotor."Apa yang terjadi?" tanya Bu Janita sungguh terkejut melihatku.Ia berusaha membantuku untuk membangunkan, "Kamu tidak apa-apa 'kan?" tanyanya sambil mencermati badanku yang saat ini telah kotor."Saya tidak apa-apa Tante."Aku bangkit di bantu oleh Bu Janita, wanita setengah baya itu nampak cantik mengenakan gaun pengantin di hari pernikahannya dengan warna serba putih, menambah kecantikannya semakin terpancar."Kenapa Tante ada disini?" tanyaku.Bu Janita menghela nafasnya begitu lega tatkala melihatku tidak ada yang luka."Suara jeritan kamu sampai terdengar ke depan, Tante takut sekali kamu kenapa-napa… sebenarnya ada apa ini?" tanya Bu Janita mengarah pada kediaman Bude Meri.Kakak perempuannya yang saat ini terpaku, sembari menatapku dengan begitu puas tatkala aku tersungkur di karenakan oleh ulahnya."Bude Meri Tante
"Sudah selesai," ucap Mbak Dinda yang telah merias wajahku barusan. Tangannya begitu ajaib dengan lincah mendandaniku dengan begitu cantik, ia merubah wajahku secara sempurna. "Sekarang pakai sepatu kaca ini, dan coba melenggang kangkung, agar langkahnya terlihat cantik," ungkap Mbak Dinda sembari memperagakan."Mbak gak salah apa ngasih sepatu ke sepatu kaca sih, gimana kalau nanti aku jadi sundel bolong.""Loh kok sundel bolong sih, perasaan sepatu kaca yang pake cinderella Mbak," sahut Mbak Dinda sembari mengernyitkan dahi.Kini aku keluar dari kamar Bu Janita dengan mengenakan dres elegan berwarna serba putih dan juga jepit pita di kepala sebelah kiri, tak lupa juga aku menguraikan rambutku yang panjangnya sepinggang. Sesuai dengan arahan Mbak Dinda tadi, aku harus melenggang kangkung, agar langkah kakiku terlihat lebih cantik sama dengan wajahku yang memukau.Beberapa orang memandangku, melihat takjub akan kecantikan yang terpancar."Eh Ceu Odah, itu siapa kok cantik banget ya,
Tatkala Haris telah melenggang pergi ternyata kini aku dikejutkan dengan kedatangan Rojali. Wajahku langsung saja gelisah, gimana kalau dia tau bahwa barusan aku tak sengaja bertemu dengan Haris."Ngapain Lo disitu?" tanya Jali heran sembari melirik sebelah kanan dan kiri."Bukan urusan Lo!" jawabku simple. Aku hendak pergi untuk masuk dalam toilet akan tetapi dengan cekatan tangan Jali memegangi tanganku, menahan agar aku tidak pergi."Tunggu! Jelas banget itu urusan gue dong! Soalnya Lo terlihat aneh begitu, berdiri sendiri disini sambil wajah gelisah… pasti Lo sedang merencanakan sesuatu 'kan?" tebaknya sembari mendongakkan wajah."Maksud Lo apa nuduh gue sembarangan kayak gini! Gue gak terima!" aku membantah semua tuduhan yang dilayangkan Jali.Dia cowok tapi bibirnya dower banget lebih persis dengan bibir ceu Odah, atau jangan-jangan dia anak kandung Ceu Odah lagi."Udah ah lepaskan tangan gue! Gue mau masuk dalam toilet!" sentakku sembari mencoba menepiskan tangan yang saat itu
"Hahahah."Tawaku begitu terbahak, aku tak hentinya menertawakan tingkah lelaki itu yang sangat amat ketakutan. akan tetapi setelah kuperhatikan tiba-tiba saja wajah Jali memerah dan sekujur tubuhnya bintik-bintik merah. Dan alangkah aku semakin terkejut tatkala melihat pria itu jatuh pingsan."Rojali," seruku sembari mata ini membulat, heran dan juga panik bercampur menjadi satu."Rojali!" seru bude Meri panik tatkala melihat keponakannya tak sadarkan diri. Bude Meri segera menghampiri Jali yang terbaring lemah di lantai sedangkan aku masih berdiri dengan merasakan kepanikan. "Jali, bangun Nak, ini bude. Sayang kamu tidak apa-apa 'kan?" tanya Bude Meri tatakala mengguncang-guncangkan tubuh keponakannya itu.Serempak hanya ada di dalam ruangan, Bude Meri kini menoleh ke arahku, "Apa yang kamu lakukan pada Jali, Diandra?!" cerca Bude Meri dengan tatapan yang begitu tajam."Aku tidak melakukan apapun, tadi aku hanya melemparkan cicak pada bajunya," ungkapku lirih."Apa cicak?!" Bude M
"Janita apa kamu masih mau mempertahankan pertunangan Rojali dengan wanita miskin itu?" tanya Bude Meri ketika sarapan pagi.Di meja makan tersebut terdapat Haris, Bu Janita dan juga Bude Meri. "Maksud Mbak apa?""Janita, Janita, coba kamu pikir, kemarin Diandra membuat kesalahan yang sangat Patal dengan menakuti Jali dengan seekor cicak. Yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Kelakuan wanita itu seperti bocah kecil begitu… Apa yang mau kamu pertahankan coba? Sudah miskin, hanya anak pembantu juga… masih ada wanita-wanita muda yang lebih layak untuk dijadikan calon istri Jali, contohnya Alina. Dia lebih pintar dan juga dari keluarga terhormat. Bahkan Alina juga punya sopan santun tak seperti wanita pilihan kamu itu," papar Bude Meri. Bulir-bulir bening berjatuhan tanpa permisi tatkala aku berniat ingin melihat keadaan Jali, akan tetapi sejenak aku ingin mendengarkan percakapan keluar dari calon tunangan ku dengan bersembunyi di balik tembok. Sengaja kedatanganku kesini mengendap-ngen
Bu Janita beralih ke dapur, untuk berencana mengambil air, tatkala ia berada di ambang pintu dapur betapa ia di kejutkan dengan adegan luar biasa yang di lakukan Haris bersama Kakak perempuannya.Janita meneguk air liurnya dengan susah payah, sembari kedua bola mata membulat. Ia sangat syok tatkala melihat perlakuan mesra sang suami yang baru satu hari mengucapkan ijab qobul itu. "Janita," seru Mbak Meri terkaget.Haris mengurungkan kembali tangan yang mengulur menyuapi Meri -sang kakak ipar."Aku lupa mengambil air Mbak, makannya aku kesini," sahut Janita sembari mengucurkan air dari teko hingga kepenuhan, terlihat dari raut wajah wanita setengah baya itu nampak cemburu."Janita tunggu!" sergah Meri tatkala Janita akan mengantarkan ulang minuman untuk Jali."Ada apa Mbak?""Ini tidak yang seperti kamu lihat, tadi tanganku tiba-tiba sakit dan Haris mencoba membantuku menyuapi roti. Kamu jangan marah apalagi salah tanggap. Betul 'kan Haris?" tanya Meri beralih pada Haris pria berondon
"Hai Papa baru apa kabar? Pasti kabarnya baik banget dong. Jangan lupa baca doa sebelum keluar rumah, nanti kalau kenapa-kenapa bahaya loh. Siapa juga yang bahagia pasti gue tentunya," sapa Jali sembari menyindir sang Papa tiri.Haris yang hendak pergi keluar rumah untuk mengantarkan istri yang baru saja dinikahinya kemarin itu meminta agar Haris mengantarkan hari ini untuk ke kantor. "Maksud Lo apa ngomong kayak gini Rojali Abdul Manaf?!" jawab Haris sembari mengangkat sebelah alis. Heran sekali tatkala anak tiri yang seumuran dengannya tiba-tiba berkata seperti itu."Gue cuma mau ngasih Lo selamat atas keberhasilan Lo sebab telah menikahi Mama gue. Sekarang cita-cita Lo berarti sudah terjawab sudah kalau Lo ingin menguasai harta kekayaan Mama gue bukan?!... Sudah bisa ditebak kok memang pria murahan seperti Lo itu hanya menginginkan harta saja 'kan?!... Lucu banget sih Lo. Kalau mau uang itu kerja bukan morotin wanita," sindir keras mulut Jali.Tatkala telinga Haris mendengar itu
"Mak apa ada Diandra?" Terdengar sahutan suara pria menanyakan namaku. Dari suaranya sudah tak asing lagi. Dia adalah Rojali.Aku yang sedang santai dengan ponsel di tangan, menoleh ia arah suara tersebut terlihat Jali berdiri di samping Emak. Sedangkan aku melihatnya di balik kaca."Ada sedang di dalam masuk aja," papar Mak Jamilah kembali melakukan aktivitasnya menyapu halaman rumah yang banyak dedaunan gugur sebab sedang musim angin dan hujan."Emak kenapa gak kerja? Padahal Mama sudah menunggu emak dari tadi?" tanya Jali kembali."Emak sedang sakit pinggul jal, sepertinya Emak sudah terlalu tau hingga tenaga Emak sudah tidak kuat sekarang. Ditambah badan Emak sedang tidak sehat sama sekali Jadi Emak sementara ini akan beristirahat dulu Jali," tutur Mak Jamilah."Kalau begitu semoga cepet sembuh ya Mak, pokoknya doaku selalu menyertaimu," ungkap Jali sembari melenggang ke arah rumah untuk mencariku.Aku menghela nafas dengan kasar, sebelum dia masuk alangkah baiknya aku sudah siap